Pembahasan tentang Reformasi Katolik


Reformasi Katolik



I.                  Pendahuluan

Abad ke-14, ke-15, dan ke-16 merupakan suatu periode kebangunan rohani di Eropa, yang menempatkan pertanyaan seputar keselamatan sebagai titik sentral. Gerakan pembaruan ini menjadi dikenal dengan sebutan Reformasi Katolik. Beberapa teolog  menelusuri kembali ke masa-masa awal Kekristenan dan mempertanyakan spiritualitas mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan meluas ke sebagian besar Eropa Barat pada abad ke-15 dan ke-16, sementara para kritikus sekuler turut menelaah praktik keagamaan, perilaku klerikal, dan posisi-posisi doktrinal Gereja. Terdapat sejumlah gerakan pemikiran yang bervariasi, tetapi gagasan-gagasan reformasi dan pembaruan dipimpin oleh kalangan klerus. Dalam pembahasn kita dalam sajian ini kita akan membahas latarbelakang dan gerakan reformasinya.

II.               Pembahasan

2.1. Defenisi Reformasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Reformasi diartian sebagai suatu bentuk perubahan yang radikal untuk perbaikan dalam suatu tatanan masyarakat ataupun negara (baik dalam bidang politik, sosial, ataupun agama).[1] Reformasi juga merupakan gerakan pembaharuan dalam kekristenan Barat yang dimulai sejak abad ke-14 hingga abad ke-17.[2] Dalam sejarah gereja, reformasi menunjuk pada pembaharuan terhadap gereja. Gereja seolah-olah direvitalisasikan supaya kembali pada sumber pemberi hidupnya, yaitu Allah dan firmanNya.[3]

2.2.Konsep Tentang Reformasi

Istilah Reformasi dipergunakan dalam banyak arti dan karena itu perlu dilihat perbedaan-perbedaannya. Ada 4 unsur yang terdapat dalam definisi tentang reformasi yaitu, Lutheranisme, gereja reformed (sering dirujuk sebagai Calvinisme), reformasi radikal (sering dirujuk sebagai Anababtisme), dan Kontra-Reformasi atau Reformasi Katolik. Namun pada sajian ini kita hanya akan membahas tentang Reformasi Katolik.

Istilah ini dipakai untuk merujuk pada revitalisasi dari katolisisme Roma dalam periode setelah pembukaan konsili Trente (1545). Dalam karya kesarjanaan yang terlebih dahulu, gerakan ini sering digambarkan sebagai kontra-Reformasi. Sebagaimana dikesankan oleh istilah itu, Ggereja Katholik Roma mengembangkan cara-cara untuk memerangi Reformasi Prostestan dengan maksud membatasi pengaruhnya. Namun, semakin jelas juga bahwa Gereja Katolik Romamelawan reformasi, antara lai dengan melakukan pembaharuan atas dirinya sendiri untuk menyingkirkan alasan-alasan kritikan dari kaum Protestan. Dalam arti ini, gerakan itu merupakan suatu reformasi dari Gereja Katolik Roma sekaligus reaksi terhadap reformasi Protestan.

Keprihatinan-keprihatinan yang sama terhadap Reformasi Protestan di Eropa bagian Utara disalurkan ke dalam pembaruan Gereja Katolik Roma, khususnya di Spanyol dan Italia. Konsili Trente, bentuk yang paling menonjol dari Reformasi Katolik, menjelaskan pengajaran Katolik atas sejumlah masalah yang membingungkan dengan mengintroduksikan lebih banyak lagi pembaharuan yang diperlukan dalam hubungan dengan kelakuan dari kaum rohaniawan, disiplin gerejawi, pendidikan keagamaan, dan kegiatan pekabaran injil. Gerakan pembaharuan dari Gereja Katolik  Roma terutama sekali diransang oleh reformasi dari banyak orde keagamaan yang lebih tua dan pendirian orde-orde yang baru (seperti Yesuit). Aspek-asek teologis yang lebih spesifik daro Reformasi Katolik.

Sebagai hasil dari Reformasi Katolik itu, banyak penyelewengan yang semula menyebabkan pembaharuan baik tuntutan dari kaum humanis atau protestan disingkirkan. Namun pada tahap ini, Reformasi Protestan telah mencapai satu titik perkembangan dimana penyingkiran penyelewengan dan praktik yang salah semata-mata tidak lagi cukup untuk memulihkan keadaan. Tuntutan untuk pembaharuan ajaran, ideologi keagamaan Gereja sekarang dipandang sebagai suatu aspek yang esensial yang dari pertentangan-pertentangan antara Protestan dan Katolik Roma. Titik perkembangan ini menyoroti kebutuhan untuk membahaside-ide keagamaan yang terletak dibelakang Reformasi magisterial, yang mejadi semakin penting bagi perdebatan Protestan-katolik Roma pada abad ke-16.[4]

2.3. Latar Belakang Reformasi Katolik

Gerakan pembaharuan dalam Gereja Katolik Roma terutama sekali dirangsang oleh reformasidari banyak orde keagamaan yang lebih tua dan pendirian orde-orde yang baru.[5] Dan makin banyak daerah yang melepaskan diri dari Roma,[6] Kritik terhadap gereja dan usaha-usaha untuk mereformasinya yang terlihat pada abad akhir pertengahan, memuncak pada kritik yang diungkapkan oleh Martin Luther, apa yang dikatakannya begitu dasariah sehingga tidak dapat di terima oleh pemimpin Gereja Katolik Roma. Namun banyak orang menyetujui usahanya untuk memperbaiki ajaran dan kehidupan gereja. Peristiwa ini terjadi sangat mempengaruhi Gereja Katolik Roma sendiri yang melaksanakan Kontra Reformasi.[7]

Negeri pemimpin Reformasi adalah Spanyol.[8] Upaya pembenahan dan pembaharuan internal GKR sebenarnya sudah mulai tampak sekitar tahun 1500-an. Mereka berupaya menerbitkan perilaku para rohaniawan seraya menciptakan klerus yang lebih terdidik dan berdisiplin ketat, dan dalam memberantas golongan yang dianggapnya sebagai musuh gereja.[9] maka terpaksalah gereja Katolik Roma mencari jawaban terhadap tantangan ini. Jawaban ini disebut Kontra Reformasi atau, khususnya dikalangan ahli-ahli sejarah gereja Katolik Roma, reformasi Katolik. Kedua nama ini sebenarnya tepat. Pada satu pihak, GKR melawan ajaran Protestan, sehingga jawaban ini bersifat anti atau Kontra Reformasi, tetapi disamping itu juga di usahakan memperbaiki atau mereformasi kehidupan dan ajaran GKR, sambil meniadakan banyak hal yang telah menimbulkan kritik baik dari para reformator maupun dari kalangan dalam Gereja Katolik Roma (khusunya yang dipengaruhi oleh renaisance dan humanisme).[10] Akibat diterimanya protestanisme oleh beberapa bangsa. Gereja Katolik Barat makin meningkatkan semangat perang salib. Selain itu juga ada kecenderungan terjadinya reformasi internal (yang sering disebut sebagai kontra Reformasi)untuk mengobati kenyataan bahwa selama berabad-abad beberapa wilayah gereja Katolik tidak memiliki iman dan uskup berpendidikan baik, terlatih dan bermoral. Tanda-tanda awal pembaharuan ini adalah munculnya ordo-ordo baru tahun 1520-an seperti ordo Capusin, Theatine, Barnabite dan ordo Yesuit yang didirikan tahun 1534 oleh St. Ignatius Loyola. Reformasi-reformasi internal yang berkembang pada masa ini mendorong para pelaku reformasi untuk mencari dukungan otoritas kepausan dalam melakukan pembaharuan kedisiplinan dan kehidupan rohani yang mencapai keberhasilan pada konsili Trente tahun 1545.[11] Reformasi Gereja Katolik muncul karena ajaran Luther diterima oleh cukup banyak orang dan dimana-mana muncul kelompok-kelompok hang hidup sesuai dengan ajaran reformasi.[12]

2.3.1.  Reformasi Katolik dan Kontra Reformasi

Ada dua istilah yang berbeda-beda, namun keduanya saling berhubungan, yakni Reformasi Katolik dan Kontra-Reformasi keduanya selain merupakan gerakan dalam Gereja, juga merupakan reaksi terhadap Reformasi Luther cs (secara kronologis Reformasi Katolik muncul setelah Reformasi Protestanisme). Tetapi juga keduanya mengungkapkan ketegangan yang terjadi di dalam Gereja yang muncul jauh sebelum 1517. berbagai pandangan berkenaan istilah-istilah tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1.      Bertolak dari presentasi sepanjang tradisi, reformasi Katolik semata-mata merupakan akibat atau reaksi terhadap reformasi protestanisme. Ada sinyalemen yang memperlihatkan, bahwa hingga 1517 para pendukung pandangan ini tidak melihat usaha pihak Katolik sebagai lembaga untuk melakukan pembaharuan dalam hidup bergereja.

2.      Para sejarawan seperti Ludwig Von Pastor, Imbart de La Tour, Tacchi Venturi, Brenda Bolton membantah pandangan tersebut di atas. Mereka menegaskan, bahwa didalam gereja Katolik ada prakarsa untuk membarui diri. Gerakan pembaharuan dalam Gereja Katolik Roma terutama dimotivasi oleh reformasi sekian banyak terekat religius, selain ditempuh langkah-langkah praktis dan efisien demi menerbitkan perilaku kaum rohaniawan menegakkan disiplin gerejawi, pendidikan keagamaan dan kegiatan misioner.

Pusat resistensi terhadap Reformasi adalah politik kepausan yang memeluk nepotime, vested iterest, dan oposisi Kuria terhadap konsili yang sudah lama dinanti-nantikan. Dalam konsili para pemegang kekuasaan gentar terhadap pembaharuan. Sebab pembaruan itu akan berakhir pada hilangnya kekuasaan. Reformasi Katolik adalah motor pembaruan spontan itu, sekaligus muncul lebih dulu ketimbang Konsili Trento. Kendati gagasan Reformasi Katolik sejalan dengan konsili, namun pada hakikatnya independen. Sementara,Kontra Reformasi diartikannya sebagai prakarsa otoritas gerejawi, berangkat dari masa kepausan Paulus III (1534-1549) dan memuncak dalam konsili Trento dan pelaksanaan dekrit-dekritnya. Pada pokonya, masalah Reformasi Katolik dan Kontra-Reformasi dapat mengantar antara momentum karismatis dan momentum Yuridis yang relatif sering berbenturan. Reformasi Katolik berhubungan dengan momentum karismatis dan yang pada umumnya memperlihatkan spntanitas dan kebugaran, tetapi halnya lebih terbatas. Sebaliknya, Kontra-Reformasi berkenaan dengan momentum Yuridis, dan tampaknya memperlambat hasrat atau dorongan inisial, dan halnya menjamin stabilitas. Dalam hal ini, Reformasi Katolik tampaknya mengalami kekalahan padahal sedang memperolreh kemenangan. Tetapi juga benar, Reformasi Katolik meraih kemenangan, lantaran menjadi Kontra-Reformasi.[13]

Reformasi Katolik yang secara kronologis mendahului Reformasi Protestan dan pembaharuan yang berjalan seiring dengannya, etapi dengan semangat dan jalannya sendiri, dapat diperlihatkan dengan mengedepankan rincian sebagai berikut:

1.      Persekutuan kaum awam yag bertujuan ganda, yakni melakukan amal kasih kepada fakir miskin dan kebaktian kepda sakramen Ekaristi. Salah satu persekutuan yang paling menonjol ialah yang diprakarsai oleh Ettore Vernazza, yakni Serikat Cinta Ilahi. Serikat ini tersebar dai kota Genova sejak akhir abad XV. Serikat ini terdiri terutama atas awam. Tetapi juga para kardinal dan uskup.

2.      Pembenahan tarekat hidup bakti. Hal ini paling nyata dengan bertambahnya komunitas-komunitas ini mengatur dirinya sendiri, tanpa banyak tekanan pada sentralisasi. Dalam praktiknya, komunitas ini menjadi kongregasi religius baru, yang dipimpin oleh wakil pimpinan Umum dengan kecenderungan kuat pada otonomi demi menyelamatkan ciri umum pembaruan intern Gereja. Proses ini terjadi di berbagai negaraEropa, diantara para Fransiskan (terjadi pemisahan berangsur-angsur dari Conventuales dan Observantes dimana St. Bernardinus Siena untuk periode yang relatif lama menjadi Vicarius Minister Jenderal), Suster-suster Claris, yang ingin melaksanakan dengan sepenuhnya aturan hidup St. Yustina), Para Cistersiensis dan Camaldolensis (misalnya dengan Kongregasi Montecorona, dengan sebuah pertapaan dibilangan Umbria, Italia Tengah), para Domonikan dan para pengikut St. Augustinus. Pembenahan terekat hidup bakti ini praktis berarti penafsiran secara baru spritualitas fondator tanpa kehilangan gairah dan semangat asli.

3.      Munculnya terekat-terekat hidup bakti yang baru. Gerakan itu muncul setelah peristiwa 1517, dan sebagian terbesar bercorak Kontra-Reformasi. Kendati demikian beberapa lembaga religius merupakan perkembangan logis dari konfranternitas awam; proses lahirnya lembaga-lembaga religius relatif lambat. Gagasan-gagasan awalinya baru muncul pada akhir abad XV.

4.      Karya-karya pembenahan yang dilakukan oleh para uskup di diosis mereka. De facto, banyak uskup tidak memperlihatkan kesungguhan dalam reksa rohani jemaat mereka. Akan tetapi, sungguh tidak sedikit jumlah uskup yang melaksanakan tugas penggembalaan dengan setia dan bakti.

5.      Kelompok humanisme Kristen, yang menyibukkan diri dengan mempelajari Kitab Suci, dan karya-karya para bapak Gereja. Mereka ini juga melakukan peribadatan dengan rasa keagamaan yang mendalan, mempersatukan diri dalam berbagai bentuk devotio moderna. Mereka ini menemukan dalam diri Erasmus seorang teman yang paling cocok untuk menempuh ziarah kerohanian secara bersama-sama.[14]

2.3.2. Gerakan Kontra-Reformasi

Selama 1000 tahun semua penganut Kristen di Eropa Barat adalah anggota Gereja Katolik Roma, namun sejumlah orang mulai menuduh Gereja menyalahgunakan kekuasaannya. Pada tahun 1517, seorang biarawan Jerman bernama Martin Luther menempelkan sebuah daftar di pintu gerejanya. Isinya adalah 95 dalil untuk mereformasi Gereja Katolik. Daftar ini segera dicetak da disebarkan, lalu menjadi awal dari perlawanan terhadap ajaran Katolik dimana-mana. Gereja Katolik mengutuk Martin Luther sebagai bidah (orang yang keyakinannya bertentangan dengan gereja) tahun 1521. Tahun 1545-1563, Gereja Katolik Roma bertemu di Trent, pegunungan Alpen, untuk mereformasi gereja dan melawan Protestanisme. Gerakan Kontra-Reformasi mengbah banyakpraktik ajaran Katolik, dan bangunan ibadat bergaya arsitektur Barok, seperti Basilika St. Petrus di Roma, Italia, membuat orang tertarik kembali kepada Gereja Katolik. [15]

2.3.3.  Ordo Yesuit

Ordo Yesuit adalah serikat kebiaraan yang didirikan oleh Ignatius dari Loyola pada tahun 1534.[16] Anggota-anggotanya merupakan kader atau pelopor Kontra-Reformasi.[17] Tujuan serikat Yesuit adalah mengumpulkan keseluruhan dunia didalam Gereja Kristus, yaitu Gerja Katolik.[18] Dengan bangkitnya Protestan, Gerja Katolik yang dihadapkan pada kesalahannya sendiri dan hilangnya kekuasaan, mulai mengadakan perombakan. Kontra-Reformasi bukan berarti bahwa Gerja Katolik telah berpaling pada pemikiran Protestan. Tetapi ia berupaya merubah beberapa penyimpangan yang merupakan pelanggaran yang tidak dapat diterima sekalipun oleh mereka yang ada di Gerja Katolik dan merespon efektifitas Protestan dalam memenangkan jiwa-jiwa baru.[19] Secara resmi Ordo Societas Jesu (SJ) itu diresmikan pada tanggal 27 september 1540.[20]

2.3.4.  Konsili Trento

Paus Paulus III (1534–1549) dianggap sebagai paus Kontra-Reformasi yang pertama,[2] dan ia juga memprakarsai Konsili Trento (Konsili Trente/Tridentin, 1545–1563), suatu komisi para kardinal yang ditugaskan untuk melakukan reformasi institusional, membahas isu-isu kontroversial seperti para uskup dan imam yang korup, penjualan indulgensi, serta penyalahgunaan finansial lainnya.Konsili menegakkan struktur dasar dari Gereja Abad Pertengahan, sistem sakramental, tarekat-tarekat religius, dan doktrinnya.

Konsili menolak segala kompromi dengan pihak Protestan, menegaskan kembali prinsip-prinsip dasar dari iman Katolik. Konsili menegakkan,dogma keselamatan yang,dianugerahkan,oleh rahmat melalui iman dan perbuatan-perbuatan dari iman tersebut (bukan iman semata, sebagaimana yang ditekankan oleh pihak Protestan) karena "iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati", seperti yang termaktub dalam Yakobus 2:22-26.[21]

Transubstansiasi, ajaran bahwa roti dan anggur yang dikonsekrasi benar-benar,diubahsecara substansial menjadi tubuhdarah, jiwa, dan keilahian Kristus, juga ditegaskan kembali bersama dengan ketujuh sakramen Gereja Katolik berdasarkan Tradisi Suci. Praktik-praktik lain yang menimbulkan kemarahan para reformis Protestan, seperti ziarahpenghormatan orang kudus dan relikui, penggunaan gambar dan rupa yang diberkati, serta penghormatan Perawan Maria, mendapat penegasan kembali sebagai praktik-praktik yang terpuji secara rohani.

Dalam Kanon Trento, Konsili secara resmi menerima daftar kitab Perjanjian Lama dalam Vulgata, yang mencakup kitab-kitab deuterokanonika (juga disebut Apokrifa oleh pihak Protestan) dalam kesetaraan dengan 39 kitab yang pada umumnya didapati dalam Teks Masoret. Hal ini menegaskan kembali hasil-hasil dari Konsili Roma dan Konsili Kartago (keduanya diadakan pada abad ke-4 M), yang telah menegaskan Deuterokanon sebagai bagian dari Kitab Suci.[8] Konsili juga menugaskan penyusunan Katekismus Roma, yang berfungsi sebagai pengajaran Gereja yang berwibawa hingga dikeluarkannya Katekismus Gereja Katolik pada tahun 1992.Sementara landasan-landasan tradisional Gereja ditegaskan kembali, terdapat perubahan-perubahan nyata untuk menanggapi keluhan-keluhan yang secara tidak langsung bersedia diakui oleh para Kontra-Reformis adalah sahih. Di antara kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki oleh para reformis Katolik misalnya melebarnya jurang pemisah antara kaum klerus dengan kaum awam: banyak klerikus di paroki-paroki pedesaan yang berpendidikan rendah. Seringkali para imam pedesaan tersebut tidak menguasai bahasa Latin dan tidak memiliki kesempatan untuk menerima pendidikan teologi. Bagaimana mengatasi pendidikan para imam telah menjadi salah satu fokus mendasar dari para reformis humanis di masa lalu.[22]

 

2.3.5. Reformasi Akar Rumput

Menjelang permulaaan tahun 1500-an jelas terlihat kalau beberapa aspek kehidupan Gereja dan lebih khusus lagi otoritas kepausan nyaris kehilangan kesalehan, kedisiplinan dan keteraturan. Gererja sungguh-sungguh perlu membersihkan diri dari berbagai bentuk praktek korupsi selama abad pertengahan. Sementara itu kedekatan Gereja dengan otoritas kerajaan di banyak negara Katolik menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi Gereja untuk melakukan perubahan-perubahan konstruktif yang dapat membahayakan kepentingan otoritas-otoritas kerajaan.  Oleh karena itu upaya-upaya dalam reformasi gereja yang dilakukan oleh para anggota Gereja secara individual seperti yang dilakukan oleh uskup Agung Milan yaitu Carolus Borromeus dan oleh berbagai ordo tahun1524, St Gaetano dari Thiene dan Gian Pietro Caraffa (Kemudian menjadi Paus Paulus IV) mendirikan Ordo Theatine di Roma. Nama ordo tersebut diambil dari nama uskup Theate dan tujuan ordo tersebut adalah membenahi dan memberikan suntikan semangat baru bagi paraklerus. Anggota-anggota ordo ini menaati sumpah hidup miskin dan sejumlah peratuan yang sangat ketat Ordo tersebut berkembang pesat ke wilayah Italia, Spanyol, Prancis, Portugal, dan Wilayah lainnya. Ordo Theatine juga menjalankan misi-misi awal kepausan ke beberapa negara seperti Peru, Kalimantan, dan Sumatra. Ordo Barnabite berupaya untuk memperdalan pemahaman Gereja Katolik tentang misteri Eka risti, dengan demikian Reformasi Gereja Katolik ditandai dengan devosi yang luar biasa terhadap Ekaristi atau perjamuan Tuhan, sehingga tabernakel yang menyimpan Tubuh Tuhan menjadi ciri pokok gereja Katolik

2.4. Tokoh Reformasi Katolik

2.4.1.      Johan Eck (1486-1543)

Johan Eck dilahirkan di Swabia pada tahun 1486. Pada usia 24 tahun ia memperoleh gelar doctor teologinya dan menjadi mahaguru di Universitas Ingolstdt, Bavaria. Johan Eck adalah seorang yang sangat cakap, seorang yang memiliki ingatan yang sangat tajam, pandai dalam berdebat dan seorang yang sangat yakin akan kemampuan dirinya. Ia adalah seorang pembela GKR yang sangat tangguh. Pada tahun 1518 Eck menulis suatu risalah yang mengkritik 95 dalil Luther, hal ini juga nampak dalam perdebatan Leipzig pada tahun 1519. Eck dipercayakan sebgaia juru bicara pihak GKR Carstadt dan Luther. Eck berpendapat bahwa paus adalah penggati dari Petrus dan wakil Kristus atas dunia, pendapat ini bertentangan dengan kitab suci, dengan konsili Nicea dan dengan gereja Purba. Eck adalah ornag cerdik dalam berdebat, ia berpendapat bahwa konsili pun tidak luput dari kekeliruan. Sesudah perdebatan Leipzig, Eck pergi ke Roma untuk menyimpulkan rumusan kutukan atas Luther dan pengikut-pengikutnya. Bulla Ekskomunikasi disahkan pada tanggal 15 Juni 1520. Bulla itu dikenal dengan nama Exsurge Domine (mengenai Primasi Petrus). Ia meninggal tahun 1543.[23]

2.4.2.      Ignatius Loyola (1491-1556)

Ingnatius lahir tahun 1491 di Basque, Privinsi Quipuzcoa Spanyol dari keluarga bangsawan di istana Loyola[24] ketika ia masih kecil, pendidikannya amat minim. Begitu juga dengan minatnya terhadap ritus da ajaran Gereja.[25] Ignatius dariLoyola (bahasa BasqueIgnazio Loiolakoabahasa SpanyolIgnacio de Loyola,  23 Oktober 1491 – 31 Juli 1556) adalah seorang mantan kesatria Spanyol keturunan bangsawan Basque yang menjadi teolog dan imam Katolik, pendiri tarekat religius Serikat Yesus (Yesuit) serta menjadi Superior Jenderal pertamanya.  Ordo Yesuit melayani Sri Paus sebagai misionaris-misionaris, dan mereka terikat oleh satu kaul ketaatan khusus kepada paus yang berdaulat sehubungan dengan karya misi.  Oleh karenanya mereka tampil sebagai suatu kekuatan penting selama masa Kontra-Reformasi.[26]

Ignatius dikenang sebagai seorang pembimbing rohani yang berbakat. Ia menuliskan metodenya dalam suatu risalah terkenal yang disebut Latihan Rohani, berisi serangkaian meditasidoa, dan latihan mental lainnya. Karya tersebut diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1548, setelah memperoleh persetujuan dari Paus Paulus III. Ignatius dibeatifikasi oleh Paus Paulus V pada tahun 1609, dan dikanonisasi oleh Paus Gregorius XV pada tanggal 12 Maret 1622. Pesta peringatannya dirayakan setiap tanggal 31 Juli. Ignatius ditetapkan sebagai santo pelindung Gipuzkoa dan Bizkaia, provinsi-provinsi Basque, dan juga Serikat Yesus, serta dinyatakan sebagai santo pelindung retret rohani oleh Paus Pius XI pada tahun 1922. Ia juga merupakan salah seorang santo pelindung utama para tentara.[27]

 

2.4.3.      Teresa dari Avila (1515-1582)

Teresa De Cepeda Y. Ahumada lahir di Avila Spanyol tahun 1515. Pada usia 13 tahun ia sudah kehilangan ibunya yang meninggal pada tahun 1528.[28] Teresia dikirim ayahnya untuk belajar disekolah kesusteran Augustinus di Avila pada tahun 1531. Ia tertarik terhadap kehiduan kebiaraan dan ia memutuskan menjadi seorang biarawati. Tetapi ayahnya berkata lain dan menolaknya, namun Teresia tetap menuruti keinginannya untuk menjadi seorang biarawati. Hal ini embuatnya lair dari rumah dan memasuki serikat karnelit di Avila tahun 1535.[29] Teresia mendapat penglihatan bahwa seorang malaikat membakar hatinya. Sehingga Teresia menyerahkan kehidupannya kepada Alah. Teresia memiliki tulisan yang berjudul ‘kehidupan’ dan ‘Jalan Menuju Kesempurnaan’ yaitu mengenai pokok kehidupan doa. Tahun1566 naskah pertama berhasil diselesaikannya. Teresia adalah seorang tokoh miskin Katolik sejak ia mencapai rohani dengan Allah pada tahun 1572. Sampai ia meninggal pada 4 Oktober 1582.[30]

2.4.4.      Robert Bellarminus (1542-1621)

Robert Bellarminus lahir pada 4 Oktober1542 di Montepulcaiano. Ia seorang teolog besar dalam GKR diakhir da pada masa kontra reformasi. Ia menjadi serikat Yesus pada tahun 1560.[31] Pada tahun 1570 ia ditahbiskan menjadi imam. Robert Bellarminus diangkat menjadi seorang guru dalam bidang teolog kontroversial di Kolose, Roma. Ia memiliki sebuah tulisan yang sangat terkenal yaitu Disputationes De Controversies Fidei Adversus Hujus Temporis Haereticos (Perdebatan mengenai kontroversi sekitar iman Kristen melawan penyesat masa kini). Dalam tulisan-tulisannya tersebut ia menguraikan ajaran katolik secara sistematis dalam rangka melawan ajaran para reformator pada saat itu. Ia menentang mereka yang berpendapat bahwa paus tidak mempunyai kekuasaan secara langsung atas hal-hal duniawi, berlawanan dengan hal-hal rohani. Karena kesehatannya memburuk, Bellarminus beristirahat dalam biara Yesuit di Roma sampai ia meninggal, yaitu pada 17 September 1621.[32]

2.5. Dampak Reformasi Katolik

Gereja pun menjadi lemah karena adanya perang agaa dan percekcokan di dalamnya. Dampak dari reformasi Katolik yaitu gereja terguncang, dan kehidupan masyarakatpun ikut terguncang karena reformasi didukung oleh kuasa-kuasa politik seperti raja-raja, kaum bangsawan dan pemerintah kota, sehingga timbul ketegangan politik antara yang menyetujui reformasi dan yang menolaknya. Tujuannya adalah untuk merebut kuasa politik serta kebebasan untuk ajaran yang dianut. Kelompok-kelompok protestan mulai mengatur kehidupan gereja dan menjadi gereja-gereja dengan suatu organisasi yang tetap. Gereja Katplik Roma pada satu pihak dan gerea-gereja Protestan pada piha lain muai berkembang secara terpisah.[33]

Pada saat itu gereja semakin lemah, hal itu menjadikan banyak orang merasa jemu akan kehidupan gerejawi dan para cendikiawan meninggalkan gereja.[34] Banyak daerah Eropa Barat terpecah atau konflik. Terjadilah perang agama di Swiss, Prancis, Belanda dan Jerman[35]. tahun 1650, Eropa Barat dibagi dalam daerah-daerah Katolik Roma dan Protestan Batas-batas antara gereja ditentukan dan Reformasi mupun Kontra Reformasi akhirnya selesai[36].  Hasil perjuangan Kontra –Reformasi itu ialah bahwa kekuasaaan Roma dipulihkan dalam wilayah yang luas. Hanya disana sini tetap ada minoritas protestan di Eropa Tengah begitulah misalnya di Perancis dimana sekitar tahun 1560 sudah sepertiga penduduk masuk protestan. Malalui penindasan yang berlangsung selama satu satengah abad dan yang tidak enggan memakai cara-cara yang paling kejam pun, sampai-sampai membunuh ribuan orang sekaligus, persentase turun menjadi 2% saja. Di Inggris  dan Belanda negara dalam tahap yang ini sudah dikuasai Protestan. Di kedua negara itu orang katolik tidak mengalami penindasan, tetapi mereka dijadika sebagai sebagai warga negara kelas dua, yang tidak mendapat tempay kehidupan polotik, akibatnya kedua negara itu mayoritas penduduk agama Protestan. Hal itu penting dengan kegiatan pekabaran injil yang akan berasal dari sana keseluruh dunia.[37]

III.           Kesimpulan

Terjadinya reformasi gereja sendiri diawali oleh pemikiran Martin Luther yang menentang slogan pendeta Johan Tetzel “Segera begitu koin yang dimasukkan ke kotak bermerincing, maka jiwa akan bangkit dari neraka.” Dimana hal ini menunjukkan akan suatu penyimpangan dalam ajaran kristiani yang sebenarnya. Di tahun 1517, Martin Luther pun mengumumkan 95 tesis yang disebarkan dan di paku di pintu gereja mengenai indulgensi dan ajaran-ajaran gereja yang lainnya. Ini berlangsung sampai berakhirnya Perang Tiga Puluh Tahun melalui Perdamaian Westfalen pada 1648. Meskipun sebelum Luther telah ada upaya-upaya awal yang signifikan untuk melakukan reformasi Gereja – seperti yang dilakukan oleh Jan Hus, Peter Waldo (Pierre Vaudès), dan John Wycliffe – Martin Luther secara luas diakui telah memulai Reformasi Gereja dengan 95 Tesis. Luther mengawali dengan mengkritik penjualan indulgensi, bersikeras bahwa Sri Paus tidak memiliki otoritas atas purgatorium dan bahwa ajaran Katolik mengenai jasa orang-orang kudus tidak memiliki landasan di dalam Alkitab. Jumlah pengikut kristen protestanisme juga semakin bertambah, akibatnya muncullah gerakan reformasi katolik untuk menarik kembali orang-orang kembali kepada gereja Katolik.

 

IV.            Daftar Pustaka

A. Kenneth, Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2013

Alister E. Mc. Grath,  Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016

C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015

Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam Sejarag Gereja Zaman Modern, Yogyakarta: Kanisius, 2006

End, Th. Van Den,  Harta Dalam Bejana, Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2001

F.D. Wallem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta BPK-GM, 2011

H. Berkhof, I.H. Enklaar, sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001

Harun Hadiwijono, Teologi Reformasi Abad ke 20, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004

Jan S. Aritonang, Reformasi dan dalam Sejarah Gereja Zaman Modern, Yogyakarta: Kanisius, 2008

Jonar S, Kamus Alkitab & Theologi, Yogyakarta: ANDI, 2016

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999

Michael Collins & Matthew A. Price, Pemikiran dan permasalahan ekonomi di Indonesia dalam setengah abad terakhir volume 2, Yogyakarta: Kanisius, 2005

Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen

Simon Adams, Atlas Eksplorasi dan Kerajaan, Jakarta:Erlangga, 2007

Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001

Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1993

Van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007

William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segalasesuat, Yogyakarta: Kanisius, 2000

 

 



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 827.

[2] F.D. Wallem, Kamus Sejarh Gereja, (Jakarta: BPK-GM,1), 391.

[3] Jonar S, Kamus Alkitab & Theologi, (Yogyakarta: ANDI, 2016), 388.

[4] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006),  14.

[5] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta BPK-Gunung Mulia, 2016), 14.

[6] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2001), 195.

[7] C. De Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 71-72.

[8] H. Berkhof, I.H. Enklaar, sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 178.

[9] Van den End, Harta Dalam Bejana, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 195.

[10] C. De Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 76.

[11] Michael Collins & Matthew A. Price, Pemikiran dan permasalahan ekonomi di Indonesia dalam setengah abad terakhir volume 2, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 146.

[12] C. De Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2015), 76.

[13] Eddy Kristiyanto, Reformasi dari Dalam Sejarag Gereja Zaman Modern, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 94-95.

[14] Jan S. Aritonang, Reformasi dan dalam Sejarah Gereja Zaman Modern, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 98-100

[15] Simon Adams, Atlas Eksplorasi dan Kerajaan, (Jakarta:Erlangga, 2007), 16-17.

[16] F.D. Wallem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta BPK-GM, 2011), 434.

[17] C.De Jonge, pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, 75.

[18] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, 197.

[19] A. Kenneth, Curtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2013), 83.

[20] William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segalasesuat, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 14

[21] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta BPK-Gunung Mulia, 2016), 16

[22] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta BPK-Gunung Mulia, 2016), 17-18

[23]  F.D. Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 69-70.

[24] F.D. Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 104

[25] Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen

[26] William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segalasesuat, (Yogyakarta: Kanisius, 2000),15

[27] William A. Barry, SJ, Menemukan Tuhan dalam Segalasesuat, (Yogyakarta: Kanisius, 2000),15-18

[28] Tony Lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 1993), 190

[29] Ibid 185.

[30] F.D. Wallem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 178.

[31] Ibid, 33.

[32] Th Van De End, Harta dalam Bejana, 199.

[33]  C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 77-78

[34] Alister E. Mc. Grath,  Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 14

[35] Harun Hadiwijono, Teologi Reformasi Abad ke 20, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004),

[36] C. DE Jonge, Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), 78

[37]  End, Th. Van Den,  Harta Dalam Bejana, (Jakarta : BPK Gunung Mulia. 2001), 199

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya