Konsili- Konsili Gerejawi
Konsili- Konsili Gerejawi
(Yerusalem 50, Nicea 325, Konstantinopel 381, Efesus 431, Chalcedon 451)
I. Pendahuluan
Pada pertemuan kali ini kita akan membahas Konsili-konsili Gerejawi baik Konsili Yerusalem, Nicea, Konstantinopel, Efesus, dan Chalcedon. Konsili-konsili Gerejawi atau juga sering disebut persidangan. Dimana pada sajian ini memaparkan latar belakang Konsili, hasil sidang, serta dampak-dampak yang ditimbulkan Konsili-konsili tersebut, semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita, Tuhan Yesus Memberkati.
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Konsili
Konsili adalah sidang resmi para uskup dan wakil beberaa gereja yang diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau disiplin gereja. Konsili dalam bahasa latin concilium. Berarti rapat untuk merundingkan sesuatu. Kata ini juga dipakai dalam kata sinode yaitu dalam bahasa Yunani “Synodos” , dan bahasa Latin disebut “Synodus” , yang berarti rapat atau pertemuan. Menurut KBBI, konsili adalah musyawarah besar pemuka – pemuka gereja Khatolik Roma.
II.2. Pengertian Konsili-konsili Gerejawi
Konsii berasal dari bahasa latin Concillium yang berarti musyawarah. Konsili musyawarah pemuka – pemuka Gereja Khatolik Roma. Konsili Gerejawi adalah sidang resmi para uskup dan wakil dan beberaa gereja yang diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau disiplin gereja.
II.3. Konsili – Konsili Gerejawi
II.3.1. Konsili Yerusalem (50)
a) Latar belakang Konsili Yerusalem
Setelah Paulus dan Barnabas mewartakan tentang kabar sukacita Yesus Kristus di Antiokhia, mulailah banyak orang-orang bukan Yahudi bertobat dan menjadi Kristen. Mereka percaya pada Yesus Kristus dan mereka dibabtis. Kabar itu jelas menggembirakan para rasul dan jemaat. Namun kegembiraan itu tergoncang oleh omongan orang-orang Kristen keturunan Yahudi yang menyatakan bahwa orang-orang Kristen non-Yahudi harus disunat untuk dapat selamat. “ Jika mereka tidak disunat dan tidak menuruti hukum Musa, mereka tidak akan diselamatkan,”demikian seru mereka. Paulus dan Barnabas dengan keras melawan seruan itu karena orang-orang bukan Yahudi itu sudah diselamatkan karena percaya kepada Yesus Kristus. Akhirnya, delegasi dari kedua pihak pergi ke Yerusalem untuk mengajukan kedua masalah ini kepada Para rasul dan tua-tua. Dua orang rasul, Petrus dan Yakobus, mendukung sikap Paulus dan orang-orang Yahudi konservatif dikalahkan. Yakobus, saudara Yesus, menasihatkan bahwa orang-orang percaya bukan Yahudi harus berjuang untuk tidak menyukai hati saudara-saudari kaum Yahudi sebagai cara untuk menenangkan kedua belah pihak.
b) Hasil keputusan Konsili Yerusalem
Dalam proses sidang Yerusalem itu, keputusan dirangkumkan oleh Yakobus yang mendengarkan dalam hati arah umum atau kecenderungan umum tentang persoalan itu. Dan arah umum itu adalah mereka tidak akan mengharuskan aturan sunat kepada orang Kristen non-Yahudi. Dalam sidang Yerusalem itu para peserta sidang, baik yang tadinya pro maupun kontra menjadi lega dan damai sedangkan lebih luas lagi, pelaksanaan keputusan itu ternyata sangat mengembirakan umat Antiokhia. Dalam keputusan itu jelaslah bahwa tidak ada pihak yang dikalahkan yang dirugikan tetapi kehendak Tuhan yang mereka temukan. Dan itu membahagiakan mereka semua.
c) Dampak Konsili Yerusalem
Dampak dari Konsili ini adalah tidak adanya perselisihan tentang ajaran Sunat dikalangan Krisen non – Yahudi. Melalui sidang di Yerusalem ini, maka semakin bertambahnya jumlah jemaat yang bertambah dan semakin semangat dalam memberitakan injil hingga nantinya sampai ke Konsili Nicea, Konstantinopel, Efesus, Chalcedon, yang membahas tentang ajaran – ajaran dalam kekristenan, terutama itu tentang Yesus Kristus.
II.3.2. Konsili Nicea (325)
a) Latar Belakang Konsili Nicea
Konsili Nicea dipanggil oleh Kaisar Konstantinus untuk menyelesaikan pertikaian tentang Trinitas (Arianisme) dan dibuka pada 20 Mei 325. Konsili Nicea diadakan sebagai reaksi atas ajaran-ajaran Arius. Arius seorang presbiter dari Aleksandria. Arius menyatakan bahwa Yesus memiliki sifat keilahian, namun bukan Allah. Hanya Allah Bapa, kata Arius, abadi adanya. Begitu kerusuhan timbul, Kaisar Konstantinus tidak dapat lagi memandang perdebatan itu sebagai “persoalan agama belaka”.”Persoalan agama” ini mengancam keamanan negara. Untuk menangani masalah ini, Konstantinus mengadakan konsili di seluruh kekaisaran di kota Nicea, Asia kecil. Arius dilukiskan sebagai seorang yang ambisius. Kemungkinan ia dilahirkan di Aleksandria, kira – kira pada diciptakan dunia ini. Oleh karena itu, Anak Allah tidak tahun 250, yaitu pada masa penghambatan Kaisar Decius. Arius mengajarkan bahwa Anak Allah tidak kekal karena Ia sehakikat dengan Allah Bapa. Arius menolak untuk menyatakan bahwa Anak sama dengan Bapa ataupun memandang Anak memiliki substansi Bapa. Arius menolak keras pemakaian istilah homoousios. Ketika Arius berhadapan dengan para uskup, ia dengan jelas menyatakan bahwa Anak Allah itu adalah manusia yang diciptakan dan tidak seperti Bapa, Ia dapat Berubah. Pertemuan itu menolak dan mengutuk pandangan Arius tersebut.Meskipun Arius menghilang untuk sementara, teologinya bertahan beberapa dekade lamanya. Seorang diaken dari Alexandria, Athanasius, menjadi salah seorang lawan yang tangguh bagi Arianisme. Pada tahun 328, Athanasius menjadi uskup di Alexandria dan melanjutkan “peperangan” dalam jemaatnya. Arius dilawan keras oleh Athanasius yang selama hampir setengah abad (328-373) adalah uskup Aleksandria. Hampir seluruh hidup Athanasius diabadikan untuk melawan Arianisme. Athanius berjuang begitu keras untuk pengakuan keallahan Yesus Kristus, karena ia melihat bahwa keselamatan kita bergantung pada-Nya.
Golongan Arius diberi kesempatan untuk mengajukan pengakuan imannya. Pengakuan Iman Arius segera ditolak oleh konsili. Kaisar memerintahkan supaya dibentuk satu komisi untuk merumuskan Pengakuan Iman Nicea dengan memasukkan istilah homoousios.
b) Hasil Keputusan Konsili Nicea
Konsili mengutuk Arius dan menyusun pengakuan iman anti-Arius, yaitu Pengakuan Iman Nicea:
Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, Pencipta segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari Bapa, yang dari hakikat Bapa. Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati, yang diperanakkan, bukan dijadikan, sehakikat (homoousios) dengan Bapa, yang olehNya segala sesuatu dijadikan, yaitu apa yang disurga dan yang dibumi. Yang demi kita manusia dan demi keselamatan kita, turun dan menjadi daging, menjelma menjadi manusia, menderita sengsara dan bangkit pula pada hari yang ketiga; naik kesurga dan akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Dan kepada Roh Kudus.
Gereja am mengutuki mereka yang mengatakan bahwa: pernah ada waktu, dimana Ia (Kristus) belum ada; sebelum Ia diperanakan, Ia belum ada; dan Ia diperanakan dari yang tidak; atau yang mengira bahwa Anak Allah adalah atau mempunyai hakikat lain (dari pada Bapa), atau adalah diciptakan, atau dapat berubah atau menjadi lain.
c) Dampak Konsili Nicea
Konsili Nicea bukan saja mulai menyelesaikan masalah teologi, tetapi juga menjadi teladan bagi Gereja dan negara. Pada tahun-tahun berikutnya, ketika masalah rumit muncul di Gereja, maka hal itu diselesaikan melalui kebijaksanaan kolektif para uskup. Dan nyata bahwa kemudian istilah homousios itu mendapat arti dan isinya yang sejati, tatkala Athanasius mulai mempergunakannya sebagai senjata dalam perjuangannya melawan pengaruh filsafat Yunani dalam theologia Kristen.
II.3.3. Konsili Konstantinopel (381)
a) Latar Belakang Konsili Konstantinopel
Konsili Konstantinopel I dipanggil oleh Kaisar Theodosius I untuk menyelesaikan persoalan Arinisme yang tidak diselesaikan secara tuntas oleh Konsili Nicea. Pada tahun 379 warga barat bernama Theodosius menjadi kaisar Kerajaan Timur. Ia adalah pendukung Konsili Nicea yang teguh dan ia memutuskan untuk menangani Arinisme secara tuntas. Ia memanggil konsili yang bersidang di Konstantinopel dari bulan Mei sampai bulan July 381. Konsili yang diselenggarakan pada tahun 381 ini dihadiri oleh 150 orang uskup yang ortodoks dan 36 orang uskup bidah di bawah pimpinan Melitus, uskup Antiokhia. Pada Konsili Konstantinopel 381 dicapai persetujuan tentang persoalan Trinitas: Bapa, Anak dan Roh Kudus Esa menurut hakikatnya (keallahannya), tetapi merupakan tiga pribadi. Tetapi keesaan tidak boleh dipikirkan lepas dari ketigaan,dan ketigaan tidak lepas dari keesaan. “Begitu aku mengamati keesaan, segera aku tertarik kepada ketigaan; begitu akan mengamati ketigaan, segera aku tertarik kepada keesaan” , demikianlah kata seorang Bapa Gereja dari Asia kecil pada jaman itu.
Rumus konstantinopel itu mau memperhatikan semua unsur yang terkandung dalam Firman Alkitab: bahwa Allah esa (hal yang diabaikan oleh Origenes), bahwa Kristus tidak boleh disamakan begitu saja dengan Allah Bapa (hal yang diabaikan oleh Irenaeus), dan bahwa Kristus adalah Allah (hal yang diabaikan oleh Arius). Konsili menegaskan keputusan Konsili Nicea tentang hakikat Kristus dan menyempurnakan pengakuan iman Nicea. Konsili ini menghasilkan pengakuan iman yang disebut Pengakuan Iman Nicea – Konstantinopel.
b) Hasil Keputusan Konsili Konstantinopel
Konsili Konstantinopel ini berhasil merumuskan pengakuan iman yaitu:
Aku percaya kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, segala yang kelihatan dan tidak kelihatan.
Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, anak Allah yang tunggal, yang lahir dari sang Bapa sebelum ada segala jaman, terang dan terang, Allah yang sejati dari Allah sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakikat [hommoousios] dengan Sang Bapa. Yang dengan perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat; yang telah turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak darah Maria, dan menjadi manusia; yang disalibkan bagi kita dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi kitab-kitab, dan naik kesorga; yang duduk disebelah kanan Sang Bapa, dan akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati; yang kerajaanNya takan berakhir. Aku percaya kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan yang menghidupkan, yang keluar dari sang Bapa. Yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan, yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi. Aku percaya satu gereja yang kudus dan am dan rasuli. Aku mengaku satu baptisan untuk pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan di zaman yang akan datang. Amin
Tiga ajaran sesat dikutuk di Konstantinopel:
1. Arianisme. Pengakuan iman tersebut mengandung tiga dari empat kalimat anti-Arianisme dan pengankuan Iman Nicea. Tahun berikutnya para uskup bertemu kembali di Konstantinopel lalu menulis surat ke Roma. Mereka meringkaskan pengakuan iman yang dirumuskan pada konsili tahun 381sebagai percaya kepada “satu ke-allah-an, satu kuasa dan hakikat dari Sang Bapa, Sang Anak dan Roh Kudus, yang kemuliaanNya sama dan kebesaranNya seabadi; yang adalah tiga hypostasis yang sempurna atau tiga oknum yang sempurna”. Inilah ringkasan yang tepat dari ajaran para Bapa Kapadokia tentang Ketritunggalan.
2. Macedonianisme. Tiga puluh enam diantara uskup-uskup yang hadir pada Konsili Konstantinopel adalah pengikut Macedonianisme mereka percaya bahwa Yesus Kristus adalah Allah, tetapi Roh Kudus dianggap makhluk. Ada usaha-usaha yang membujuk mereka untuk melihat kebenaran. Pengakuan Iman yang dihasilkan dalam konsili ini menyebutkan keallahan Roh Kudus, tetapi hanya secara tersirat. Yang ada hanya rumusan-rumusan dari Alkitab, kecuali pernyataan bahwa Ia disembah dan dimuliakan bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak. Ia tidak seacara langsung disebut “Allah”. Kendatipun sudah diupaykan pendekata yang bksana, parijaa uskup Macedonia keluar juga dari konsili.
3. Apollinarisme. Apollinaris, yang menyangkal bahwa Yesus mempunyai jiwa manusia, dikutuk di Roma pada tahun 377. Ia juga dikutuk pada konsili ini.
c) Dampak Konsili Konstantinopel
Konsili Konstantinopel membenarkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah sepenuhnya (ini melawan Arianisme) dari manusia sepenuhnya (ini melawan Apollinaris). Tetapi bagaimana Ia bisa menjadi Allah sepenuhnya dan sekaligus manusia sepenuhnya?. Dua jawaban yang salah muncul atas pertanyaan ini. Dari kelompok Antiokhia majulah Nestorius, yang membagi-bagikan Yesus Kristus menjadi Allah yang firman itu dan Yesus yang manusia.
II.3.4. Konsili Efesus (431)
a) Latar Belakang Konsili Efesus
Konsili dibuka pada 22 Juli 431 oleh Memnon, uskup Efesus, dan Silirius dari Aleksandria tanpa menunggu kedatangan uskup dari wakil Siria yang dipimpin oleh Yohanes dari Antiokhia serta wakil Paus Selestinus I. Konsili ini diprakarsai Kaisar Theodosius untuk mencari penyelesaian atas konflik antara Cyrillus dan Nestorius.
Yang menjadi latar belakang pertikaian tentang kedua tabiat Kristus antara Cyrillus dan Nestorius. Nestorius mengatakan bahwa hubungan antara kedua tabiat Kristus itu tidak begitu erat, misalnya “ seperti minyak dengan air dalam satu gelas”. Zat-zat itu tidak bercampur, tetapi masing-masing mempertahankan sifatnya sendiri. Cyrillus menyatakan bahwa hubungan itu adalah “seperti antara susu dengan air” ; sifat-khusus air tidak nampak lagi ketika dicampur dengan susu. Begitu juga sifat-sifat khusus dari kemanusiaan Kristus menjadi hilang ketika tabiat itu digabungkan dengan keilahian Kristus, sehingga tubuh Kristus mengambil-alih sifat-sifat ilahi, seperti kekekalan misalnya.
Pemikiran Nestorius bersumber pada theologia Origenes. Tetapi Cyrillus adalah seorang pengikut Ireneus dan Athanasius. Perbedaan antara Cyrillus dan Nestorius dapat disimpulkan sebagai berikut; Nestorius berbicara tentang tentang Yesus dan Allah Firman, sedangkan Cyrillus percaya bahwa Yesus adalah Firman. Sekali lagi, Nestorius percaya dengan cara yang unik dan sempurna . Sedangkan Cyrillus menegaskan bahwa Ia adalah Firman yang menjelma.
b) Hasil Keputusan Konsili Efesus
Konsili Efesus ini berhasil merumuskan pengakuan iman yaitu:
“ Oleh karenanya kami mengakui bahwa Tuhan kita Yesus Kristus, Anak Tunggal Allah, adalah Allah sempurna dan manusia sempurna, terdiri dari jiwa akali dan tubuh. Ia diperanakkan dari Sang Bapa sebelum segala zaman, sebagai Allah, dan belakangan ini, demi kita dan keselamatan kita, ia dilahirkan dari anak darah Maria sebagai manusia. Ia sehakikat (homoousios) dengan Sang Bapa, sebagai Allah dan sehakikat (homoousios) dengan kita, sebagai manusia. Sebab ada kesatuan dua kodrat dan oleh karena itu kami mengaku satu Kristus, satu Anak, satu Tuhan.”
c) Dampak Konsili Efesus
Kaisar Theodosius II memanggil Konsili Efesus untuk mencari penyelesaian atas konflik antara Cyrillus dan Nestorius. Kelompok uskup-uskup Antiokhia yang menyokong Nestorius terlambat tiba di Efesus. Cyrillus yang sudah mendapat dukungan dari Roma, menunggu selama 15 hari lalu memulai konsili. Nestorius pun dipecat. Mereka menolak konsili dibuka Cyrillus ini dan mengadakan konsili sendiri yang mengutuk Cyrillus. Dampak dari Konsili Efesus adalah hasilnya kekacauan dan perpecahan di bagian Timur. Aleksandria lepas dari Antiokhia. Kemudian terjadi peleraian pada tahun 433. Cyrillus menerima dokumen Antiokhia yang moderat, yang di beri nama Formula Unionis. Dokumen itu tidak memuat semua butir yang ia inginkan dan pengistilahannya; namun pokok yang ia pertahankan melawan Nestorius, yaitu inkarnasi, dinyatakan secara jelas. Pokok-pokok Formula yang dikatakan bertentangan dengan ajaran Cyrillus hanya dicari-cari. Sidang konsili memutuskan bahwa Nestorius dipecat dari keuskupan Konstantinopel diekskomunikasi serta ajarannya tentang tabiat Kristus dikutuk. Pengakuan Iman Nicea ditegaskan lagi. Istilah theotokos dibenarkan. Ketika uskup Siria yang dipimpin Yohanes dari Antiokhia tiba, mereka juga membuka konsili sendiri. Mereka mengutuk Cyrillus dari Aleksandria dan Memnon, uskup Efesus.
II.3.5. Konsili Chalcedon (451)
a) Latar Belakang Konsili Chalcedon
Konsili oikumenis yang keempat, yang diadakan di Chalcedon, Asia Kecil, di dekat Konstantinopel pada tahun 451, atas undangan Kaisar Marcianus. Konsili dipanggil oleh Kaisar Marcianus untuk menyelesaiakan persoalan Eutyches yang dikutuk oleh Leo. Konsili bertemu di Chalcedon (berseberangan dengan Konstantinopel di Selat Bosporus) pada bulan Oktober 451. Pada situasi yang berubah-ubah ini, bergabunglah seorang biarawan yang menekankan ajaran Aleksandria yang mengarah pada aliran sesat. Eutyches, kepala sebuah biara dekat Konstantinopel mengajarkan ajaran yang dikenal sebagai Monophysitisme (mono artinya “satu” dan physis artinya “kodrat”). Ajaran ini berkata bahwa kodrat Kristus telah hilang dalam keilahian,” seperti setetes madu yang jatuh dalam laut, larut didalamya”.
Pada tahun 449 “Sinode Penyamun” di Efesus dipaksa oleh Dioscurus dengan rahibnya yang bersenjata supaya mengaku monophysitisme dari Eutyches selaku ajaran ortodoks.Atas permintaan Dioscurus, Theodosius mengadakan satu konsili lagi, yang berlangsung di Efesus pada tahun 449. Dalam persidangan itu dinyatakan bahwa Eutyches tidak sesat, namun banyak Gereja menyatakan konsili tersebut tidak sah. Pendapatnya menimbulkan perlawanan, karena dengan demikian Kristus sebagai oknum campuran bukan lagi manusia sejati seperti kita, bahkan juga bukan Allah yang sejati seperti Allah Bapa. Konsili ini juga merupakan lanjutan pertikaian antara Nestorius dan Cyrillus dalam Konsili sebelumnya. Di dalam Konsili Chalcedon Kaisar ingin mendapat pernyataan dan pengakuan iman yang diterima bersama untuk mempersatukan kembali Kekaisaran Roma.
b) Hasil Keputusan Konsili Chalcedon
Adapun Konsili berhasil merumuskan keputusan-keputusan berikut:
1. Keputusan konsili Latrosinium (449) dibatalkan dan Eutikhes dikutuk.
2. Keputusan Nicea dan Konstantinopel tentang oknum Kristus dikuatkan kembali dan ajaran Nestorius dikutuk.
3. Mereka yang menolak gelar Theotokos bagi Maria dikutuk.
4. Mereka yang menyatakan bahwa Kristus sebelum berinkarnasi mempunyai dua tabiat dan setelah inkarnasi menjadi satu tabiat ditolak.
5. Surat Sirillus kepada Nestorius dan Surat Leo kepada Flavianus dibenarkan.
6. Ajaran bahwa Kristus adalah satu oknum yang mempunyai dua tabiat yang tidak tercampur, tidak berubah, dan tidak terpisah ternyata dibenarkan.
7. Uskup Konstantinopel diberi gelar patriarkh dan menduduki kehormatan pada tempat kedua setelah Roma.
8. Pengakuan Iman Chalcedon ditetapkan.
Adapun Pengakuan Iman Chalcedon yaitu:
Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung dari pada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik kesorga, duduk disebelah kanan Allah Bapa, Bapa yang Mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang Kudus dan Am; persekutuan orang kudus; pengampunan dosa; kebangkitan daging dan hidup yang kekal.
c) Dampak Konsili Chalcedon
Chalcedon merupakan konsili terakhir yang dianggap resmi oleh Timur dan Barat , sejauh menjelaskan ajaran-ajaran yang benar. Konsili itu juga merupakan yang terakhir , dimana semua daerah terwakili dan dapat menyetujui masalah-masalah utama. Pengakuan Iman Chalcedon diterima, baik oleh Gereja barat maupun oleh Gereja timur. Namun, Gereja Monofisit menolaknya. Kedudukan Konstantinopel sebagai Roma kedua ditolak oleh Gereja Barat. Keputusan Konsili Chalcedon menyebabkan munculnya Gereja Nestorius dan Gereja Monofisit, namun pertikaian kristologi dituntaskan oleh Konsili ini. Dalam bidang kegerejaan Paus Leo I berhasil dalam dua hal. Pertama, ia menjadikan uskup Roma sebagai uskup atas seluruh Gereja Barat (Gereja Latin). Kedua, ia memberikan rumusan yang ortodoks tentang kristologi. Pertikaian kristologi, yaitu persoalan bagaimana hubungan tabiat ilahi dan kemanusiaan dalam oknum Yesus. Dimana tercapailah suatu keputusan kompromi (jalan tengah) yang begini bunyinya: Kristus bukan bertabiat satu (Aleksandria) dan bukan bertabiat dua (Antiokhia), melainkan Ia “bertabiat dua dalam satu oknum”. Kedua tabiat ini “tidak bercampur dan tidak berubah”(melawan Eutyches), dan “tidak terbagi dan tidak terpisah” (melawan Nestorius).
III. Kesimpulan
Konsili Yerusalem mengatakan ketika Paulus dan Barnabas berada di Antiokhia Syria meuncul perselisihan mengenai kebiasaan bersunat yang menurut hukum musa jika seorang pria tidak disunat ia tidak dapat diselamatkan.dan dari pemaparan diatas kami menyimpulkan bahwa Konsili adalah sidang resmi para uskup dan wakil beberapa gereja yang diundang dengan tujuan merumuskan suatu ajaran atau displin gereja. Konsili ini dilakukan akibat dari pertikaian timbul sejak abad kedua yang mempersoalkan tentang diri Kristus,yaitu :hubungan-Nya dengan Allah Bapa (soal Trinitas) dan hubungan tabiat ilahi dan manusiawi di dalam diri Kristus (soal Kristologi). Hingga permasalahan ini diselesaikan melalui sidang Konsili Chalcedon dimana berhasil merumuskan keputusan-keputusan pengakuan iman Chalcedon. Keputusan konsili ini hanya memuaskan (partai moderat) dalam Gereja. Pengikut-pengikut Nestorius maupun Cyrillus yang ekstrem memisahkan diri dari gereja, dan membentuk gereja-gereja baru.
IV. Daftar Pustaka
..., KBBI, Jakarta: Balai Pusat, 1999.
Curtis, A. Kenneth, dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, Jakarta:BPK Gunung Mulia,2016.
End, Thomas Van Den, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
H .Berkhof & I. H.Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
Jonge, Christian De, Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2017.
Jonge, Christian De, gereja mencari jawaban, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
Lane, Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia,2012.
Lane, Tony, Runtut Pijar Tokoh dan Sejarah Pemikiran Kristen dari masa ke masa, 2016
Michael Collins & Matthew A.Price, The story of christianity Menelusuri Jejak Kristianitas, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Situmorang, Jonar T.H ., Sejarah Gereja Umum,Yogyakarta : Penerbit Andi,2014
Situmorang, Jonar, Kamus Alkitab & Theologi, Yogyakara: Andi, 2016
Suparno, Paul,S.J, Communal Discernment Bersama Mencari Kehendak Tuhan dalam Komunitas, Yogyakarta: Penerbit Kasinius, 2006
Wellem, F.D, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2019.
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Sumber Lain
https://id.wikipedia.org/wiki/Konsili_Yerusalem