Khotbah bagi Orang Dewasa dalam Konteks PAK
Khotbah bagi Orang Dewasa dalam Konteks PAK
I. Pendahuluan
Pendidikan Agama Kristen merupakan usaha yang sangat penting dalam proses pembelajaran orang dewasa, dimana Pendidikan Agama Kristen dapat mengajar, menuntun, membimbing dan mengarahkan orang dewasa untuk melakukan suatu perbuatan yang baik dan tidak melanggar Firman Tuhan. Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang terlebih orang dewasa untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar dan pendidikan ini sudah ditanamkan sejak usia dini. Proses belajar mengajar Alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen juga merupakan suatu usaha untuk membimbing setiap pribadi bertumbuh sesuai dengan dasar kristen melalui cara-cara mengajar yang cocok agar mengetahui dan mengalami maksud dan rencana Allah (Roma 8:29). Disamping itu, peran orang tua dan pendidik juga sangat penting agar tujuan pendidikan orang dewasa bisa berjalan dengan baik. Untuk lebih mengenal Tuhan Yesus, melalui khotbah orang dewasa juga akan mudah memahaminya. Dengan penyampaian khotbah yang sudah sering didengar, maka tidak akan sulit lagi memahami isi Alkitab karena sudah merupakan tafsiran dari seorang pengkhotbah.
II. Pembahasan
2.1. Pengertian PAK
Pendidikan Agama Kristen adalah usaha dan rencana untuk meletakkan dasar Yesus Kristus (2 Korintus 3:13), dalam pertumbuhan Iman Kristus dengan cara mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual agama, yaitu melandaskan iman, pengetahuan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.[1] Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab merupakan dasar Alkitabiah yang perlu dijabarkan dan dikembangkan menjadi pusat proses pendidikan.[2]
Menurut Warner C. Graedorf, Pendidikan Agama Kristen adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, bergantung kepada Roh Kudus, yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat perumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah pengenalan, pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan melengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang mendewasakan para murid.[3]
E. G. Homrighausen juga mengartikan Pendidikan Agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan. Dalam Perjanjian Lama pada hakekatnya dasar-dasar terdapat pada sejarah suci Purbakala, bahwa Pendidikan Agama Kristen itu mulai sejak terpanggilnya Abraham menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan bertumpu pada Allah sendiri karena Allah menjadi peserta didik bagi umat-Nya.[4]
Tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk mengajak, membantu atau menolong, menghantar seseorang mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia datang kedalam persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Hal tersebut dinyatakan dalam kasihnya terhadap Allah, yang dihayati dalam hidupnya sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun perbuatan selaku anggota tubuh Kristus.[5]
2.2. Pengertian Orang Dewasa
Orang dewasa menurut Alkitabiah adalah orang yang dianggap mampu untuk memperlihatkan kebenaran dan kesaksiannya (Bnd. Yehemia 23:12). Orang dewasa dari Perjanjian Lama dibatasi dari segi umur saja, tetapi lebih dominan ditunjukkan oleh kemampuan dan kekuatannya dalam melakukan kehendak Allah. Di dalam perjanjian Lama gambaran orang dewasa adalah seorang yang mulai sadar dan dapat berpikir tentang dunia luar dan dirinya sendiri. Sedangkan dalam Perjanjian Baru tidak ditemukan batasan tertentu tentang seseorang yang dikatakan dewasa. Namun dalam 1 Timotius 4:12 mengatakan bahwa “Janganlah seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang percaya dalam perkataanmu, tingkah lakumu, dalam kasihmu dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” Dari kesaksian ini terlihat bahwasannya orang dewasa merupakan orang yang dianggap belum mampu, namun sebenarnya telah mempunyai kemampuan jika setia kepada Tuhan dan suci dalam perbuatan.[6]
Secara umum orang dewasa adalah orang yang sudah mengerti membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, Pemikirannya tidak seperti anak-anak lagi melainkan dapat berpikir lebih abstrak, hidup mandiri dan bertanggung jawab. Orang dewasa secara umum juga mempunyai rasa ketidakamanan tertentu, bergerak dalam pekerjaan, mempunyai pandangan hidup yang beraneka ragam dan mengalami gaya hidup baru.[7]
2.3. Pengertian Khotbah
Khotbah adalah satu cara yang dipakai untuk mengkomunikasikan pesan. Dalam tradisi Kristen, pesan ini didasarkan pada apa yang tertulis di dalam Alkitab atau yang biasa disebut kabar baik. Pesan yang diberitakan itu disebut Kerygama (pesan dari teks Alkitab yang telah ditafsirkan sebelumnya). Cara mengkomunikasikan khotbah juga berbeda dengan cara komunikasi lain. Khotbah di bukit merupakan salah satu contoh khotbah yang dilakukan oleh Yesus. Dalam pemberitaan-Nya tersebut berisi tentang Kerajaan Allah yang akan datang dan juga berisi panggilan atau seruan Yesus kepada setiap orang untuk bertobat. Selain Yesus, tokoh yang terkenal dengan khotbahnya di dalam Perjanjian Baru adalah Paulus. Pemberitaan berita dari Paulus terpusat pada kematian dan kebangkitan Kristus menurut Kitab Suci.[8]
Khotbah berarti menyampaikan Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab. Oleh sebab itu haruslah teliti dengan seksama bahwa yang menjadi pusat pemberitaan khotbah adalah apa yang telah dilakukan Tuhan kepada manusia, dan bukan pengetahuan manusia dengan Tuhan. Artinya apa, kita tidak boleh menyatakan telah mendengarkan khotbah jika kita hanya melihat khotbah pada batu, demikianlah pula sebuah pewartaan tidak boleh dinamakan khotbah jika yang diberitakan bukan Injil, yaitu kebenaran Allah yang dinyatkan didalam Alkitab yang secara teristimewa dinyatakan didalam Kristus.[9]
2.3.1. Khotbah Menurut Alkitab
2.3.1.1. Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama terdapat kata-kata yang sering digunakan untuk mendefenisikan makna khotbah, yaitu qohelet (pengkhotbah), basar (memberitakan kabar baik), qara (memanggil, menyatakan) dan qiri’a (berkhotbah).[10] Biasanya yang dikhotbahkan di dalam Perjanian Lama adalah tindakan Yahwe melalui hukuman menuju keselamatan.[11] Ada beberapa pengkhotbah dalam Perjanjian Lama yang dapat diangkat sebagai contoh:
1. Nuh, “Pemberita kebenaran” (2 Petrus 2:4-5).
2. Yunus, “Orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus” (Matius 12:41).
3. Musa ketika menjawab panggilan Tuhan “Ah Tuhan aku ini tidak pandai berbicara.” Namun, Tuhan berbicara kepadanya “Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kau katakan” (Keluaran 4:10-16).[12]
2.3.1.2. Perjanjian Baru
Kata yang sering digunakan dalam perjanjan baru adalah eungelizo (memberitakan kabar baik), kcryks (pewarta), kcrusso (memberitakan sebagai pewarta), diangello (menyebar luaskan) dan katangello (memberitakan dengan hikmat).[13] Khotbah adalah pemberitaan suatu kabar kesukaan, ditujukan kepada jemaat berhubungan dengan apa yang dialami dan diperlukan jemaat yang bersangkutan, dan suatu ajakan kepada hidup Kristen yang diperbaharui berdasarkan kabar kesukaan tersebut.[14]
Beberapa pengkhotbah dalam Perjanjian Baru, yaitu:
1. Dalam Perjanjian Baru nampak bahwa Yesus Kristus sendiri menganggap bahwa hal mengajar orang sebagai tugasNya yang paling penting (Markus 1:38-39).
2. Disamping itu Ia menyembuhkan orang sakit dan membuang setan-setan, akan tetapi hal itu dianggap sebagai tanda-tanda saja yang mengiringi perkabaran Injil sambil meneguhkannya (Markus 16:20).[15]
3. Dalam Kisah Para Rasul 8:4-25 mengisahkan tentang Filipus yang berkhotbah di Samaria. Ia memberitakan Mesias kepada orang Samaria. Orang Samaria memberi respon positif atas khotbah Filipus sehingga mereka menjadi percaya kepada Tuhan Yesus.
4. Dalam Kisah Para Rasul 2 menuliskan pengalaman Rasul Petrus berkhotbah pada hari Pentakosta. Hari itu tiga ribu orang percaya kepada Tuhan Yesus dan memberikan diri untuk dibabtis. Petrus menggunakan model Naratif (Bercerita) dan perubahan hatinya.[16]
2.3.2. Khotbah Menurut Para Tokoh
2.3.2.1. Marthin Luther (1438-1546)
Menurut Luther pembacaan dan hermeneutik penafsiaran Firman Tuhan termasuk dalam tugas pengkhotbah. Khotbah bertujuan untuk memberitakan Firman Allah yang tertulis pada masa lampau menjadi hidup yang aktual pada masa kini. Pada dasarnya setiap orang kristen adalah pengkhotbah. Itulah artinya Alkitab harus disebarluaskan kepada semua warga gereja dan diterjemahkan ke dalam bahasa setempat agar Firman Tuhan itu dibaca, dimengerti dan dipahami orang kristiani.[17]
2.3.2.2. Augustinus (354-430)
Agustinus mengatakan bahwa khotbah mencakup unsur mengajar (decore) dan menyenangkan hati (delectere).Khotbah merupakan percakapan yang penuh arti atau flektere, yaitu percakapan yang menimbulkan rasa cinta, keinginan dan kerinduan aka nisi percakapan dalam khotbah.[18] Agustinus merumuskan tujuan khotbah dengan tiga hal, yaitu:
a. Pateat: supaya kebenaran semakin luas diketahui
b. Placeat : supaya kebenaran diterima dengan gembira
c. Moveat : supaya kebenaran semakin menggerakkan orang.[19]
2.3.2.3. Origenes (185-254)
Origenes mempelopori metode menerangkan dan metode mengkhotbahkan firman Tuhan secara somatis, psikis, dan pneumatic.Somatis berarti menerangkan firman Tuhan sesuai dengan arti, tujuan, maksud yang tertulis. (Mat.5:39). Psikis artinya mencari pengertian lain dan lebih luas dari yang tertulis dalam teks Mat.5:42. Psikis berasal dari psuhe dalam bahasa yunani jiwa.Jadi, kita mencari dan mengusahakan keterangan khotbah yang luas dan mendalam.Pneumatis (Roh) artinya jauh lebih dalam lagi dalam arti Psikis. Dalam kaitan inilah timbul pengajaran dan pengertian Origenes akan pentingnya metode alegoris, yaitu mengatakan yang lain dari pada diiucapkan.[20]
2.3.2.4. Andreas Gerhard Hyperius (1151-1564)
Hyperius mengutip ayat Alkitab dari 2 Timotius 3:16 sebagai dasar homiletika. Dari ayat ini dia mengatakan ada lima fungsi khotbah, yaitu: didaskali (mengajar), redargutivum (menantang), institutivum (mendidik), coriviendum (mengingatkan, menasehatkan), consolatorium (penghiburan).[21]
2.3.2.5. Yohanes Calvin (1509-1564)
Menurut Calvin, Alkitab perlu ditafsirkan melalui khotbah. Alkitab membutuhkan khotbah melalui tafsiran agar teks Alkitab dimengerti dan dipahami menjadi kata-kata yang hidup dari firman Allah. Melalui khotbah, rencana Allah menyelamatkan menjadi pemberitaan Injil untuk umat manusia. Khotbah merupakan kelanjutan tugas kenabian dan tanda kasih karunia Allah yang besar karena khotbah berbicara dengan manusia. Demi anugerah Allah, suara, perkataan, dan bahasa yang terbatas menjadi alat Tuhan. Inilah batas (keuntungan) khotbah oleh pekerjaan Roh Kudus agar perkataan manusia dan bahasanya dimuliakan serta diberkati. Perkataan Tuhan menjadi nyata melalui manusia. Pengkhotbah meneruskan fungsi nabiah dalam khotbah.
2.3.2.6. Zwingly (1484-1531)
Menurut Zwingli khotbah adalah eksplicatio (eksplikasi: menggali isi Firman Tuhan) dan aplicatio (aplikasi: menghubungkannya dengan kehidupan konkrit). Dari seminar dan khotbah tersebut maka muncullah: kebaktian khotbah (ini merupakan kebalikan kebaktian sakramen dalam Roma Khatolik). Kebaktian khotbah merupakan unsur pembaharuan gereja dan inilah sumbangan Zwingli untuk homiletika. Khotbah harus didasarkan pada Alkitab yang sudah dituliskan dalam kanon Alkitab, bukan atas yang lain seperti tradisi dan lainnya. Diluar Alkitab yang sudah dituliskan itu bukanlah Firman Tuhan, karena ia senada dengan Marthin Luther yang mengatakan bahwa firman Allah dalam Alkitab adalah karena kekuasaan Roh Kudus. Selain itu menurut Zwingli khotbah merupakan pengantara keselamatan dan alat utama untuk orang Kristen.[22]
2.4. Ciri-Ciri dan Jenis-Jenis Khotbah
2.4.1. Ciri-Ciri khotbah
- Ada pendalaman dan analisis teks Alkitab yang akan dikhotbahkan.
- Isi khotbah memiliki kaitan dengan realitas permasalahan dan kebutuhan jemaat (sesuai dengan situasi yang banyak dihadapi oleh jemaat).
- Berkhotbah dengan baik dan benar dengan berdoa dan meminta hikmat terlebih dahulu kepada Allah.
- Ada retorika (seni dan gaya penyampaian) sehingga jemaat tidak mengantuk dan tetap fokus untuk memperhatikan.
- Ada kesatuan integritas pengkhotbah dengan khotbahnya.
- Khotbah yang disampaikan sederhana dan tidak bertele-tele.
- Isi khotbah menarik namun tetap mengandung nilai-nilai dalam Alkitab.
- Khotbah yang disampaikan terstruktur mulai dari pendahuluan, isi dan penutup.
- Memiliki target atau batasan waktu dalam menyampaikan khotbah.[23]
2.4.2. Jenis-Jenis Khotbah
2.4.2.1. Khotbah Tekstual
Khotbah Tekstual adalah, khotbah yang sumber nats khotbahnya berdasarkan teks satu bagian Alkitab. Sumber nats tekstual biasanya di ambil biasanya di ambil dari bagian nats yang pendek dari satu bagian prikop Alkitab. Khotbah tekstual lahir atau muncul dari garis besar Khotbah, tekstual sendiri muncul dari hasil dari analisi teks dengan menemukan gagasan-gagasan utama yang terkandung dalam teks tersebut.[24]
2.4.2.2. Khotbah Topikal
Khotbah Topikal adalah khotbah yang dimulai dengan tema atau topik yang diangkat oleh pengkhotbah, hal ini bisa didasarkan pada kebutuhan jemaat, atau sesuai dengan situasi dengan kondisi pendengar yang dilayani, dan setelah topik ditentukan maka pengkhotbah mencari ayat-ayat pendukung dalam Alkitab. Kemudian ayat-ayat pendukung diklasifikasikan, dipelajari dan disusun dengan berbagai kaidah dalam homiletika dari teks sampai khotbah, dengan tetap memperhatikan Eksplatio dan Eplicatio yang dikenakan sesuai topik tersebut.[25]
2.4.2.3. Khotbah Ekspositori
Khotbah Ekspositori adalah suatu komunikasi, ide Alkitab yang diambil dari penafsiran yang benar,dikemas dalam bahasa masa kini, diterapkan dan disampaikan oleh pengkhotbah kepada pendengar dalam kuasa Roh Kudus.[26] Penafsiran ekspositori bertujuan dengan membuka, menyingkapkan, membongkar, membeberkan,dan pada akhirnya mempublikasikan hasil dari penggalian tersebut.[27]
2.5. Pandangan PAK Tentang Khotbah Bagi Orang Dewasa
Kurikulum utama bagi orang dewasa adalah isi khotbah, yang direncanakan untuk membimbing orang dewasa. Di samping itu, mereka juga dilibatkan dalam mempelajari sifat bahasa keagamaan dan dampaknya terhadap ucapan Iman. Singkatnya orang dewasa ingin dikenal sebagai pelaku Firman dan bukan hanya sebagai pendengar saja.[28] Pendidikan Agama Kristen dan Khotbah sangat berkaitan erat dalam rangka menumbuhkan nilai-nilai keimanan serta membimbing dan mengajarkan mereka untuk bertumbuh semakin dewasa lagi khusunya dalam Iman kepada Yesus Kristus (Efesus 4: 13-16).[29]
Hasil survei menunjukkan bahwa orang dewasa masa kini mengharapkan khotbah yang relevan dan bermanfaat bagi hidup. Mereka juga senang jika diberikan visi yang besar dan menantang. Selain itu mereka juga ingin dilibatkan dalam tanggung jawab pelayanan. Tentu saja komunikasi yang dilakukan baik dalam khotbah maupun pelayanan perlu disesuaikan dengan pola pikir orang dewasa saat ini. Jika semua hal tersebut tidak terakomodasi maka gereja akan dianggap tidak cocok bagi mereka dan akan lebih memilih kegiatan lain di luar gereja yang dianggap leboh menarik, lebih berguna dan lebih memberikan rasa nyaman bagi mereka.[30]
Salah satu tokoh PAK yaitu Horace Bushnell (1802-1876) memiliki suatu karya buku yang berjudul Christian Nurtureyang isi pokoknya berupa bimbingan dan asuhan Kristen yang tercakup dalam lingkungan rumah tangga dan masyarakat.Yang bertujuan agar mencapai kesalehan dan menjadi anggota yang bertanggung jawab dalam kehidupan jemaat.[31] Selain itu tujuan Pendidikan Agama Kristen serta hubungannya dengan khotbah yaitu menyediakan pengalaman belajar secara teratur melalui seluruh liturgi kebaktian, khususnya melalui khotbah, pembacaan dan penelaahan Alkitab supaya diperlengkapi untuk memanfaatkan iman Kristen yang semakin matang sehingga setiap orang dewasa mampu menyoroti masalah hidup sedemikian rupa, menjadi warga negara yang setia kepada Tuhan dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
Dalam hal ini, sangat diperlukan peran dari andragogy membimbing, sehingga andragogy untuk membimbing orang dewasa dalam proses belajar. Atau sering diartikan sebagai seni dan ilmu yang membantu orang dewasa untuk belajar (the art and science of helping adult learn) yang di dalam praktiknya, pendidikan agama Kristen harus sesuai dengan prinsip pendidikan orang dewasa, yaitu mengenai hukum belajarnya. Sehingga orang dewasa dapat memahami dan mengetahui khotbah itu melalui prinsip pendidikan orang dewasa melalui hukum belajarnya.[32]
2.6. Tujuan Khotbah dalam Konteks PAK
Khotbah bertujuan menyampaikan Injil kepada orang yang beluM percaya, dan juga bertujuan untuk menyampaikan ajaran agama Kristen kepada yang sudah percaya. Khotbah mempunyai sifat-sifat pemberitaan dan pengajaran berdasarkan Alkitab.[33] Menurut Petrus dalam 1 Petrus 4:11, pengkhotbah hendaklah berbicara tentang firman Allah, bukan tentang dirinya sendiri, meskipun pengkhotbah memiliki pengalaman yang luar biasa. Tujuan utama dari khotbah adalah memuliakan Tuhan dan Firman-Nya. Sama halnya dengan Paulus sangat rindu Firman Allah semakin dimuliakan dalam pelayanannya. Tujuan termulia khotbah adalah memuliakan Allah dan menyatakan kasih karunia-Nya yang melimpah kepada ciptaan-Nya.[34]
2.6.1. Kepada Jemaat yang Belum Percaya dan Belum Dibaptis
Tiap-tiap jemaat yang berkumpul secara teratur untuk kebaktian pada hari-hari minggu. Mereka memuji Tuhan karena Tuhan telah memanggil mereka keluar dari kegelapan masuk ke dalam terang-Nya yang ajaib; mereka mendengar khotbah supaya diteguhkan dalam iman, pengharapan, dan kasih, akan tetapi mereka tidak boleh lupa bahwa mereka tidak dipanggil semata-mata untuk menikmati segala karunia rohani, melainkan mereka justru dipanggil supaya menjadi saksi terhadap mereka yang belum mengenal Tuhan. Maksud pasal ini ialah menguraikan tujuan khotbah. Maka disini harus diulang apa yang sudah dikatakan di atas: Khotbah itu bertujuan membawa pendengarnya kepada kepercayaan dan taat, supaya orang percaya diselamatkan.
2.6.2. Kepada Jemaat yang Sudah Dibaptis
Khotbah mempunyai tujuan untuk mempertahankan iman terhadap ancaman-ancamannya. Iman kristen selalu diancam dari beberapa pihak: dari kelemahan hati sendiri, dari dunia yang menolak kepercayaan Kristen yang timbul dalam Gereja. Dengan demikian, khotbah seharusnya menjadi hasil yang positif dari pergumulan tersebut.
2.6.3. Mengembalakan
Menekankan tugas terhadap mereka yang sudah menjadi kawanan domba yang harus dipimpin, diberi makan dan dilindungi dari segala bahaya.[35]
Agustinus merumuskan 3 tujuan khotbah yaitu:
1. Pateat : suapaya kebenaran semakin luas diketahui
2. Placeat : supaya kebenaran diterima dnegan gembria
3. Moveat : supaya kebenaran semakin menggerakkan orang.[36]
2.6.4. Penjala Orang
Menunjuk kepada suatu tujuan pemberitaan Injil, supaya orang banyak dipanggil, ditarik kepada keselamatan yang daripada Allah. Jadilah kata ini, bersangkut paut dengan apa yang di sebut “Pekabaran Injil”, yaitu pemberitaan kabar kesukaan kepada orang yang belum mendengarnya (Markus 1:17).[37]
2.6.5. Didaskein (Mengajar)
Kata ini biasanya dihubungkan dengan tafsiran atau hal mengartikan nats Kitab suci, jadi mencirikan ajaran di lingkungan jemaat.[38] Kata atau istilah ini berarti mengajar dengan suatu tujuan yang tertentu. Yaitu mengajar supaya orang yang diajarkan itu melakukan apa yang diajarkan kepadanya (Matius 4:23; 26:25; Kolose 1:28; 3:16) dalam ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa “didaskein” itu terarah keseluruh manusia, bersifat sangat praktis, karena yang paling penting ialah pemahaman dan penghayatan akan perbuatan-perbuatan penyelamat Allah.[39]
2.6.6. Euangelizesthai (Memberitakan Injil)
Yaitu kabar kesukaan. Kata euangelizesthai di dalam perjanjian baru hampir sama sering dipakai seperti kata keryssein. Istilah ini menyatakan sesuatu tentang berita yang memuji selamat dan kemenangan Tuhan. Memberitakan kabar kesukaan tersebut adalah tugas murid-murid Yesus.[40]
2.6.7. Martyrein (Bersaksi)
Kata ini memiliki arti yang luas yaitu bersaksi tentang atau meneguhkan suatu kejadian dalam arti umum.Perkembangan lebih lanjut dari istilah itu ialah bersaksi bukan tentang hal yang dilihat dengan mata saja, melainkan juga tentang hal-hal yang berdasarkan pernyataan menjadi suatu keyakinan pribadi.[41]
2.6.8. Keryssein (Mengabarkan)
Bahasa latin: praedicare, bahasa Inggris Preach, yang berarti berita, kabar. Untuk mencirikan memberitakan Injil itu kata inilah yang terbanyak dipakai dalam perjanjian Baru. Istilah keryssein tidak dinyatakan apa-apa tentang isi pemberitaan, melainkan menitik beratkan hubungan pemberita itu dengan berita-beritanya.[42]
Allah tidak memerlukan manusia sebagai pembela-Nya, melainkan kita dipanggil menjadi pemberita dan saksi saja. Firman Allah dan Roh-Nya cukup berkuasa mempertahankan dirinya sendiri. Demikian sudah nampak bahwa tujuan “mempertahankan iman” tidak berdiri sendiri, karena iman itu akan tahan terhadap segala ancaman jika diteguhkan dan dibangun oleh pemberitaan Firman Tuhan.[43]
2.7. Unsur-Unsur Khotbah dalam Konteks PAK
Alkitab menjadi pedoman dalam menyampaikan suatu khotbah. Calvin berpendapat bahwa Alkitab perlu ditafsirkan melalui khotbah. Alkitab dianggap sebagai otoritas tunggal untuk khotbah, gereja dan umat Kristen secara perorangan.[44] Calvin berpendapat bahwa Alkitab secara otomatis menjadi identik
dengan Firman Tuhan dan Alkitab dijadikan alat Tuhan untuk menyatakan kehendak-Nya. Khotbah tidak dapat dipisahkan dari Alkitab. Khotbah yang tidak berdasarkan Alkitab dapat dikatakan pidato karena hal tersebut hanya untuk mengemukakan pemikiran pengkhotbah. Seorang pengkhotbah membantu menjelaskan agar teks Alkitab dapat digunakan pada masa kini dan terhubung dengan konteks yang terjadi. Salah satu hal yang paling penting dalam Alkitab adalahberpusat kepada Allah. Agar teks Alkitab dapat dipahami secara mendalam dan dilakukan dalam kehidupan manusiadibutuhkanusaha penafsiran.[45]
Terdapat tiga unsur penting yang perlu diperhatikan di dalam khotbah, yaitu:
Pertama adalah pengkhotbah. Seorang pengkhotbah harus mengenal dirinya secara keseluruhan terlebih dahulu. Pengenalan akan jati diri dapat menimbulkan rasa bangga dan rasa tanggung jawab dalam hati pengkhotbah.[46] Selain itu pengenalan akan gereja dan masyarakat perlu juga untuk diperhatikan. Pengkhotbah adalah panutan bagi masyarakat dan gereja, pendamai bagi mereka yang bertengkar serta penasihat bagi yang bimbang. Pengkhotbah yang baik memiliki semangat yang tinggi dan peka terhadap persoalan yang terjadi dalam kehidupan pendengar. Mampu mengakarkan diri kepada situasi dan kondisi pendengar sehingga tidak asing dengan keadaan umat yang dilayaninya. [47]
Kedua adalah pesan, diartikan sebagai inti khotbah yang ingin disampaikan pengkhotbah kepada pendengarnya agar dapat memahami dengan baik, menerima dengan senang hati dan melakukannya dengan sungguh-sungguh.[48] Khotbah menjadi bermakna apabila didalamnya terdapat pesan yang hendak disampaikan. Tentunya pesan yangdigali dari teks Alkitab. Terdapat beberapa penafsiran untuk menemukannya seperti alegoris, tipologis dan ekspositoris. Metode penafsiran Alkitab yang berbeda-beda akan mempengaruhi pesan yang didapatkan. Oleh sebab itu, pesan seharusnya menjadi berita yang penting dan relevan bagi pendengar.[49] Agar mempermudah pemahaman pendengar, pesan hendaknya dihubungkan dengan permasalahan yang terjadi dengan pendengar.
Ketiga adanya pendengar adalah unsur yang penting. Pendengar adalah manusia yang berinteraksi dalam sosial sehingga akan dipengaruhi oleh kondisi budaya. Pendengar khotbah adalah umat yang majemuk, baik dalam tingkat umur,
pendidikan, maupun jenis pekerjaan dan aspek hidup. Dalam menyampaikan khotbah, keadaan pendengar wajib untuk diketahui oleh pengkhotbah. Pengkhotbah hendaknya menyapa pendengar agar dapat membangkitkan kesempatan untuk hidup bersama umat dalam suka–duka dan satu paguyuban kekeluargaan. Pendengar tidak dapat dianggap sebagai pendengar yang pasif, khotbah yang sama tidak bisa diberikan kepada pendengar yang berbeda. Khotbah perlu didukung oleh pendengar melalui percakapan dan bukan hanya produksi pengkhotbah.[50]
2.8.Langkah-Langkah Menyusun Khotbah bagi Orang Dewasa
2.8.1. Memahami Konteks
Khotbah merupakan salah satu media pengajaran kepada semua orang. Oleh karena itu, khotbah harus bisa dikontekstualkan (dalam hal berbicara kepada orang dan masyarakat dalam waktu tertentu). Gereja juga harus mempersipakan diri untuk menghadapi berbagai perkembangan zaman. Sehingga si pengkhotbah dituntut perlu meningkatkan kualitas khotbahnya. Karena salah satu peyebab banyak warga yang meninggalkan ibadah gerejanya adalah karena si pengkhotbah dinilai tidak sesuai selera dan tidak menyentuh kebutuhan warga gereja, serta kering akan makna.[51]
Memahami konteks maksudnya adalah si pengkhotbah harus mengetahui tentang keadaan jemaatnya, mengetahui dimana dia berkhotbah, siapa pendengarnya, apa pekerjaan mereka dan si pengkhotbah juga harus mengetahui bagaimana situasi pergumulan kehidupan religius jemaat itu serta tantangan-tantangan yang sedang mereka hadapi (gagal panen, pengangguran, broken home, krisis ekonomi, serta masalah jodoh atau cinta bagi para pemuda), dengan mengetahui hal ini maka akan sangat membantu si pengkhotbah dalam menyampaikan khotbahnya. Dengan menyelaraskan nats khotbah dengan konteks kehidupan jemaat, maka jemaat akan menemukan jawaban dari pergumulan hidup dan pergumulan rohani yang mereka alami, karena khotbah yang disampaikan menyentuh hati setiap jemaat yang mendengarnya, sehingga jemaat memiliki pengharapan dalam mengikut Yesus Kristus Juru Selamat manusia itu adalah khotbah yang hidup.[52] Kepekaan pada konteks mendorong pengkhotbah untuk mengamati dengan seksama konteks sosial. Oleh karena itu segala yang kita lihat dan kita dengarkan haruslah diamati sebaik-baiknya, sehingga jika kita melakukan pengamatan terlebih dahulu kepada pendengar dengan teliti maka pendengar akan mengetahui dan mendapat banyak faedah dari khotbah tersebut.[53]
2.8.2. Memahami Kasualistik
Yang dimaksud dengan memahami kasualistik adalah seorang pengkhotbah harus menganalisa apa yang menjadi pergumulan jemaat atau kejadian apa yang menimpa mereka. Si pengkhotbah juga harus mengenal setiap anggota jemaatnya, ada berbagai situasi yang dihadapi baik suka dan duka yang dimana setiap pengkhotbah harus siap dipanggil oleh jemaat setiap saat. Misalnya dalam acara pernikahan, ulang tahun, syukuran memasuki rumah, kematian dan lain sebagainya. Disini pengkhotbah harus memilih nats yang tepat untuk dasar khotbahnya.[54] Misalnya dalam acara kematian, si pengkhotbah tidak hanya melihat kepada siapa dia berkhotbah, berapa umur dan pekerjaannya. Tetapi sipengkhotbah akan lebih menyoroti tentang kematian tersebut, menjelaskan kepada pendengar apa itu kematian dan memberikan penguatan dan kata-kata penghiburan. Demikan juga halnya dengan pernikahan, seorang pengkhotbah juga harus menjelaskan arti pernikahan.[55] Dalam hal ini, si pengkhotbah harus mencari nats Alkitab yang tepat untuk setiap peristiwa yang dialami oleh jemaat yang benar-benar berfungsi untuk memberi tuntunan dan jawaban kepada jemaat, sehingga di dalam khotbah kita harus mempertemukan nats dengan khotbah.[56]
2.8.3. Menentukan Nats
2.8.3.1. Perikop-perikop
Dalam kebaktian sinagoge orang Yahudi dahulu dipergunakan daftar pembacaan yang menentukan nats-nats manakah yang harus dibacakan pada hari sabat. Dalam gereja lama timbullah juga kebiasaan pembacaan Alkitab menurut rencana yang tertentu. Nats-nats yang demikian disebut “perikop” (yang dipotong disekeliling). Adakalanya Tuhan memanggil seorang pendeta untuk berkhotbah tentang satu nats yang bersangkut paut dengan kejadian yang istiewa di dalam jemaat atau dalam masyarakat. Terhadap panggilan itu, janganlah si pengkhotbah mengundurkan diri berlindung di belakang perikop yang di tentukan oleh almanak. Ada gunanya pengkhotbah menuruti daftar perikop-perikop, akan tetapi janganlah ia merasa terikat secara mutlak kepada almanak itu. Hendaklah ia selalu bersedia mendengar panggilan Allah yang khusus dalam hal menghadapi peristiwa-peristiwa yang tertentu, baik di dalam maupun di luar jemaat.[57]
2.8.3.2. Khotbah Deretan
Dengan khotbah deretan jemaat mendengar dan mengikuti pemberitaan yang bulat dari saksi yang tertentu misalnya nabi Amos, Injil Markus, dan Rasul Paulus. Jemaat dapat mengerti ciri khas dan tujuan suatu kitab dan pengarangnya dengan lebih baik, kalau berturut-turut mendengar dan diberi tafsiran dan perkataan kesaksian yang tertentu. Boleh dicatat bahwa kalau pendeta brkhotbah terus-menerus tentang satu kitab, janganlah memilih nats yang terlalu pendek untuk khotbahnya masing-masing, sehingga bertahun-tahun lamanya membicarakan satu kitab saja. Pada hari-hari raya Gereja (Natal, Paskah dan sebagainya) pembacaan deretan harus diputuskan untuk berkhotbah tentang nats yang bersangkut paut dengan hari istimewa itu.[58]
2.8.3.3. Pemilihan Nats Bebas
Dengan cara ini, kita dipaksa selalu memikirkan Alkitab berhubungan dengan keadaan masa, peristiwa-peristiwa dalam masyarakat dalam pengalaman-pengalaman jemaat. Pendeta itu bebas untuk memilih satu nats mengenai soal-soal yang hangat yang memerlukan penjelasan dan pemecahan dari Firman Tuhan. Akan tetapi cara ini ada juga bahayanya, jika pendeta merasa tertarik oleh salah satu soal etika yang tertentu (mis. hal bertobat) maka ia barangkali dengan tidak sadar selalu memilih nats yang bersangkut paut dengan persoalan tersebut. Dengan demikian ia sendiri kurang insaf akan kekayaan Firman Allah dan jemaanya diberi makanan yang tidak lengkap, sehingga tidak kuat di dalam iman, kasih dan harapan.[59]
2.8.3.4. Pengenalan atau Pengolahan Nats
Pengenalan teks harus dilakukan dalam berkhotbah yaitu supaya si pengkhotbah memperhatikan konteks yang akan dituju dan dari pengenalan teks tersebut diambil suatu teks yang cocok untuk konteks tersebut. Sedangkan pengolahan dapat di artikan sebagai penjelasan dari suatu nats supaya lebih sempurna.[60]
2.9. Metode dan Teknik Penyampaian Khotbah Bagi Orang Dewasa
2.9.1. Teknik-Teknik Khotbah
Adapun macam macam metode khotbah, yakni sebagai berikut:
2.9.1.1. Mempersiapkan Catatan
Catatan dibuat sesingkat mungkin atau intinya saja, dan pengkhotbah yang baik harus menyiapkan contoh-contoh dan menerapkan pada situasi yang sedang dihadapi para pendengar khotbah. Pengkhotbah mengembangkan pemikiran-pemikiran dari catatan kerangka tersebut. Memberikan arah yang jelas, apa tujuan yang hendak di capai di khotbahnya. Sehingga dengan catatan tersebut menolong pengkhotbahh untuk menyampaikan Firman dan untuk memagari khotbahnya agar tidak lari dari topik.[61]
2.9.1.2. Menulis Khotbah
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menulis khotbah diantaranya:
1. Melihat perkembangan khotbah, yang menolong kita untuk mempertinggi kualitasnya.
2. Mendalami khotbahnya sebelum mengkotbahkannya.
3. Memperbaiki naskah khotbah ketika kita menyadari adanya informasi yang baru atau yang lebih baik.
4. Naskah khotbah akan menyatakan bagian yang perlu diperkuat dengan ilustrasi serta aplikasi dan membuang bagian-bagian yang tidak relevan atau tidak jelas.
5. Perkiraan berapa lama khotbahnya dan dapat mengontrolnya.
6. Mengkotbahkannya lagi tanpa meninggalkan hal-hal yang penting.
7. Mempunyai catatan ilustrasi-ilustrasi yang siap digunakan.
8. Menerbitkan khotbah dalam bentuk buku. Dalam keperluan lain, harus mempunyai catatan permanen untuk penggunaan berikutnya.[62]
2.9.1.3. Membaca
Ada suatu keuntungan nyata dengan metode ini: pengkhotbah dapat memberikan setiap hal yang telah ditulis kata demi kata sehingga tidak ada yang terlupakan dan hilang, dan dapat tidur nyenyak pada hari sabtu malam, mantap telah mempunyai sebuah naskah yang dapat diandalkan pada keesokan harinya. Namun mereka yang telah menyakininya.
2.9.1.4. Menghafal
Beberapa pengkhotbah dikaruniakan dengan daya ingat yang sangat kuat, suka menghafal seluruh khotbah mereka. Metode ini merupakan metode yang sangat popular pada abad kesembilan belas, ketika berkhotbah sering dinilai sebagai suatu jenis seni pidato. R.w. Dale, dalam biografinya tengan John Angell James, berkata bahwa ia mendengar James menyampaikan khotbah selama dua jam dengan cara menghafal dan tanpa melewatkan satu kata dalam naskahnya.. dalam metode ada satu kendala terbesar dengan metode menghafal ialah sangat banyaknya usaha yang dibutuhkan. Pra gembala yang sangat sibuk sama sekali tidak mempunyai waktu untuk menuliskan khotbah-khotbah mereka dan kemudian menghabiskan waktu sepanjang hari untuk menghafalnya. Atau jika mereka mengambil waktu itu, mereka harus mempersingkat jadwal mereka untuk hal hal lain.
2.9.1.5. Tanpa persiapan
Mungkin metode ini yang sangat popular diantara para pengkhotbah yang memperhatikan kecakapan mereka secara serius, berkhotbah tanpa persiapan mengabungkan manfaat-manfaat utama sebuah naskah yang dipersiapkan dengan kebebasan maksimal pada saat penyampaian. Pengkhotbah dapat tetap memberi perhatian penuh pada persiapan khotbah, memastikan pendahuluannya benar, memastikan perpindahan-perpindahan alur itu tersusun dengan baik. Para pengkhotbah yang memakai metode ini sering mengerutkan dahi ketika kembali membaca naskah mereka setelah pelayanan kebaktian, karena mereka mendapati bahwa mereka melupakan beberapa ungkapan yang singkat kecuali menceritakan ilustrasi ketika mereka menyampaikan khotbah mereka [63]
2.9.2. Metode-Metode Khotbah
2.9.2.1. Doa
Doa merupakan salah satu unsur penting dalam khotbah. Ada tiga hal yang perlu di perhatikan kaitan khotbah dengan doa yaitu: Pertama bagaimana si pengkhotbah berdoa sebelum membaca nats khotbah, sebelum memasuki ruangan, agar Roh Kudus menerangi hati dan pikirannya begitu juga dengan jemaat. Kedua jemaat juga turut serta mendoakan si pengkhotbah agar Roh Kudus membuka hati dan pikrannya, dengan demikian Firman yang disampaikan pengkhotbah dapat menguatkan iman jemaat dan juga si pengkhotbah. Bahasa yang perlu digunakan dalam berdoa, kata-kata yang bermakna dan menyentuh bagi anggota jemaat perlu digunakan kata-kata yang cocok dengan mereka yang di sapa dalam doa itu.[64] Ketiga pengkhotbah hendaknya bisa memakai bahasa pendengar untuk menyampaikan kebenaran firman Allah. Karena Alkitab juga telah diterjemahkan dalam bahasa suku sesuai dengan pendengarnya. Penerjemahan Alkitab ke banyak bahasa adalah adalah Firman Allah bisa diterima dan dipahami oleh semua orang sesuai bahasa mereka sendiri. Para pendengar tidak hanya memahami dan menghayati lewat akal budi tetapi juga melibatkan perasaan dan emosi. Khotbah adalah alat yang mengantar orang kepada kebenaran. Selain bahasa verbal, pengkhotbah juga bisa mengggunakan bahasa non-verbal atau gesture languange (bahasa tubuh). Misalnya dengan penekanan suara atau gerakan tubuh pada saat menyampaikan khotbah.[65]
2.9.2.2. Pembacaan Teks
Ketika pengkhotbah sudah berdiri di mimbar bukalah terlebih dahulu bagian Alkitab yang ingin dibaca. Dalam hal membaca Alkitab saat kebaktian, orang yang paling ideal melakukan tugas itu adalah pengkhotbah itu sendiri. Sebab dia lah yang mengetahui isi dan arah khotbah yang akan disampaikan. Dalam pembacaan teks kita harus memperhatikan nada suara, artikulasi, tempo dan variasi dalam tinggi rendahnya suara.[66]
2.9.2.3. Penjelasan Teks
Pengkhotbah haruslah senantiasa berhubungan dengan Alkitab sebagai suatu keutuhan agar teks yang kurang jelas dapat di jelaskan dari teks yang lain dari satu kitab atau antara kitab-kitab yang bisa menerangkan suatu teks yang akan di khotbahkan.[67] Mungkin ada juga pengkhotbah menjelaskan teks dengan mengunakan ilustrasi yang sudah direncanakan. Pengkhotbah harus menggunakan ilustrasi yang baik supaya memperjelas kebenaran yang ingin di sampaikan. Ada beberapa yang membuat khotbah itu menjadi jelas yaitu: kerangka yang jelas, kalimat-kalimat pendek, struktur kalimat sederhana dan kata-kata yang sederhana.[68]
III. Kesimpulan
Dalam pola kehidupan dan tingkah laku, seseorang yang telah dewasa juga masih perlu untuk dididik agar tidak mengambil langkah atau keputusan yang salah. Dan juga, Pendidikan Agama Kristen bagi orang dewasa mengajarakan seseorang bagaimana nanti dia akan menjadi orang tua yang merawat dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Oleh karena itu, pentingnya pengajaran khotbah bagi orang dewasa ini akan menuntun mereka pelan-pelan menjadi orang yang takut akan Tuhan serta mengenal Tuhan dengan segala perintah-perintahNya. Dalam khotbah orang dewasa, Roh Kudus berperan sebagai penolong, pemberi kuasa dan penggerak pada keyakinan dan semuanya itu kita dapat melalui penjelasan dalam Alkitab. Maka Pendidikan Agama Kristen bagi orang dewasa tidak hanya terletak pada kompetensi guru, tetapi juga pada pimpinan Roh Kudus. Dalam penyampaian khotbah bagi orang dewasa, pengkhotbah harus membuat metode dan unsur-unsur khotbah, agar tersampaikan dengan baik dan jelas tanpa mengrangi sedikitpun dari penjelasan isi Alkitab.
IV. Daftar Pustaka
Abineno, J. L. Ch., Pemberitaan Firman Pada Hari-Hari Khusus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985
Anggraito, Noor, Menyiapkan Khotbah Ekspositori Secara Praktis, Yogyakarta: ANDI, 2001
Antone, Hope S., Pendidikan Kristen Kontekstual, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK: Dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
Clure, Jhon S. Mc, Firman Pemberitaan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
Evans, William, Cara Mempersiapkan Khotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 50-51
Gintings, E. P., Homiletika: Dari Teks Sampai Khotbah Bandung: Bina Media Informasi, 2012
Gintings, E. P., Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, Yogyakarta: ANDI, 2013
Greg Scharf, John Stott, Tantangan dalam Berkhotbah, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2013
Homrighausen, E. G., Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 112
Nuhamara, Daniel, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, Bandung: Jurnal Info Medan, 2009
JONG, S. de, Khotbah: Persiapannya, Isinya, Bentuknya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985
Jongeneel, J. A. B. , Hukum Kemerdekaan: Buku Pegangan Etika Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980
Kasmanto, Budi, Panggilan Berkotbah, Yogyakarta: ANDI, 2013
Killinger, John, Dasar-Dasar Khotbah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001
Kristanto, Paulus Lilik, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologia dan PAK, Pelayanan Gereja, Guru Agama dan Keluarga Kristen, Yogyakarta: Andi Offset
N., Noorsyam, dkk, Pengantar Dasar-Dasar pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1980
Pendidikan Teoretis, (Malang: Imperaial Bhakti Utama, 2007), 501-503
Poerdarmita, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984
Robinson, Haddon W., Cara Berkhotbah yang Baik, Yogyakarta: ANDI, 2011
Rothlisberger, H., Homiletika Ilmu Berkhotbah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Sijabat, B. Samuel, Strategi Pendidikan Kristen, Yogyakarta: ANDI 1996
Sitompul, Arip Surpi, Homililetika Landasan Teologis, Langkah Praktis, dan Pelaksanaan Teknis Berkhotbah, di sertai dengan contoh-contoh, Medan: CV. Mitra Medan, 2013
Susanto, Hasan, Homiletika Prinsip dan Metode Berkhotbah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
Tambunan, Lukman, Khotbah & Retorika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan aplikasi pendidikan bagian I: Ilmu Pendidikan Teoretis, 2007
Sumber Lain
http://bilanganresearch.com/gereja-sudah-tidak-menarik-bagi-kaum-muda.html
https://tumpak21.blogspot.com/2019/05/kateketika-i.html
https://www.hidupkasih.com/2018/11/pengertian-khotbah-dalam-kristen-dan_28.html
[1] Hope S. Antone, Pendidikan Kristen Kontekstual, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 37
[2] Noorsyam N, dkk, Pengantar Dasar-Dasar pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), 7
[3] Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologia dan PAK, Pelayanan Gereja, Guru Agama dan Keluarga Kristen, (Yogyakarta: Andi Offset), 4
[4] E. G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 112
[5] Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Jurnal Info Medan, 2009), 31
[6] B. Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: ANDI 1996), 151-152
[7] W. J. S. Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 520
[8] J. A. B. Jongeneel , Hukum Kemerdekaan: Buku Pegangan Etika Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980), 30-89
[9] Lukman Tambunan, Khotbah & Retorika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 2
[10] Ibid…, 1-2
[11] E. P. Gintings, Homiletika: Dari Teks Sampai Khotbah (Bandung: Bina Media Informasi, 2012), 105
[12] E. P. Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 108
[13] Lukman Tambunan, Khotbah & Retorika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 1-2
[14] S. de JONG, Khotbah: Persiapannya, Isinya, Bentuknya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 15
[15] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, (Jakarta: BPK GM), 5
[16] E. P. Gintings, Homiletika: Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Bandung: Bina Media Informasi, 2012), 109-112
[17] E. P. Gintings, Homiletika: Dari Teks Sampai Khotbah, (Bandung: Bina Media Informasi, 2012), 118-124
[18] John Stott, Greg Scharf, Tantangan dalam Berkhotbah, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2013), 58
[19] E. P. GintingS, Homiletika: Dari Teks Sampai Khotbah, (Bandung: Bina Media Informasi, 2012), 114
[20] Ibid…, 112
[21] Ibid..., 117
[22] Ibid…, 125-126
[23] https://www.hidupkasih.com/2018/11/pengertian-khotbah-dalam-kristen-dan_28.html, diakses pada tanggal 16 November 2020 pukul 15.22
[24] Arip Surpi Sitompul, Homililetika Landasan Teologis, Langkah Praktis, dan Pelaksanaan Teknis Berkhotbah, di sertai dengan contoh-contoh, (Medan: CV. Mitra Medan, 2013), 55-56.
[25] E. P. Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 207.
[26] Noor Anggraito, Menyiapkan Khotbah Ekspositori Secara Praktis, (Yogyakarta: ANDI, 2001), 14.
[27] Arip Surpi Sitompul, Homiletika (Landasan Teologis Langkah Praktis dan Pelakksanaan Teknis Berkhotbah disertai dengan contoh-contohnya), (Medan: Mitra, 2013), 62.
[28] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan aplikasi pendidikan bagian I: Ilmu Pendidikan Teoretis, (Malang: Imperaial Bhakti Utama, 2007), 501-503
[29] Ibid…, 812
[30] http://bilanganresearch.com/gereja-sudah-tidak-menarik-bagi-kaum-muda.html, diakses pada tanggal 13 November 2020 pukul 11.25
[31] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pemikiran dan Praktek PAK: Dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan PAK di Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 488-499
[32] Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan aplikasi pendidikan bagian I: Ilmu Pendidikan Teoretis, 25.
[33] Hasan Sutanto, Homiletika Prinsip dan Metode Berkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 22
[34] Budi Kasmanto, Panggilan Berkotbah, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 17-18.
[35] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 18
[36] John Stott, Greg Scharf, Tantangan dalam Berkhotbah, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2013), 58
[37] Ibid…, 17-18
[38] H. Rothlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 17
[39] https://tumpak21.blogspot.com/2019/05/kateketika-i.html, diakses pada tanggal 15 November 2020 pukul 15.45
[40] Ibid…, 15-16.
[41] Ibid.., 17
[42] Ibid..., 16
[43] Ibid…, 27-35
[44] E. P. Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 137
[45] John Killinger, Dasar-Dasar Khotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 11
[46] Hasan Sutanto, Homiletik, Prinsip dan Metode Berkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 57
[47] Ibid…, 58
[48] Ibid…, 144
[49] Ibid…, 147
[50] Komisi Liturgi KWI, Homiletik: Panduan Berkhotbah Efektif, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 69
[51] Lukman Tambunan, Khotbah dan Retorika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 22
[52] E. P. Gintings, Khotbah dan Pengkhotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 22-23
[53] William Evans, Cara Mempersiapkan Khotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 50-51
[54] Ibid…, 22-23
[55] J. L. Ch. Abineno, Pemberitaan Firman Pada Hari-Hari Khusus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), 30
[56] Jhon S. Mc Clure, Firman Pemberitaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 23
[57] H. Röthlisberger, Homiletika Ilmu Berkhotbah, (Jakarta: BPK-GM, 2014), 38-39
[58] Ibid…, 39-40
[59] Ibid.., 40
[60] Ibid…, 47-49
[61] Noor Anggraito, Menyiapkan Kotbah Ekspositori secara Praktis, (Yogyakarta: ANDI, 2001), 70-74
[62] Budi Kasmanto, Panggilan Berkotbah, (Yogyakarta: ANDI, 2013), 86-87
[63] John Killinger, Dasar Dasar Khotbah, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 181-183.
[64] E. P. Gintings, Homiletika dari Teks Sampai Khotbah (Bandung: Bina Media Sosial, 2012), 180
[65] E. P. Gintings, Homiletika Pengkhotbah dan Khotbahnya (Yogyakarta: Andi, 2013), 201-205.
[66] Lukman Tambunan, Khotbah dan Retorika, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2011), 122.
[67] E. P. Gintings, Homiletika dari Teks Sampai Khotbah (Bandung: Bina Media Sosial, 2012), 153
[68] Haddon W. Robinson, Cara Berkhotbah yang Baik, (Yogyakarta: ANDI, 2011),207-209