wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Surat-surat 1 Petrus




Surat-surat 1 Petrus








I. Pendahuluan

Surat Petrus yang Pertama (disingkat Surat 1 Petrus) adalah salah satu surat yang terdapat di dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen. Surat ini termask dari surat Am atau Katolik, yang dituis dengan keadaan kesulita dan ancaman dari masyarakat kekristenan. Petrus mengakui bahwa surat Pertama ini di bantu dengan Silas.

II. Pembahasan

2.1. Latar belakang

Surat ini termasuk surat Am atau Katolik. Ditulis dalam keadaan kesulitan dan ancaman dari masyarakat tentang kekristenan. Sebab itu, surat ini sangat dalam dan konkret sebagai bekal perjalanan seorang musafir.

Surat ini merupakan yang pertama dari dua surat PB yang di tulis oleh rasul Petrus dengan bantuan Silas (Yun. Silvanus) sebagai juru tulisnya (1Pet 5:12). Kemahiran Silas dalam bahsa Yunani dan gaya menulis tercermin di dalam surat ini, sedangkan bahasa Petrus kurang halus tampak dalam surat 2 Petrus. Nada dan isi surat ini cocok dengan apa yang Yesus selama bertahun-tahun melandasi ingatanya kembali akan kematian (1Pet 1:11,19; 1Pet 2:21-24: 1Pet 3:18; 1Pet 5:1) dan kebangkitan Yesus (1Pet 1:3,21; 1Pet 3:21), secara tidak langsung Petrus tampaknya juga menunjuk kepada penampakan diri Yesus kepadanya di Galilea setelah kebangkitan (1Pet 2:25; 1Pet 5:2a ; bd Yoh 21:15-23). Tambahan lagi, terdapat banyak persamaan di antara surat ini dengan khotbah-khotbah Petrus yang tercatat dalam Kisah Para Rasul.
2.2. Pengarang Surat

Permulaan surat ini diawali dengan menyebut Petrus Rasul Tuhan Yesus (1Ptr. 1:1) yakni Simon. Ia menyebut dirinya sebagai saksi. Dalam menulis surat, ia di temani oleh Silwanus (1Ptr. 5:12), bahkan kemungkinan Silwanus diangkat menjadi sekretaris Petrus. Silwanus menulis surat atas perintah dan diakte Petrus sendiri (1 Ptr. 5:12-14). Sekaligus Silwanus sebagai pembawa surat.

2.2.1. Tempat dan Waktu

Apabila Petrus sebagai pengarang surat, penulisan terjadi dengan mempertimbangkan beberapa informsai yaitu:

1. Waktu Paulus di tawan di Roma atau Spanyol sekitar tahun 64 atau 66. Sedangkan tempatnya di “Babel” sebagai samaran untuk Roma Baru, yakni pusat kejahatan (1Ptr, 5:5-13).

2. Apabila yang di sebut sebagai Roma baru adalah Babel, berarti waktunya sekitar tahun 75, tetapi mungkin saja bukan Petrus yang menulis.

3. Mungkin juga di Mesir sekitar tahun 60-62.

Dalam hal ini, informasi pertama seperti diatas lebih memungkinkan berdasarkan indikasi ancaman kepada orang Kristen (1 Ptr. 4:14, 16). Hal ini terbukti dengan adanya surat menyurat antara Gubernur Plinius dari Provinsi Bitinia dengan Kaisar Trayanus di Roma. Namun demikian, Suasana ancaman seperti itu memuncak pada pemerintahan Kaisar Nero.

Bahwa dalam surat ini kedatangan Tuhan masih dinantikan dengan segera, menahan kita untuk menempatkannya setelah abad pertama. Argumen ini berlaku juga atas soal pengarang. Bahwa surat-surat Paulus diketahui dan Injil tersiar sampai ke Pontus (Pinggir pantai Laut Hitam), mendorong kita untuk menduga waktu yang agak lama kemudian.

Jika Petrus dianggap sebagai pengarangnya, surat ini paling baik ditempatkan ketika Paulus ditawan di Roma dan Spanyol. Mengingat surat ini ditujukan kepada wilayah yang separuhnya termasuk daerah perkerjaan Paulus. Jadi, menurut perhitungan kita, entah ± tahun 64, atau tahun 66.



2.2.2. Maksud dan Tujuan

Sesuai dengan pengakuan penulis sebagai Martir, penulis. Member nasihat kepada para pembaca demikian:

1. Janganlah tawar hati untuk menghadapi penderitaan, sedangkan kebangkitan Kristus sebagai jaminan.

2. Mengikut Kristus dalam penderitaan dan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Bersukacita dalam penderitaan dalam Kristus.

Nyatalah dari hal yang baru dikatakan itu, bahwa suratini sebenar- benarnya adalah surat katolik (Am).”Surat” sebab mengenai keadaan yang tertentu, jadii bukan karangan umum saja; katolik (am) sebab ditunjukan kepada semua orang yang merasa bersangkutan.

Menngenai maksud surat ini, sudah juga muncul dalam bagian yang lalu: satu-satunya hasrat pengarang ialah untuk menguatkan pembaca di dalam penderitaan, janganlah mereka tawar hati. Sebab Allah, “karena rahmat-Nya yang besar, telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus kepada suatu hidup yang penuh harapan untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu”(1:3, 4).

2.2.3. Alamat Surat

Surat Petrus ini di alamatkan kepada:

1. Musafir adalah orang yang terpilih dan yang percaya yang tersebar di luar Palestina (Dispora), itulah ekklesia (1 Ptr. 1:1).

2. Orang Kristen di mana pun berada.

2.3. Surat 1 Petrus

2.3.1. Penerima Surat

Alamat surat ini sama dengan yang tertera di bagian atas Surat Yakobus. Tetapi lebih tegas dinyatakan pengasingan yang di dalamnya ktia berada: orang pilihan, yaitu “orang-orangpendatang yang tersebar di….” (1:1).

Gereja, ekklesia, ialah orang yang dipilih Allah (eklektoi), itulah sebab-nya kita ini pendantang yang tersebar (1:17; 2:11). Di tambahkan pula di sini tempat tinggal mereka, yakni seluruh Asia kecil, kecuali wilayah di sekitar Antiokhia. Mengingat hal-hal konkret yang disinggung itu, agaknya surat ini mula-mula betul ditunjukan kepada orang-orang Kristen di wilayah tersebut, namun terkandung maksud yang lebih luas: tiap-tiap orang Kristen, di mana pun ia berada, boleh memperhatikan isinya.

Dari hal-hal yang disebut di atas ini terus nyata, bahwa penerima dihambat (1:6,7; 3:14,17; 4:1, 12-14; 5:8.9), diejek (3:9, 16), bukan karena suatu sebab, melainkan karena Kristus (4:14, 16).

Siapa yang menjadi musuh mereka? Sesama manusia, yang menggangu, ataukah pemerintah resmi (Roma)? Pandangan tentang ini berlainan. Pada hemat kami, bahan-bahan yang lebih mendukung dugaan pertama, 2:12, 15; 3:14-16, member kesan bahwa yang melawan mereka ialah sekelompok orang bukan Kristen di tengah masyarakat; di sini bukan suasana mahkamah. Ketaatan yang dituntut terhadap pemerintah tanpa menyebut pengecualian, dan penelian positif terhadap (2:13-17) kurang cocok dengan keadaan, waktu dilancarkan penghambatan resmi yang pertama di Asia Kecil (Kaisar Trayanus, 98-117). Pada waktu itu wali pemerintah, Plinus Muda, ragu-ragu bagaimana seharusnya tindakannya terhadap orang Kristen, sebab mereka sudah banyak dalam daerahnya, terhadap orang Kristen, sebab mereka sudah banyak dalam daerahnya, yakni Asia Kecil. Ia meminta nasihat dari kaisar dan dalam surat balasan yang di terimanya dikatakan bahwa ia hanya perlu bertindak bilamana orang-orang Kristen didakwa dengan resmi, dan di dalam keadaaan itu di hadapan patung kaisar. Aneh jika dalam kesulitan yang demikian itu nasihat pengarang hanyalah: “Tunduklah, karena Allah, kepada semua manusia” (2:13).

2.2.3. Situasi di Balik Surat ini

Surat ini ditulis ketika penindasan terjadi. Orang-orang Kristen berada dalam berbagi pencobaan (1:6). Mereka difitnah sebagai dalam perilaku-perlaku kejahatan (3:16). Suatu siksaan yang berat sedang menguji mereka (4:12). Ketika mengalami penderitaan, mereka menyerahkan diri-nya kepada Allah (4:19). Mereka merasa lebih baik menderita demi kebenaran (3:14). Mereka turut mengambil bagian dalam penderitaan yang menimpa saudara-saudara Kristen di seluruh dunia yang dipanggil untuk tabah menanggung semua (5:9). Di balik surat ini orang-orang Kristen sendang menghadapi ujian berat, fitnah, dan penderitaan demi Kristus. Dapatkah kita mengidentifikasi situasi ini.

Ada saat dimana orang Kristen memiliki sedikit rasa takut yang datangnya dari pemerintahan Romawi. Dalam kitab Kisah Para Rasul berulang kali para hakim Romawi, Prajurit, dan para pejabat Romawi menyelamatkan Paulus dari kemarahan orang-orang Yahudi dan kafir. Sebagaimana yang di laporkan oleh Gibbon, pengadilan kafir jelas membuktikan telah memberikan perlindungan dari kemarahan pihak sinagoge. Alasannya, pada masa-masa awal pemerintahan Romawi belum dapat membedakan antara orang Yahudi dan orang Kristen, dalam kekaisaran Romawi ada disebutkan religio licita, agama yang diizinkan, sehingga orang-orang Yahudi memiliki kebebasan penuh untuk berbakti dengan caranya sendiri. Namun, tidak berarti orang-orang Romawi mengenai situasi yang sebenarnya, seperti yang mereka lakukan di Korintus (Kis.18:12-17).

2.2.3. Isi

Surat ini dimulai (1:3-12) dengan suatu ungkapan pujian kepada Allah. Melalui Dia para pembaca telah di lahirkan kembali dalam suatu harapan yang hidup dan tak dapat dipadamkan oleh penderitaan, juga dalam pengharapan akan keselamatan mulia yang didasarkan pada kebangkitan Yesus Kristus dari kematian. Hal ini diikuti oleh serangkaian anjuran. Kelahiran kembali itu harus diungkapkan dalam hidup yang kudus (1:13-21), dalam kasih yang tulus ikhlas kepada saudara-saudara (1:22-25) dan dengan menjauhkan segala kejahatan (2:1-10). Di sini, juga kemudian, yang imperative selalu didasarkan kepada pelbagai indiaktif. Dari 2:11 dan selanjutnya anjuran-anjuran ini menjadi lebih terinci. Anjur-anjuran berkaitan dengan perilaku orang Kristen dunia (2:11-12), penundukan diri kepada pemerintah (13-17) dan ketaatan penuh kesabaran yang disiapkan bahkan untuk menanggung ketidakadilan (18-25). Para istri (3:1-6) dan suami (ay.7) disapa dalam sejenis daftar tanggung jawab keluarga, dan kemudian semua anggota Gereja dianjurkan untuk saling bersikap ramah-tamah (3:8-12). Cara hidup demikian akan membawa kepada penderitaan (3:13-17), tetapi ini dapat ditanggung (3:18-22) bila kita ingat Kristus dan jalan yang diambil-Nya (acuan kepada kematian-Nya bagi dosa-dosa dan ‘perendahan-Nya’). Suatu penolakan penuh terhadap cara hidup lama dituntut dari kita (4:1-3), dan orang harus menghadapi keheranan kenalan lama mereka yang tetap tinggal kafir (4:4-6). Surat itu kini tampaknya hampir tiba penutupnya. Setelah peringatan akan akhir segala sesuatu yang makin dekat, perintah untuk mengasihi ditekankan sekali lagi dan para pembaca didorong untuk bersikap ramah. Pesan 1 Petrus disimpulkan dalam suatu tuntutan agar semua yang dilakukan dan dikatakan seseorang, dilakukan dan diucapkan seolah-olah dihadapan Allah, dan anjuran ini kemudian disusul dengan doxologi (4:7-11).

Akan tetapi, surat itu dimulai lagi, Gereja-gereja harus bertahan dalam penganiayaan dahsyat yang terjadi saat ini, karena penderitaan adalah kehormatan sejauh orang menanggungnya sebagai orang Kristen dan bukan sebagai penjahat (4:12-19). kemudian muncul daftar tugas lebih lanjut. Di situ para ‘penatua’ (5:1-4) dan anggota-anggota yang muda (5a) dianjurkan dan di ingatkan agar saling memperlihatkan kerendahan, khususnya mengingat’ singa yang mengaum-ngaum’yang berkeliaran (5:5b-9). Sebuah berkat dan doxologi (5:10-11) di susul oleh kesimpulan (12-14) yang menyebutkan Silwanus sebagai penyalinannya dan menyampaikan salam dari ‘kawanmu yang terpilih (yaitu gereja) yang di Babilon’, dan dari Markus, yang di gambarkan sebagai ‘anak’ si pengarang.



2.2.4. Pengarang

Salam pada permulaan surat ini adalah tegas; kesalahpahaman tak muungkin. Hanya seorang saja yang patut disebut: “Petrus, rasul Yesus Kristus” (1:1). Atas dasar ini keterangan singkat seperti 1:12; 5:1, 13 mendapat arti juga: Injil dikabarkan kepada penerima oleh orang lain, bukan oleh Petrus; pengarang menyebut dirinya “saksi penderitaan Kristus”. Saksi (Yun.: martus), hamper selalu digunakan dalam perjanjian Baru untuk orang yang hadir pada suatu peristiwa. Itulah umumnya yang dikenakan kepada rasul-rasul. Di sini pu agaknya artinya bukanlah yang bersaksi tentang penderitaan Kristus, melainkan yang hadir dan melihat dengan mata kepalanya sendiri. Akhirnya, ada salam dari “Markus anakku”. Semua penafsir setuju bahwa orang yang dimaksudkan tak lain dari Yohanes Markus, pengarang Injil. Menurut tradisi, ia menyertai Petrus selaku penerjemah beberapa waktu lamanya. Demikianlah sapaan “anakku” itu menjadi jelas.

2.4. Masalah Sastra

Bila kita menerima bahwa ‘surat’ ini memiliki cirri-ciri yang amat jelas sebagai suatu “sapaan yang berisi anjuran” khususnya karena caranya menggunakan bahan paranestis yang paling tidak sebagian sudah ada dalam bentuk lisan ataupun tertulis- masalah yang muncul ialah apakah pengarang naskah ini mengambil bahannya secara langsung dari tradisi paranetis atau apakah kita dapat menelusuri suatu tahap awal ketika tradisi itu berbentuk sastra.

Suatu titik tolak diberikan oleh jeda yang jeals tampak setelah 4:11.

Jeda ini mencolok bukan saja dari titik pandang sastra, karena tampaknya di situ pun terdapat perbedaan-perbedaan isi antara yang sebelum dan sesudahnya. Perbedaan yang paling mencolok ialah sikap mengenai penderitaan. Dalam 1:3-4:11 penderitaan digambarkan sebagai suatu kemungkinan (1:6), yang muncul dari perlilaku baru orang-orang Kristen di lingkungan Kafir yang lama (4:4; Bnd. 3:14). Tak ada petunjuk sama sekali bahwa ‘penderitaan’ ini merupakan akibat dari penganiayaan (3:17), tetapi setelah jeda hal itu menjadi sangat berbeda. Langsung dalam 4:12 terdapat acuan kepada ‘nyala api siksaan ‘yang jelas berarti penginayaan, dan kemudian kita diberitahu bahwa hal ini telah terjadi atas mereka yang menjadi alamat surat ini dan juga pada orang-orang Kristen di segala tempat di segala tempat (5:8-9). Penekanan-penekanan yang berbeda ini hampir tak mungkin hanya kebetulan, dan karena itu harus disimpulkan- dengan tepat- bahwa 1:3-4:11 mewakili naskah yang asli dan ia diperluas oleh 4:12 dyb. Pada tahap kemudiaan.







2.4.1. Proses Penyuntingan

Pada suatu masa ketika Gereja di dunia (5:9) mengalami penganiayaan, si pengarang mengambil sebuah sapaan dalam rangka baptisan yang pernah di pakai dan menggunakannya untuk memberikan konteks naskah seperti yang kita kenal ini, 1:3-4:11 memang benar-benar suatu peringatan akan baptisan, yang dimaksudkan untuk menguatkan para pembacanya agar bterhana dan berekun dalam pengainayaan yang kini sedang terjadi.

Berdasarakan sejumlah alasan amatlah tidak mungkin mengganggap Petrus pengarang karya ini. Isinya tidak menampilkan suatu ‘ciri Petrus’ dalam cara apa pun. Bila nama itu lenyap dari pendahuluannya, kemungkinan besar orang akan menduga bahwa pengarangnya adalah seorang murid Paulus mengingat peristilahan dan alur pemkirannya. Naskah ini bersifat seperti 2 Tesalonika, Efesus, Kolose, dan surat-surat. Penggembalaan dalam arti bahwa ia mengambil teologi Paulus pada beberapa kesempatan, dan karena itu kita akan memiliki alasan yang kuat untuk menyebutnya ‘psedo-Paulus’. Hal ini membiat kita sulit sekali untuk membayangkan Petruslah pengarangnya.

Yang juga mengejutkan ialah bahawa para penerima yang disebutkan dalam pendahuluannya hidup di daerah penginjilan yang dikatikan dengan Paulus dan jeals sekali dibayangkan sebagai orang-orang Kristen bukan asal Yahudi. Sulit bagi kita untuk mengembangkan teori-teori untuk menjelaskan mengapa Petrus harus menulis surat kepada orang-orang itu. Di samping itu, hal tersebut akan membuat ia muncul dengan aneh, mengingat Galatia 2:7. Bahasa Yunani yang amat fasih dalam karya ini- sama sekali tak mungkin karya terjemahaan-serta penggunaan yang umum terhadap LXX adalah alasan-alasanlebih lanjut untuk meragukan kepengarangan Petrus.

2.4.2. Ringkasan

1. Salam, 1, 2

2. Prespektif dan penderitaan, 1:3-2:10

3. Tekanan dan Penderitaan, 2:11-4:6

4. Pelayanan dan Penderitaan, 4:7-11

5. Bersaksi dan Penderitaan, 4:12-19

6. Sikap Pribadi dan Penderitaan, 5:1-11

7. Penutup, 5:12-14.

2.4. Ciri-ciri Kitab 1 Petrus

1. Bersama dengan surat Ibrani dan kitab Wahyu, berita surat ini beriksar pada orang percaya yang menghadapi kemungkinan penganiayaan yang berat karena persatuan mereka dengan Yesus Krtistus.

2. Surat ini memberikan pengarahan praktis bagaimana orang Kristen harus menanggapi penganiayaan dan penderitaan yang tidak adil, lebih daripada kitab lainnya dalam PB (1 Pet 3:9-5:11).

3. Petrus menekankan kebenaran bahwa orang percaya adalah pendatang dan perantau di dunia ini ( 1 Pet 1:1; 1 Pet 2:11).

4. Banyak nama untuk umat Allah dari PL digunakan untuk orang percaya PB (mis. 1 Pet 2:5,9-10).

5. Surat ini berisi ayat PB yang paling sulit di tafsirkan: kapan, dimana dan bagaimana Yesus “memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, pada waktu Nuh” (1 Pet 3:19-20)

2.4.1. Surat-surat Katolik atau Umum

Surat Petrus yang Pertama termasuk ke dalam surat-surat Perjanjian Baru yang dikenal sebagai Surat-surat Katolik atau umum. Ada dua penjelasan terhadap ke dua nama( sebutan) tersebut:

(i). Disarankan agar surat-surat ini disebut demikian sebab ditujukan pada gereja secara luas, berbeda dari surat-surat Paulus yang hanya di tujukan pada jemaat tertentu. Surat Yakobus di alamatkan pada komunitas tertentu sekalipun tersebar luas. Surat tersebut ditulis pada kedua belas suku yang berada di perantauan (Yak.1:1). Tidak diperlukan alasan untuk menjelaskan mengapa Surat Yohanes yang kedua dan ketiga ditujukan pada komunitas-komunitas tertentu. Meskipun Surat Yohanes yang Pertama tidak memiliki tujuan yang khusus, tetapi jelas tertulis mengenai kebutuhan-kebutuhan dan bahaya-bahaya yang dihadapi oleh suatu komunitas tertentu yang ada dalam pikrian penulisnya. Surat Petrus yang Pertama di tulis kepada orang-orang pendatang yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, dan Bitinia (1 Ptr. 1:1). Surat-surat Umum memang memiliki jangkuan yang lebih luas dibandingkan dengan surat-surat Paulus, dan surat-surat itu ditujukan pada komunitas tertentu.

(ii). Dengan demikian, kita harus menoleh pada penjelasan yang kedua- bahwa surat-surat ini disebut Katolik atau Umum sebab diterima sebagai Tulisan Suci oleh semua gereja. Hal ini berbeda dari sebagian besar surat lain yang memiliki wibawa lokal dan sementara, namun tak pernah di terima secara universal sebagai tulisan Suci. Pada saat surat-surat ini ditulis, gereja sedang mengalami ledakan. Kita memiliki banyak surat yang ditulis lebih kemudian- Surat Clement dari Roma yang ditujukan pada Jemaat Korintus, Surat Barnabas, surat-surat Ignatius, dan surat-surat Polikarpus. Semua surat ini dinilai sangat berharga, khususnya dalam gereja-gereja yang bertujuan surat-surat tersebut. Namun, surat-surat tersebut tak pernah dinilai memiliki wibawa bagi semua gerej. Pada pihak lain, Surat-surat Katolik atau Umum secara bertahap memperoleh tempat dalam Alkitab dan diterima oleh semua gereja. Di sinilah letak penjelasan yang benar mengenai judul surat-surat ini.

2.4.2. Surat yang dicintai

Dari semua Surat Umum barangkali benar bahwa Surat Petrus yang pertama yang paling dikenal,disukai, dan banyak dibaca. Tak seorang pun pernah meragukan keindahan surat ini. Mengenai hal ini. Moffat menulis, “Semangat mengagumkan dari surat penggembalaan ini terpancar melalui setiap terjemahan teks Yunaniny. ‘Memikat, menyenangkan, sederhana, dan bersahaja’ merupakan empat sifat dari surat Yakobus, Yohanes dan Petrus yang pertama yang pantas diunggulkan”. Surat ini keluar dari hati seorang gembala yang penuh cinta kasih demi menolong umatnya yang sedang dan akan mengalami hal-hal yang buruk. “Inti pesannya,” kata Moffat, “ dorongan yang terus menerus agar tabah dalam perilaku dan bersih dalam watak.” Ciri yang khas surat ini ialah kehangatan. E.J. Goodspeed menulis, “Surat Petrus yang Pertama adalah salah satu tulisan yang paling menggugah hati dari sejumlah tulisan yang berasal dari masa penindasan.” Sampai hari ini, salah satu surat yang paling mudah dibaca dalam Perjanjian Baru ialah Surat Petrus yang Pertama sebab tak pernah kehilangan daya tariknya yang menggugah hati.



2.4.3. Status Orang Kristen

Tema- tema itu muncul pada ayat-ayat awal, di mana kita diberitahukan bahwa surat ini ditulis kepada “Orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, dan Bitinia” (1 Ptr.1:1). Pembukaan ini mirip dengan surat Yakobus. Kita melihat di situ bahwa “umat Allah” di perantauan dapat mengacau pada orang Yahudi. Tetapi kemungkinan besar yang dimaksud ialah jemaat. Dalam hal ini, sama sekali tidak disangsikan bahwa yang dimaksudkan adalah para pembaca Kristen bukan-Yahudi (1 Ptr. 1:14,18; 2:9-10;4:3).

Pemberian salam dari awal surat diikuti dengan ucapan syukur kepada Allah, tetapi ini segera disusul dengan suatu ajakan. Para pembaca Surat 1 Petrus diajakan supaya memuji Allah atas kebaikan-Nya kepada mereka, “sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai- berbagai pencobaan” (1 Ptr. 1:6). Ia memberitahukan bahwa cobaan-cobaan seperti itu tidak ada artinya bila diperhadapkann dengan kuasa Allah. Orang Kristen sudah mengetahui sedikit mengenai hal ini dalam hidup baru yang mereka nikmati melalui Yesus. Mereka juga dapat menunggu dengan penuh harap akan “hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya” (1 Ptr.1:7), bilamana mereka akan bertemu dengan Dia muka berhadapan muka. Orang Kristen bukan- Yahudi yang sederhana mungkin akan merasa sulit untuk mengerti hal ini- bahkan para malaikat pun tidak dapat memahami sepenuhnya- tetapi apa yang sedang terjadi atas diri mereka sekarang, dan hidup yang akan mreka alami di masa depan, senuanya merupakan bagian rencana Allah yang mula-mula diungkapkan dalam Perjanjian Lama.



2.4.4. Perkembangan Kekristenan

Penulis melanjutkan dengan mengingatkan pembaca-pembacanya bahwa menrima berita baik mengenai Yesus membawa tanggung jawab di samping memperoleh hak-hak istimewa. Mereka tidak boleh lupa bahwa mereka di panggil untuk menyampaikan iman merkea kepada orang lain, baik dengan kata maupun perbuatan. Sebagai hasil kematian dan kebangkitan Kristus, “kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyang itu” (1 Ptr. 1:18). Dengan mengingat kembali makna semuanya itu, orang Kristen harus menaati Allah, dan membagi kasih Allah dengan sesama.

Mereka juga harus bertumbuh dan berkembang dalam pengalaman kristini, dengan merindukan makanan rohani sama seperti seorang bayi meridukan susu ibunya. Dengan demikian mereka akan betumbuh sebagai orang Kristen. Sehingga mereka dapat datang “ sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus berkenan kepada Allah” (1 Ptr. 2:5). Pada saat orang Kristen menjadi dewasa dengan cara yang demikian, mereka akan memperlihatkan bahwa mereka adalah “ bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kduus umat kepunyaan Allah sendiri” (1 Ptr. 2:9).



2.4.5. Tiga Fakta Besar Dalam Kehidupan Orang Kristen

(i). Orang Kristen dipilih sesuai dengan rencana Allah.

C.E.B. Cramfeild memiliki sebuah komentar yang baik terhadap frasa ini, “Jika seluruh perhatian kita di pusatkan pada kemarahan atau sikap acuh tak acuh dari dunia ini atau hal-hal yang sangat kecil dari kemajuan kita sendiri dalam kehidupan Kristen, boleh jadi kita berkecil hati.”Ketika kita berkecil hati baiklah kita ingat bahwa gereja Kristen terbentuk menurut rencana dan maksud Allah dan, jika ini benar menurut-Nya, pasti tidak akan pernah gagal.

(ii). Orang Kristen dipilih untuk dikuduskan oleh Roh. Luther berkata, “Aku percaya bahwa aku tidak dapat dengan alasan dan kekuatanku maupun datang kepada-Nya.” Bagi orang Kristen, Roh Kudus sangatlah penting dalam setiap langkah dan setiap bagian kehidupan Kristiani-nya. Roh kudus yang pertama kali membangunkan danlam diri kita kerinduan kepada Allah. Roh kudus yang menyakinkan kita akan kerinduan kepada Allah. Roh kudus yang menyakinkan kita akan dosa dosa kit adan membimbing kita pada salib di mana dosa-dosa yang mencengkeram kita dan untuk melakukan kebijakan- kebijakan yang merupakan buah-buah Roh. Roh kudus yang memberi kita kepastian bahwa dosa-dosa kita telah diampuni dan Yesus Kristus adalah Tuhan. Permulaan, pertengahan, dan akhir kehidupan kristiani adalah karya Roh Kudus.

(iii). Orang Kristen dipilih untuk taat kepada Yesus. Kristus dan menrima percikan darah-Nya. Dalam Perjanjian Lama, ada tiga peristiwa di mana pemercikan dengan darah disebutkan. Bisa saja ketiganya hadir dalam benak Petrus dan ketiganya memberikan sumbangan pemikiran di balik kata-kata tersebut.

2.5.6. Teologi Gereja Mula-mula

Yang paling penting dari semuanya ialah teologi Surat Petrus yang Pertama adalah juga merupakan teologi gereja yang paling awal. E.G. Selwyn telah membuat studi terperinci mengenai hal ini. Ia telah menjawab berbagai pernyataan lewat kesimpulan bahwa gagasan-gagasan teologi Surat Petrus yang Pertama sama persis dengan khotbah-khotbah Petrus yang kita jumpai dalam bagian awal Kitab Kisah Para Rasul.

Pemberian Gereja Mula-mula berdasar pada lima pokok pemikiran. Salah satu sumbagan terbesar yang berasal dari C.H, Dodd terhadap Perjanjian Baru ialah rumusannya mengenai hal tersebut. Pemikiran-pemikiran itu membentuk kerangka kerja seluruh khotbah yang terdapat dalam Gereja Mula-mula, seperti tercatat dalam Kitab Kisah Para Rasul. Inilah fondasi pemikiran seluruh penulis Perjanjian Baru. Ringkasan semua pemikiran dasar tersebut dinamakan kerugma, yang arti nya pemberitaan atau proklamasi seorang pembantu raja yang ditunjukan pada banyak orang.

III. Kesimpulan



IV. Daftar Pustaka

Brotosudarmo,R.M. Drie S,Pengantar Perjanjian Baru.(Yogyakarta:PT ANDI,2017)

Duyverman,M.E,Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru,(Jakarta:BPK Gunung Mulia,2017)

Barclay,William ,Pemahaman Alkitab setiap Hari, (Jakarta:2011),233

Marxen,Willi ,Pengantar Perjanjian Baru, (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2018)

Dunnett,Walter M.t, Pengantar Perjanjian Baru. (Jawa Timur: Gandum Mas, 2013)

Drane,John, Memahami Perjanjian Baru, ( Jakarta:BPK Gunung Mulia,2005)

Sumber Lain

https://www.sabda.org/sabdaweb/biblical/intro/?b=60

https://alkitab.sabda.org/article.php?id=258

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: