Agama Dan Budaya Global



Agama Dan Budaya Global















I. Pendahuluan

Pada Kesempatan kali ini Kita akan Membahas Tentang Agama Dan Budaya Global,Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia, maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yangditempuh melalui pendidikan baik pendidikan dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.Dalam pesatnya perkembangan zaman, agama tidak hanya bisa dilihat dengan pendekatan teologis belaka, akan tetapi erat kaitannya dengan sosio kultular yang ada dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini semakin menunjukan bahwa hakikat beragama tidak sebatas hubungan antara manusia dengan Tuhannya akan tetapi juga memeberikan kesadaran dalam berkelompok, dan relasi antar individu. Semoga sajian Ini menambah Ilmu Pengetahuan dan Wawasan Kita, Tuhan Yesus Memberkati

II. Pembahasan

2.1. Pengertian Agama

Kata “Agama” adalah terjemahan dari kata inggris religion yang berasal dari bahasa Latin religio. Kata ini terdiri dari dua patah kata yakni re dan ligare. Re berarti “kembali”, dan ligare berarti “mengikat”. Jadi kata religio berarti ikatan atau pengikatan diri. Maksudnya, kehidupan beragama itu mempunyai tata aturan serta kewajiban yang harus ditaati oleh para pemeluknya. Tata aturan serta kewajiban termaksud diyakini sebagai sesuatu yang sesuai dengan kehendak Yang Ilahi.[1]

Agama merupakan suatu keyakinan yang berkaitan dengan Tuhan, atau dalam bahasa lain, agama merupakan jelmaan dari sebuah keyakinan dasar tentang realitas keberadaan manusia itu sendiri.[2]

Agama merupakan komponen terpenting yang menentukan arah gerak manusia. Agama hanya tidak mengikuti tuntutan dalam spritualitas namun juga meliputi seluruh seluk-beluk persoalan manusia. Masing masing agama punya pedoman dan tuntutan dasar atas berbagai aspek kehidupan manusia. Selain itu, kesadaran akan kelemahan diri juga mendorong manusia untuk mencari kekuatan diluar dirinya dengan begitu manusia dapat berharap selalu terlindungi dari ancaman ancaman, yang bersifat fisik seperti, penyakit maupun non fisik seperti kegelisahan, ketakutan.[3]

2.2. Pengertian Budaya

Kata Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta Buddhayah merupakan bentuk jamak kata “buddhi”yang berarti budi dan akal kebudayaan sebagai hal-hal bersangkutan dengan budi dan akal[4]. Adapun istilah Culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere kemudian culture diartikan sebagai daya dan kegiatan manusia untuk mengubah dan mengolah alam. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya merupakan salah satu unsur dasar dalam kehidupan social. Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola piker masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka, kepercayaan, dan ideology yang mereka anut.

Adapun beberapa ahli merumuskan kebudayaan antara lain :

a. E.BTylor (1871)

Menurut E.B Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

b. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi

Menurut tokoh ini, kebudayaan sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

1). Karya Masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebedaan atau masyarakat.

2). Rasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaidah dan nila-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti kuat di dalamnya termasuk agama ideology kebatinan, keseniaan, dan semua unsur merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat

3). Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang hidup bermasyarakat antara lain menghasilkan filsafat serta Ilmu pengetahuan Cipta biasa terwujud murni maupun telah disusun berlangsung diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2. Fungsi Kebudayaan

Fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia dan masyarakat:

a. Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual maupun materiil. Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaanyang bersumber pada masyarakat itu sendiri.

b. Hasil karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaankebendaan mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakatterhadap lingkungan dalamnya.

c. Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai - nilai social yang sangat perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan[5]

2.3. Pengertian Globalisasi

Selo Soemardjan mendefinisikan globalisasi adalah terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama.

Globalisasi merupakan kecenderungan masyarakat untuk menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan media komunikasi massa. Selain itu, para cendekiawan Barat mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses kehidupan yang serba luas, tidak terbatas, dan merangkum segala aspek kehidupan, seperti politik, sosial, dan ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia di dunia. Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan. Mengingat bahwa dunia ditandai oleh kema jemukan (pluralitas) budaya maka globalisasi sebagai prosesjuga ditandai sebagai suatu peristiwa yang terjadi di seluruh dunia secara lintas budaya yang sekaligus mewujudkan proses saling memengaruhi antarbudaya. Pertemuan antarbudaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua arah yang berimbang, tetapi dapat juga sebagai proses dominasi budaya yang satu terhadap lainnya. Misalnya pengaruh budaya Barat lebih kuat terhadap budaya di negara Timur.

Hal ini seperti yang dikatakan seorang ahli bernama R. Robertson bahwa globalisasi adalah proses mengecilnya dunia dan meningkatnya kesadaran akan dunia sebagai satu kesatuan, saling ketergantungan dan kesadaran global akan dunia yang menyatu. Ahli lain bernama Martin Albrow mengatakan globalisasi menyangkut seluruh proses di mana penduduk dunia terhubung kedalam komunitas dunia yang tunggal, komunitas global.[6]

Globalisasi juga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses multilapis dan multidimensi dalam realitas kehidupan yang sebagian besar dikonstruksi oleh Barat, khususnya oleh kapitalisme dengan nilai-nilai dan pelaksanaannya. Di dalam dunia global, bidang-bidang di atas terjalin secara luas, erat, dan dengan proses yang cepat. Hubungan iniditandai dengan karakteristik hubungan antara penduduk bumi yang melampuai batas-batas konvensional, seperti bangsa dan negara. Keadaan demikian ini menunjukkan bahwa relasi antara kekuatan negara-bangsa di dunia akan mewarnai berbagai hal, yaitu sosial, hukum, sosial, dan agama[7].

2.4. Budaya Global

Budaya global (global culture), yang dapatdiartikansebagaisebuahkonsep yang digunakanuntukmenjelaskantentang ‘mendunianya’ berbagaiaspekkebudayaan, yang di dalamnyaterjadi proses penyatuan, unifikasi, danhomogenisasi. Dalampengertiansepertiini, budaya global seringdiidentikkandengan proses ‘penyeragamanbudaya’ atau ‘imperalismebudaya’. Ada juga yang mengatakanbahwabudaya global merupakansuatu proses pertukaranantarseseorangataupunkelompokataspengetahuan, maupunhasil-hasilalam dalam level global, dimanaini pun turutmeningkatkankomunikasiantarkelompokatauperseorangantersebut[8].

2.5 . Hubungan Agama dan budaya

ada beberapa sikap hubungan antara Agama dan Kebudayaan, yaitu:

1. Sikap Radikal: Agama menentang Kebudayaan. Ini merupakan sikap radikal dan ekslusif, menekankan pertantangan antara Agama dan Kebudayaan. Menurut pandangan ini, semua sikon masyarakat berlawanan dengan keinginan dan kehendak Agama. Oleh sebab itu, manusia harus memilih Agama atau Kebudayaan, karena seseorang tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Dengan demikian, semua praktek dalam unsur-unsur kebudayaan harus ditolak ketika menjadi umat beragama.

2. Sikap Akomodasi: Agama Milik Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan keselarasan antara Agama dan kebudayaan.

3. Sikap Perpaduan: Agama di atas Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan adanya suatu keterikatan antara Agama dan kebudayaan. Hidup dan kehidupan manusia harus terarah pada tujuan ilahi dan insani; manusia harus mempunyai dua tujuan sekaligus.

4. Sikap Pambaharuan: Agama Memperbaharui Kebudayaan. Sikap ini menunjukkan bahwa Agama harus memperbaharui masyarakat dan segala sesuatu yang bertalian di dalamnya. Hal itu bukan bermakna memperbaiki dan membuat pengertian kebudayaan yang baru; melainkan memperbaharui hasil kebudayaan. Oleh sebab itu, jika umat beragama mau mempraktekkan unsur-unsur budaya, maka perlu memperbaikinya agar tidak bertantangan ajaran-ajaran Agama. Karena perkembangan dan kemajuan masyarakat, maka setiap saat muncul hasil-hasil kebudayaan yang baru. Oleh sebab itu, upaya pembaharuan kebudayaan harus terus menerus. Dalam arti, jika masyarakat lokal mendapat pengaruh hasil kebudayaan dari luar komunitasnya, maka mereka wajib melakukan pembaharuan agar dapat diterima, cocok, dan tepat ketika mengfungsikan atau menggunakannya.

Karena adanya aneka ragam bentuk hubungan Agama dan Kebudayaan tersebut, maka solusi terbaik adalah perlu pertimbangan – pengambilan keputusan etis-teologis (sesuai ajaran agama). Dan untuk mencapai hal tersebut tidak mudah.[9]

2.6 .Implementasi Pemaknaan Agama dalam Masyarakat di era Globalisasi

- Agama Kristen

Pergeseran nilai-nilai yang didoktrin oleh agama perlahan muncul dipermukaan salah satunya disebabkan oleh globalisasi. Contohnya di lingkup keluarga seorang Peran Agama Dalam Era Globalisas dan Modernisas serta Kaitannya dengan Ketahanan dan Peranan Keluarqa : Sudut Pamdanq Agama Kristen yang diteliti oleh Dr. Alex Peat menjelaskan bahwa adanya beberapa hal yang terjadi yaitu goncangnya lembaga perkawinan: poligami, perceraian, kumpul kebo, kawin paksa, perkosaan, homophili; meluruhnya cinta suami istri : egoisme, hedonisme, cara-cara machiavelis (tujuan menghalalkan cara : abortus, sterilisasi paksa); faktor penghambat luar keluarga: keadaan ekonomis, hukum, ledakan penduduk, keadaan sosio-psikologis (struktur patriarki ke nuclear family, pandangan perceraian yang permisif, komersialisasi seks).

UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumahtangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhan Yang Maha Esa. Pada pernyataan tersebut tersirat bahwa perkawinan bukan kebahagiaan tetapi kesatuan dengan ikatan lahir batin antara suami-istri dalam membentuk keluarga, untuk itu suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangakan kepribadiannya mencapai kesatuan sejati dalam perkawinan. Nilai-nilai agama yang dipertahankan seperti kesatuan suami-istri, buah-buah perkawinan, lembaga yang didirikan Tuhan.

a. Kesatuan suami-istri

Injil menegaskan “mereka bukan lagi dua melainkan satu” (Mrk 10,8; cfr. Kej 2,24). Kesatuan suami-istri ini mempunyai akarnya dalam kodrat pria-wanita yang saling melengkapi, dan dikembangkan lewat kesanggupan pribadi masing-masing untuk saling membagi seluruh kehidupan mereka. Kesatuan suami-istri itu oleh Konsili Vatikan II disebut Communitas Amoris, persekutuan hidup. ini berarti kesatuan suami-istri tidak direduksi ke dalam hubungan persetubuhan belaka.

b. Buah-buah perkawinan

Pada dasarnya hubungan cinta suami istri yang diwujudkan dalam hubungan seksual mengarah pada buah-buah perkawinan yakni lahirnya anak-anak. Jadi, tugas utama suami istri dan keluarga adalah melayani kehidupan.

c. Lembaga yang didirikan Tuhan

“Perkawinan itu ikatan seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri...”(UU No. 1 Thn 1974 Tentang Perkawinan). Perkawinan itu harus monogami[10].

2.7.Pengaruh Budaya dalam era Global terhadap Jiwa Keagamaan

Era global ditandai oleh proses kehidupan mendunia, kamajuan IPTEK terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia, menjadikan dunia semakin transparan. Pengaruh ini ikut melahirkan pandangan yang serba boleh (permissiveness). Apa yang sebelumnya dianggap sebagai tabu, selanjutnya dapat diterima dan dianggap biasa. Sementara itu, nilai-nilai tradisional mengalami proses perubahan sistem nilai. Bahkan mulai kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakatnya. Termasuk ke dalamnya sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama.

Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan, dampak globalisasi itu dapat dilihat melalui hubungannya dengan perubahan sikap. Menurut teori yang dikemukakan oleh Osgood dan Tannenbaum, perubahan sikap akan terjadi jika terjadi persamaan persepsi pada diri seseorang atau masyarakat terhadap sesuatu. Hal ini berarti bahwa apabila pengaruh globalisasi dengan segala muatannya di nilai baik oleh individu maupun masyarakat, maka mereka akan menerimanya[11].

Menurut David C.Korten, ada tiga krisis yang bakal dihadapi manusia secara global. Kesadaran akan krisis ini sudah muncul sekitar tahun 1980an, yaitu : kemiskinan, penanganan lingkungan yang salah serta kekerasan sosial. Gejala terseabut akan menjadi mimpi buruk kemanusiaan di abad ke 21 ini. Selanjutnya ia menginventarisasi ada 21 permasalahan yang secra global akan di hadapi oleh manusia, yaitu:

1. Pemulian lahan yang kritis.

2. Mengkonservasi dan mengalokasi sumber-sumber air yang langka.

3. Mengurangi polusi udara.

4. Memperkuat dan memelihara lahan pertanian kecil.

5. Mengurangi tingkat pengangguran yang kronis.

6. Jaminan terhadap pemeliharaan hak asasi manusia.

7. Penyediaan kredit bagi kegiatan ekonomi bersekala kecil.

8. Usaha pengurangan persenjataan dan militerisasi.

9. Pengawasan terhadap suhu secara global.

10. Penyediaan tempat tinggal bagi tunawisma.

11. Pertemuan yang membutuhkan pendidikan dua bahasa.

12. Pengurangan tingkat kelaparan, tuna aksara, dan tingkat kematian bayi untuk menambah jumlah penduduk.

13. Mengurangi tingkat kehamilanremaja.

14. Mengatur pertumbuhan penduduk dan pengaturan perimbangannya.

15. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap permasalahan yang menyangkut perkembangan global.

16. Peningkatan kewaspadaan terhadap pengrusakan alam.

17. Menyediakan fasilitas bagi kesepakatan untuk mengurangi berbagai ketegangan regional yang di sebabkan perbedaan rasial,etnis dan agama.

18. Menghilangkan atau membersihkan hujan asam.

19. Penyembuhan terhadap korban penyakit AIDS serta mengawasi penyebaran berjngkitnya wabah tersebut.

20. Menempatkan kembali atau memulangkan para pengungsi.

21. Pengawasan terhadap lalu lintasperdagangan alkohol dan penyalah gunaan obat bius.

Keseluruan permasalahan itu menurut David C.Korten merupakan contoh ilustrasi yang harus dihadapi bersama oleh seluruh negara di Dunia ini tanpa memandang letak geografis maupun tingakat perkembangannya. David melihat gejala-gejala dimaksud akan dialami oleh masyarakat dunia secara menyeluruh sebagai dampak globalisasi.

Secara fenomina, kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.

Dalam situasi seperti itu, bisa saja terjadi berbagai kemungkinan. Pertama, mereka yang tidak ikut larut dalam pengaguman yang berlebihan terhadap rekayasa teknologi dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai keagamaan, kemungkinan akan lebih meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai ajaran agama akan mengalami kekosongan jiwa, golongan ini sulit menentukan pilihan guna menentramkan gejolak dalam jiwanya[12].





III .KESIMPULAN

kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Dalam kaitannya dengan jiwa keagamaan dampak globalisasi dapat dilihat melalui hubungan dengan perubahan sikap, seperti hilangnya pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat dan bersumber dari ajaran agama.kebudayaan dalam era global mengarah kepada nilai-nilai sekuler yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa keagamaan. Meskipun dalam sisi-sisi tertentu kehidupan tradisi keagamaan tampak meningkat dalam kesemarakannya. Namun dalam kehidupan masyarakat global yang cenderung sekuler barangkali akan ada pengaruhnya terhadap pertumbungan jiwa keagamaannya.

IV. Daftar Pustaka

Maran,Rafel Raga, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar,Jakarta : Rineka Cipta,2000

Mustopo,Habib, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya: Usaha Nasional

Widagho,Joko,Ilmu Budaya Dasar,Jakarta : PT. Bumi Aksara,2010

Piotr,Sztompka,Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Prenada,2007

Soerjono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Raja Grafindo Persada,2000

H.M.H.Muhtarom,Dr.H, Reproduksi Ulama Di Era Globalisasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2005

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Ranaka Cipta,1990 Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996 (ed),Widiastamo D, Tony, Pendidikan Manusia Indonesia, Jakarta : Komps,2004

Sumber :

http://pastisuksesblogaddres.blogspot.com/2016/01/makalah-dampak-globalisasi-terhadap.html diakses pada tanggal 14-04-2020 Pukul 11.27 Wib

http://astridyani.blogspot.com/2012/06/budaya-global.html diakses Pada Tanggal 2-05-2020 Pukul 22.24 Wib



http://tantridilogi10.blogspot.com/2013/06/agama-dan-globalisasi_23.html diakses tanggal 14-04-2020 Pukul 13.16 Wib




[1] Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 70.


[2] Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar (Surabaya: Usaha Nasional), 59.


[3] Joko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), 141.


[4]Sztompka, Piotr , Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2007), 22


[5]Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),37


[6]http://pastisuksesblogaddres.blogspot.com/2016/01/makalah-dampak-globalisasi-terhadap.html diakses pada tanggal 1404-2020 Pukul 11.27 Wib




[7]Dr. H, Muhtarom H.M, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), 45.


[8]http://astridyani.blogspot.com/2012/06/budaya-global.html diakses Pada Tanggal 2-05-2020 Pukul 22.24 Wib




[9]. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi,( Jakarta: PT Ranaka Cipta,1990),65-70


[10]http://tantridilogi10.blogspot.com/2013/06/agama-dan-globalisasi_23.html diakses tanggal 14-04-2020 Pukul 13.16 Wib


[11]Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996),77


[12] Tonny D. Widiastono (ed.),Pendidikan Manusia Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2004),62
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya