wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Macam-macam Pendekatan Metode dalam Hermeneutika PB ( Penafsiran)

Macam-macam Pendekatan Metode dalam Hermeneutika PB ( Penafsiran)


I. Pendahuluan

Perlu disadari bahwa para penulis kitab-kitab PB pertama-tama tidak bermaksud memaparkan serangkaian pemikiran teologis. Mereka menulis karya-karyanya berkenaan dengan kebutuhan jemaat waktu itu, terutama sehubungan dengan tanggapan iman mereka terhadap sosok Yesus dari Nazaret itu. Memang, jemaat perdana telah memiliki Perjanjian Lama (PL) sebagai Kitab Sucinya, namun, berhadapan dengan fakta Yesus, mereka membutuhkan pegangan dan penjelasan. Untuk memenuhi kebutuhan itulah para penulis kitab-kitab PB menyusun karangannya. Dalam perkembangannya di kemudian hari, kesaksian-kesaksian tentang fakta Yesus itu lambat laun juga mereka terima sebagai bagian penting dari Kitab Suci.

II. Pembahasan

Hermeneutika Alkitab adalah suatu usaha untuk menjelaskan, menginterpretasi, dan menerjemahkan teks-teks Alkitab. Alkitab perlu dijelaskan supaya isinya dapat dipahami oleh umat. Melalui proses tersebut, pembaca dapat mengerti berita yang disampaikan oleh Alkitab. Unsur penafsiran yang paling kuat adalah bahasa karena selalu berhubungan dengan komunikasi.

Dalam melakukan suatu penafsiran harus dimulai dengan kreatif seorang penafsir sehingga pada akhirnya dapat menemukan pendekatan yang inovatif dalam melakukan penafsiran Alkitab. Berikut adalah metode-metode penafsirannya:

2.1. Metode Hermeneutik

Metode Hermeneutik adalah hukum-hukum penafsiran dan eksistensial. Hermeneutik harus maju selangkah menyelidiki makna bahasa itu, dan berusaha agar kitab Perjanjian Baru berbicara kepada pembaca masa kini. Jadi tugas Hermeneutik tidak berhenti pada tahap mengerti apa yang ingin disampaikan penulis Kitab kepada pembaca yang pertama. Untuk meraih sasaran ini, beberapa hal yang perlu diperhatikan :

1. Firman Allah harus terbaca dalam setiap Khotbah

2. Seorang penafsir harus mengenal “ bagaimana” ia dapat mengartikan dan mengerti Alkitab. Ini berkaitan dengan praanggapan dan beraneka ragam analisis.

3. Harus ada pengertian umum di antara pembicara dan pendengar

4. Bahasa bukan hanya alat yang menyampaikan informasi, tetapi juga sebab yang menghasilkan perubahan. [1]



2.2. Metode Penafsiran Alkitab

Menurut Dr. A. A. Sitompul “ fungsi metode ini hanya sebagai “ Alat”, untuk membuka aspek-aspek yang kurang jelas di sekitar naskah Alkitab. Tetapi juga untuk menguji pandangan-pandangan dalam suatu ajaran yang menyangkut Iman Gereja, baik dalam pemberitaannya maupun dalam pengajarannya. Kita dapat mengatakan bahwa tugas atau fungsi metode penafsiran Alkitab ini ialah :

1. Membuka aspek-aspek yang kurang jelas di sekitar Nast Alkitab

2. Menguji pandangan-pandangan dalam ajaran yang menyangkut Iman Gereja, baik dalam pemberitaannya maupun dalam pengajarannya.

Sejak dulu sampai sekarang banyak metode yang dipergunakan untuk menafsirkan. Beberapa dari antara metode-metode itu, yang lazim dipergunakan secara meluas ialah Metode Tipologi, Harfiah, Alegori, Analogi, Analitis, atau Historis-Historis.[2]

2.2.1. Metode Tipologi

Kata “ Tipologi” berasal dari kata Yunani “ tuphos” yang berarti “bayangan” contoh, model, tipe, standard, macam atau jenis. Dalam peranannya sebagai metode penafsiran Alkitab, G. You Rad mengatakan bahwa “ Tipologi” berarti suatu peristiwa atau fakta PL maupun PB yang ditafsirkan sebagai prabayangan. Dari peristiwa yang sudah jadi atau yang dinanti-nantikan kejadiannya dalam Perjanjian Baru.[3]

Penafsiran tipologis berusaha menemukan langkah yang diambil Allah atas manusia, atau rencana-Nya atas manusia, pada bagian-bagian awal dalam kitab Suci. Tipologi menunjukan suatu korespondensi antara orang atau peristiwa yang ada pada masa lalu dengan yang ada pada masa kini.[4]

Perjanjian Baru memahami keluaran dari Mesir ini sebagai tipologis bagi suatu keluaran baru dari perhambaan dan kutuk dosa : Musa adalah tipologis bagi Yesus (Matius 5-7) yang merupakan Taurat baru bagi Yesus ( darah anak domba yang dioles di pintu orang Israel ketika hendak meninggalkan Mesir adalah tipologi bagi darah Yesus Kristus yang tertumpah di bukit Golgata).

a. Hamba Tuhan yang menderita dalam Yesaya 52:13-53 :12 adalah tipologi bagi Yesus Kristus yang menderita sengsara karena dosa manusia ( Matius 8:17 ; Yohannes 12:38 ; Kis 8:32-33 ; 1 petrus 2:24-25).

b. Mesias adalah tipologi bagi Yesus Kristus

c. Surat ibrani melihat Iman Besar sebagai gambaran atau tipologis bagi Yesus Kristus[5]

2.2.2. Metode Harfiah

Kata “ Harfiah” berarti sesuai dengan huruf atau sesuai dengan yang tertulis. Para penafsir harfiah beranggapan bahwa Alkitab adalah firman Allah yang sudah jelas, sehingga tidak perlu ditafsir lagi. Firman yang tertulis dalam Alkitab Tunggal dilaksanakan saja. Namun, pandagan yang demikian ternyata sulit diterapkan. Contoh firman Tuhan yang sulit diterapkan misalnya : harus disunat dan dibaptis bersama-sama, atau orang harus melaksanakan Matius 5:29-30 secara harfiah dan Konsekuen.[6]

Ada membedakan dua macam penafsiran Alkitab harfiah yaitu :

1. penafsiran harfiah sebagaimana nast yang tertulis. Penafsiran ini menekankan arti suatu nast sebagaimana yang tertulis.

2. penafsiran harfiah yang menekankan rincian-rincian ( secara detail) dari nast sebagai kunci pemahaman atas nast tersebut. Penafsiran ini disebut penafsiran yang mendetail. Maksudnya penafsiran ini akan membawa penafsir untuk memerhatikan detail dari bagian-bagian terkecil yang ada dalam nast, perikop, atau fakta yang disajikan dalam Alkitab. Apabila rincian-rincian yang tersebut dihubungkan atau diteliti lebih dalam, si penafsir akhirnya akan tiba pada pikiran atau teologi.[7]

3. penafsiran harfiah cukup popular di kalangan orang Yahudi. Dalam karya sastra yang ditulis rabi terdapat banyak contoh seperti ini, Kitab Suci mereka dipahami dengan makna jelas, sederhana dan natural. Ini khususnya dilakukan pada penerapan peraturan yang tercantum dalam kitab suci.[8]

2.2.3. Metode Alegori[9]

Metode “ Alegori” berasal dari kata “ ellegoreo” yang diartikan berbicara secara kiasan. Setiap bahasa mengenal bentuk kiasan. Alegori pada mulanya adalah metode yang dipergunakan dalam filsafat Yunani untuk menafsirkan segala hal yang bersifat materi sebagai hal yang mempunyai arti Rohani. Hal ini dapat di mengerti, mengingat, filsafat Yunani selalu menggangap segala yang bersifat bendawi kurang berharga jika dibandingkan dengan segala yang bersifat bukan bendawi ( Immaterial), yakni yang bersifat rohani sebagai hal yang bernilai tinggi.

Sebagai metode tafsir yang pernah digunakan bahkan sampai sekarang ( dikalangan Anggota jemaat). Alegoris lebih mendalam artinya daripada sekadar perumpamaan atau kiasan. Metode Alegoris ini adalah metode yang berusaha selalu mencari atau memberi arti terhadap fakta-fakta dalam Alkitab. Tetapi banyak ahli tafsir modern keberatan terhadap metode alegoris ini. Namun, metode ini tetap digunakan dalam gereja, karena metode ini pun mendapat tempatnya juga dalam perkembangan kanon Alkitab. Penafsiran alegori akan bermanfaat apabila dipergunakan secara bertanggung jawab dan pada tempatnya. Dalam praktiknya nyata bahwa banyak anggot gereja yang memperoleh kekuatan Iman, dari penafsiran alegoris di tengah-tengah pergumulan hidup.

Penafsiran alegoris orang Yunani yang paling terkenal adalah Philo. Dia tidak ingin menafsirkan bagian-bagian Kitab Suci yang berwarna antropomorfisme dengan pendekatan harfiah.[10]

2.2.4. Metode Analogi

Kata “ Analogi” berasal dari kata Yunani “ analogia” yang diartikan potongan yang sama. Misalnya seperti pinang dibelah dua saat belahan yang satu adalah sama dengan belahan yang lain. Dengan demikian analogy berarti pula “ Persamaan”. Sebagai metode penafsiran, analogy dipandang sebagai gabungan antara pendekatan tipologis dan alegoris, tetapi lebih ke tipologis daripada alegoris. I. J. Cairns mengatakan bahwa analogy itu sendiri merupakan bentuk embrionis daripada tipologi atau alegori. Karena itu, metode ini sering disebut tipologis-alegoris.

Menurut G. Von Rad mengatakan bahwa Alkitab adalah kitab yang memuat sejarah karya firman Allah yang kreatif, maka penafsiran analogy dapat dipandang sah jika metode ini memusatkan perhatiannya kepada parallel-parallel antara peristiwa-peristiwa ilahi tertentu yang disaksikan dalam skriptura dengan tidak mementingkan arkheologis yang kebetulan tampak dalam nast-nast yang sedang dibandingkan. Jadi penafsiran analogy ini telah dibatasi dengan hanya memusatkan perhatiannya pada kesamaan-kesamaan atau kesejajaran antara peristiwa-peristiwa ilahi tertentu yang disaksikan dalam Alkitab.

2.2.5. Metode Analitis ( Criticism) / Metode Historis-Kritis

Metode ini berkembang pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20. Metode historis-kritis bertolak dari suatu pandangan kritis terhadap Alkitab. Kritis dalam arti tidak menerima mentah-mentah setiap hal, tetapi berusaha mengujinya dengan pertimbangan-pertimbangan yang dalam dari berbagai segi. Metode analitis atau historis-kritis ini melihat Alkitab sebagai buku yang didalamnya berisi kesaksian tentang Allah dan kehendak-Nya. Dalam uraiannya ada 9 metode penafsiran yaitu :

a. Analisis nast ( Textual Criticism)

b. Analisis Sastra ( Literer Criticism)

c. Analisis hadits lisan atau analisis sejarah tradisi lisan ( tradition criticism, khususnya oral tradition)

d. Analisis sejara tradisi ( historical tradition criticism)

e. Analisis sejarah peredaksian ( historical redaction criticism)

f. Analisis bentuk

g. Tempat dan waktu

h. Tafsiran ayat demi ayat

i. Tujuan : skopus atau maksud nast



2.3. Metode Umum Penafsiran Alkitab

Dalam metode umum penafsiran Alkitab kita dapat mengetahui bertambahnya pengalaman dan pengetahuan, penafsiran Alkitab yang tekun akan mengusai prinsip dan metode-metode analisis- analisis ini. Penafsiran Alkitab akan menjadi lebih mudah baginya. Dengan ini metode yang biasa dipakainya, kini, kita mulai dengan analisis salinan Kuno PB.

a. Analisa Teks

Seorang penafsir harus terlebih dahulu yakin bahwa teks yang ada padanya adalah yang paling dekat dengan naskah asli, karena penyalinan naskah-naskah PL dan PB dilakukan dengan sikap yang sangat teliti. Di bagian ini dijelaskan tentang sejarah singkat pembentukan PL dan PB sebagai kanon, pembaca juga dibawa untuk mengenal salinan-salinan dan terjemahan-terjemahan kuno yang penting, juga dijelaskan mengenai codex yang merupakan bentuk penjilidan buku yang mirip dengan buku modern. Menurut pembaca apa yang disampaikan penulis dalam buku ini sangat jelas bahwa sebelum penafsir mencari arti yang dimaksud dalam Alkitab, maka dia harus lebih dahulu yakin bahwa Alkitab itu adalah Firman Allah, terlebih setelah mempelajari bagaimana proses kanonisasi Alkitab, yaitu berdasarkan pengujian yang ketat, sungguh-sungguh, lama dan universal.

b. Analisa Isi Kitab/Introduksi

Dalam bukunya ini, Hasan Sutanto menyatakan bahwa seorang baru akan dapat menafsir dengan tepat jika sudah mempersiapkan diri membaca Alkitab dengan teratur dan terencana. Setelah membaca Alkitab dengan cepat beberapa kali, kemudian disusul dengan pembacaan yang agak pelan disertai dengan observasi yang lebih cermat. Menurut pembaca, hal ini sangat tepat karena untuk dapat menafsir dengan baik, penafsir harus benar-benar mengenal isi kitab yang hendak ditafsirkannya. Dalam menganalisa ini hal yang perlu diperhatikan adalah latar belakang penulisan kitab, tanggal penulisan kitab yang biasanya ditentukan juga oleh gaya bahasa dan ajaran utama suatu kitab, dan pembaca kitab (harus memperhatikan tempat tinggal pembaca dan data-data tentang diri pembaca) karena hal ini akan sangat menentukan dalam penafsiran maksud penulis dalam menulis kitabnya.

c. Analisa Sejarah dan Latar Belakang

Dengan mengetahui sejarah dan latar belakang situasi zaman itu diharapkan penafsir modern dapat mengerti maksud sesungguhnya dari penulis Alkitab. Menurut pembaca hal ini sangat penting agar penafsir tidak membawa masuk maksudnya ke dalam Alkitab karena bisa saja suatu kebiasaan pada zaman itu berbeda maknanya dengan zaman sekarang. Demikian juga dalam menyelidiki latar belakang harus memperhatikan unsur geografis, unsur waktu, unsur agama, unsur politik dan ekonomi, unsur kebudayaan dan kebiasaan. Dengan menyelidiki hal-hal tersebut kita akan dapat memahami tujuan dan maksud penulis dalam penulisan kitabnya.

d. Analisa Sastra

Dalam arti luas analisa ini mencakup sejarah, pengarang,sumber, bentuk, konteks dan lain-lain. Sedang alam arti sempit analisa ini berfokus pada tujuan, struktur, bentuk penulisan, nada/modus suatu kitab/bagian yang ingin ditafsir. Pembaca setuju dengan penulis, karena dengan analisa sastra yang cermat, maka seorang penafsir dapat mengenal isi kitab dengan menyeluruh dan teratur serta menentukan bagian yang ingin ditafsir dalam kitab itu dan memakai cara penafsiran yang tepat atas gaya penulisan tertentu. Analisa sastra memperhatikan juga gaya sastra sebuah kitab atau sebagian kitab tersebut.

e. Analisa Konteks

Konteks yang dimaksud untuk menunjukkan hubungan yang menyatukan bagian Alkitab yang ingin ditafsir dengan sebagian atau seluruh Alkitab dan biasanya dibagi dalam: analisa kontes dalam pengertian sempit/dekat yang menunjuk ayat atau ayat-ayat yang berkisar sebelum dan sesudah ayat-ayat yang ingin ditafsir dan analisa konteks dalam pengertian luas/jauh yang dapat dilihat dalam konteks dalam kitab-kitab lain, konteks dalam kitab-kitab yang ditulis oleh pengarang yang sama dan konteks dalam kitab itu sendiri. Pembaca sangat setuju dengan ide penulis, karena analisa konteks ini sangat menolong dalam mencari maksud dari ayat yang hendak ditafsir. Karena seringkali ayat yang hendak ditafsir tidak dapat berdiri sendiri, tatapi berhubungan dengan ayat sebelum dan sesudahnya atau bahkan dengan kitab lain.

f. Analisa Kata (Semantik, Lexicologi)

Tanpa menguasai arti suatu kata, penafsir tidak mengerti maksud dari suatu

kalimat, apalagi menafsirnya. Untuk penyelidikan kata mencakup 3 bidang, yaitu: Fonologi (ilmu suara kata), Morfologi (ilmu bentuk kata) dan Semantik (ilmu arti kata) yang berfokus pada penyelidikan arti kata. Harus diperhatikan bahwa dalam Alkitab sering terdapat kata-kata yang sama, tetapi mengandung pengertian yang berlainan dan arti suatu kata terus berkembang, sehingga tidak tepat jika penafsir menjelaskan suatu kata dengan konotasi modern. Penafsir juga harus terbuka akan adanya ungkapan khusus. Pada prinsipnya menurut pembaca apa yang disajikan oleh penulis sangat tepat karena hal ini merupakan hal yang paling esensi dalam suatu penafsiran. Karena itu penafsir harus hati-hati dalam melakukan penyelidikan analisa kata ini.

g. Analisa Tata Bahasa

Analisa ini penting karena suatu kalimat, biasanya ditulis menurut hukum tata bahasa dan struktur tertentu. Sebenarnya analisa tata bahasa berhubungan sangat erat dengan analisa kata. Sebab suatu kata Ibrani atau Yunani dapat diterjemahkan menjadi suatu kalimat, yang jelas bersangkut paut dengan hukum tata bahasa. Berdasarkan apa yang disampaikan penulis, menurut pembaca sebenarnya analisa tata bahasa ini sangat berhubungan erat dengan analisa-analisa yang sebelumnya. Karena untuk menghasilkan penafsiran yang baik memang dibutuhkan analisa yang menyeluruh dari kitab yang hendak ditafsirkan.

h. Integrasi

Setelah penyelidikan terhadap pelbagai aspek dan bagian Alkitab yang hendak ditafsir telah dilakukan, tiba saatnya penafsir mengintegrasikan semua data itu menjadi suatu tafsiran yang utuh, indah,jelas dan mudah dimengerti. Usaha mengintegrasikan data-data analisa menjadi suatu tafsiran yang baik adalah suatu usaha yang lebih bersifat seni dari pada ilmiah. Itu sebabnya di bagian awal penulis telah menyatakan bahwa Hermeneutik bukan sekedar ilmu, tetapi juga mengandung unsur seni karena ini sangat dibutuhkan ketika penafsir mengintegrasikan hasil analisa yang telah dilakukan dalam mencari arti yang dimaksud penulis.[11]



2.4. Metode Khusus Penafsiran Alkitab

Prinsip dan metode yang umum dipakai dalam penafsiran Alkitab. Kepada prinsip dan metode yang perlu diketahui dalam penafsiran beberapa ragam sastra atau kasus yang lebih khusus. Penafsiran Alkitab terlebih dahulu harus menguasai prinsip dan metode yang bersifat umum dan bersifat khusus.

a. Bahasa Kiasan yang Pendek

Yaitu suatu cara komunikasi (lisan atau tertulis) yang menyampaikan suatu berita dengan cara memperbandingkan, atau mengasosiasikan dengan hal lain. Bahasa kiasan adalah suatu alat komunikasi yang dapat memberi penjelasan, gambaran yang lebih hidup, jelas dan mudah diingat. Di sini dijelaskan pula beberapa jenis bahasa kiasan pendek dan juga beberapa pegangan untuk penafsiran bahasa kiasan pendek.

b. Perumpamaan

Perumpamaan di Alkitab adalah cerita-cerita yang dipakai untuk menjelaskan suatu ajaran moral atau kebenaran rohani, karena cerita ini memiliki beberapa persamaan dengan ajaran atau kebenaran tersebut. Yang perlu diperhatikan di sini adalah sumber perumpamaan, tujuan perumpamaan, struktur perumpamaan, isi dan teologi dalam perumpamaan-perumpamaan PB. Pembaca setuju bahwa sebagai seorang penafsir perlu memperhatikan metode penafsiran perumpamaan, karena permpamaan banyak dipakai dalam PB. Bahkan menurut perkiraan, sepertiga dari pengajaran Yesus disampaikan dalam bentuk perumpamaan.

c. Simbol

Simbol di sini adalah suatu hal yang dipakai untuk menyampaikan suatu pengertian yang melebihi pengertian umum/biasa dari hal yang dipakai tersebut. Dalam Alkitab terdapat cukup banyak simbol, yang dapat dibagi menurut jenisnya, yaitu benda, peraturan/upacara, tindakan yang bermakna simbolik, angka, warna, nama, penglihatan, dan mujizat. Penulis juga memberikan beberapa prinsip/metode dalam menyelidiki simbol ini. Pembaca setuju dengan maksud penulis, karena dalam Alkitab terdapat banyak simbol yang digunakan dan masing-masing memiliki pesan khusus yang harus ditafsirkan secara benar. Itu sebabnya kita perlu belajar prinsip penafsirannya.

d. Syair

Syair yang dimaksud di sini terbatas hanya syair PL karena luasnya bahasan dalam Alkitab sangat luas. Hal-hal yang dibahas oleh penulis antara lain: sifat syair PL, fungsi/jenis syair PL, beberapa ciri khas dari syair PL, beberapa hal tentang kitab Mazmur, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penafsiran syair Alkitab. Menurut pembaca kita perlu mempelajari prinsip/metode penafsiran bentuk syair, karena sepertiga bagian dari PL saja ditulis dalam bentuk syair. Pembaca setuju dengan penulis bahwa dalam penafsiran syair Alkitab kita harus memperhatikan konteks, latar belakang dan tujuan utama penulisan syair supaya tidak salah dalam memahami arti yang dimaksud penulis kitab tersebut.

e. Nubuat

Di bagian ini, penulis memberi penjelasan tentang fungsi nabi, beberapa aspek isi berita nubuat, beberapa ciri nubuat secara umum, beberapa persoalan dalam penafsiran nubuat dan beberapa pegangan dalam penafsiran nubuat. Menurut pembaca, memang perlu mempelajari prinsip penafsiran nubuat bukan saja karena jumlah ayat-ayat yang bersifat nubuat sangat banyak, tetapi juga karena ayat-ayat demikian sulit ditafsir dan sering menimbulkan perdebatan yang sengit.

f. Apokaliptik

Dalam pengertian umum, istilah ini menunjuk sekelompok literatur beserta konsep-konsep dasarnya, yang bertumbuh subur di daerah Alkitab, yang banyak terdapat di sekitar abad ke-2 sM sampai abad pertama. Dalam bagian ini penulis membahas mengenai ciri-ciri literatur apokaliptik umum, sebab timbulnya dan asal-usul literatur apokaliptik umum, perbedaan antara literatur apokaliptik umum dan Alkitabiah, dan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penafsiran Apokaliptik. Menurut pembaca, setiap penafsir perlu mempelajari metode penafsiran apokaliptik, karena hal ini menubuatkan hal-hal yang akan datang, hampir mirip dengan nubuat. Apokaliptik sangat menonjol dalam hal eskatologi.

g. Surat

Penulis mengutip pendapat dari Adolf Deismann, yang pada awal abad ke-20 menyelidiki surat-surat kuno yang ditulis dalam papirus dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu Surat Umum dan Surat Pribadi. Surat ini banyak kita jumpai dalam PB, dalam PL hanya terdapat beberapa surat saja. Pembaca setuju dengan penulis bahwa kita perlu mempelajari metode penafsiran surat, karena dalam PB saja terdapat 23 surat. Pembaca juga setuju bahwa untuk mengerti suatu surat, kita perlu membaca keseluruhannya dengan cermat dan mengerti latar belakangnya sehingga dapat mengerti maksud si penulis surat tersebut.

h. Kutipan-kutipan Surat

Hubungan antara PL dan PB begitu erat dan tak terpisahkan, ini didasarkan atas kesaksian penulis-penulis PB dan bahkan Tuhan Yesus sendiri. Dalam bagian ini penulis memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal kutipan PL dalam PB, yaitu: batas suatu kutipan, naskah/terjemahan Alkitab yang dipakai oleh penulis-penulis PB, cara penafsiran yang dipakai oleh penulis-penulis PB dan fungsi kutipan PL adalah konteks PB. Pembaca setuju dengan pendapat penulis, karena dalam PB terdapat cukup banyak kutipan dari PL dan cara penafsiran penulis PB cukup kaya. Pelbagai penafsiran/penjelasan ini menolong kita lebih mengerti Firman Allah baik di PL maupun di PB. Sebab penulis-penulis PB adalah hamba-hamba Tuhan yang diberi ilham oleh Allah untuk melihat makna yang lebih lengkap, pengertian yang lebih dalam, dan penggenapan yang lebih jelas yang belum diketahui oleh penulis PL.[12]



2.5. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penafsiran Alkitab

1. Memastikan ragam sastra bagian kitab yang ditafsir

Penafsir perlu memastikan terlebih dahulu bahwa bagian ini benar adalah bahasa kiasan pendek.

2. Memastikan jenis bahasa kiasan pendek

Penafsir perlu memastikan jenis bahasa kiasan pendek bagian kitab yang ditafsirnya. Dia harus mengobservasi nast Alkitab.

3. Waspada terhadap subjektivitas diri penafsir

Penafsir Alkitab perlu menyelidiki latar belakang penulis kitab atau tokoh. Penafsir Alkiab juga perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti ungkapan, tata bahasa, atau budaya yang pada zaman penulis kitab.

4. Berupaya mengenal makna harfiah bahasa

Sebelum menafsir bahasa kiasan pendek, penafsir terlebih dahulu perlu mengenal makna harfiah. Contohnya: Tuhan Yesus bersabda, “ sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu “ ( Yohannes 10:7). Kata “Pintu” disini perlu diselidiki sesuai makna harfiahnya. Penafsir boleh menemukan sejumlah informasi dan menafsirkan kata nats Alkitab

5. Selalu memperhatikan Konteks

Konteks merupakan faktor yang sangat menentukan. Perhatikanlah selalu konteks dalam upaya mengenal makna dan kiasan. Banyak bahasa kiasan pendek sebenarnya dapat dipahami dari konteks nats Alkitab. Pendekatan-pendekatan ini bukan saja efektif tetapi juga lebih aman. [13]



2.6. Tujuan Karangan Metode Tafsir PB

Menyusun suatu karangan tafsir PB ialah menentukan arti nats PB dengan setepat mungkin. Untuk mencapai tujuan itu haruslah kita bekerja melalui suatu tafsiran yang menguraikan nats dengan metode kritik historis, agar kita mengerti apa yang dikatakan seorang pengarang abad pertama dalam bahasa Yunani kepada pembaca aslinya.[14]

Tujuan dari penafsiran tidak terletak pada keunikan sebuah penafsiran, karena bisa saja salah. Penafsiran yang baik adalah yang mampu mengungkapkan dengan jelas makna yang sesungguhnya dari sebuah teks. Penafsiran benar melalui proses dan dengan aturan-aturan yang jelas, selanjutnya diuji apakah tafsiran tersebut sesuai dengan konteksnya. Memang setiap penafsir memiliki tujuan-tujuan yang berbeda. Gordon D. Fee berpendapat bahwa tujuan penafsiran yang baik adalah sederhana, yaitu menemukan pengertian yang jelas dari teks itu.[15] Dan factor paling penting yang dapat kita sediakan untuk tugas itu ialah pikiran sehat yang sudah diterangi Tuhan.



2.7. Pentingnya Karangan Metode Tafsir PB

Tanpa penafsiran yang jelas dan akurat, manusia tidak berkesempatan mendengar Firman Allah. Mereka tidak dapat mengenal Allah, juga tidak dapat mengenal identitas dirinya sebagai ciptaan Allah, dan mengetahui keadaan sesungguhnya. Gereja tidak mungkin menjadi kuat tanpa memahami Alkitab dengan sungguh-sungguh. Itu sebabnya setiap rohaniwan, bahkan setiap anak Tuhan, perlu menguasai hermeneutik, demi memahami ajaran Alkitab. Karena setiap pengikut Kristus membutuhkan makanan rohani yang menumbuhkan kehidupan rohaninya. Hal itu sama seperti kesehatan tubuh jasmani manusia bergantung pada makanan yang diterimanya. Mereka yang sudah menjadi pengikut Tuhan, sama seperti orang non-Kristen, harus memilih dan mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi ada perbedaan antara orang Kristen dan non-Kristen, yaitu orang Kristen boleh bertindak atas petunjuk Tuhan yang diberikan melalui Firman-Nya. Firman Allah menjadi pelita dan terang dalam perjalanan mereka. Alasan yang lebih penting unutuk kebutuhan manafsirkan terletak dalam sifat Firman Tuhan itu sendiri. menurut sejarah, gereja telah memahami sifat dasar Firman Tuhan sama seperti gereja memahami oknum Kristus pada sesama Alkitabiah mempunyai sifat manusiawi dan ilahi. Sebagaimana dinyatakan oleh Profesor George Ladd, “Alkitab adalah Firman Allah yang diberikan di dalam bahasa manusia dalam sejarah.”[16]

Selain itu, pentingnya hermeneutika yang lain adalah bahwa Alkitab sebagai karya ilahi-insani, artinya bahwa dituntut keseriussan untuk memahami maksud Allah dan sebagai karya insani Allah yang berbicara kepada manusia dengan bahasa manusia dan dalam konteks historis tertentu. Setiap orang tidak dapat melepaskan diri menafsirkan, alasannya Alkitab tidaak mencatat segala sesuatu yang ingin kita ketahui dan Alkitab dapat dipahami dalam berbagai cara bahkan dalam keadaan kontradiksi. Bagi penulis sendiri, penafsiran memang sangat penting, supaya kita dapat mengerti maksud dan tujan penulis teks yang sebenarnya menurut konteks aslinya dan merelevansikannya dalam kehidupan kita sekarang bahkan masa yang akan datang.



III. Kesimpulan

Hermeneutika adalah suatu usaha berupa cara untuk menerjemahkan Kitab Suci. Dalam hal ini, hermeneutika membantu kita memahami apa makna yang sesungguhnya dari suatu teks dalam Kitab Suci. Hermeneutika juga membantu kita untuk menentukan pesan apa yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian membantu kita untuk mampu menerjemahkan isi dari Kitab Suci. Maka dari itu penting bagi kita untuk mempelajari metode dari hermeneutika. Macam dari metodenya yaitu, metode tipologi, metode harfiah, metode alegori, metode analogi, metode analitis atau historis-kritis. Hermeneutika atau penafsiran Alkitab tentunya memiliki tujuan yang harus dicapai. Adapun tujuan utama dari penafsiran ini adalah agar Sabda Allah bisa semakin menjadi santapan rohani bagi segenap anggota Umat Allah untuk tersu-menerus menjadikan sumber kehiduan iman, harap dan kasih. Dengan demikian menjadi terang bagi seluruh imat manusia.

Dengan hermeneutika memberikan deskripsi singkat atas berbagai metode dan pendekatan sambil menunjukan berbagai kemungkinan yang ditawarkan keterbatasannya. Artinya bahwa, seringkali banyak orang untuk mengartikan atau menafsirkan keliru tentang ungkapan yang tertulis dalam Kitab. Dengan penafsiran ini, kita dapat dibantu untuk melihat arti sesungguhnya dalam menafsirkan teks Kitab Suci.





IV. Daftar Pustaka

Barr, James, Alkitab di Dunia Modern, Jakarta : BPK GM, 1979

Cairns, I. J., Perjanjian Lama dan Indonesia yang Sedang Membangun, Jakarta : BPK GM, 1985

Fee, Gordon D. & Stuart, Douglas, Hermeneutik, bagaimana menafsirkan Firman Tuhan dengan tepat!, Malang: Gandum Mas, 1989

Labobar, Kresbinol, Dasar-Dasar Hermeneutik, Yogyakarta : Andi, 2017

Sitompul, A.A. & Beyer, Ulrich, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta : BPK GM, 2017

Sutanto, Hasan, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, Malang: Departemen Literatur, 2007








[1] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, ( Malang: Departemen Literatur, 2007), 175


[2] Kresbinol Labobar, Dasar-Dasar Hermeneutik, ( Yogyakarta : Andi, 2017), 75-76


[3] I. J. Cairns, Perjanjian Lama dan Indonesia yang Sedang Membangun, ( Jakarta : BPK GM, 1985), 32


[4] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, ( Malang: Departemen Literatur, 2007), 118


[5] Kresbinol Labobar, Dasar-Dasar Hermeneutik, ( Yogyakarta : Andi, 2017), 76-77


[6] IBID… 78


[7] James Barr, Alkitab di Dunia Modern, ( Jakarta : BPK GM, 1979), 235-237


[8] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, ( Malang: Departemen Literatur, 2007), 111


[9] Kresbinol Labobar, Dasar-Dasar Hermeneutik, ( Yogyakarta : Andi, 2017), 80-93


[10] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, ( Malang: Departemen Literatur, 2007), 116


[11] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, ( Malang: Departemen Literatur, 2007), 111-118


[12] Ibid…


[13] Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan metode penafsiran Alkitab, ( Malang: Departemen Literatur, 2007), 341- 349


[14] A.A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, ( Jakarta : BPK GM, 2017), 214


[15] Gordon D. Fee & Douglas Stuart, Hermeneutik, bagaimana menafsirkan Firman Tuhan dengan tepat! (Malang: Gandum Mas, 1989), 6


[16] ibid… 6

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: