PERENCANAAN PEMBELAJARAN PAK
THEMA: Gereja adalah Tempat Berkumpul Banyak Keluarga
(1 Korintus 12:27-31)
A. Gagasan Utama Ruang bergaul anak sudah semakin luas, namun keluarga masih memainkan peran yang penting dalam membentuk iman anak. Anak berusia enam sampai delapan tahun sangat rajin ke Sekolah Minggu dan ingin mendapatkan banyak teman. Jangan sampai anak merasa ditolak dari kelompok. Pembina perlu memperkenalkan bahwa gereja merupakan keluarga Allah yang terdiri dari berbagai keluarga dan berbagai tingkat usia. Allah mengangkat anggota majelis untuk memimpin keluarga Allah itu (gereja).
B. Tujuan Umum
Anak dapat memahami bahwa gereja terdiri dari berbagai anggota yang berbeda-beda, suku bangsa, tingkat usia, dll., tetapi tetap satu di dalam Yesus. Oleh sebab itu Anak dapat berkembang dan berkarya di dalam setiap pertumbuhan nya dan didik didalam kasih keluarga dan kasih Tuhan Yesus.
C. Tujuan Khusus
Pada akhir pelajaran ini, anak diharapkan mampu:
1. Menyebutkan berbagai gereja dan jabatan yang ada dalam gereja.
2. Membangun sebuah gedung gereja dari kardus.
3. Mengungkapkan perasaan mereka ketika bekerjasama dan pemahaman mereka atas gereja tersebut.
D. Latar Belakang
Gereja terdiri dari berbagai anggota yang berbeda-beda: ada kakek, nenek, bapak, ibu, abang, adik; berbagai suku dan bangsa (Simalungun, Jawa, Toba, Cina, dan lain-lain); berbagai marga (Sinaga, Saragih, Purba, dan lain-lain); berbagai warna kulit (hitam, kuning langsat, dan putih); berbagai bahasa (bahasa daerah Simalungun, karo, Bahasa Indonesia, Inggris, dan lain-lain); berbagai status ekonomi (miskin dan kaya); berbagai kemampuan (menyanyi, melukis, bermain musik); berbagai pekerjaan (guru, dokter, pendeta, penginjil, dan lain-lain); berbagai sifat (suka tertawa, mudah menangis). Semuanya itu menunjukkan kekayaan Tuhan yang menciptakan manusia itu berbeda-beda.
Perbedaan-perbedaan itu hendaknya tidak membawa manusia saling menyombongkan diri dan merendahkan yang lain, tetapi saling menolong dan melengkapi. Yang kaya menolong yang miskin; yang miskin tidak cemburu kepada yang kaya; yang kuat tidak memukul yang lemah, tetapi mengasihinya; yang pintar tidak mengejek yang bodoh, tetapi mengajarinya. Sekalipun kita berbeda-beda, kita satu di dalam Kristus. Sama seperti tubuh kita yang terdiri dari banyak anggota, demikian juga gereja terdiri dari berbagai anggota, tetapi satu di dalam Tuhan. Semua manusia sama di hadapan Tuhan.
E. Metode Pembelajaran PAK
Tanya jawab dan membangun gedung gereja dari kardus.
- Kegiatan Belajar Mengajar:
1. Durasi 5 menit
· Salam Pembuka
· Kegiatan guru: memeriksa kehadiran, menanyakan berita anak Sekolah Minggu yang tidak hadir.
· Kegiatan anak bernyanyi “Aku gereja, kau pun gereja”.
2. Durasi 7 menit
· Kegiatan guru: bertanya tentang gereja-gereja yang mereka kenal dan siapa-siapa yang memimpin gereja tersebut.
· Kegiatan anak: memberi contoh gereja-gereja yang mereka kenal dan jabatan-jabatan gereja yang ada.
3. Durasi 20 menit
· Kegiatan guru: meminta setiap kelompok membangun sebuah gedung gereja (guru telah membuat potongan-potongan gedung gereja anak tinggal menyatukannya menjadi bangunan).
· Kegiatan anak: membangun gedung gereja dan menuliskan orang-orang yang ada di sana.
· Sarana: gantungan jas yang besar, satu lembar kardus untuk ditempelkan sebagai dinding gereja. Tiga lembar kardus sebagai tempat menempelkan gambar: dua anak, bapak, ibu, kakek dan nenek, gunting, lem, pelobang kertas, dan spidol.
4. Durasi 10 menit
· Kegiatan guru: meminta setiap anak mempresentasikan karya mereka dan mengungkapkan perasaan mereka ketika membangun gedung gereja tersebut.
· Kegiatan anak: mempresentasikan karya mereka dan mengungkapkan perasaan mereka tentang gedung gereja tersebut serta hambatan-hambatan yang mereka alami ketika bekerjasama.
5. Durasi 5 menit
· Kegiatan guru: menyimpulkan dan memberi saran.
· Kegiatan anak: mendengar dan menyimak.
6. Durasi 3 menit
· Penutup.
· Kegiatan guru: memimpin nyanyian dan doa.
· Kegiatan anak: bernyanyi dari Kidung Jemaat 259:1-2
Nyanyian :
1. Kidung Jemaat No. 257: 1 (dinyanyikan dengan gerakan)
Aku gereja, kau pun gereja
Kita sama-sama gereja
Dan mengikut Yesus di seluruh dunia
Kita sama-sama gereja
Gereja bukanlah gedungnya
Dan bukan pula menaranya
Bukalah pintunya, lihat di dalamnya
Gereja adalah orangnya
Gerakannya:
Anak siap berdiri dalam bentuk lingkaran, lepas tangan, jarak kira-kira 30 cm.
“Aku Gereja”: menunjuk diri sendiri
“Kaupun Gereja”: menunjuk kawan
“Kita sama-sama Gereja”: berjabat tangan sambil mengangkat tangan
“Dan pengikut Yesus, di seluruh dunia, kita sama-sama Gereja”: anak anak berjalan kekanan beriring sambil memegang bahu temannya yang di depan.
2. Kidung Jemaat No. 259: 1-2
5 / 1 7 6 5 / 5 4 3 ’ 3 / 2 1 4 3 2 . . ’
Di da-lam Kristus ber-te-mu se – lu-ruh du - ni – a;
3 / 4 3 6 5 / 5 4 3 ’ 1 / 3 2 1 7 / 1 . . .//
ter-pa-du u-mat Pe-ne-bus di da-lam ka-sih-Nya.
2. Semua hati terlebur, di dalam tubuh-Nya
Berkarya akrab dan tekun di pelayanan-Nya
F. Membuat gereja dari kardus
Tempelkan selembar kardus pada gantungan baju sebagai dinding gereja. Kini semua celah tertutup oleh karton sehingga kelihatan seperti sebuah rumah. Buatlah salib dan tempelkan di atasnya. Gambarlah tiga pola api. Tempelkan gambar pada tiga pola api terbesar secara berpasangan. Anak dipasang dengan anak. Demikian juga gambar bapak dengan ibu dan kakek dengan nenek (gambar boleh diambil dari majalah). Setelah selesai guru Sekolah Minggu mengatakan bahwa dengan aktivitas tersebut mengingatkan kita tentang gereja yang terdiri dari banyak orang, namun mereka adalah satu keluarga, yaitu keluarga besar Allah.
Berita kepada orangtua
Guru Sekolah Minggu membuat pemberitahuan kepada orangtua yang akan disampaikan oleh anak setelah pelajaran selesai:
a. Tiap keluarga menjadi gereja mini. Orangtua menjadi guru Sekolah Minggu di rumah dengan melanjutkan pembelajaran di Sekolah Minggu. Keluarga diminta mendoakan guru Sekolah Minggu dan semua anggota majelis yang melayani di gereja.
b. Anak diminta mengumpulkan foto anak-anak segala usia dan bangsa dari majalah atau koran. Anak juga diminta membawa foto sendiri sebab Minggu depan mereka akan membuat sebuah aktivitas “kolase anak-anak”. Mohon bantuan orangtua dalam hal ini.
Gambar gereja dari kardus
Gambar di atas mengingatkan bahwa gereja adalah keluarga besar Allah. Anak memiliki kedudukan dan pelayanan yang sama di sana. Kehidupan gereja harus terus bergantung kepada Yesus sebagai kepala gereja.
Anak Usia 6-8 Tahun
I. Pendahuluan
Pada pertemuan kali ini kita akan membahas mengenai fase perkembangan anak pada usia 6-8 tahun.Dalam materi ini tim penyajiakan menjelaskan kepada kita semua bagaimana anak pada usia ini menjalani prores tumbuh dan berkembang. Pada usia6-8 tahun ini anak mulai memasuki bangku sekolah. Pada tahap ini anak sudah mulai siap untuk belajar menulis,membaca,dan berhitung, karena motorik anak sudah berkembang lebih baik.Dengan masuknya anak ke bangku sekolah,secara sosial interaksi dengan teman sebaya maupun orang dewasa sudah semakin luas. Semoga pembahasan yang kami paparkan kali ini dapat menambah wawasan kita semua dan teman-teman dapat memahaminya. Tuhan Yesus Memberkati.
II. Pembahasan
2.1. LatarBelakang
Usia dini merupakan merupakan periode masa emas bagi perkembangan anak dimana tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati posisi yang paling vital yakni meliputi 80% perkembangan otak anak. Periode emas ini sekaligus merupakan periode kritis bagi perkembangan anak,karena pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak berikutnya hingga masa dewasanya. Periode ini hanya datang sekali dan tidak dapat ditunda kehadirannya sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Oleh karena itu, masa-masa usia dini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan memberikan pedidikan yang sesuai perkembangannya. Makna pendidikan anak usia dini adalah upaya yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh anak usia6-8 tahun dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal. Menurut makna tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa potensi anak Harus dikembangkan secara maksimal sejak dini karena anak yang mendapatkan pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dankesejahteraan fisik dan mentalyang akan berdampak karena peningkatan prestasi belajar, sehingga akhirnya anak akan lebih mampu untuk mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
2.2. Perkembangan Anak Usia 6-8 Tahun
2.2.1.Perkembangan Nilai Agama dan Moral
· Mampu membedakan kata yang hampir sama.
· Mampu mengenal angka 1-500 secara bertahap.
· Mengenal nilai tempat.
· Mampu memahami konsep penjumlahan dan pengurangan , perkalian dan pembagian, bangun ruang, luas dan waktu.
· Mengelompokkan benda menurut cerita.
· Bermain teka-teki atau membuat kata menyebut huruf atau bunyi awal kata.
2.2.2. Perkembangan Kognitif
Pada usia ini, kemampuan kognitif anak mengalami Perkembangan yang sangat pesat.Hal ini dikarenakan dunia dan minat anak semakin luas sehingga pengertian tentang manusia dan objek – objek semakin bertambah. Pada usia ini pula daya pikiran akan berkembang ke arah berpikir konkrit, rasional, dan objektif. Dalam teori kognitif Piaget, pemikiran anak usia ini disebut pemikiran operasional konkrit dimana aktivitas mental difokuskan pada objek dan peristiwa yang dapat diukur atau nyata . Pada usia ini anak mulai mengembangkan pemikiran kritis. Santrock merumuskan pemikiran kritis sebagai berikut. Pemikiran kritis (critical thinking ) yaitu memahami makna masalah secara lebih dalam, mempertahankan agar tetap terbuka terhadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda, dan berpikir secara reflektif dan bukan hanya menerima pernyataan-pernyataan dan melaksanakan prosedur prosedur tanpa pemahaman dan evaluasi yang signifikan. Pemikiran kritis Ini penting untuk dibangun agar anak memiliki kesadaran diri dan lingkungannya. Dalam hal ini, Sternber memberi langkah untuk mengembangkan pemikiran kritis anak, yaitu mengajarkan anak menggunakan proses berpikir yang benar ;mengembangkan strategi pemecahan masalah; meningkatkan gambaran mentalanak ; memperluas landasan pengetahuan anak; dan memotivasi anak menggunakan keterampilan berpikir yang baru dipelajari.
· Mampu membedakan kata yang hampir sama.
· Mampu mengenal angka 1- 500 secara bertahap.
· Mengenal nilai tempat.
· Mampu memahami konsep penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, bangun ruang, luas dan waktu.
· Mengelompokkanbenda menurut cerita.
· Bermain teka-teki atau membuat kata menyebut huruf atau bunyi awal kata.
2.2.3.PerkembanganSosial
Perkembangan sosialmerupakan pencapaian kematangan dalam berhubungan sosial atau merupakan suatu proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi maupun moral agama. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan proses sosialisasi orangtua mengenai berbagai aspek kehidupan sosial dan memberikan contoh dalam menerapkan norma norma sosial dalam kehidupan sehari-hari. Apabila lingkungan sosial tersebut memberi peluang terhadap perkembangan anak secara positif maka perkembangan sosial anak akan mencapai kematangan. Sebaliknya, jika lingkungan sosial anak kurang kondusif, maka anak cenderung tidak mampu melakukan penyesuaian diri (maladjustment), seperti mider, mendominasi orang lain, egois, menyendiri, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku,
Perkembangan sosial pada anak usia 8 tahun ditandai dengan adanya perluasan hubungan dengan orang dewasa dan teman lain disekitarnya. Selain dari itu, pada usia ini anak mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peergroup) atau dengan teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya menjadi lebih luas. Pada usia ini pula, anak mulai memiliki kesanggupan untuk menyesuaikan diri dari sifat egosentris (berfokus pada diri sendiri) kepada sikap yang kooperatif (bekerjasama) atausosiosentris (memperhatikan kepentingan orang lain).Selain itu, anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan Bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang) . Akibat semakin luas interaksi anak dengan lingkungan, anak dapat Menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Pada usia ini,anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi Secara kasar tidak dapat diterima dalam masyarakat. Anak mulai belajar Untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan).Pada proses peniruan,kemampuan orangtua dalam mengendalikan emosi sangat berpengruh pada perkembangan emosi anak.Apabila anak berkembang dalam lingkungan keluarga memiliki emosi stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil. Sebaliknya, apa bila kebiasaan orangtua dalam mengekspresikan emosi kurang stabil dan kurang terkontrol, maka perkembangan emosi anak cenderung kurang stabil.
2.2.4. Perkembangan Bahasa
· Mampu menguasai lebih kurang 14000 kata.
· Mampu memperkenalkan diri, nama, alamat dan keluarganya.
· Menceritakan banyak hal, diantaranya cerita mengenai keadaan di Rumah disekolah, ibu, guru dan permainan yangdisukai.
· Anak mengerti bahwa kata mempunyai arti dan fungsi.
· Anak dapat bercerita sendiri dengan gambar yang dibuatnya.
· Menyempurnakan kalimat dengan mengisi titik-titik.
· Membaca, menyempurnakan kalimat sederhana dan meniru kata.
· Menyempurnakan kalimat secara lisan sesuai gambar.
· Menceritakan kegiatan berdasarkan gambar dan membaca percakapan.
· Menjawab pertanyaan, menyanyikan lagu puisi yang sesuai dengan gambar.
· Membaca nyaring dengan lafal dan intonasi yang wajar.
2.2.5. Perkembangan Emosional
· Menyapa dengan tutur kata yang sopan.
· Mampu bergaul akrab dengan kawannya, bermain bersama dan mengadakan eksperimen kelompok.
· Mampu bertingkah laku sesuaidengan norma etis dan sosial di lingkungan.
· Lebih sering bersaing dengan teman sebaya.
· Masih dipengaruhi oleh pendapat dari teman sebaya.
· Menjadi lebih mandiri ditempat bermain.
· Sering bermain dengan teman sebaya.
2.3. Tugas Perkembangan Anak
Setiap tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan masing-masing. Tugas tersebut berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dan kebahagiaan hidupnya .Jika individu tidak dapat menuntaskan tugas perkembangan sesuai tahap perkembangan, akan menyebabkan ketidak bahagiaan, penolakan, dan kesulitan dalam menuntaskan tugas Perkembangan berikutnya. Mengenai tugas perkembangan anak usia 6-8 tahun, Yusuf mengemukakan sembilan tugas perkembangan yang harus dituntaskan, yaitu:
a.Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
b.Belajar membentuk sikap sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis. Disini, anak mengembangkan kebiasaan untuk memelihara badan dan mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelamin.
c.Belajar bergaul dengan teman sebaya dimana anak belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, situasi, dan teman sebaya yang baru.
d.Belajar memainkan peranan sesuai jenis kelaminnya. Perbedaan jenis kelamin pada usia ini semakin tampak. Sebagai contoh, anak laki –laki akan melarang anak perempuan ikut dalam permainan khas laki - laki, seperti kelereng.
e.Belajar keterampilan dasar dalam menulis, membaca, dan berhitung.
f. Belajar mengembangkan sikap sehari-hari melalui penginderaan tentang sesuatu yang bermanfaat untuk peningkatan ilmu dan kehidupan bermasyarakat.
g.Mengembangkan kata hati,yaitu mengembangkan sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma agama. Tugas perkembangan ini berkaitann dengan penilaian benar-salah dan boleh-tidak boleh.
h.Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi sehingga nantinya anak dapat hidup mandiri.
i. Mengembangkan sikap positif terhadap kelompok sosial dan Lembaga. Disini, anak mengembangkan sikap demokratis dan Menghargai hak orang lain.
2.4. Karakteristik Anak
Batasan tentang masa anak cukup bervariasi. Dalam pandangan Mutakhir yang lajim di anut dinegara maju, istilah anak usia dini ( early Childhood ) adalah anak yang berkisar antara usia 0-8 tahun. Bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di Indonesia, maka yang Termasuk dalam kelompok anak usia dini adalah anak usia SD kelas rendah (kelas 1-3), Taman Kanak - kanak (kindergarten), kelompok bermain (playgroup) dan anak masa sebelumnya (masa bayi). Masa Taman Kanak – kanak dalam hal ini dipandang sebagai masa anak usia 4-6 tahun. Pandangan orang atau para ahli pendidikan tentang anak Cenderung berubah dari waktu kewaktu, dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang digunakannya. Ada yang memandang anak sebagai makhluk yang sudah terbentuk oleh bawaannya,atau memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh lingkungannya . Ada ahli lain yang menganggap anak sebagai Miniatur orang dewasa, dan ada pula yang memandang anak sebagai Individu yang berbeda total dari orang dewasa. Beberapa ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi memandang periode usia dini merupakan periode yang penting yang perlu mendapat penanganan sedini mungkin. Maria Montessori (Elizabeth B. Hurlock, 1978:13) berpendapat bahwa Perkembangan Anak Usia Dini Bahan Pelatihan Pembelajaran Terpadu Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi 2003 3 Usia 3- 6 tahun merupakan periode sensitive atau masa peka pada anak, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat perkembangannya. Misalnya masa peka untuk berbicara pada periode initidak terlewati Maka anak akan mengalami kesukaran dalam kemampuan berbahasa Untuk periode selanjutnya.
Masa-masa sensitif anak pada usia ini menurut Montessori mencakup sensitivitas terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, berjalan, sensitivitas terhadap obyek-obyek kecildan detail,serta terhadap aspek-aspek sosial kehidupan. Erik H. Erikson (Helms & Turner, 1994: 64) memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus di dorong untuk mengembangkan prakarsa, Seperti kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, Didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa, dan daya kreatifnya ,dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya.Guru yang selalu menolong,memberi nasehat , dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan. Froebel (Roopnaire,J.L&Johnson,J.E.,1993:56) berpendapat bahwa Masa anak merupakan suatufase yang sangat penting dan berharga, Dan merupakan masa pembentukan dalam periode kehidupan manusia(a noble and malleable phase of human life). Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas (golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawa ananak, maka anak akan berkembang secara wajar. Anak memiliki dunia dan karakteristik tersendiri yang jauh berbeda dari Dunia dan karakteristik orang dewasa.Anak sangat aktif, dinamis, Antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya, seolah-olah tak pernah berhenti untuk belajar
2.5. Identitas Gender
Definisi Identitas Gender Dalam Kamus Psikologi, yang Dimaksud dengan gender adalah sebagai berikut : Istilah gramatis yang Dipakai untuk mengklasifikasikan kata benda.Istilah ini muncul Sebagai alternatif untuk diskusi mengenai perbedaan Pria atau Wanita, Identitas mereka, peran sosial mereka.Woolfolk menjelaskan bahwa Kata gender merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan Jenis kelamin individu ,termasuk peran ,tingkah laku ,kecenderungan, dan atribut lain yang mendefinisikan arti menjadi Laki- laki dan perempuan dalam budaya tertentu. Selanjutnya , Woolfolk mendefinisikan identitas gender sebagai identifikasi diri seseorang sebagai Laki – laki atau Perempuan. Identitas gender diartikan sebagai pengalaman pribadi seseorang menganai apa arti menjadi Laki – laki atau perempuan. Faktor psikologis, fisik dan sosial berperan dalam pembedaan gender.Sementara itu,Sadli mengungkapkan bahwa identitas gender merupakan definisi seseorang tentang dirinya sebagai laki-laki atau perempuan di mana karakteristik perilakunya dikembangkan dari proses sosialisasi sejak lahir. Identitas gender Berkembang pada usia dini dan diperkuat oleh interaksi anak dengan Orang dewasa disekitar mereka. Mansour Fakih menjelaskan bahwa Gender merupakan konstruksi sosial yang membedakan peran serta kedudukan wanita dan pria dalam suatu masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi sosial.Gender juga memiliki pengertian sebagai konsep hubungan sosial yang membedakan fungsi dan peran antara pria dan wanita.
2.5.1.Proses Pembentukan Identitas Gender
Gill Heiden memaparkan proses pembentukan identitas gender ke dalam tiga bagian,yaitu: a.Ketetapan gender(gendercontanty), Ketika anak menguatkan stereotipe gender, terlebih dahulu anak akan menguatkan ketetapan gender mereka. Untuk mencapai pada ketetapan gender, anak harus memiliki pemahaman biologis gender. Halini melibatkan pemahaman bahwa gender tidak berubah dimana pemahaman tersebut diperoleh dalam tiga tahap. Pertama,anak akan memperoleh identitas gender yang belum sempurna,baik secara laki-laki atau perempuan. Kedua,anak akan belajar bahwa alat kelamin tidak akan berubah(terjadi di usia sekitar empat tahun).Ketiga ,anak akan memahami bahwa gender tetap sama, terlepas dari perubahan pakaian, penampilan, atau kegiatan (sekitar usia 5-6 tahun).
b. Penilaian gender (gendervaluing) Bagian penting dari kesadaran kategori sosial gender adalah bahwa anak-anak sering menilai kategori yang mereka anggap sebagai sumber dari diri mereka sendiri dan mendevaluasi kategori yang belum mereka miliki. Sering kali anak menilai ketegori tertentu secara penuh untuk membentuk identitas gender. Perlu diketahui bahwa penilaian gender untuk anak perempuan lebih kompleks karena identitas maskulin lebih dihargai masyarakat, seperti di Afrika Selatan.
c.Stereotipegender (genders tereotyping) Bagian penting dari akui sisi label dan identitas gender adalah kesadaran mengambangkan stereotip gender. Anak-anak yang berumur dua tahun telah memperoleh stereotip gender padahal mainan dan kegiatan serta pekerjaan orang dewasa. Stereotip gender penting lainnya termasuk penampilan,rekan,dan tokoh-tokoh media.Pemeriksaan terhadap pengembangan keterampilan sosial sekitar gender harus mempertimbangkan latarbelakang budaya ibu dan ayah yang berinteraksi secara berbeda dengan anak laki-laki dan perempuan. Anak laki- laki umumnya lebih banyak seks-stereotipe dibandingkan Anak perempuan pada kegiatan yang disukai laki- laki.Hal ini mungkin Terjadi karena anak perempuan menerima lebih bebas dalam hal Membangun diri disekitar stereotipe gender. Dalam proses pembentukan identitas gender, terdapat beberapa hal Yang mempengaruhi proses tersebut,yaitu:
a.Peran orangtua.Stereotipe gender yang orangtua yakini dan penjelasan tentang hal tersebut kepada anak akan berpengaruh terhadap pembentukan identitas gender anak. Orangtua cenderung lebih intens bersosialisasi kepada anak laki-laki dibandingkan kepada anak perempuan. Selain itu, anak laki- laki mendapat tekanan untuk bertindak seperti anak laki- laki yang sebenarnya (realboy) dan tidak seperti anak perempuan. Sementara itu, anak perempuan lebih bebas dalam hal pakaian, permainan, dan teman bermain.
b.Peran teman sebaya.Pada usia pra sekolah,teman sebaya menghargai permainan yang sesuai dengan gender. Namun,anak yang tomboy adalah contoh terbaik dari ‘bilingual gender’ yang sukses pada gender yang sama dan dalam lintas gender serta tidak dikucilkan oleh Teman sebaya.
c.Peran media. Media berkontribusiuntuk membentuk identitas gender, yaitu dalam hal mengekspos stereotipe gender. Media berfungsi sebagai sumber potensial dari stereotip peran gender di mana anak-anak dapat memasukkan ke dalam identitas gender mereka.
2.5.2.Perkembangan Identitas Gender Anak
Gender merupakan salah satu aspek penting yang Mempengaruhi perkembangan sosial pada masa awal anak- anak. Pada Usia 5 sampai 7 tahun, anak belajar bahwa gender merupakan hal yang konsisten,mereka tetap anak perempuan meskipun berambut panjang atau pendek, memakai rok maupun celana . Ketika konsep tentang Ketetapan gender terbentuk dengan jelas, anak –anak akan termotivasi Untuk menjadi seorang laki- laki atau perempuan sejati. Oleh sebab itu, Anak –anak akan meniru model perilaku dari jenis kelamin yang sama. Pada usia ini pula, anak memperkuat stereotip gender dengan memilih Mainan dan aktivitas yang dihubungkan dengan jenis kelamin mereka. Anak laki- laki menunjukkan kecenderungan tidak mengakui sesuatu yang berhubungan dengan perempuan, seperti permainan boneka karena identik dengan anak perempuan. Semantara itu, anak Perempuan tidak terlalu menolak dengan permainan laki- laki, seperti Permainan balok dan truk.
2.5.3.Sosialisasi Peran Gender
Sosialisasi mengenai peran gender penting dilakukan karena hal Ini akan membantu anak untuk mengukuhkan peran gender sesuai dengan jenis kelamin masing-masing. Brooks mengemukakan beberapa cara dalam mengajarianak tentang peran gender,di Antara nya yaitu:
a. Orang tua memberi contoh perilaku gender dalam interaksi langsung dengan anak,seperti ibu melakukan aktivitas dan pengasuhan sehari - hari, sementara ayah lebih bersifat langsung dan tegas.
b. Orangtua dapat merangsang perilaku stereotip secara tidak langsung ketika mereka merespon anak laki – laki dan perempuan secara berbeda.Perbedaan perilaku secara tidak langsung memperkuat perilaku gender,yaitu sikap asertifpada anak laki – laki dan keterampilan verbal pada anak perempuan.
c. Orang tua mengajari secara langsung mengenai perilaku yang sesuai gender.
d.Orang tua mempengaruhi anak mengenai perilaku gende rmelalui dorongan terhadap kegiatan dan ketertarikan yang berbeda.
e.Ibu dan Ayah memunculkan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan. Semantara itu, Hurlock memaparkan tiga metode dalam belajar memerankan peran gender, yaitu:
1. Meniru.Anak akan meniru pola perilaku yang sesuai dengan Harapan sosial yang berlaku dilingkungannya. Jika orang yang ditiru Tidak sesuai dengan jenisnya dan tidak diterima dalam kelompok, Maka anak belajar pola perilaku yang membahayakan penerimaan.
2. Identifikasi .Metode ini cenderung memberikan hasil yang lebih baik. Biasanya objek identifikasi anak dalam keluarga adalah yang berjenis Kelamin sama dimana orang tersebut adalah yang diidolakan sang anak. Namun, terdapat masalah yang muncul dari metode identifikasi, yaitu anak sering mengubah idolanya sehingga objek identifikasinya pun berubah. Masalah lainnya adalah pola yang dipelajari mungkin tidak sesuai dengan minat dan kemampuan anak sehingga hal tersebut akan mendatangkan rasa kecewa dan frustrasi.
3. Pelatihan.Melalui metode ini, orang tua harus mempertimbangkan minatdan kemampuan anak sehingga hasilnya akan baik. Jika orang tua memaksakan peran gender kepada anak maka anak akan Mengalami ketidak puasan dan frustrasi.
2.6. Teori Perkembangan Anak Usia Dini
2.6.1. Teori Perkembangan Moral
Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg merupakan pengenjur utama teori tahap perkembangan moral anak. Jean Piaget membagi tahap perkembangan Moral menjadi 2 bagian yaitu hubungan batasan dan hubungan kerja sama, pada usia 6-8 tahun anakberada pada tahap hubungan batasan dimana pada tahap ini konsep benar dan salah Ditentukan oleh penilaian orang dewasa atau moralitas berdasarkan pada Penilaian orang dewasa.
Lawrence Kohlberg membagi tahap perkembangan Moral menjadi 3 tingkatan yaitu, prakonvensional, konvensional, dan pasca konvensional. Anak usia 6 – 8 tahun berada pada tingkatan pra konvensional, Dimana pada tingkatan ini anak mengenal moralitasberdasarkan dampak Yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau Menyakitkan (hukuman). Anak tidak melanggar aturan karena takut akan Ancaman hukuman dari otoritas.Pada tingkatan prakonvensional terdiri atas 2 tahap yaitu tahap orientasi kepatuhan dan hukuman dan tahap Orientasi hedonistic –Instrumental. Tahap orientasi kepatuhan dan hukuman Adalah pemahaman anak tentang baik dan buruk ditentukan oleh otoritas. Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk menghindari hukuman dari otoritas,sedangkan tahaporientasi hedonistic- Instrumental adalah tahap Dimana tindakan anak dimotivasi oleh kepuasan akan kebutuhan.
2.6.2. Teori Psikososial
Erik Erikson (1902- 1994 ) adalah salah seorang teoritisi ternama dalam Bidang perkembangan rentng- hidup. Ia dipandang sebagai tokoh utama dalam teori psikoanalitik kontemporer. Hal ini cukup beralasan, sebab tidak ada tokoh lain sejak kematian Sigmund Freudyang telah bekerja dengan begitu telitiuntuk menguraikan dan memperluas struktur psikoanalisis yang dibangun oleh Freud serta untuk merumuskan kembali prinsip- prinsipnya guna memahami dunia modern. Salah satu sumbangannya yang terbesar dalam psikologi perkembangan adalah psikososial. Istilah “psikososial” dalam kaitannya dengan perkembangan manusia berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir Sampai mati dibentuk oleh pengaruh- pengaruh sosial yang berinteraksi Dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis (Hall & Lindzey, 1993). Menurut teori psikososial Erikson, perkembangan manusia dibedakan Berdasarkan kualitas ego dalam delapan tahap perkembangan. Empat Tahap pertama terjadi pada masa bayi dan masa kanak –kanak, tahap Kelima pada masa adolesen, dan tiga tahap terakhir pada masa dewasa Dan usia tua. Dari delapan tahap perkembangan tersebut, Erikson lebih Menekankan pada masa adolesen, arena masa tersebut masa peralihan Dari masa kanak- kanak kemasa dewasa. Apa yang terjadi pada masa ini, Sangat penting artinya bagi kepribadian dewasa. Berikut ini tahap- tahap perkembangan psikososial Erikson yaitu, tahap kepercayaan dan ketidak percayaan,otonomidengan rasa malu dan ragu,inisiatif dan rasa bersalah, daya kerja (industry)dan inferioritas, identitasdan kekacauan identitas, keintiman dan isolasi, generativitas dan stagnasi,serta integritas dan keputusasaan. Anak pada usia 6-8 tahun berada pada tahap daya kerja (industry) dan inferioritas, yaitu tahap perkembangan psikososial keempat yang berlangsung kira-kira pada tahun-tahun sekolah dasar.Pada tahap ini, anak-anak memperlihatkan sikap yang penuh daya kerja dan ingin menjadi produktif.Mereka ingin membangun segala sesuatu,menemukan, mengubah-ubahobjek,dan mencari kesimpulan atas cara kerja sesuatu. Mereka juga ingin pengakuan atas produktivitas mereka,dan tanggapan Orang dewasa terhadap upaya dan pencapaian mereka menumbuhkan Rasa diri berharga.Perasaan inferioritas muncul ketika anak- anak dikritik Atau diremehkan atau memilikihanya sedikit peluang produktivitas.
III. Kesimpulan
Diumur 6–8 tahun anak sudah memiliki kemampuan yang lebih meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya,anak usia sudah memiliki kemampuan sebagai berikut:
· Mampu menguasai lebih kurang 14000 kata.
· Mampu membedakan katayang hampir sama.
· Membuatdan menulis angka.
· Sikap keagamaan represif meskipun masih banyak bertanya
· Melempar atau menangkap bola kecil dengan jarak 5- 10 meter
· Menyapa dengan tutur kata yang sopan.
· Mampu bergaulakrab dengan kawannya,bermain bersama dan Mengadakaneksperimen kelompok.
IV. Daftar Pustaka
Anita Wool folk , Educational Psychology : Active Learning Edition Edisi Kesepuluh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
Arthur S. Reber dan Emily S. Reber , KamusPsikologi, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010 ), 838
Derek Hook, etall [ed], DevelopmentalPsychology, Lansdowne: UTC Press, 2002
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung : PT Remaja Rosda karya,2009
Diadaptasikan dari Sue Price, 100 Ide Kreatif Mengajarkan Alkitab kepada Anak-anak, Yogyakarta: Penerbit Buku dan Majalah Rohani Andi, 2003
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak (Jilid2), Jakarta : Erlangga,1978
Ernawulan Syaodih, Perkembangan Anak Usia Dini (Usia6-8Tahun), Bahan Pelatihan Pembelajaran Terpadu Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi, 2003
Jane Brooks, The Proses of Parenting, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011
John W. Santrock, Life- Span Development Jilid I, Jakarta : Erlangga, 2002
Nurani Soyomukti, Teori- teori Pendidikan dari Tradisional ,(Neo) Liberal, Marxis Soialis ,hingga Postmodern, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media,2016
Robert A. Baron ,dan Donn Byrne , Psikologi Sosial Jilid 1, Jakarta : Erlangga, 2004
Saparinah Sadli, Berbeda tetapi Setara : Pemikiran tentang Kajian Perempuan, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2010
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung : PT Remaja Rosda karya, 2004
Post a Comment