Kitab Wahyu

Kitab Wahyu 





I. Pendahuluan

Mulai dengan kitab Daniel, Apokluptis berkembang sampai pada abad ke II. Kitab-kitab yang termasuk Apokluptis Kristen yang asli adalah Wahyu Yohannes, Wahyu Petrus dan Yohannes. Kitab Wahyu menutup Kanon dan sejarah kitab perjanjian baru.Sebelum mengupas banyak hal tentang kitab Wahyu dalam Perjanjian Baru sebagai kitab apokaliptik yang dipadukan dengan Kitab Daniel dalam Perjanjian Lama yang digolongkan juga sebagai kitab Apokaliptis. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang artinya menyingkapkan atau membukakan dan merujuk pada sesuatu yang sebelumnya tersembunyi dan sekarang telah disingkapkan sekarang. Kitab-kitab apokaliptik yang berasal dari periode intertestamen merupakan suatu catatan tentang peristiwa sejarah dari tahun 250 SM sampai 100 M, dan Kitab Apokaliptik/ Wahyu ditulis pada masa menjelang akhir Pemerintah Domitianus 81-89M.

sekaligus memuat tanggapan iman bangsa Israel ketika berhadapan dengan berbagai bentuk krisis dan tirani pada masa itu. Oleh karena itu kitab-kitab ini tidak dapat dipahami dengan baik bila dilepaskan dari pengaruh religius, politik dan ekonomi pada waktu itu. Demikian juga sebaliknya bahwa sejarah dalam kitab ini, tidak bisa dipahami bila dilepaskan dari harapan dan kekhawatiran iman umat Allah yang terus bergema di dalamnya.

II. Pembahasan

II.1. Latar Belakang Kitab Wahyu

Kitab wahyu adalah kitab perjanjian baru yang terakhir dan yang paling luar biasa. Kitab Wahyu juga dikenal sebagai “ Apokaliptik/ Apokaluptik”. Kitab Wahyu ini juga ditulis dalam bentuk surat, suatu hal pada zaman penulisnya merupakan bentuk yang cukup lazim dalam komunikasi antar Kristen. Ada dua kelompok yang berbeda pendapat mengenai latar belakang keadaan dimana ia ditulis. Kelompok pertama mengaggapnya berasal dari zaman Nero, ketika kebakaran di Roma yang mengakibatkan penyiksaan terhadap orang-orang Kristen. Kelompok yang kedua menganggap pada masa pemerintahan Dominitianus. Kitab ini juga merupakan suatu penyingkapan (1:1-20.20), suatu nubuat (1:3; 22:7, 10,18-19), dan suatu gabungan dari tujuh surat (1:4, 11; 2:1-3:22). Lima kenyataan penting mengenai latar belakang kitab ini dinyatakan dalam pasal 1. (1) “inilah Wahyu Yesus Kristus” (1:1). (2) pernyataan ini telah disampaikan secara adikodrati kepada penulisnya melalui Kristus yang ditinggikan, malaikat-malaikat dan penglihatan-penglihatan (1:1, 10-18). (3) pernyataan itu disampaikan kepada hamba Allah, Yohanes (1:1,4,9; 22:8). (4) Yohanes menerima penglihatan-penglihatan dan berita pernyataan ini sementara ia dalam pembuangan di Pulau Patmos (8- km sebelah barat daya kota efesus), oleh karena firman Allah dan kesaksian Yohanes sendiri (1:9). (5) penerima yang mula-mula dari surat ini adalah tujuh jemaat di provinsi Asia (1:4,11).

Isi kitab ini mencerminkan keadaan sejarah pada zaman pemerintahan kaisar Domitianus ketika ia menuntut agar semua warga negaranya memanggil dia “Tuhan dan Allah” (Dominus ET et Deus). Pastilah ketetapan kaisar pada waktu itu telah menciptakan suatu pertentangan antara mereka yang dengan sukarela mau menyembah kaisar dan orang kristen setia mengakiu bahwa Yesus sajalah (Tuhan dan Allah). Jadi, kitab ini ditulis pada suatu masa ketika orang percaya sedang mengalami penganiayaan yang hebat oleh karena kesaksian mereka, suatu situasi yang dengan jelas merupakan latar belakang kitab Wahyu itu sendiri. (1:19; 2:10,13; 6:-11; 7:14-17; 11:7; 12:11,17; 17:6; 18:24; 19:2; 20:4).

II.2. Penulis Kitab Wahyu

Semua menerima, bahwa yang mengarang Kitab Wahyu adalah Rasul Yohannes. Hal ini juga dikatakan oleh : Irenaeus, Yohannes dalam hal ini adalah Yohannes anak Zabdi, Rasul Tuhan Yesus. Pengarang Wahyu ini sama dengan pengarang Injil Yohannes dan surat-surat Yohannes. Setelah Melihat Wahyu, Yohannes mencoba menulis kembali, tetapi bahasa tidak cukup untuk mengungkapkannya. Sebab itu, ia memakai bahasa symbol atau kiasan-kiasan. Sejak abad ke-2 M ( mulai dengan Yustinus, lebih kurang tahun 160M), Yohannes yang diperkenalkan sebagai penulis Wahyu yang disamakan dengan Rasul Yohannes bin Zebedeus. Ia pun disamakan dengan injil ke-4 dan surat-surat Yohannes. Namun ada seorang yang bernama Gayus ( Lebih kurang tahun 200M), yang menolak wahyu sebagai karangan Rasul Yohannes dan sebagai kitab suci bahkan wahyu dikatakan sebagai karangan seorang dari aliran Gnosis yaitu Kerintus. Tetapi alasan Gayus dan pengikut-pengikutnya menolak.Wahyu adalah kitab yang menceritakan tentang kerajaan seribu tahun dipakai oleh bidah Montanus guna membela ajarannya. Tetapi penulis kitab Wahyu ini adalah Yohannes yang menerimaWahyu dari Allah sendiri yang menjadi saksi mata dari segala sesuatu yang telah dilihatnya ( Wahyu 1:1-2).

II.3. Waktu, Tempat dan Penulisan

Kitab ini ditulis kira-kira tahun 90-96 di Patmos. Sebuah pulau kecil di perairan pantai Yunani tempat dimana ia dibuang oleh karena imannya Wahyu 1:9, mengenai penerima surat ini adalah jemaat-jemaat di asia kecil ( 1:4), kepada jemaat di Efesus ( pasal 2:1-7), jemaat Smirna ( pasal 2:8-11), jemaat Pergamus ( pasal 2:12- 17), jemaat Tiatira ( pasal 2: 18-19), jemaat Sardis ( Pasal 3:1-6), jemaat Filadelfia ( Pasal 3:7-13), dan jemaat Laodikia ( pasal 3:14-22).Kitab wahyu ini ditulis kepada 7 Jemaat, Efesus, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia, dan Laodekia. Ketujuh jemaat ini melambangkan kegenapan umat suci ( Wahyu 1:6). Secara simbolis, ketujuh jemaat adalah juga ketujuh bintang.Di samping itu, kitab ini juga dialamatkan kepada gereja sepanjang abad dan dialamatkan kepada gereja disemua tempat.

Ada beberapa informasi mengenai waktu dan tempat anatara lain:

1. Menurut Wahyu 11:1, 2, Yerusalem masih berdiri tetapi sudah terancam bahkan terkepung. Hal itu terjadi pada tahun 69

2. Menurut Wahyu 13:7, Roma mengalahkan Palestina, tidak lama setelah Yerusalem dikepung

3. Menurut Wahyu 17:9-10, ada 7 orang Kaisar Romawi di anataranya adalah Agustus, Tiberius, Calligula, Claudius, dan Nero telah mati. Kaisar yang keenam yang sedang memerintah adalah Vespasianus dan yang ketujuh dan yang mulai tampil adalah Titus, akhir pemerintahan Vespasianus sekitar tahun 79.

Menurut Ireanaeus, kitab Wahyu ini penulisannya bertahap dan mencapai kesatuan secara sempurna pada akhir pemerintahan Domitianus. Pemerintahan Kaisar Domitianus sekitar tahun 81-96.Apabila hal tersebut benar, kitab Wahyu, selesai sekitar tahun 93 atau 95.Tempatnya adalah pulau Patmos.

II.4. Ciri-Ciri Kitab Wahyu

Wahyu merupakan satu-satunya kitab PB yang digolongkan sebagai nubuat dan Wahyu.

Sebagai suatu kitab apokaliptis, beritanya disampaikan dalam bentuk lambang-lambang yang menggambarkan kenyataan-kenyataan tentang masa dan peristiwa yang akan datang sambil tetap memilihara teka-teki atau rahasia tertentu.

Banyak sekali angka digunakan, termasuk angka 2; 3; 3, 5; 4; 5; 6; 7; 10; 12; 24; 42; 144; 666; 1.000; 1.260; 7.000; 12.000; 144.000; 100.000.000; dan 200.000.000. secara khusus kitab ini menonjolkan angka tujuh yang terdapat tidak kurang 54 kali yang melambangkan kesempurnaan atau kepenuhan.

Penglihatan-penglihatan begitu mencolok, dengan pemandangan yang sering dialih-alihkan dari bumi ke sorga,kemudian kembali lagi ke bumi.

Maleikat-maleikat dikaitkan secara jelas dengan penglihatan-penglihatan dan ketetapan-ketetapan surgawi.

Kitab ini bersifat polemic yang menyingkapkan sifat roh jahat dari setiap penguasa bumi yang menyatakan dirinya sebagai Allah, dan menyatakan Yesus Kristus sebagai Tuhan yang agung dan penguasa atas raja-raja dibumi.

Kitab ini juga dramatis yang membuat kebenaran beritanya menjadi begitu hidup dan tegas.

Kitab ini bersifat roh nubuat PL tanpa menggunakan kutipan-kutipan secara formal dari PL itu sendiri.

II.5. Struktur Kitab Wahyu

Prolog (1:1-8)

I. Tuhan yang diagungkan dan jemaat-jemaatnya (1:9, 3:22)

a. Penglihatan dari Tuhan yang diagungkan diantara kai-kai Dian (1:9-20)

b. Beritanya kepada tujuh jemaat (2:1-3:22)

II. Anak doba yang layak dan peran-Nya pada akhir sejarah (4:1-11:19)

a. Penglihatan dari ruang pengadilan yang megah di Sorga (4:1-5:14)

- Allah pencipta atas tahta-Nya dalam kekudusan yang mempesona (4:1-11)

- gulungan Kitab yang dimaterai dan anak doba yang layak (5:1-14)

b. Penglihatan dari anak doba dalam hubungan dengan tujuh materai dan tujuh sangkakala (6:1-11:19)

- Pembukaan enam materai yang pertama (6:1-17). Selingan pertama, dua kumpulan orang banyak (7:1-17)

- Pembukaan materai yang ketujuh. Tujuh malaekat dan tujuh sangkakala (8:1-6)

- Enam sangkakala yang pertama (8:7-9:21). Selingan kedua, gulungan kitab kecil (10:1-11) dan dua orang saksi (11:1-14)

III. Tuhan Allah dan Kristus-Nya konflik besar dengan iblis (12:1-22:5)

A. Perspektif mengenai konflik itu (12:1-15:8)

1. Dari pandangan musuh-musuh Bumi (12:1-13:18)

a. Naga besar (12:1-17)

b. Binatang laut (13:1-10)

c. Binatang bumi (13:11-18)

2. Dari pandangan Sorga (14:1-20)

SELINGAN KETIGA: tujuh malaikat dengan Tujuh Malapetaka (15:1-8)

B. Perkembangan terakhir dari perjuangan itu (16:1-19:10)

1. Tujuh Cawan Murka Allah (16:1-21)

2. Hukuman Atas Pelacur Besar (17:1-18)

3. Jatuhnya Babel yang Besar (18:1-24)

4. Sorai-sorai di Sorga (19:1:10)

C. Puncak konflik itu (19:11-20:10)

1. Kedatangan Kembali dan Kemenangan Kristus (19:11-18)

2. Kekalahan Binatang itu dan Sekutu-kutunya (19:19-21)

3. Iblis Diikat, Dilepaskan Kembali dan Akhirnya Dikalahkan (19:19-21)

D. Sesudah konflik (20:11-22:5)

1. Penghakiman Takhta Putih yang Besar (20:11-15)

2. Nasib Orang-orang yang Tidak Benar (20:14-15; 21:8)

3. Langit yangBaru dan Bumi yang Baru (21:1-22:5)

Epilog (22:6-21).

II.6. Tema-tema Teologi

Akulah Alfa dan Omega

Dalam kitab Wahyu beberapa kali kita bertemu dengan pernyataan Allah tentang diri-Nya, “Akulah Alfa dan Omega, yang Awal dan yang Akhir” (1:8, 1:17, 21:6, 22:13).Alfa dan Omega adalah huruf awal dan yang akhir dalam alphabet Yunani.Maka, Alfa dan Omega artinya “yang awal dan yang akhir” Menurut Yohanes, Allah menggunakan ungkapan ini untuk menunjuk kepada diri-Nya.

Gereja

Dalam kitab Wahyu disebutkan tujuh gereja yang sedang menghadapi penganiayaan dan penindasan dari luar (Roma dan Yahudi), tetapi juga ada kelemahan internal yang menyebabkan anggota jemaat terlibat dalam perbuatan-perbuatan dosa, serta merosot semangat mereka.Oleh karena itu, gereja dipanggil untuk bertobat sebelum terlambat. Gereja juga dipanggil untuk berdiri teguh dalam menghadapi penganiayaan dan setia dalam menghadapi penderitaan karena kepada orang setia sampai akhir akan diberikn upah.

Gambaran Pemerintah Roma

Dalam Wahyu 13 dan 17-18, Yohanes memberikan gambaran mengenai pemerintahan Roma sebagai satu sistem pemerintahaan yang kejam dan menindas, yang didirikan untuk menaklukkan rakyat dan mempertahankan kekejaman serta penindasan. Sistem pemerintah yang menindas itu tidak hanya mencakup kekejaman politik dan eksploitasi ekonomi dari kekaisaran Roma itu ditampilkan dalam penglihatan tentang binatang yang keluar dari dalam lautan (Why 13 dan 17), serta perempuan sundal dari Babilon (Why 17,18). Binatang yang keluar dari dalam laut itu merupakan simbol yang menggambarkan kekuatan militer dan politik para Kaisar Romawi. Sedangkan, perempuan sundal dari Babilon menggambarkan kota Roma, dengan segala kemakmuran yang diperoleh dengan melakukan eksploitasi ekonomi oleh Kekaisaran Romawi.

Penghukuman Bagi Para Penganiayaan Umat

Yohanes tidak hanya menyampaikan gambaran terhadap kekuasaan Romawi yang bengis dan kejam itu.Penghukuman Allah terhadap orang-orang jahat tersebut disampaikan dalam tiga seri gambaran penghukuman yang semuanya berasal dari takhta Anak Domba itu.Ketiga seri penghukuman itu digambarkan dengan tujuh materai yang dibuka (Why. 6:1-17; 8:1, 3-5), tujuh sangkakala (8:2, 6-12; 11:14-19), dan tujuh malapetaka (15:1, 5-21).Masing-masing seri penghukuman terdapat angka tujuh.

Kerajaan Seribu Tahun

Yohanes menyatakan bahwa setelah penghancuran atas binatang yang keluar dari laut dan semua pengikutnya, serta penghakiman terhadap “pelacur besar” yang merusak bumi dengan percabulannya itu, maka tidak ada lagi peperangan.Yang ada hanyalah maklumat tentang kemenangan dan sukacita atas kemenangan yang gemilang itu. Kemenangan tersebut dirayakan di Sorga, dalam perjamuan Anak Domba (Why. 19:1-10)

Allah Menciptakan Langit Baru dan Bumi Baru

Gagasan tentang Allah sang pencipta tertuang di dalam perkataan ke-24 orang tua-tua di hadapan takhta Allah. “Ya Tuhan dan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat serta kuasa, sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu, dan oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan” (Why. 4:11).Sebagai pencipta, Allahlah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu dan semua ciptaan datang bersujud, serta menyembah kepada-Nya.

Kota yang kudus, Yerusalem Baru

Gagasan tentang Yerusalem baru menunjuk kepada nubuat nabi Yehezkiel.“ Aku akan… memberikan tempat kudus-Ku di tengah-tengah mereka untuk selama-lamaya tempat kediaman-Ku pun akan ada pada mereka dan AKU akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” ( Yehezkiel 37:26,27). Ketika yehezkiel menyebutkan tempat kediaman Allah, maka yang ia maksudkan ialah kehadiran Allah di tengah umatnya.

II.7. Tujuan Kitab Wahyu

Surat-surat kepada tujuh jemaat itu menyatakan bahwa suatu penyimpangan yang parah dari standar kebenaran rasuli sedang terjadi di anatra banyak jemaat di Asia. Atas nama Kristus, Yohanes menulis kitab ini untuk menegur tindakan kompromi dan dosa mereka, serta menghimbau mereka untuk bertobat dan berbalik kepada kasih mereka yang mula-mula.

Mengingat penganiayaan yang diakibatkan oleh karena Domitianus memuja dirinya sendiri, kitab Wahyu telah dikirim kepada jemaat-jemaat guna meneguhkan imna, ketetapan hati, dan kesetiaan mereka kepada Yesus Kristus serta untuk memberi semangat kepada mereka mereka agar mereka menjadi pemenang dan tinggal setia sampai mati sekalipun.

Akhirnya, kitab ini telah ditulis untuk memperlengkapi orang percaya sepanjang zaman dengan segi pandangan Allah terhadap perang yang sengit melawan gabungan kekuatan iblis dengan menyingkapkan hasil sejarah yang akan datang.



II.8. Memahami Kitab Wahyu sebagai Apokaliptik

Nama kitab ini, dalam Bahasa Yunani disebut apocalypse ( Apokaluptis), artinya Wahyu, penyingkapan, dan pernyataan.Apokaliptik adalah suatu gerakan yang mulai ada terutama sesudah masa pembuangan Israel.Alam pemikiran apokaliptik semakin berkembang sekitar abad ke-2 SM, pada masa Antiokhus IV, sampai abad ke-2 M. dan salah satu hasil karyanya dalam perjanjian Baru adalah Kitab Wahyu.Apokaliptik menyingkapkan “rahasia”. Tetapi yang paling disibukkan alam pemikiran Apokaliptik ialah rahasia sejarah, rahasia masa depan, apa yang akan terjadi.

Pikiran Apokaliptik memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pertama: Semua berdasarkan kepercayaan bahwa ada rencana penyelamatan oleh Allah, yang merupakan dasar perkembangan sejarah.

2. Kedua: Rencana penyelamatan itu adalah rahasia. Tetapi, pengarangnya tampil kedepan dengan kepastian bahwa Tuhan telah menyingkapkan baginya tudung yang menyelubungi rahasia itu, supaya orang beriman “dalam rawa paya” terhibur, tahan dan percaya.

3. Ketiga: Dunia ini dipandang sebagai kesatuan yang jahat, kerajaan si jahat.

Kitab-kitab apokaliptik memiliki ciri-ciri khusus:

1. Kitab-kitab apokaliptik hampir selalu bersikap pesimis tentang dunia dan sejarahnya

2. Perhatian para penulis apokaliptik terhadap dunia sorgawi menyebabkan penekanan terhadap hal-hal seperti mimpi, penglihatan, dan pemberitaan malaikat-malaikat

3. Memakai suatu bentuk sastra yang khusus, sebab penglihatan apokaliptik tidak dilukiskan dengan bahasa yang biasa, melainkan memakai suatu bahasa sandi yang khusus

4. Kitab-kitab apokaliptik biasanya ditulis dengan memakai nama seoranng tokoh besar dari masa lampau. Hal itu diperlukan sebab orang-orang yahudi percaya bahwa waktu bagi nubuat sejati telah lewat.

Pada kitab Wahyu, kita akan menemukan penggunaan banyak simbol. Berikut adalah simbol-simbol yang dapat kita temukan pada kitab Wahyu.

1. Ketujuh kaki dian adalah ketujuh jemaat (1:12-13,20)

2. Ketujuh binatang adalah malaekat ketujuh jemaat (1:20)

3. Ketujuh tanduk dan ketujuh mata dari anak domba adalah ketujuh Roh Allah yang diutus keseluruh bumu (5:6)

4. Kemenyan dalam cawan emas adalah doa orang-orang kudus (5:8)

5. Naga besar, si ular tua adalah iblis (12:9)

6. Binatang pada Wahyu 17 adalah seorang raja (17:11)

7. Ketujuh kepala dalam Wahyu 17:9 adalah tujuh gunung

8. Sepuluh tanduk adalah sepuluh raja yang akan memerintah satu jam lamanya (17:12)

9. “semua air yang kau lihat” adalah bangsa-bangsa dan rakyat banyak dan kaum, dan bahasa (17:15)

II.8.1. Pemberitaan Kitab Wahyu

Dalam wahyu 1-3 kita menemukan tujuh surat kepada tujuh jemaat di provinsi Roma Asia. Surat-surat ini berbeda dengan surat-surat yang ditulis oleh Paulus dan penulis Perjanjian Baru lainnya, sebab surat-surat tersebut berisi perkataan Yesus yang bangkit. Yohannes mengatakan bahwa isi surat telah diberikan kepadanya dalam suatu penglihatan, sama seperti sisa kitabnya. Dalam bagian kedua Wahyu tersebut sangat berbeda ( Wahyu 4-22). Disini kita berurusan dengan bahasa dan tulisan-tulisan yang bersifat Apokaliptik. Penglihatan-penglihatan tidak lagi berhubungan dengan peristiwa dan manusia nyata. Sebaliknya pasal-pasal tersebut memperkenalkan binatang-binatang ganjil dan ular naga dalam peristiwa-peristiwa yang mengerikan. Seluruh bagian itu diperkenalkan dalam Wahyu 4-5 melalui suatu penglihatan dari Surga. Peristiwa ini berkaitan dengan kejadian-kejadian berikutnya. Disini penulis menguraikan secara mendasar karya Allah dalam sejarah. Allah adalah tinggi dan mulia, Mahabesar, dan Mahakudus ( Yes 6:1, Why 4:2). Manusia ( yang diwakili oleh dua puluh empat tua-tua di ruang singgasana ilahi), melakukan pekerjaannya yang paling hakiki dengan menyembah dan melayani Allah ( Why 4:4). Namun mereka tidak sanggup mencerminkan setiap aspek kepribadian Allah. Ketika sebuah gulungan kitab bermeterai dikeluarkan, yang mengandung wahyu Allah kepada dunia, para tua-tua tidak mampu membukanya dan mengungkapkan isinya. Setelah seorang malaikat mencari di surga, di bumi dan di bawah bumi seseorang yang dapat membuka gulungan itu, tanpa hasil, penyelamat surgawi Allah sendiri muncul- Anak Domba Allah, Yesus Kristus ( Why 5:1-8).

Ini sajian yang sangat mengesankan tentang arti sentral kehidupan kematian dan kebangkitan Yesus dalam pengertian Kristen. Adalah penting bahwa pada awal mula penglihatannya, Yohannes menghubungkan masa depan dunia dan manusia dengan penyataan Allah dalam Peristiwa historis kehidupan Yesus. Pasal-pasal kemudian menyajikan serentetan penglihatan tentang bagaimana Allah menghakimi semua kekuatan yang melawannya( Why 6:1- 21:4). Penggambaran di sini sering mengerikan, dan sebagian besar bahasa yang dipakai untuk melukiskan penghukuman Allah diambil dari kisah Tulah-tulah di Mesir didalam Kitab Keluaran ( Kel 6:28 – 12:36). Hal ini memberikan kita Isyarat tentang pokok yang ingin disampaikan oleh Yohannes. Sebab di dalam Kitab Keluaran, tujuan utama Allah bukanlah mendatangkan Tulah-Tulah itu. Terjadinya Tulah hanyalah adegan pembukaan bagi keselamtan yang direncanakan Allah bagu Umat-Nya. Begitu juga dalam Kitab Wahyu, pokok utama kitab tersebut tidak ditemukan dalam penghukuman Allah atas kejahatan melainkan dalam keyakinan bahwa Allah sedang membangun dunia baru di mana kejahatan seluruhnya dilenyapkan. Dalam dunia baru ini manusia akan menikmati kebebasan baru tanpa hambatan untuk mengenal Allah secara langsung. Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Dan dia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak aka nada lagi. Tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu ( Why 21:3-4).

Ernst Lohmeyer, menurut dia, kecuali bagian awal dan akhir, seluruh kitab disusun dengan pola tujuh bagian besar, masing-masing dengan angka tujuh didalamnya :

a. Tujuh meterai ( Why 6:1 – 8:1)

b. Tujuh sangkala ( Why 8:2 – 11:19)

c. Tujuh penglihatan tentang ular naga dan kerajaan ( Why 12-13)

d. Tujuh penglihatan tentang Anak Domba Allah ( Why 14)

e. Tujuh cawan murka Allah terhadap kejahatan ( Why 15-16)

f. Tujuh penglihatan tentang jatuhnya “ Babel” ( Why 17-19: 10)

g. Tujuh penglihatan tentang akhir zaman ( Why 19:11 – 21:4). Penglihatan-penglihatan ini menggambarkan secara sangat mengesankan bagaimana Allah pada akhirnya akan mengalahkan kuasa jahat. Kitab ini bukan karya seorang teolog, melainkan seorang seniman, dan sebagai, seniman yang baik Yohannes melukiskan pokok yang sama dari sejumlah perspektif yang berbeda-beda, untuk memperkuatkan kesan yang hendak diciptakannya. Tetapi kita dapat segera mengerti dampaknya terhadap para pembaca pertama kitab Wahyu. Yohannes menyakinkan para pembaca bahwa penderitaan mereka sekarang ini hanyalah bersifat sementara ( Why 2:10 ; 3:10). Musuh besar mereka “ Babel” suatu istilah yang dipakai Yohannes, seperti Petrus, untuk mengacu pada Roma pada akhirnya akan kena hukuman Allah ( Why 18). Allah tidak akan mengizinkan ketidakadilan dan kejahatan menang, sebab hanya Dia sajalah Tuhan atas sejarah.

II.9. Hubungan Apokaliptis Kitab Wahyu Dengan Kitab Daniel

Kitab Daniel dan Wahyu juga merupakan karya sastra yang kemudian dikenal dengan sastra apokaliptik, dengan ciri utama yang penting dari sastra apokaliptik ini diantaranya adalah penggunaan simbol-simbol. Terkadang bahasa simbolis yang digunakan mudah dimengerti namun kadang juga sulit dipahami. Simbol-simbol yang sering dipakai adalah binatang-binatang, manusia dan bintang-bintang, makhluk-makhluk mitologi, dan angka-angka. Sebagai contoh hal ini dapat kita temukan dalam kitab Wahyu yang menyebut Roma sebagai Babel atau Kitab Daniel yang memakai nama-nama binatang untuk menyebutkan nama empat Negara. Sastra apokaliptik sangat menekankan sifat supranatural. Aspek supranatural ini diperlihatkan melalui sosok malaikat yang mewarnai tulisan-tulisan apokaliptik dan memiliki peran penting. Misalnya, dalam kitab Daniel kita dapat menemukan dua tokoh malaikat yaitu Gabriel (Daniel 8:16) dan Mikhael (Daniel 12:1). Sedangkan bila kita membaca sastra apokaliptik di kitab Wahyu, kita dapat menemukan pembedaan yang tegas antara dunia yang sekarang dengan dunia yang akan datang. Kitab ini berbicara tentang akhir dunia yang semakin memburuk, lalu tiba-tiba muncul dunia baru yang serba indah.

Dalam pandangan apokaliptik, bumi dilihat secara menyeluruh dan tidak hanya terbatas pada umat Israel. Tulisan apokaliptik juga tidak hanya melampaui batas sejarah sampai kedalam situasi sesudah sejarah berakhir, tetapi juga situasi sebelum dunia diciptakan. Pola pikir dualistis seperti membedakan antara zaman sekarang dan akan datang, antara bumi dan sorga, antara orang suci dan orang jahat sangat menonjol dalam sastra apokaliptik. Sastra apokaliptik dengan demikian mendorong orang-orang agar dapat bertahan dalam penindasan. Sasaran akhir karya sastra ini adalah berakhirnya segala kejahatan, kekuasaan yang dimiliki negara-negara besar di dunia tidak akan bertahan lama, dan pada akhirnya zaman keselamatan itu tiba.

Kitab Wahyu menggambarkan suatu pengalaman rohani Rasul Yohanes yang dianggap sebagai penulis. Ada banyak lambang atau simbol, dan semuanya itu dipakai untuk menggambarkan pengalaman rohani penulis kitab ini dalam bahasa manusia. Maka penulis kitab ini mendeskripsikan materi-materi, misalnya: batu-batu, tembok-tembok, pintu-pintu, model bentuk, ukuran-ukuran dan sebagainya. Semuanya adalah simbol-simbol, bukan pengertian secara harafiah, dan tidak boleh dipahami dengan konsep pola pikir manusia yang nyata. Jadi apa yang ada di kitab Wahyu yang diterima Yohanes ini tentu tidak bisa diungkapkan dalam bahasa manusia, itulah sebabnya dalam Kitab Wahyu ini memakai simbol-simbol sebagai perlambang dengan bahasa lisan dari tulisan manusia yang sangat terbatas, yang tidak sanggup dengan tuntas untuk melukiskan keadaan sebenarnya dari hal yang non-materi.

Kitab Daniel merupakan sastra apokaliptik yang paling tua, ditulis sekitar tahun 167-164 SM, dengan menggunakan bahasa Ibrani dan sebagaian lagi dalam bahasa Aram. Dalam kitab Daniel ditemukan dua pola yang berbeda antara pasal 1-6 dengan pasal 7-12. Daniel 1-6 banyak menceritakan kehidupan Daniel dan teman-temannya di dalam istana pada masa pemerintahan raja-raja Babel dan Persia abad ke-6 SM sedangkan Daniel 7-12 berisi berbagai penglihatan. Kitab Daniel berisi tentang beberapa penglihatan masa depan. Bagian apokaliptik dari Daniel terdiri dari tiga penglihatan dan sebuah komunikasi kenabian yang panjang, yang terutama berkaitan dengan masa depan Israel. Kitab ini menunjukkan pengharapan optimal bahwa masa pembuangan itu bukanlah untuk selama-lamanya. Karena bangsa yang menaklukkan Israel sendiri akan lenyap dari kancah sejarah, dan hendak diganti oleh bangsa lain. Tetapi waktu kerajaan-kerajaan itu sedang berjalan, Allah akan mendirikan suatu kerajaan yang lain, yang berbeda dari kerajaan-kerajaan manusia, yang akan meliputi seluruh alam dan akan kekal. Maka tujuan kitab Daniel ialah untuk mengajarkan kebenaran, bahwa walaupun umat Allah dalam perbudakan dari suatu bangsa lain, Allah sendirilah yang berdaulat dan menentukan nasib suatu bangsa.



II.10. Pokok-Pokok Pemikiran dalam Kitab Apokaliptik/ Apokluptis

A. Kitab-kitab apokaliptik

Pada masa antara tahun 100 sM sampai tahun 100 M, banyak penulis Yahudi mengemukakan pemecahan terhadap masalah-masalah tersebut. Kitab-kitab mereka begitu mirip satu sama lain, sehingga banyak ahli modern berpendapat bahwa kitab-kitab tersebut mencerminkan gerakan khusus dalam masyarakat Palestina, yanhg disebut “apokaliptik”. Penulis telah mengemukakan hal ini di dalam pembahasan pengajaran Yesus. Kitab-kitab tersebut memiliki sejumlah ciri-ciri khusus.

· Kitab-kitab apokaliptik hampir selalu bersikap pesimis tentang dunia dan sejarahnya. Berbeda dengan para nabi Perjanjian Lama, para penulis apokaliptik tidak percaya bahwa Allah akan bekerja lagi di dalam dunia ini. Agaknya kuasa-kuasa jahat terlalu kuat untuk memungkinkan hal itu, dan mereka melihat dunia sedang menggelinding menuju kiamat yang tragis. Sebab tidak ada gunanya berusaha menemukan karya Allah di tengah-tengah kejahatan yang begitu nyata, para penulis apokaliptik memusatkan perhatian pada dunia lain, yakni dunia surgawi. Salah seorang dari mereka menyatakan, “Yang Mahatinggi membuat bukan satu dunia melainkan dua” (2 Esdras 7:50) dan banyak penulis lainnya sependapat. Mereka percaya mereka harus mengungkapkan peristiwa-peristiwa di dunia surgawi, dan meyakinkan para pembaca yang saleh bahwa betapa pun banyaknya penderitaan mereka, mereka tetap mempunyai tempat penting dalam rencana Allah.

· Perhatian para penulis apokaliptik terhadap dunia surgawi menyebabkan penekanan terhadap hal-hal seperti mimpi, penglihatan, dan pemberitaan malaikat-malaikat. Kalau Allah jauh di dunia-Nya sendiri, Ia membutuhkan pengantara-pengantara guna berkomunikasi dengan orang-orang di dunia ini. Jadi sebuah Kitab apokalipse atau wahyu biasanya mengandung laporan-laporan yang panjang lebar tentang bagaimana penulis telah menerima penglihatan dan berita yang menakjubkan, tentang apa yang sedang terjadi di surga.

· Bersamaan dengan itu, mereka memakai suatu bentuk sastra yang khusus. Sebab penglihatan apokaliptik tidak dilukiskan dengan bahasa yang biasa, meliankan memakai suatu bahasa sandi yang khusus. Binatang mitologis dan angka simbolis memainkan peranan besar, biasanya disertai kutipan-kutipan yang tidak jelas dari kitab-kitab apokaliptik lainnya.

· Kitab-kitab apokaliptik biasanya ditulis dengan memakai nama seorang tokoh besar dari masa lampau. Nama Henokh, Nuh, Adam, Musa, Ezra, dan berbagai tokoh Perjanjian Lama lainnya dipakai dalam penulisan karya-karya apokaliptik. Hal itu mungkin diperlukan sebab orang-orang Yahudi percaya bahwa waktu bagi nubuat sejati telah lewat. Tetapi mungkin juga pada masa penganiayaan para penulis ingin menyembunyikan identitas mereka karena khawatir akan balas dendam.

Pandangan seperti ini tidak sesuai dengan Perjanjian Baru. Tetapi ada satu kitab Perjanjian Baru yang jelas sangat dipengaruhi oleh gaya bahasa – kalau bukan oleh pemikiran – apokaliptik Yahudi.

B. Kitab Wahyu dan apokaliptik

Tak dapat disangkal Kitab Wahyu jarang dibaca dan kurang dimengerti oleh orang Kristen. Semua penafsir besar masa lampau merasa sulit memahaminya. Luther memandang Kitab Wahyu sebagai karya yang menyebalkan, dengan sedikit sekali keterangan tentang Kristus – dan Calvin juga sangat menyangsingkan nilainya. Banyak pembaca modern memiliki pandangan yang sama, dan menganggap pemberitaannya sebagai kemunduran ke jalan pemikiran Yahudi yang terburuk, yang berarti penyangkalan terhadap pemberitaan Yesus sendiri.

Sebenarnya tidak mengherankan jika kita merasa sulit memahami Kitab Wahyu. Cara berpikir kita berbeda dengan sudut pandangan apokaliptik Yahudi. Bagi banyak pembaca, bahasa rahasia dan penglihatan-penglihatan mereka terasa membingungkan atau aneh, membinasakan bumi manusia ini dan mendirikan suatu kerajaan yang berasal dari dunia lain sebagai gantinya dan hal itu sulit diterima. Namun ada juga orang yang menganggap Kitab Wahyu sangat penting, bahkan lebih penting dari kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya. Mereka mengatakan bahwa kitab tersebut memberikan kita pengertian tentang rencana-rencana akhir Allah bagi umat manusia, sampai pada rincian tentang bagaimana dunia ini akan berakhir. Jadi bagaimna kita menanggapinya? Adakah makna yang langgeng di dalam Kitab Wahyu, atau apakah kitab itu harus dikesampingkan saja?

Pada dasarnya suasana putus asa dan pesimis tentang sejarah manusia bertentangan dengan pandangan Perjanjian Baru, demikian juga Perjanjian Lama. Para penulis Kitab Suci menyadari kenyataan yang menyedihkan dari sebagian besar pengalaman manusia, tetapi mereka tidak menyangsingkan bahwa Allah bukan hanya sanggup tetapi benar-benar bertemu dengan manusia dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari, Allah tidak jauh. Bagaimana mungkin Dia jauh, sedangkan melalui Yesus Ia sendiri telah mengambil bagian dalam pengalaman manusia? Penulis Surat Ibrani, umpamanya, yakin sekali bahwa justru karena itulah Allah dapat mengerti aspek-aspek kehidupan di dunia iniyang paling mengenaskan pun (Ibr. 4:14-16).

Jika kita meninjau Kitab Wahyu secara saksama, jelas terlihat bahwa penulisnya berpegang pada penekanan kristiani yang positif tentang keterlibatan Allah dalam urusan-urusan manusia. Walaupun bahasa dan gambar-gambar yang digunakan berbentuk apokalipti, pemberitaannya mempunyai penekanan yang sifatnya khusus kristiani.

· Berbeda dengan kitab apokaliptik lainnya, Kitab Wahyu menyebut baik penulis maupun pembacanya. Kitab ini ditulis oleh seseorang yang bernama Yohanes, dan dikirim “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil” (Why. 1: 4), di kota-kota Efesu, Smirna, Pergamus, Tiatira, Sardis, Filadelfia dan Laodikia. Jemaat-jemaat ini disapa dengan istilah-istilah yang sangat khusus, dan peristiwa-peristiwa serta orang-orang disebut namanya. Keberanian seperti ini tidak pernah kelihatan pada para penulis apokalpitik Yahudi. Sebaliknya mereka pada umunya begitu takut kepada penganiaya-penganiaya mereka, sehingga menyatakan identitas pribadi seperti itu dapat mengakibatkan kematian. Memang, hal itu juga yang dialami oleh beberapa warga jemaat-jemaat tersebut. Tetapi itu bukan alasan untuk menyembunyikan sifat sejati iman Kristen.

· Bahkan di bagian-bagian Kitab Wahyu yang paling mirip dengan tulisan-tulisan Yahudi, penglihatan-penglihatan datang kepadanya “pada hari Tuhan” (Why. 1:10), mungkin sewaktu ibadah Kristen sedang berlangsung, dan penglihatan-penglihatan tersebut mempunyai banyak rujukan pada ibadah jemaat: pengakuan iman (Why. 1:5-6; 12:10-12; 19:5-8; 22:13) doa-doanya (Why. 7:10,12; 11:15,17-18) dan kidung-kidung rohaninya (Why. 4:8,11; 5:9-10; 15:3-4: 19:1-2).

· Kitab Wahyu mengharapkan campur tangan Allah pada masa depan dalam urusan-urusan dunia ini. Tetapi pengertian penulis tentang hal ini berbeda dengan apa yang dipegang dalam apokaliptik Yahudi. Tanpa kecuali, mereka menganggap dunia ini dan segala urusannya begitu jahat sehingga tidak dapat diperbaiki lagi. Sejarah merupakan suatu teka-teki tanpa arti. Makin cepat gerak rodanya dihentikan, makin baik. Ini bukanlah pandangan para penulis Perjanjian Lama. Beberapa nabi memang menantikan kedatangan “Hari Tuhan” (Yes. 2:6-22; Hos. 2:14-23; Yl. 2:28-3:21), bilamana Allah akan bercampur tangan secara final dan menentukan dalam dunia ini. Tetapi mereka percaya bahwa hal ini merupakan lanjutan dari apa yang telah dilakukan Allah dalam orde dunia baru pada masa depan adalah juga Allah yang dapat dikenal sekarang dan di sini dalam peristiwa-peristiwa kehidupan manusia.

Para penulis apoklaiptik menolak pandangan itu, sebab mereka tidak menemukan artinya dalam pengalaman mereka saat itu. Tetapi sama seperti Perjanjian Lama, Kitab Wahyu melihat hubungan yang jelas antara apa yang dilakukan Allah dalam sejarah saat itu dengan apa yang akan dilakukan-Nya pada masa depan. Bahkan, seluruh makna rencana Allah bagi masa depan manusia dapat ditemukan dalam suatu peristiwa historis, yakni: kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus sendiri, “Anak Domba Allah” (Why. 5). Sesuai dengan itu, penderitaan orang-orang Kristen, menurut Yohanes, merupakan salah satu respons yang paling kuat melawan segala bentuk kejahatan (Why. 12:10-12).

Oleh sebab itu Kitab Wahyu tidak mengikuti begitu saja pola kitab-kitab apokaliptik Yahudi, melainkan menyajikan suatu penjelasan Kristen yang khusus dan positif mengenai kehadiran kejahatan dalam kehidupan manusia. Beritanya dinyatakan melalui corak bahasa Yahudi yang biasa dan gambar-gambar Perjanjian Lama yang hidup, tetapi isinya melampaui bentuk sastra tulisan apkaliptik.

II.10.1. Sastra Apokaliptik

Sastra apokaliptik adalah jenis tulisan mengenai penyataan Ilahi yang berasal dari masyarakat Yahudi kurang lebih antara tahun 250 SM dan 100M yang kemudian diambil alih dan diteruskan oleh Gereja Kristen. Sastra Apokaliptik sendiri muncul setelah kemerosotan peran kenabian di Israel dan tekanan dari situasi politik yang dialami bangsa Yahudi pada periode Helenistis. Banyak penulis sastra apokaliptik yang menuliskan karya-karyanya penuh misteri dan menggunakan nama-nama tokoh terkenal pada masa lampau yang kemudian menjadi daya tarik dari sastra apokaliptik itu sendiri. Ciri lain yang penting dari sastra apokaliptik adalah penggunaan simbol-simbol, penekanan pada sosok malaikat, dan menunjuk pada sesuatu zaman keselamatan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua ciri tersebut akan ditemukan dalam setiap tulisan-tulisan apokaliptik.



III. Kesimpulan

Pada dasarnya kitab Daniel dan kitab Wahyu merupakan sebuah kitab yang mengutarakan pemikiran yang diperlihatkan dengan adanya berbagai macam bentuk penglihatan. Penglihatan yang disampaikan terutama menyangkut pada zaman akhir. Relasi teologisnya adalah bahwa pada zaman akhir ini, kuasa-kuasa jahat akan menindas umat yang setia pada Allah, tetapi pada akhirnya kejahatan itu akan dihancurkan dan umat yang beriman akan diselamatkan.

Teologi kedua kitab melihat yang akan terjadi kemudian, penglihatan bukan diakhiri dengan hukuman dan kebinasaan yang dijatuhkan terhadap kerajaan atau penguasa-penguasa dunia itu, melainkan kedatangan seorang anak manusia yang diberi mahkota kehormatan, kekuasaan dan kemuliaan yang kekal untuk menguasai kerajaan yang tidak akan pernah berakhir, kekal selama-lamanya, dimana semua bangsa dan manusia akan mengabdi kepadaNya yaitu Allah itu sendiri dalam rupa manusia.

Penglihatan yang tertuang dalam kedua kitab adalah pandangan keabadian Allah yang adalah Sang Alfa dan Omega, yang awal dan akhir. Dia yang menciptakan dan Dia juga yang bisa mengakhiri ciptaanNya sesuai kehendakNya saja, sebab Allah yang berkuasa. Dunia akan berakhir, pengetahuan juga akan berakhir tapi satu hal yang tidak akan berakhir yaitu Sang Alpha dan Omega. Kedua kitab ini membuktikan bagaimana kuasa Allah akan dunia ini, yang tak seorangpun bisa sembunyi dihadapanNya.







IV. Daftar pustaka

….,Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, 2148.

Barclay, Willian, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, Jakarta: BPK-GM, 2003

Bavinck, J.H., Sejarah gereja Allah VOL II, Jakarta: BPK-GM, 2007

Brotosudarmo, R.M. Drie S, Pengantar Perjanjian Baru, Yogyakarta: Andi, 2017

Chapman, Adina, Pengantar Perjanjian Baru, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1995

Chilton, Bruce, Study Perjanjian Baru Bagi Pemula, Jakarta: BPK-GM,1994

Drane, John, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologisi, Jakarta: BPK-GM,2015

Duyerman, M. E, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 2006

Marxsen, Willi,Pengantar Perjanjian Baru:Pendekatan Kritis terhadap masalah-masalahnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006

Samuel, Benyamin, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar. dan Pokok Teologisnya, Jakarta:Bina Media Informasi, 2010

Teney, Merril C, , Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006

 

 

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya