Ibadah Teologi dan Dogma Gereja Katolik Roma Pada Abad Pertengahan
Ibadah Teologi dan Dogma Gereja Katolik Roma Pada Abad Pertengahan
I . Pendahuluan
Pada pembahasan kali ini kita membahas tentang ibadah, Teologi dan Dogma Gereja Katolik Toma pada abad pertengahan dimana, gereja Katolik Roma tidak terlepas dari namanya ibadah, dalam ibadah pada abad pertengahan dikenal sebagai liturgy yang dibagi menjadi dua yaitu liturgi Roma dan liturgi Gallia. Teologi yang berkembang pada saat itu ialah teologi scholatik. Pada abad pertengahan Gereja Katolik Roma mengenal 7 sakramen dan juga dogma tentang transubstansiasi. Semoga dengan adanya sajian ini dapat menambah wawasan kita bersama, Tuhan Yesus Memberkati.
II. Pembahasan
2.1. Latar Belakang Abad Pertengahan
Sejak pertengahan abad ke-5, kuasa kekaisaran Romawi di Eropa Barat hilang. Situasi Politik menjadi tidak stabil dan kebudayaan Romawi terancam dimusnahkan. Dalam keadaan yang penuh goncangan ini gereja di eropa barat merupakan faktor satu-stunya yang stabil, sehingga tidak salah untuk mengatakan bahwa dalam banyak segi gereja mengambil alih peranan yang dahulu dimainkan oleh kekaisaran romawi, yaitu mengatur masyarakat. Paus, yang sebgai uskup roma lambat laun diakui sebagai pemimpin gereja di eropa barat, mampu untuk memimpin seluruh kehidupan masyarakat dan demikianlah mengambil alih peranan kaisar romawi dalam bidang politik. Biara-biara, selaku pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, mempertahankan dan menyimpan kebudayaan romawi dan dengan demikian mengambil alih peranan kekaisaran romawi dalam bidang politik. Perkembangan ini selesai waktu paus Gregorius I ( Agung, 590-604) mulai memegang jabatan. Oleh sebab itu tahun 590 menandai akhir zaman gereja kuno dan permulaan abad pertengahan.
Selama zaman abad pertengahan ( 590-1492/1517) , gereja di eropa barat memainkan peranan yang menentukan diseluruh kehidupan masyarakat. Hal ini mulai ketika kuasa kekaisaran Romawi hilang sebagai kuasa yang mempersatukan eropa dan situasi ini dapat berlangsung terus sampai abad pertengahan, waktu kekuatan-kekuatan politik, seperti Negara nasional, mulai menuntut haknya untuk mengatur kehidupan masyarakat. Pada waktu yang sama juga, pada akhir abad pertengahan orang-orang eropa mulai melampaui batas daerah mereka dan keluar keseluruh dunia (1492 : Colombus menemukan America) . Gereja tidak lagi terbatas pada eropa dan timur tengah seperti dahulu. Sekaligus kesatuan gereja barat, yang dapat dipertahankan selama abad pertengahan, menjadi hilang karena reformasi Martin Luther (1517 ). Periode abad pertengahan lazimnya di bagi tiga. Titik balik yang pertama dialami oleh gereja pada tahun 910 ketika terjadi reformasi kebiaraan di Cluny, yang memberi dorongan dan semangat baru kepada seluruh gereja. Sekitar tahun 1300, kemudian, menjadi jelas bahwa kuasa gereja pada bidang politik mulai berkurang dan diancam oleh usaha-usaha Negara-negara untuk mengatur bidang ini sendiri.[1]
· Abad pertengahan sendiri adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa raja Charlemagne pada abad 5 hingga munculnya monarkhi-monakhi nasional, dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan humanisme, serta reformasi Protestan dengan dimulainya renaisans pada tahun 1517. Apakah ada sesuatu yg menjadi hambatan bagi GKR pada abad pertengahan?. Semenjak Kristen menjadi Agama resmi romawi, timbullah gagasan" bahwa gereja harus melindungi GKR akan memajukannya. Dipihak lain, tugas gereja tidak hanya untuk mengatur orang" pada keselamatan tetapi juga harus menjamin kesejahteraan rohani seluruh masyarakat.
2.1.1. Awal Abad Pertengahan ( 590-910)
Pada awal abad pertengahan agama Kristen mulai disebar kebatas-batas utara dan timur laut benua eropa, sedangkan ditimur tengah dan afrika utara gereja diancam oleh serbuan dari pihak islam. Mulai periode ini gereja dibarat dan gereja di timur menjalankan secara nya masing-masing secara tersendiri. Pada zaman gereja kuno gereja telah mulai menyebarkan injil kepada suku-suku yang dikalahkan oleh kekaisaran Romawi. Sesudah kekuasaan Romawi lenyap di Eropa barat, usaha-usaha untuk mengkristenkan suku-suku di eropah di teruskan. Paus Gregorius Agung sendiri yang memajukan pengkabaran injil di Inggris. Disana injil dibawa kesuku-suku jerman di eropah utara. Pada akhir periode ini kebanyakan suku dan bangsa eropah telah di kristenkan. Sekitar tahun 1000, proses mengkristenkan seluruh eropah sampai rusia selesai.
Di eropah barat gereja dinamakan gereja Katolik Roma, yang dipimpin oleh uskup kota Roma pusat gereja, yang sudah lama disebut paus. Paus, seperti telah dikatakan, tidak hanya berfungsi sebagai kepala gereja tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat. Pada umum nya gereja di eropa barat tidak hanya memainkan peranan di bidang agama saja, tetapi juga di bidang politik dan kebudayaan, sehingga dikatakan bahwa gereja katolik roma menentukan seluruh kehidupan masyarakat.
2.1.2. Abad Pertengahan Jaya ( 910 - ± 1300)
Seperti tercermin dalam nama periode ini, banyak perkembangan gereja selama abad pertengahan mencapai puncak pada zaman ini. Kebiaraan memperkuat posisi nya sebagai salah satu struktur pendukung kehidupan gerejani. Dalam teologia ditempuh jalan-jalan baru. Kedudukan gereja terutama paus, pada bidang politik, walaupun di tantang oleh pengusa-penguasa lain, dapat dipertahankan secara berhasil sampai akhir abad ke -13. Awal kejayaan abad pertengahan ditandai oleh suatu reformasi atau pembaharuan kebiaraan, yang mulai di cluny, Prancis. Reformasi merupakan reaksi terhadap perkembangan kebiaraan pada awal abad pertengahan dimana biara-biara, karena kedudukan nya yang istimewa dalam masyarakat memperoleh kuasa besar dibidang duniawi. Demikianlah biara-biara makin lama makin lebih dikuasi oleh penguasa duniawi. Perkembangan ini didombrak sewaktu pada tahun 910, di cluny didirikan biara baru yang berusaha memulihkan cita-cita hasil kebiaraan yaitu suatu kehidupan yang suci dan sederhana, diserahkan kepada Tuhan dan kepada Study. Reformasi ini disebar keseluruh gereja dan memberikan semangat baru kehidupan kebiaraan.
2.1.3. Akhir Abad Pertengahan ( ± 1300-1492/1517)
Periode ini merupakan masa peralihan dari abad pertengahan ke zaman reformasi. Kepausan mengalami krisis, sedangkan penguasa-pengusa romawi makin lama makin lebih menentukan kehidupan di wilayah mereka, termasuk kehidupan rohani. Oleh sebab itu kritik terhadap kehidupan gereja yang tradisional dapat diungkapkan dengan lebih bebas, sehingga jalan terbuka untuk pembaharuan gereja.[2].
· Mengapa di sini kepausan mengalami kritis sedangkan penguasa-penguasa Romawi makin lama makin menentukan kehidupan di wilayah mereka, sehingga kritik terhadap kehidupan gereja tradisional terungkap bebas, sehingga jalan terbukanya untuk pembaharuan gereja? Karna pada masa itu peguasa Romawi lebih menekankan kekuasaan sedangkan para pemimpin rohani tidak lagi mementingkan kerohanian bahkan simbol simbol gereja disalh gunakan sehingga kehidupan gereja dikeritik sehingga perlu pembaharuan.
2.2. Ibadah Katolik Roma pada Abad Pertengahan
2.2.1. Liturgi
Keberbagaian corak liturgy pada awal abad-abad pertengahan makin nyata. “ sekitar abad ke-7, ritus-ritus liturgy yang berbeda baik di timur maupun dibarat telah menemukan bentuk dasar serta ciri khas masing-masing.” Liturgy merupakan salah satu dasar bagi dan bukti sejarah dari perkembangan liturgy lebih lanjut. Keberbagaian liturgy sendiri merupakan bentuk nyata dari berbagaian tradisi dan dogma yang mulai muncul sejak abad ke-3. Keberbagaian lirutgy meliputi hampir setiap daerah. Hampir setiap tempat dan daerah memiliki corak liturgy nya sendiri. Dalam sejarah abad ke-5, ada dua rumpun tradisi besar dalam liturgy yaitu 1. Liturgy Roma, 2. Liturgy Gallia. Selain itu ada pulak beberapa rumpun tradisi kecil yaitu tradisi-tradisi Alexsandria, tradisi Syria barat, tradisi Syria timur, tradisi santo basilius dan tradisi Byzantium. Ketujuh rumpun tradisi ini melahirkan belasan pusat liturgy di sekitar afrika utara, timur tengah, sebagaian daratan eropah dan inggris, seperti Alexsandria, Etiopia, Yerusalem, Edessa, Konstantinopel, Toledo Bangor, Aachen, Bobbio, Paris, York.
2.2.1. Liturgi Papal dalam Liturgi Roma
Tradisi Roma sebagaimana dijelaskan pada bagian terdahulu, merupakan penyesuaian dengan budaya Imperial dan ibadah paganistis. Tradisi utara dengan pola Franko-Jerman setelah abad ke-8 membentuk liturgy Roma-Franko-Jerman. Zaman kepausan membawa dampak bagi timbulnya liturgy kepausan disebut liturgy papal atau ritus papal. Liturgy yang dilayankan paus berbeda dengan liturgy yang dilayankan oleh imam biasa dari jemaat yang dipimpin oleh iman. Apabila paus tidak hadir pelayan liturgy digantikan oleh iman dengan memakai liturgy yang lebih sederhana daripada liturgy papal. Adalah biasa liturgy papal, yang diadakan oleh menurut waktu yang tetap dan dipimpin oleh paus sendiri, dihadiri oleh anggota kerajaan dan umat berbagai pelosok kota Roma. Ibadah papal dalam arti luas selalu mengundang kehadiran berbagai pihak.
Sebuah kisah lirugis berdasarkan liturgy Roma : Ordines Romani, yang dipimpin oleh paus dalam perlawatannya pada abad ke -7 dan praktik liturgy roma secara umum pada abad-abad pertengahan pertama, yakni menjelang akhir masa paus Gregorius Agung adalah sebagai berikut:
1. pagi-pagi sekali paus dengan berkereta kuda dan iringan besar dengan hikmat menuju gereja Lateran. Bangunan gereja berbentuk Basilika.
2. Paus mempersiapkan diri di Secretarium tersebut. Di tempat paus dibantu oleh para pembantunya menyiapkan paramenta, yakni pakain liturgis dan perangkat liturgis.
3. Pembantu uskup membawa kitab injil ke altar dalam keadaan terbuka. Semua orang berdiri untuk mennyanyikan surat rasuli, nyanyian antara pembacaan dan pembaca injil
4. Paus menjamahkan tangannya kepada dua Diakon. Lalu para Diakon tersebut mencium paus
5. Paus menuju kedepan altar sujud menghormat membuat tanda salib mencium kudus para uskup, imam dan Diakon, ibadah pun dimulai setelah paus memberi tanda.
6. Setelah berdoa paus bangkit lalu mencium kitab suci dan altar. Para Diakon dua perdua mengikutinya mencium kitab suci.
7. Kini giliran paus melantunkan Gloria In Excelsis Deo. Paus menghadap umat setelah lebih dulu menghadap timur kembali. Paus memberi salam Pax Vobisicum Dominum. ( artinya “ damai Tuhan berserta mu”). Dan umat menjawab salam “ Et Cum Spiritu Tuo”. ( artinya “ dan beserta rohmu juga”). Selanjutnya, paus berkata, ”Oremus” ( artinya “ marilah berdoa”). Paus menyanyikan doa untuk pembacaan Alkitab. Umat menjawab “ Amen”. Setelah Collecta pertama, atau doa bersama, semua orang termasuk paus, duduk.
2.2.2. Liturgi Gallia
Liturgy Gallia berasal dari Liturgi Oriental dan pada mulanya menggunakan bahasa Yunani. Setelah penyebarannya kedaerah Italia, bahasa dan formula Yunani pun bercampur dengan bahasa dan formula latin. Contoh liturgy secara umum dibawah ini adalah setelah terjadi percampuran bahasa dan formula antara Yunani dan Latin. Sebagaian naskah masih tertulis dalam bahasa dan formula Yunani. Naskah Bilingual ini berasal dari liturgy yang dipimpin Santo Germanus ( ± 496-576), digereja Santo Symporian-Autun, dikota kelahiran Germanus sendiri. Contoh ini merupakan modifikasi beberapa liturgy yang terdapat dalam rumpun Liturgi Gallia.
Bagian pertama adalah liturgi masuk. Diawali oleh sebuah antiphon demi mempertegas kelayakan para pelayan untuk melayankan liturgi atau disebut Antiphonaad praelegerdium canitu. Psallentibus clericis procedit sacendos in specie Christi de sacrario. Kemudian nyanyian masuk yakni monogenes, atau introitus, atau ingressa, atau officium, dinyanyikan. Di susul dengan silentium facite atau salam . setiap daerah memiliki perbedaanya masing masing. Selanjutnya Bagian Kedua adalah pembacaan Alkitab dan Liturgi Mazmur, Lectio prophetica, yaitu pembacaan dari perjanjian lama atau nabi-nabi. Pembacaan pertama ini diselingi dengan Mazmur tanggapan atau Psalmulus. Pembacaan ketiga adalah Injil. Setelah permakluman lectio sancti evangeli secundum (artinya “ pembacaan Injil kudus menurut”), umat menyambut dengan Gloria Tibi Domine ( artinya” kemulaan bagi Bapa”), dan menyanyikan antiphonia Post Evangelium. Sementara prosesi, paduan suara menyanyikan Sonus, atau disebut juga Cheroubicon atau Laudes dengan Haleluya.
Homili atau khotbah dilakukan setelah pembacaan Injil di dalam Liturgi Gallia, khotbah lebih ditekankan dari pada liturgy Roma. Iman dan uskup lazim berkhotbah bahkan sebelum muncul zaman reformasi. Termasuk dibagian ini adalah doa-doa. Doa berasal dari pengakuan dosa umat sebelum pembacaan Alkitab. Lalu doa uskup yang disebut Collectio Post Precem. Selanjutnya adalah berkat bagi katekumen yang dilanjutkan dengan prosesi persembahan, yakni Processio Oblationis. Kemudian dipermalumkan untuk berhening. Persembahan tubuh dan darah Tuhan, dalam rupa roti dan anggur dipersiapkan dan dibawa. Juga disediakan piring atau nampan sebagai tempat roti konsekrasi. Bersama benda-benda perjamuan kudus tersebut. Disediakan pula tiga kain, Corporalis tersebut terdiri dari pura linea, yakni linen murni sebagai taplak Altar, kain sutra berhiaskan emas dan asesoris lain sebagai penutup piring dan roti, dan palla linostima untuk menutup kedua kain tersebut. Sacrificium, atau Offertorium, atau Offerenda, yakni persembahan dilayankan. Setelah persembahan diletakan di altar dan ditutupi kain, paduan suara menyanyikan Laudes atau alleluia. Kemudian liturgy dilanjutkan dengan doa Collectio Post Sanctus berupa epiclesis. Doa ini dilanjutkan dengan Fractio, yakni pemecahan roti. Sementara itu paduan suara menyanyikan Confractoriu. Bagian ini ditutup dengan Doa Bapa Kami yang dipanjatkan oleh iman dan umat. Setelah doa adalah unsur commixtio atau regnum, yakni pelayan mencelupkan satu atau beberapa roti perjamuan kudus yang telah dikonsekrasi kedalam cawan. Unsur ini disusul dengan berkat. Bagian terakhir dari liturgy ini adalah pengucapan syukur akhir perjamuan kudus. Uskup meminta umat untuk mengucapkan syukur setelah komuni, lalu uskup melantunkan doa syukur akhir komuni.[3]
2.2.3. Tempat Ibadah
Bentuk tempat ibadah yang dipakai ada abad pertengahan yaitu:
1. Bentuk Basilika
Basilika adalah bangunan Romawi untuk kegiatan umum. Model Basilika diyakini sebagai bagunan gereja hingga sekitar 1000 tahun lamanya dalam sejarah gereja. Kemudian Basilika dimodifikasi untuk keperluan liturgy. Dinding-dinding, pilar, dan apsis ( Absis = lengkung), dibuat berhiasankan mosaik dan freska kristiani. Altar terbuat dari batu dan didalamnya ditempat makam seorang martir. Hal ini menggambarkan persembahan sejati seorang saksi iman. Ditengah dan dikedua sisi luar naos ( Naus = Bahtera), dibuatkan lorong panjang atau disebut Alos ( ala, aisle = sayap). Lorong tersebut selain panjang, juga dibuat luas dan lebar sehingga memadai untuk keperluan prosesi liturgis. Bentuk dasar bangunan gereja adalah Balisika. Dalam bentuk awalnya Balisika bermodel sederhana dan kosong. Basilika hanya seperti hangar untuk manusia dengan banyak pilar didalamnya.
2. Bentuk Romans
Antara tahun 1050 dan 1200, sekitar Romanesque, menjadi pola agak umum bagiu gereja, walaupun tak jelas Romawi sebagai asal usul nama Romanesque tersebut, bangunan tersebut telah menjadi tanda dizamannya. Bangunan ini dilengkapi dengan menara yang tingginya dapat mencapai 100 meter dan beratap batu. Ruang dalamnya luas, ada yang mampu menampung 10.000 orang. Panjangnya dapat mencapai 190 meter. Dindingnya dipenuhi dengan berbagai ukiran. Adegan Alkitabiah didalam ukiran tersebut menyampaikan cerita untuk mendidik umat. Betapa menonjolnya gedung gereja yang besar, tinggi dan kokoh semacam itu diantara rumah-rumah penduduk pada abad-abad pertengahan. Jumlah bangunan gereja Romanesque banyak, konon ada lebih daripada 500 bangunan gereja besar berdiri di Prancis pada masa itu. Jika pada awalnya bangunan gereja Raksasa dan Balisika lebih berupa ruang dalam yang panjang dan lurus, Romanesque membuat model salib pada Naos nya. Walaupun masih berupa ruang yang panjang, ada gagasan baru sebagai sumbangan Romanesque bagi tata Arsitektur, yaitu model baru yang memiliki naos bersayap ( disebut Transet). Sayap kiri dan kanan itu berbentuk palang Horizontal sehingga naosnya bermodel salib. Dalam perkembangan berikut kedaerah Inggris dan Skandinavia, misalnya ada naos dalam Transep ganda. [4]
2.3. Teologi Katolik Roma pada Abad Pertengahan
Gereja Khatolik Roma (abad pertengahan) secara formal dimulai ketika Gregory I /Gregorius Agung menjadi Paus Roma lebih kurang 590. Mulailah dirumuskan teologi teologi dan dogma gereja oleh Paus, Uskup dan sebagian mel. Konsili gerejawi. Paus dan uskup memegang peranan yg penting dalam merumuskannya. Fungsi Teologi dan Dogma menjadi pegangan dan dasar hidup umat Katholik sehari hari khususnya beribadah. Beberapa teologi dan dogma sangat dipengaruhi pemahaman kafir: mis: Mariologi, Indulgensia.
Pada zaman gereja lama orang-orang Yunani dan Romawi yang telah masuk Kristen, mempergunakan pengetahuan dan filsafatnya untuk membela iman Kristen terhadap segala serangan dari pihak kafir dan untuk melawan segala pandangan sesat dari sekta-sekta. Oleh karena itu Teologia zaman dahulu itu tumbuh dari jemaat sendiri serta mendapat perumusannya didalam putusan konsili-konsili besar, teristimewa konsili-konsili di Nicea dan Chalcedon.
Lain sekali keadaan pada zaman abad-abad pertengahan. Bangsa-bangsa yang mudah di eropah barat dan utara menerima saja segala ajaran teologia yang diwarisinya dari gereja lama. Tetapi lama-kelamaan kaum terpelajar mulai menuntun ilmu teologia juga. Akan tetapi hal ini terjadi disekolah-sekolah tinggi, yang timbul kira-kira pada tahun 1000, dan yang kurang berhubungan dengan hidup jemaat biasa. Teologia abad-abad pertengahan ini yang diusahakan disekolah-sekolah tinggin atau universitas itu biasa nya dinamai “ Skolastik”.
Pokok teologia baru ini telah ditetapkan oleh tradisi gereja. Jadi maksud Skolastik tidak lain daripada memikirkan kembali isi teologia yang diwarisinya dari waktu dahulu. Ahli-ahli Skolastik berkeyakinan bahwa segala ajaran gereja itu bukan saja harus dipercaya, tetapi dapat dimengerti juga oleh manusia. Sebab itu mereka berusaha untuk membuktikan bahwa segala sesuatu yang telah dinyatakan Allah dapat diterangkan dan dibenarkan terhadap akal budi manusia. Dengan demikian soal yang terutama yang dipikirkan dan dirundingkan oleh skolastik, ialah : Bagaimana relasi antara pernyataan ( Wahyu), Tuhan dengan akal budi manusia? Untuk mengerti pernyataan Tuhan dipakainya teologia Augustinus, dan untuk melatih dirinya dalam hal berpikir menurut ilmu filsafat dipergunakannya kitab “ Logica”. Karangan Aristoteles, ahli filsafat Yunani yang mansyhur itu, karena pada abad ke XI untuk hanya lah kitab Aristoteles ini saja yang dikenal di barat.[5]
Teologi Skolastik telah berhasil menciptakan sintesis ( paduan), antara aneka unsur: yang rohani dan yang jasmani, gereja dan dunia/ Negara, ilmu teologi dan ilmu umum. Dalam sintesis itu masing-masing unsur menduduki tempatnya sendiri yang dianggap cocok baginya. Sintesis itu tampak dalam semua segi kehidupan dalam abad pertengahan, termasuk dalam kesenian.[6]
2.4. Dogma Katolik Roma pada Abad Pertengahan
pada awal Abad pertengahan perkembangan dogma melaui konsili- konsil Oikumenis diselesaikan, sejak itu ajaran di gereja Timur tidak pernah diubah lagi, untuk Gereja barat apa yang telah di putuskan, khususnya mengenai Trinitas dan Kristologi, merupakan dasar ajaran, yang tidak di ubah tetapi di tambah dengan beberapa ajaran lain, sejak itu kita dapat membedakan kedua Gereja ini masing-masing mempunyai corak dan sejarah tersendiri di Eropa Barat Gereja di namakan Gereja Katolik-Roma yang dipimpin oleh Uskup Kota Roma, pusat Gereja yang sudah lama di sebut Paus. Paus seperti telah di katakan, tidak hanya berfungsi sebagai kepala Gereja, tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat pada umumnya Gereja di Eropa Barat tidak hanya memainkan peran di bidang Agama saja, tetapi juga di bidang Politik dan kebudayaan, sehingga dapat dikatakan bahwa Gereja Katolik-Roma mementukan seluruh kehidupan masyarakat.
Di Timur, dimana kekaisaran Romawi tidak hilang, peranan Gereja lebih terbatas pada bidang Rohani saja. Ibu kota kekaisaran, Konstantinovel adalah pusat Gereja Timur, tetapi Uskup Konstantinovel (Yang disebut Patriakh) tidak dapat memainkan peran yang menentukan segala sesuatu di Gereja, seperti di mainkan oleh Paus.kuasanya di kendalikan pada satu pihak oleh kaisar kekaisaran Romawi Timur, pada pihak lain oleh Uskup di kota-kota penting lainnya, terutama Alexandria dan Antiokhia. Gereja Timur dinamakan Gereja Ortodoks, kata Ortodoks ( = benar) menunjukkan pada dua hal yang sangat di tekankan oleh Gereja ini, yaitu kepada ajaran Ortodoks dan juga kepada Liturgi Ortodoks. Kehidupan Gereja terpusat pada kebaktian. Dimana para anggota Gereja melalui perayaan liturgy ( terutama Sakramen Perjamuan Kudus) mendapat bagian dalam keselamatan abadi.[7]
2.4.1. Teologi dan Dogma yang dibahas disertai dengan nama teolog pencetusnya atau konsili.
A. Konsili Ekumenis dalam Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur adalah pertemuan seluruh uskup keseluruhan Gereja untuk membahas dan mengambil keputusan yang menyangkut doktrin Gereja dan aturan praktisnya. Kata ekumene berasal dari bahasa Yunani Οικουμένη (oikumene), secara harfiah berarti 'didiami' atau 'dihuni', berasal dari istilah yang dipakai untuk menunjukkan wilayah Kekaisaran Romawi, karena konsili-konsili yang pertama dilaksanakan dalam teritori Kekaisaran Romawi. Kata ekumene selanjutnya mengalami perluasan makna, menunjukkan seluruh tempat yang dihuni oleh umat manusia, dengan kata lain, seluruh dunia.
"Keseluruhan Gereja" di sini dipahami oleh kebanyakan orang Kristen Ortodoks Timur berarti mencakup seluruh yurisdiksi Ortodoks Timur dalam persekutuan penuh satu sama lain. Ini tidak mencakup Gereja Katolik Roma atau para anggotanya dari Ritus Timur. Segelintir kaum Ortodoks menganggap sebuah konsili sepenuhnya ekumenis hanya apabila konsili itu melibatkan semua patriarkhat kuno, termasuk Roma. Namun ini bukan pandangan arus utama Ortodoks. Demikian pula, Gereja Katolik Roma memahami keseluruhan Gereja dalam arti hanya mereka yang berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik (Roma). Lagi-lagi, beberapa orang Katolik menganggap bahwa sebuah konsili ekumenis harus melibatkan Gereja-gereja Timur, dalam pengertian selengkap-lengkapnya. Seperti yang sering dikatakan oleh Paus Yohanes Paulus II, Gereja perlu bernapas "dengan kedua paru-parunya" (namun dia tidak merujuk kepada Gereja-gereja Ritus Timur yang berada dalam persekutuan penuh dengan Roma).
B. Konsili Konstantinopel Kedua, (553); mengukuhkan kembali keputusan-keputusan dan doktrin-doktrin yang dijelaskan oleh Konsili sebelumnya, mengutuk tulisan-tulisan baru Arian, Nestorian, dan Monofisit. Konsili Konstantinopel Ketiga, (680–681); menolak Monothelitisme, mengukuhkan bahwa Kristus mempunyai kehendak manusiawi dan Ilahi.
Konsili Quinisext (= Kelima dan Keenam) atau Konsili di Trullo, (692); umumnya sebuah konsili administrative yang mengangkat sejumlah kanon lokal ke dalam status ekumenis dan menetapkan prinsip-prinsip disiplin para pejabat gerejawi. Konsili ini tidak dianggap sebagai Konsili yang lengkap karena tidak menentukan masalah-masalah doktrin. Konsili ini diterima oleh Gereja Ortodoks Timur sebagai bagian dari Konsili Ekumenis VI, tetapi hal itu ditolak oleh Katolik Roma.
Konsili Nicea Kedua, (787); pemulihan penghormatan terhadap ikon-ikon dan mengakhiri ikonoklasme pertama (Ditolak oleh banyak denominasi Protestan, yang sebaliknya lebih memilih Konsili Konstantinopel 754, yang mengutuk penghormatan terhadap ikon-ikon.)). Dalam konsili ini, integritas kemanusiaan Yesus Kristus kembali ditegaskan dengan bukti bahwa Ia dapat dilukis dalam ikon karena Ia benar-benar menjadi manusia yang dapat dilihat.[8]
Baik Gereja Katolik Roma maupun Gereja Ortodoks Timur mengakui tujuh Konsili pada tahun-tahun permulaan Gereja, tetapi Gereja Katolik juga mengakui empat belas konsili yang dihimpunkan pada tahun-tahun kemudian oleh Paus, yang otoritasnya ditolak oleh Gereja Ortodoks Timur karena mereka menganggap Roma saat ini berada di dalam skisma. Status dari konsili-konsili ini di hadapan rekonsiliasi Katolik-Ortodoks akan tergantung pada apakah orang menerima eklesiologi Katolik Roma (keutamaan paus) atau eklesiologi Ortodoks (kerekanan dari otosefalus – atau pimpinan – Gereja-gereja). Dalam kasus yang pertama, Konsili-konsili yang lainnya akan mendapatkan status ekumenis. Dalam kasus yang belakangan, mereka akan dianggap sebagai sinode-sinode lokal yang tidak memiliki otoritas di antara Gereja-gereja otosefalus yang lainnya.
Tujuh konsili pertama dihimpunkan oleh kaisar (mula-mula oleh Kaisar Roma Kristen dan belakangan yang disebut Kaisar Bizantium, yaitu Kaisar-kaisar Romawi yang beribu kota di Timur). Kebanyakan sejarahwan sepakat bahwa kaisar-kaisar menghimpunkan Konsili untuk memaksa para uskup Kristen untuk memecahkan masalah-masalah yang memecah-belah dan untuk mencapai konsensus. Mereka berharap bahwa mempertahankan kesatuan di dalam Gereja akan menolong mempertahankan kesatuan wilayah Kekaisaran. Hubungan antara Kepausan dengan keabsahan Konsili-konsili ini merupakan dasar dari banyak pertikaian antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Timur dan bagi para sejarahwan.
2.5. Tokoh-tokoh Abad Pertengahan
2.5.1. PetrusLombardus
Petrus Lombardus yang dilahirkansekitarakhirabad ke-11 di Lombardia (Italia Utara). Diabelajar di Bologna, Reims dan di Paris (mungkin di bawahAbaelardus).Kira-kiramulaitahun 1140 iamengajar di Paris dantahun 1159 iamenjadiuskupdikotaituiameninggaltahunberikutnya. SumbanganutamaPetrusadalahkaryanya, SententiarumLibri IV (EmpatBukuPemerian), yang ditulisantara 1147 dan 1151.Karyainiadalahkumpulanpetikan (yakni”Pemerian”-Sententiae-maksudnyadalil-dalildanpendapat-pendapat).
BukanmaksudLombardusmenciptakansesuatu yang barutetapisedikitnyadalamsatubidangiaberhasil. Ia orang yang mendaftarkanketujuhsakramenKatolik Roma. Daftar itu kini menjadi daftar standar. Pada zaman gereja purba kata”sakramen” mempunyai baik arti sempit (baptisan dan ekaristi) maupun arti luas yang meliputi berbagai upacara (seperti pengusiran roh jahat atau Doa Bapa Kami). Sampai pada zaman Petrus Lombardus jumlah sakramen berkisar anatara dua dan dua belas. Namun sekali Lombardus menyarankan tujuh sakramen, jumlah ini segera diterima. Tidaklah mungkin memberi definisi sakramen secara meyakinkan yang membenarkan pencantuman ketujuh sakramen ini dan bukannya upacara-upacara lain.
seperti yang telah di jelaskan dalam kalimat selanjutnya bahwa sakramen mempunyai baik arti sempit yaitu, baptisan dan ekaristi, yang dimana ekaristi adalah suatu ritus yang dipandang oleh kebanyakan Gereja dalam Kekristenan sebagai suatu sakramen maupun arti luas yang meliputi berbagai upacara seperti pengusiran roh jahat atau Doa Bapa Kami. [9]
2.5.2. Yohannes Hus
Kita akan memberinya kesulitan “ We’ll cook his goose” orang yang di maksud kata-kata tersebut ialah Yohanes Hus, yang arti nama belakang nya adalah Goose (Angsa) dalam bahasanya, Ceko. Orang yang mengucapkan kata-kata di atas mengacu pada fakta bahwa Hus di bakar pada tiang pancang. Namun ketika para penguasa Negara dan Gereja ,menghukum Hus, mereka sesungguhnya menyulut api Nasionalisme dan Reformasi Gereja. Pada Tahun 1401 Yohanes di Tahbiskan menjadi Imam. Sebagian besar karirnya di habiskan dengan mengajar di Univesitas Charles di Praha dan berkhotbah din Kapel Bethlehem yang berpengaruh, yang letaknya tidak jauh dari Universitas itu.
Pada dinding Kapel Bethlehem terdapat lukisan-lukisan Paus dan Kristus dengan prilaku yang berlawanan. Ketika Paus berkuda, Kristus berjalan kaki tanpa alas, ketika Yesus membasuh kaki para muridNya, kaki Paus di cium. Hus tersinggung dengan keduniawian para Agamawan seperti itu, dan iapun ber khotbah dan mengajar melawan hal itu, sambil menekankan kesucian pribadi serta kemurnian hidup. Dengan menekankan peranan Alkitab dalam otoritas Gereja, ia mengangkat pengajaran yang bersifat Alkitabiah kedudukan penting dalam pelayanan di Gereja. Ajaran Hus menjadi popular di kalangan umum dan beberapa dari kalangan Aristokrat, termasuk sang Ratu ketika pengaruhnya di Universitas bertumbuh pada proporsi besar popularitas tulisan Wycliffe pun bertambah.[10]
2.5.3. Anselmus
Anselmus ( 1033-1109), seorang italia yang menjadi uskup besar di Canterbury ( Inggris), adalah ahli teologia yang kenamaan yang harus disebut pertama-tama. Semboyannya adalah: Aku percaya supaya aku mengerti, ia mulai percaya kepada segala pernyatan Tuhan yang diajarkan oleh gereja, tetapi sesudah itu ia berusaha untuk menjelaskan segala pasal kepercayaan itu, sehingga diakui selaku kebenaran oleh otak manusia. Umpamanya, diusahakannya memberi bukti tentang adanya Allah. Uraiannya begini : Allah dapat dipikirkan oleh manusia sebagai zat yang termulia dan terindah. Kalau begitu tentulah Allah harus ada sebab apabila Allah hanya dapat dipikirkan saja, tetapi bukan benar-benar ada, maka ia bukanlah zat yang termulia dan terindah.
Tetapi uraian Anselmus yang termansyhur ialah kitabnya yang dinamai: apabila sebabnya Allah menjadi manusia? Didalamnya ia mencoba membuktikan, bahwa perlunya kedatangan Kristus kedunia ( “ Inkarnasi Kristus”). Dan kematian Kristus harus diakui oleh akal budi. Penjelasannya adalah demikian: kemuliaan Tuhan telah digelapkan oleh kejatuhan malaikat-malaikat. Manusia yang diciptakan oleh Tuhan untuk mengganti malaikat-malaikat itu, jatuh juga kedalam dosa, sehingga keagungan dan kehormatan Tuhan dihinakan pula. Keadilan Tuhan menuntut hukuman dan penebusan karena kedurhakaan itu. Tetapi jikalau manusia dihukum menurut dosanya ia harus mati dan binasa sampai kekal. Hal ini tak disukai oleh Tuhan, karena ia bukan adil saja, tetapi mahamurah pula. Lagipula biar manusia dihukum mati, dosanya belum ditebus atau hutangnya belum dilunaskan. Akan tetapi manusia yang lemah dan berdosa itu tidak sanggup membayar hutang itu untuk dapat memulihkan dan mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Tuhan. Jadi pertama-tama, Tuhan mengasihi manusia dan tak mau jika mahlukNya hingga terindah itu binasa kelak, dan kedua, dosa manusia hanyalah dapat ditembus oleh suatu zat yang lebih suci dari dia. Kesimpulannya terang: taka da jalan lain, melainkan Tuhan sendiri turun dari surga dan menjelma dalam anakNya, Yesus Kristus, supaya hukuman manusia ditangguhnya sendiri, dan supaya ia dapat membayar hutang dosa ganti manusia. Dengan jalan itu baik keadilan, baik rahmat dan kasih Allah digenapi dan dipenuhi. Pandangan ini berpengaruh sangat besar dalam teologi gereja pada masa kemudian. Walaupun uraian Anselmus tentang jalan keselamatan itu sangat menarik hati, janganlah kita lupa bahwa sifat dan susunannya diambil dari suasana ilmu hukum. Sebenarnya rahmat Allah, yang dinyatakan dalam pekerjaan kristus mengatasi pengertian akal budi kita, bahkan tetap menjadi suatu mujizat yang tak terduga.[11] Anselmus dapat dalam tiga periode yang masing-masing kurang lebih 15 tahun :
1). Sebagai Wakil Kepala Biara Bec ( 1063 -1078),
2). Sebagai Kepala Biara Bec ( 1078-1093), dan
3). Sebagai Uskup Canterbury (1093-1109).
Sekali lagi menggantikan Lanfranc, Berkali-kali terjadi perselisihan antara Anselmus dan Raja-raja Inggris mengenai kebebasan Gereja Inggris dari Raja Inggris dan peranan Paus di Inggris. Hasilnya ialah bahwa Anselmus harus hidup lama dalam pembuangan di Eropa daratan.
Anselmus adalah Teolog Barat pertama pada abad pertengahan yang sungguh andal dan dianggap sebagai pendiri Aliran Skolastisisme. Ia memberikan peranan yang berarti, walaupun terbatas, pada Filsafat dalam Teologi. Pernyataan dan bukan Filsafat, yang memberikan kepada kita isi Iman Kristen. Akan tetapi seorang teolog yang percaya kemudian dapat berusaha, untuk lebih mengerti apa yang ia percaya. Penalaran dapat memperlihatkan Rasionslitas dan Koherensi Internal dan Doktrin-doktrin Kristen. Anselmus mengikuti cara * Agustinus, yaitu “ Iman yang berusaha memperoleh pengertian”.
Metode ini di pakai Anselmus dalam tiga karyanya yang terbesar. Dalam Monologium (Monologion 1077), yang tadinya di beri judul Exemplum Meditandi de Ratio Fidei ( sebuah contoh meditasi mengenai dasar-dasar iman), ia memberikan “bukti” Adanya Allah.[12]
2.5.4. Thomas dari Aquino
Thomas lahir Tahun 1225-1274 di dekat Napoli sebagai Putra kedua seorang bangsawan dari Aquino. Ia belajar pada Universitas di Napoli, dan sewaktu disana, pada tahun 1244, bergabung dengan kelompok yang relatif baru,yaitu ordo Pengkhotbah-pengkhotbah atau Ordo Dominikan. Karena muak keluarganya menculik Thomas dan mengurungnya selama beberapa bulan, tetapi percuma. Thomas melanjutkan studinya di Paris dan Koln di bawah asuhan Teolog Dominikan termasyhur Albertus Magnus (= Agung), yang mempunyai pengaruh besar atas Thomas. Pada tahun 1252 Thomas kembali ke Paris untuk memberi kuliah. Sesudah itu ia mengajar di Paris dan di Italia sampai meninggal pada tahun 1274 dalam perjalananya ke Konsili Lyon.
Thomas sangat banyak menulis Buku-buku tafsiran Alkitab, uraian-uraian filosofis dan teologis, penjelasan-penjelasan mengenai Aristoteles. Tetapi dua diantara tulisannya yang sangat nmenonjol:
· Summa Contra Gentiles ( pegangan melawan orang Kafir) yang di tulis pada permulaan tahun 1260-an dalam empat jilid Karya ini di tulis untuk orang-orang tak percaya, seperti orang Yahudi dan Islam. Karya ini menjelaskan pendekatan Thomas terhadap masalah kodrat atau anugrah. Dalam jilid pertama sampai ketiga, argumentasinya berdasarkan akal/filsafat saja. Alkitab dan tradisi hanya dipakai untuk mengkuatkan kesimpulan yang dicapai melalui akal. Dengan dasar ini Thomas mencobakan memastikan keberadaan Allah, apa sifatnya ( seperti kasih, bijaksana dan maha kuasa), bahwa ia menciptakan dunia, pemeliharaan, dan predeestenasi. Dalam buku terakhir Thomas memaparkan doktrin-doktrin yang tidak dapat diperoleh kecuali melalui wahyu Kristen, yaitu ke Tritunggalan, penjelmaan Yesus Kristus, sakramen, dan kebangkitan jasmani. Doktrin-doktrin tak terjangkau oleh akal yang tidak dibantu, tetapi doktrin itu juga tidak bertentangan dengan akal,
· Summa Theologiae ( Ikhtisar Teologi), ditulis dalam sepulih tahun menjelang akhir hidupnya dan dimaksudkan sebagai buku pegangam umtuk menggantika Sententiarum dari *Petrus Lombardus. Namaun tujuan ini baru tercapai beberapa abad kemudian. Karya ini sangat padat, terdi dari lebih dua juta kata dan sekitar 20 kali lebih panjang dari buku ini. Tulisan itu lebih ditujukan kepada kaum katolik dari pada orang yang tak percaya, maka kebenaran kebenaran yang dinyatakan itu tidak ditunda sebagai pasal terakhir. Akan tetapi Thomas masih membedakan antara pengetahuan yang dapat diketahui melalu pertanyakan. Dalam karya Thomas masih membedakan pengetahuan yang dapat dipahami melaui akalyang dapat diketahui melalui pernyataan. Dalam karya Thomas yang terbesar ini ia berangkat dari teologi Augustianus yang memakai istilah-istilah Neo-Platonnisme, lalu merumuskanya kembali dengan istilah istilah Aristoteles. Karya ini merupakan salah satu penyampaian iman Kristen terbesar secara sistematis yang pernah dihasilkan. Thomas tidak sempat menyelasaikan karyanya, tetapi beberapa muridnya membuar suplemen yan disusun berdasarkan karya-karyanya yang lain demi merampungkanya. Menjelang akhir hidupnya. Thoma mendapat peringatan pada waktu melatani nisak yang menyebabkan ia berhenti menulis. Ia menyatakan bahwa dibanding dengan apa yang baru dipertunjukan kepadanya, tulisan tulisanya yang sudah terasa seperti rumput kering.
Bisa dikatakan ia tidak dapat menyelesaikan karyanya dan dilanjutkan oleh murid-murid untuk menyelesaikan karyanya ini dikarenakan Summa Theologee ini ditulis 1265-1274, dan dapat kita lihat disajikan sudah dijelaskan bahwa ia menulis karya nya menjelang akhir hidupnya dan sedang kan karya ini merupakan karya yang sangat padat, yang terdiri dari lebih dua juta kata dan sekitar 20 kali lebih panjang. Dan ketika menjelang akhir hidupnya, ia diberi peringatan pada waktu melatani nisak yang menyebabkan ia berhenti menulis. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ia tidak dapat melanjutkan karyanya diakibatkan faktor usia ketika menjelang akhir hidupnya. [13]
III. Kesimpulan
Gereja pada abad pertengahan terjadi pada tahun 590-1492/1517. Dimana ibadah, teologi, dogma pada gereja Khatolik Roma tidak terlepas dari ibadah. Dalam ibadah di abad pertengahan ini terdapat dua pembagian liturgi yaitu Liturgi papal Roma dan Liturgi Gallia, demikian juga dengan halnya teologi yang berkembang pada saat itu juga yang mengemukakan oleh beberapa para teologi di pada abad pertengahan. Ada beberapa para teologi abad pertengahan yaitu Petrus Lombardus, Yohannes Hus, Anselmus dan Thomas dari Aquino.
IV. Daftar Pustaka
Berkhof, H., I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018
End, Thomas Van Den, Harta dalam Bejana, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014
Jonge, C. De, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015
Kenneth, Curtis, A., 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,2015
Lane, Tony, Runtu Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Lane, Tony.Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristen, Jakarta:BPK Gunung Mulia 2007S
Rachman, Rasid, Pembimbing kedalam Sejarah Liturgi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019
[1] C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015 )59-61
[2] IBID… 61-67
[3] Rasid Rachman, Pembimbing kedalam Sejarah Liturgi, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 83-94
[4] Rasid Rachman, Pembimbing kedalam Sejarah Liturgi, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 110-114
[5] H.Berkhof, I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018), 101-102
[6] Thomas Van Den End, Harta dalam Bejana, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014), 134
[7] C. De Jonge, Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2015 )62-63
[8]Tony Lane.Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristen, (Jakarta:BPK Gunung Mulia 2007)
[9]Tony Lane, Runtu Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 96-97
[10] Curtis, A. Kenneth, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen,(Jakarta: BPK Gunung Mulia,2015)68
[11] H.Berkhof, I.H.Enklaar, Sejarah Gereja, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2018), 102-103
[12] Tony Lane, Runtut Pijar, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016)88-89.
[13] Tony Lane, Runtut Pijar, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2016)103-105