wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah

Aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah



I. Pendahuluan

Pada kesempatan ini kita akan membahas aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah. Kita akan membahas Latar belakang dari aliran ini, Tokoh yang berperan dalam menumbuhkan aliran ini, dan pokok-pokok ajaran dalam aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah. Semoga Pembahasan ini dapat berguna dan menambah wawasan berpikir kita, terkhusus di dalam mata kuliah Islamologi ini. Tuhan Yesus Memberkati.

II. Pembahasan

2.1. Pengertian Qadariyah

Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab Qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan.Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau ketentuan Allah.[1]Secara terminology, Qadariyah yaitu suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya.[2] Aliran ini muncul di Irak sekitar tahun 70 H, ( 689 M) yang di pelopori oleh Ma’bad al- Juhani dan Ghailan al-Dimasypi. Dalam ajaran teologi Qadariyah manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak melaksanakan kehendaknya itu.Dalam menentukan keputusan yang menyangkut perbuatannya sendiri, manusialah yang menentukan tanpa ada campuran tangan Tuhan.[3]

[4]Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.Seseorang dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbutannya.Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada Qadar Tuhan.Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.[5]

2.1.1. Latar Belakang Munculnya Qadariyah

Ahli teologi islam menerangkan bahwa paham Qodariyah pertama kali di kenalkan oleh Ma'bad Al-Juhani : seorangTabi'in yang baik dan temannya Ghailan Al-Dimasqi ,yang keduannya memperoleh pahamnya dari orang Kristen yang masuk islam di Irak .Ma'bad Al-Juhani adalah seorang lelaki penduduk Bashro keturunan orang Majusi .Dia adalah seorang ahli hadits dan tafsir al-qur'an ,tetapi kemudian beliau di anggap sesat dan membuat pendapat-pendapat yang salah serta batal.Setelah diketahui pemerintahan waktu itu ,ia di bunuh oleh Abdul Malik bin Marwan pada tahun 80H. Dan ia adalah tabai'yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan al-Basrih .Sedangkan menurut al --Zahabi ,Ma'bad adalah orang Tabi'i yang baik ,tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak 'Abd al-Rahman Ibn al- Asy'as ,Gurbernur Sajistan,dalam menentang Bani Umayyah .Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj Ma'bad terbunuh dalam tahun 80H.

Pada waktu itu Ghailan sendiri terus menyiarkan faham qodariyah-nya di Damaskus ,tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn 'Abd al-Aziz .Setelah Umar wafat meneruskan kegiatannya yang lama, sehingga akhirnya ia mati dihukum bunuh Hisyam 'Abd al-Malik (724-743M).Sebelum dijatuhi hukuman bunuh diadakan perdebatan antra Ghailan dan al-Awza'i yang dihadiri oleh Hasyim sendiri. Berkaitan dengan kemunculan Qodariyah ,para peneliti dibidang teologi berbeda pendapat .Karena penganut Qodariyah sangat lah banyak Diantaranya di Irak dengan bikti gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan al-Bashri .

Ada perbedaan pendapat mengenai latar belakang kemunculan aliran Qodariyah.Menurut Harun Nasution ,kemunculan Qodariyah eerat kaitannya dengan masalah perbuatan manusia bahwa manusia

bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menetukan perjalanan hidupnya.Berbeda dengan Jabariyah,aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbutan nya,ia dapat berbuat sesuatu dan meningalkannya atas kehendaknnya sendiri. Manusia mempunyai qudrah (kekutaan) untuk melaksanakan kehendaknya ,dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan.

Ibnu Taimiyah mengemukakan sejarah timbul paham ini,Qadariyah muncul sebelum paham Jabariyah. Paham Qodariah muncul pada periode terakhir sahabat,yaitu ketika timbul perdebatan tentang qadar atau ketetapanTuhan.Terkait penolakan terhadap kodar ini,para ulama salaf dan para imam telah membantah tetang pendirian kaum Qodariyah,Jabariyah,dan bid'ah --bid'ah kedua golongan ini. Menurut Ibnu Nabatah,seorang ahli penulis kitab ``Syahral 'uyun''mengakatan bahwa orang yang mula-mula mengembangkan paham Qodariyah adalah seorang penduduk Irak.Pada mulanya,ia seorang Nasrani kemudian masuk islam dan akhirnya menjadi Nasrani lagi.Dari orang inilah Ma'bad al-Juhani dan Gailan al-Dimasyqiy mengambil paham Qodariyah.Dapat dipahami bahwa pengaruh keyakinan Mahesian munculnya aliran ini karena pada masa itu,kaum muslimin bersentuhan langsung dengan penganut agama Yahudi dan Nasrani.Termasuk di dalamnya,muncul pengaruh Israiliyah terhadap ayat-ayat al-qur'an.

Senadan dengan pendapat diatas ,Abu Zahrah lebih cenderung tidak merinci dan tidak memastikan asal ,timbul dan berkembangnya paham qodariyah .Menurut Abu Zahrah ,para ahli sejarah ilmu pemikikran islam telah meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai siapakah yang pertama kali mengajarkan paham ini ,di derah mana timbul dan berkembang .Hanya saja pedoman umum yang dapat di dijadikan pegangan bahwsannya Basra dan Iraklah tempat timbulnya dan berkembangnya paham Qodariyah.

Abu Zahrah,selnajutnya menyimpulkan bahwasannya kaum muslimin pada akhir masa Khulafaur Ar-Rasyidin dan masa pemerintahan Muawiyah ramai membicarakan masalah Qadha dan Qadar.Sekelompok umat islam sangat berlebihan dalam meniadakan hak memilih bagi umat manusia, mereka adalah kaum Jabariyah.Sedangkan kaum qodariyah sangat berlebihan dengan pendapatnya bahwa semua perbutaan manusia adalah murni keinginan manusia yang terlepas dari keinginan atau kehendak Tuhan. Namun demikian, meski para pakar berbeda pendapat tentang latar belakang kemunculan aliran Qodariyah ,para ahli hampir sepakat bahwa Ma'bad al-Junani adalah orang yang pertama kali dikalangan kaum muslimin menyampaikan paham periode sahabat.[6]

2.1.2. Sejarah Timbulnya Teologi Qadariyah

a. Pendapat Ahmad Amin

Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya?Merupakan dua tema yang masih diperdebatkan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma’bad adalah seorang atba’ tabi’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan.[7]Ajaran Qadariyah pada dasarnya mengatakan bahwa segala tindakkan manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri, baik perbuatan baik maupun perbuatan jahat. Oleh karena itu ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang di perbuatnya. [8]

2.1.3. Tokoh-Tokoh dan Ajaran Aliran Qadariyah

1. Ghailan al-Dimasyqi berpendapat, bahwa manusia sendirilah yang berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia melakukan perbuatan-perbuatan balk atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pulalah yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.

2. AI-Nazam salah seorang pemuka Qadariyah mengatakan, bahwa manusia hidup itu mempunyai istitha'ah. Selagi manusia hidup, dia mem-punyai istitha'ah (day a), maka dia berkuasa atas segala perbuatannya. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, Sebab itu, dia berhak mendapat-kan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan sebaliknya dia juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya. Di sini nyatalah bahwa nasib manusia tidak ditentukan oleh Tuhan terlebih dahulu dan ditetapkan sejak zaman azali seperti pendapat yang dipegangi oleh paham Jabariyah.

3. Pembahasan ajaran ini, kiranya lebih luas dikupas oleh kalangan Mu'tazilah; sebab sebagaimana diketahui paham Qadariyah ini juga dijadikan salah satu ajaran Mu'tazilah. Sehingga ada yang menyebut al-Mu'-tazilah itu dengan sebutan al-Qadariyah.

4. AI-Jubba'i mengatakan, bahwa manusialah yang menetapkan per­buatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri. Daya untuk mewujudkan kehendak itu telah terdapat dalam diri manusia, sebelum adanya perbuatan.

5. Pendapat yang sama juga diberikan oleh Abd al-Jab-bar. Untuk memperkuat pendapatnya, Abd al-Jabbar mengemukakan beberapa argumen, baik bersifat rasional maupun nas, Salah satu argumen yang dikemukakan adalah, bahwa perbuatan manusia akan terjadi sesuai dengan kehendaknya. Jika seseorang ingin berbuat sesuatu, perbuatan tersebut terjadi, sebaliknya jika dia tidak ingin berbuat sesuatu, maka tidak -lah terjadi perbuatan itu. Jika sekiranya perbuatan tersebut perbuatan Tuhan, maka perbuatan tersebut tidak akan terjadi, sungguhpun dia meng-inginkannya, dan sebaliknya perbuatan tersebut tetap akan terjadi.sungguh-pun dia sangat tidak menginginkannya.Di antara ayat yang digunakan untuk memperkuat pendapatnya ada-lah ayat 17 surat al-Sajadah yang berbunyi sebagai berikut:

Abd.al-Jabbar menyatakan, sekiranya perbuatan manusia perbuatan Tuhan, maka ayat ini tidak ada artinya, sebab ini berarti bahwa Tuhan memberi pahala atas dasar perbuatan seseorang yang pada hakikatnya perbuatan Tuhan sendiri. Oleh karena itu, agar ayat ini tidak membawa kepada kebohongan, maka perbuatan tersebut harus dipastikan sebagai perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya, bukan dalam arti majazi.Selain ayat tersebut, masih banyak ayat yang digunakan oleh kaum Qadariyah (Mu'tazilah) untuk memperkuat argumennya.[9]

2.2. Pengertian Jabariyah

Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Didalam Al-Munjid, dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu[10]. Selanjutnya kata Jabara ini ditarik menjadi Jabariyah ( dengan menambah ya nisbah), memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). Al-Syahrastan menegaskan bahwa paham al-jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah[11]. Dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpak. Dalam bahasa inggris Jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu faham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan qadar Tuhan[12]

2.3. Sejarah Timbulnya Teologi Jabariyah

Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelasan yang sarih.Abu Zahrah menetukkan bahwa paham ini muncul sejak jaman Bani Umyyah[13]. Paham jabariyah ini dalam dalam sejarah teologi islam di tonjolkan pertama kali oleh Al-Ja’d Ibn Dirham. Tetapi yang mengembangkan nya kemudian adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan. Jahm In Safwan merupakan pendiri golongan jahamiyah dalam kalangan Murji’ah ia ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan itu Jahm dapat ditangkap dan kemudian di hukum mati[14].

Sebenarnya, benih-benih paham Jabar sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh diatas. Itu dapat dilihat dalam sejarah diantaranya:

1. Suatu ketika,Nabi SAW menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah takdir Tuhan. Nabi pun melarang mereka memperdebatkan persoalan tersebut agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan tentang takdir.

2. Rahasia sikap ini ialah riwayat hadits Nabi SAW yang menyebutkan “kaum Qadariyah Majusinya umat ini” yang telah dituduh mengetahui adanya kesamaan antara kaum Qadariyah dan pnganut Majusi. Sebab diketahui kaum Majusi membatasi takdir Ilahi pada apa yang mereka namakan “kebaikan” saja. Sedangkan “kejahatan” berbeda di luar takdir Ilahi, dan bahwa pelakunya adalah wujud setan pertama yang mereka namakan Arihman. karena itu kaum Jabariyah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “Kaum Qadariyah” adalah kalangan yang mengingkari qadar (takdir) ilahi, sementara lawan-lawan mereka berkata bahwa kaum Qadariyah ialah orang-orang yang mengembalikan segala sesuatu, perbuatan manusia, kepada qadha dan qadar.

3. Khalifah Umar bin Khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan mencuri, ketika di interogasi pencuri itu berkata “Tuhan menentukan saya untuk menjadi pencuri” mendengar ucapan itu umar marah sekali dan menganggap orang itu lebih berdusta kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu, pertama, hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua, Hukuman dera karena menggunakan dalil tadir Tuhan[15]



2.3.1. Pokok Pemikiran Teologi Jabariyah

Adapun ajaran jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Ekstrim dan Moderat.Pertama aliran Ekstrim.diantara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surge dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan di akhirat. Surga dan neraka tidak dikenal, dn yang kekal hanya lah Allah. Sedangkan Iman dalam pengertiannya adalah ma’rifat atau membenarkan dengan mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak[16] .

Kedua,ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik positif atau negative, tetapi manusia mempunyai bagian didalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatannya.Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin Muhammad An-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat di lihat di akhirat. Sedangkan Adh-Dhirar (took Jabariyah moderat lainnya) berpendapat bahwa Tuhan dapat saja dilihat dengan indera ke-enam dan perbuatan perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pihak[17]

2.4. Tokoh-Tokoh dan Ajaran Aliran Jabariyah

1. Al-Ahmiyah

Aliran Jabariyah oleh Al-Syahrastani menyebutkan dengan istilah Al-Jabariyah al khallish.Pendirinya adalah Jahm Ibn Shafwan (124H).nama lengkap nya adalah Abu Mahrus Jaham bin Sofwan. Ia berasal dari Khueasan dan bertempat tinggal di Kufah. Ia seorang yang fasih dan lincah (orator) yang termasuk seorang mawali yang menentang pemerintah Bani Umayyah, ia di tawan kemudian dibunuh oleh Muslim Ibn Ahwas Almazini pada akhir dinasti Khalifa Bani Umayyah. Alirannya ini tersebar di Tirmiz dan di Balk.

Dia dianggap sebagai pengikut Jabariyah murni. Aliran Jahmiyah ini tidak menetapkan perbuatan atau kekuasaan sedikit pun. Seluruh tindakan boleh terlepas dari aturan,scenario dan kehendak Tuhan.

2. Ja’d bin Dirham

Ja’d adalah seorang maulana hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Dan dipercaya mengajar di lingkungan Bani Umayyah namun setelah pikira-pikirannya yang kontraversial terlihat Bani Umiyyah menolaknya.Kemudia dia pergi ke Kufah bertemu dengan Jahm, yang akhirnya berhasil mentransfer pikirannya untuk dikembangkan dan disebarluaskan. Doktrin Ja’d secara umum sama dengan Jahm.

3. An-Najjariyah

An-Najjar berkata: Tuhan hanya berkehendak denan Zat-Nya, juga Tuhan mengetahui dengan Zat-Nya. Karena itu taalluqnya menyeluruh.Allah menghendaki baik dan buruk bermanfaaat dan mudharat.Dan katanya yang dimaksud Allah berkehendak disini bahwa Allah tidak dipaksa dan tidak terpaksa. Katanya: Allah menciptakan semua bak dan buruk dan manusia hanya berencana.

4. Ad-Dhirariyah

Ad-Dhiriyah berpendapat bahwa Allah maha mengetahui dan maha kuasa maksudnya tidak jahil dan tidak lemah.Dan mengakui bahwa Allah adalah Zat yang hakikatnya tidak diketahui, melainkan Allah saja lah yang tahu, katanya pendapat ini dikutip dari Abuhanafiah dan rekan-rekannya. Dan yang dimaksud Allah mengetahi zat-Nya tanpa melalui pembuktian dan adil[18]

2.5. Ciri-Ciri Aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah

Diantara ciri-ciri ajaran Qadariyah dan Jabariyah

a. Manusia berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatannya dan nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa ada campur tangan Allah SWT

b. Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempunyai Iman. Artinya orang yang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.

c. Orang yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal kebajikan lainnya.

Sedangkan ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :

1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatan yang baik maupun yang buruk semata Allah yang menentukan

2. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan mahkluk ciptan-Nya

3. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya. Karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.[19]

2.6. Perbandingan Aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah

Ø Jabariyah

Secara harafiah Jabariyah berasal dari kata ja-ba-ra, yang memiliki arti keterpaksaan. Sebuah paham teologi dalam Islam yang meyakini bahwa alur hidup manusia merupakan ketentuan Tuhan yang memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan garis hidup manusia. Dalam hal ini, manusia tidak berdaya, segala tindakan manusia merupakan ketentuan Tuhan. Meskipun paham ini mengajarkan kepasrahan tetapi sesungguhnya paham ini banyak dimanfaatkan oleh para penguasa. Pada aliran ini, kekuasaan Muawiyah pertama mencari legitimasi dari kalangan pemberontak, terutama orang-orang Syi’ah. Ucapan Muawiyah yang cukup terkenal, “Apa yang terjadi pada diriku sudah ditentukan oleh Tuhan.” Paham demikian merupakan paham yang menyebabkan timbulnya banyak korupsi yang dilakukan oleh banyak para pemegang jabatan.

Ø Qadariyah

Qadariyah berasal dari kata-kata qa-da-ra, yang memiliki arti kehendak. Sebuah paham teologi yang mengatakan bahwa apa yang terjadi pada diri manusia merupakan kehendak pribadi. Aliran ini dipegang oleh kalangan Mu’tazilah yang menempatkan akal pada posisi tertinggi, lebih tinggi dari wahyu. Menurut paham ini perbuatan manusia sepenuhnya merupakan tanggung jawab. Pada paham ini, dalam politik menganjurkan sebuah kontrol terhadap jalannya sebuah kepemimpinan, melalui kontrak sosial. Bahkan, paham ini meyakini bahwa Tuhan tidak bertanggung jawab sama sekali terhadap perbuatan manusia karena Tuhan sepenuhnya telah memberikan akal kepada manusia. Paham ini dipegang oleh aliran rasional, Mu’tazilah.[20]



2.7. Analisis Aliran Teologi Qadariyah dan Jabariyah

Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk didalamnya perbuatan manusia itu sendiri.Tuhan juga bersifat Maha Kuasa danmemiliki kehendak yang bersifat mutlak danabsolute.Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung padakehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya:Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya:*taukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang absolut:.Menanggapi pertanyaan!pertanyaan tersebut maka muncullah dua pahamyang saling bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah -abariyah dan "adariyah. golongan "adariyahmenekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia.

Mereka memandangbahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas.'edangkan golongan -abariyah adalah antitesa dari pemahaman "adariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahWa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Berbeda dengan -abariyah. Hal pertama yang akan menjadi Fokus utama pembicaraan adalah mengenai iktiqad abariyah tentang penyerahan totalitasdalam "ada dan "adar kepada Tuhan. Secara tidak langsung, dalam iktiqad inimereka telah menuduh Allah. Seolah-olah Dia itu jahat dan Falim kepada umat! Nya

III. Kesimpulan

Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab Qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan.Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai Qudrah atau kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau ketentuan Allah. Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Didalam Al-Munjid, dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu[21]. Selanjutnya kata Jabara ini ditarik menjadi Jabariyah ( dengan menambah ya nisbah), memiliki arti suatu kelompok atau aliran (isme). Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, baik aliran Qadariyah maupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan faham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Al-Qur’an. Hal ini memperlihatkan betapa terbukanya kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam Islam. Namun pendapat mana yang lebih baik, tidaklah bias dinilai sekarang. Penilaian yang sesungguhnya akan diberikan oleh Tuhan diakhirat nanti. Penilaian baik atau tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin bisa dilakukan dengan cara mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Pendapat yang baik adalah apabila ia berlaku di masyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia.

IV. Daftar Pusataka

Alkhendra, Pemikiran Kalam, ( Bandung: Alfabeta, 2000), 43

Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia, 2006

AB Hadariansyah, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, Banjarmasin : Antasari Press, 2008

Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta : UI Press, 1986

Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung : Pustaka Setia, 2003

Luis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Laughah Wa Al-Alam, Beirut, Dar Al-Masyriq, 1998

Asy-Syahratnasy, Al-Milal Wa An-Nihal, Darul fikr, Beirut

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta : UI-Press,1986

Tim ensiklopedia Islam, Jabariyah, Jakarta:Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997

Rosihan Anwar,Ilmu Kalam, Bandung:Pusaka Setia,2006

Ahmad Amin,Fajr al-islam, Maktabah An-Nahza Al-Misriyah Li Hasan Muhamad Wa Auladihi: Kairo,1924

Sirajuddin Zar, , Teologi Islam: aliran dan ajarannya, Padang: IAIN Press, 2003



Sumber lain:

http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/aliran-qadariyah.html

https://www.kompasiana.com/saadah56/5bac4c1bbde57542ed5e4213/pengertian-dan-latar-belakang-munculnya-aliran-qodariyah?page=all

https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/10/makalah-aliran-qadariyah-dan-jabariyah.html

https://islami.co/perbedaan-jabariyah-qadariyah-dan-asyariyah/




[1] Alkhendra, Pemikiran Kalam, ( Bandung: Alfabeta, 2000), 43


[2]http://kapanpunbisa.blogspot.com/2011/09/aliran-qadariyah.html, diaskes pada tanggal 24- September-2020, pada pukul 18:20


[3] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001), 36


[4] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, ( Bandung : Pustaka Setia, 2006), 70


[5]AB Hadariansyah, Pemikiran-Pemikiran Teologi Dalam Sejarah Pemikiran Islam, ( Banjarmasin : Antasari Press, 2008), 68


[6]https://www.kompasiana.com/saadah56/5bac4c1bbde57542ed5e4213/pengertian-dan-latar-belakang-munculnya-aliran-qodariyah?page=all, diaskes pada tanggal 24 – September – 2020, pada pukul 18:44


[7] Harun Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta : UI Press, 1986), 31


[8] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, ( Bandung : Pustaka Setia, 2003), 69


[9]https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/10/makalah-aliran-qadariyah-dan-jabariyah.html, diaskes pada tanggal 24-september-2020, pada pukul 19:34


[10]Luis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Laughah Wa Al-Alam, (Beirut, Dar Al-Masyriq, 1998),78


[11]Asy-Syahratnasy, Al-Milal Wa An-Nihal,(Darul fikr, Beirut ),85.


[12]Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,(Jakarta : UI-Press,1986),31


[13]Tim ensiklopedia Islam, Jabariyah,(Jakarta:Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997),239


[14]Harun Nasution, Teologi Islam:Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press,1986),35


[15]Tim Ebsiklopdia Islam,Jabariyah,(Jakarta:Ikthiar Baru Van Hoeve,1997),243


[16]Rosihan Anwar,Ilmu Kalam,(Bandung:Pusaka Setia,2006),67-68


[17]Abudin Nata,,Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998),41-42.


[18]Ahmad Amin,Fajr al-islam,(Maktabah An-Nahza Al-Misriyah Li Hasan Muhamad Wa Auladihi: Kairo,1924),284


[19]Sirajuddin Zar, , Teologi Islam: aliran dan ajarannya, (Padang: IAIN Press, 2003)


[20] https://islami.co/perbedaan-jabariyah-qadariyah-dan-asyariyah/. diaskes pada tanggal 24-september-2020, pada pukul 20:34




[21]Luis Ma’luf, Al-Munjid Fi Al-Laughah Wa Al-Alam, Beirut, Dar Al-Masyriq, 1998

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: