Anglican
Kompentensi : Menjelaskan Sejarah Anglican, Tokoh-Tokoh, Paham-Pahamnya Serta dampaknya bagi Gereja dan Dunia
I. Pendahuluan
Pada pertemuan kali kelompok kami akan menjelaskan Sejarah Anglican dan tokoh-tokh pemahaman dan pemikiran serta dampaknya bagi gereja dunia. Dalam Persekutuan Anglican, sebagai bagian dari gereja yang kudus dan am, berada untuk memproklamasikan Injil yang kekal dari Tuhan kita Yesus Kristus ke seluruh dunia, dan untuk menjadi alat di tangan Tuhan untuk memenuhi kehendak-Nya. Pemisahan (perpecahan) yang mendalam memang telah lama terdapat di dalam tubuh gereja itu sendiri, akibat penafsiran yang berbeda-beda atas iman dan peraturannya; tetapi, kendati ada pembagian di antara kita harus berupaya mengatasi pemisahan di antara kita dan kembali menemukan kesatuan kita yang sejati di dalam Kasih Yesus Kristus. Berdirinya gereja Anglican ini dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Banyak para tokoh pendiri gereja Anglican ini yang membuat banyak dampak dalam gereja dan dunia.
II. Pembahasan
2.1. Anglican
Di Inggris, pada abad ke- 16, didirikan Gereja Anglican, yang sangat erat hubungannya dengan Negara. Golongan-golongan minoritas, baik Katolik Roma maupun Protestan, tertindas. Pada tahun 1534 Raja Henry VIII melepaskan Gereja Inggris dari kekuasaan Paus. Raja itu ingin memperbesar kekuasaannya dengan membuat gereja di wilayah kerajaannya tunduk hanya kepada dirinya sendiri saja. Dengan demikian, lahirlah Gereja Anglican. Pada mulanya ajaran dan tata gereja dalam gereja itu tetap seperti sebelumnya. Akan tetapi di bawah pemerintahan raja-raja berikutnya, ajarannya, misalnya tentang rahmat dan dosa. Atau tentang sakramen-sakramen, makin dipengaruhi oleh teologi Protestan. Hanya, tata gerejanya tetap sama. Jadi, Gereja Anglican adalah gereja yang ajarannya bercorak Protestan, tetapi yang mempunyai tata gereja Episkopal.[1] Pada masa pemerintahan Henry VIII, ajaran Gereja Katolik Roma tetap dipertahankan, namun pada masa pemerintahan penggantinya, Edward VI ( 1547-1553),
Gereja Anglican dipengaruhi oleh gereja Reformasi. Gereja Anglican tersebar di seluruh Dunia, terutama dengan adanya perpindahan penduduk Inggris ke daerah-daerah baru yang ditemukan dan ketika Inggris mempunyai daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Gereja-gereja Anglican di seluruh dunia bergabung dalam badan persekutuan Anglican yang mengakui kepimpinan Uskup Canterbury. Setiap sepuluh Tahun badan ini mengadakan konferensi di Lambeth, sehingga disebut Konferensi Lambeth.[2]
2.2. Latar Belakang dan Sejarahnya Anglican
Di Negara Inggris sudah lama masuk agama Kristen, yaitu sejak akhir abad pertama atau permulaan abad kedua. Entah bagaimana kekristenan masuk ke Negara ini, tidaklah banyak informasi yang dapat diketahui hanya sja para tentara, pedagang dan pengawai Romawi datang ke Inggris memberitakan Injil sehingga Inggris pun bisa mengenal Kristus Yesus. Istilah Gereja Anglican ( Ecclesia Anglican), untuk pertama kali muncul di dalam sepucuk surat Paus Alexsander III ( 1159-1181) sekitar 1165, dan termuat juga dalam “ Magna Carta” ( 1215), dokumen yang membatasi otoritas raja Inggris. Khotbah Tuhan Yesus di Bukit ( Matius 5-7) disebut Magna Carta kerjaan Sorga.[3]
Di antara gereja-gereja atau aliran-aliran yang termasuk kategori reformatoris atau protestan, mungkin gereja atau aliran Anglican inilah yang sejarahnya paling rumit. Begitu rumitnya, sampai-sampai seorang sarjana gereja itu berkata bahwa reformasi di dalam gereja Anglican belum selesai dan takkan pernah selesai. Tapi sebenarnya seluruh gereja tidak pernah selesai mengalami reformasi. Ingat semboyan Ecclesia reformata sed semper reformanda, yang artinya gereja yang dibarui harus terus-menerus dibarui. Untuk memahami kerumitan ini, juga untuk memahami sejarah, keberadaan dan keunikan Gereja Anglican, ada baiknya kita meninjau sejenak kehadiran dan perkembangan gereja Inggris sejak abad ke -3.[4]
Ada tiga hal yang merupakan faktor peunjang permulaan reformasi di Inggris, yaitu:
1.Keinginan raja Henry VIII untuk menceraikan istrinya, yang tidak mendapat restu dari kepausan GKR.
2. Pada waktu Henry VIII wafat, anaknya baru sekitar 10 tahun. Hal ini memberikan peluang kepada kelompok yang merindukan pembaharuan gereja, terutama beberapa pimpinan gereja Anglican sendiri.
3. Ketidakpuasan sebagian besar bangsa Inggris dengan pemerintahan paus di Roma dan ketergantungan gereja Inggris dari paus Roma.[5]
Anglican (Anglican Comunion) persekutuan gereja-gereja yang muncul dari pembaharuan Gereja Inggris pada abad ke-16.[6] Banyak yang melayani Henry dalam urusan gereja membawa bangsa Inggris makin dekat dengan Protestanisme. Sebagai vikaris umum Gereja Inggris, Thomas Cromwell (1485-1540) menyediakan kitab suci di gereja-gereja untuk dibaca umum dan menutup hampir semua biara.
Cranmer mulai melaksanakan aplikasi khusus teologi Protestan di Inggris. Sepuluh butir pengakuan (Ten Artides) dan tahun 1536 mempertahankan doktrin-doktrin katolik seperti perubahan wujud (transubstansi), dan memberikan penekanan tentang kebenaran atas dasar iman, pengakuan dosa, dan karya-karya kebaikan. Namun, ia hanya menetapkan tiga sakramen, yaitu sakramen pembaptisan, Perjamuan Tuhan, dan pengakuan dosa atau penitensi. Cranmer juga berperan sebagai penasihat pengganti raja Henry, yaitu raja Edward VI (1547-1553). Ia mendorong Edward untuk menerima aliran protestan. Tahun 1549, kelompok yang dipimpin Cranmer menyiapkan Book Of Common Prayer sebagai tindak lanjut undang-undang penyeragaman (Act Of Uniformity).
Tahun1553, Cranmer mengeluarkan 42 butir pengakuan iman (Fourty-two Articles of Religion), yang kemudian dikurangi menjadi 39, yang berisi semua keyakinan Gereja Inggris. Di dalam 42 butir atau pasal yang disusun tahun 1553, ada beberapa unsur ajaran dan ibadah GKR dengan tegas ditolak, antara lainpaham transubstansi di dalam perjamuan kudus, api penyucian, penghapusan siksa, serta pemujaan terhadap patung-patung dan relikwi orang-orang suci, karena dipandang bertentangan dengan firman Tuhan.[7]
2.2.1. Gereja di Inggris hingga Awal Abad Ke-16
Tidak bisa ditetapkan memang kapan sebenarnya gereja di Inggris berdiri, namun setidaknya bapa gereja Tertulianus, bapa gereja dari awal abad ke-3 mencatat bahwa pada zamannya sudah ada gereja di Inggris. Invasi dari suku Angles, Saxon, Jutes pada abad yang sama telah menghancurkan kota-kota pangkalan utama kekristenan mula-mula yang berciri Romano-Britania. Kemudian muncul aliran kedua bernama Celtic pada abad ke-5 yang berpusat pada biara-biara gereja, terutama Irlandia dan Skotlandia. Barulah muncul aliran ketiga yaitu GKR, yang sejak misi dari Paus Gregorius mengutus misionaris Agustinus dan kawan-kawannya ke Catenbury, pada 597 kota inilah yang menjadi tempat bagi Uskup Agung GKR, dan kemudian setelah reformasi Inggris menjadi tempat uskup gereja Anglican. Demikianlah, gereja Inggris berkembang dari abad ke abad, sejak akhir abad ke-6 hingga abad ke-16, dalam suasana yang pasang surut dari dua kutub: kesatuan dan kepelbagaian, sentralisasi dan otonomi. Terkadang tampil uskup yang sangat tunduk dan sangat menekankan kesatuan dengan Roma; terkadang muncul yang sebaliknya, yang sangat menekankan otonomi gereja Inggris. Tipe yang belakangan ini biasanya sangat dekat hubungannya dengan raja atau penguasa setempat. Tetapi kadang-kadang ada pula Uskup yang bisa menggabungkan kedua kecenderungaan dan ketaatan itu: taat kepada paus ataupun pada raja, seperti halnya Uskup Lafrance (±1005-1089). Sementara gereja di Inggris masih tetap memelihara kesatuannya dengan GKR, terutama dalam hal ajaran dan praktik sehari-hari.[8]
Reformasi di Inggris dibangun di atas fondasi Lollard. Karena itu, kelompok Lollard dimasukkan kedalam analisis atas agama abad pertengahan akhir ini sebagai satu studi kasus khusus yang menggambarkan cara yang didalamnya terdapat unsur-unsur dari agama rakyat memberikan sumbangan pada awal mula dan pembentukan suatu reformasi lokal. Sebagai contoh meskipun beberapa anggota Lollard menentang ajaran tentang penyucian, sebagian besar tampaknya puas untuk tetap membiarkan ajaran tersebut; oposisi yang serius terhadap konteks itu di Inggris muncul dan memperoleh dukungan hanya pada saat-saat penghukuman atas diri Jhon Fritz yang mempersoalkan ajaran itu pada tahun 1533. Namun seperangkat sikap dasar telah menyebar luas di dalam gerakan itu, yakni:
1. Alkitab harus dapat diperoleh dalam bahasa sehari-hari
2. Penyembahan patung-patung tidak dapat diterima
3. Kebiasaan berziarah terbuka terhadap kritik yang serius
4. Setiap orang awam adalah imam (pejabat gereja)
5. Paus telah menjalankan kekuasaannya yang berlebihan
Kehadiran Kristus dalam roti perjamuan adalah murni rohaniah (bertentangan dengan ajaran transsubstansiasi Abad Pertengahan).[9]
2.3. Timbulnya Gereja Anglican
Di Inggris pembaruan Gereje berlaku dengan jalan yang berlainan sekali. Walaupun sisa-sisa pengaruh Wiclif dan aliran humanistis yang kuat adalah merupakan jabatan kepada pemberitaan Luther, semua bangsa Inggris yang konservatif itu tidak gampang menerima reformasi. Kebanyakan orang bersikap sebagai Erasmus terhadap Luther. Pada masa itu Inggris diperintah oleh Raja Hendrik VIII ( 1509-1547), yang ingin memutuskan nikahnya dengan Catharina dari Aragon, supaya boleh kawin dengan seorang wanita di istananya, yakni Anna Boleyn. Tatkala paus tak mau mengizinkan perceraian itu, raja mengambil keputusan untuk memisahkan Gereja Inggris dari Gereja Roma. Gereja Inggris sudah lama mempunyai ikatan yang erat dengan pemerintah Negara. Sekarang raja sendiri yang menjadi kepala Gereja. Mulai waktu itu paus tidak berkuasa lagi atas gereja Inggris, ia hanya diakui selaku uskup Roma saja. Segala perlawanan di Inggris terhadap tindakan Hendrik VIII itu ditindas dengan kekerasaan oleh raja. Perkawinan sekarang diputuskan. Biara-biara dibubarkan dan segala milik biara yang banyak itu disita oleh Negara. Demikianlah terbentuknya Gereja-negara Anglican, pada tahun 1531.[10]
2.4. Pertikaian Tentang Roh Gereja Anglican
Siapa yang menyanggah pemerintahan paus, sudah tentu merapati golongan Protestan. Akan tetapi Hendrik VIII sungguh-sungguh tak mau menapak ( mengikuti jejak) Luther. Di bawah pemerintahan putera Hendrik, Eduard VI ( 1547-1553) partai Injili mendapat kemenangan. Misa di ganti dengan perayaan perjamuan kudus, sama seperti Gereja Lutheran. Pada tahun 1549 parlemen menerima dan mengesahkan kitab tatacara kebaktian yang disebut “ Book of common prayer”, ( kitab Doa Umum). Kitak doa umum di izinkan pula, dan kuasa raja atas gereja ditetapkannya ; hanyalah kuasa itu tidak mengenai ajaran gereja. Sekarang banyak Katolik Roma lari ke luar negeri dan banyak orang pelarian Injili kembali ke Inggeris. Lambat-laun Gereja Anglican berkembang menjadi suatu gereja Protestan. Pada tahun 1563 “ 39 pasal”, yakni suatu saduran dari “ 42 pasal” Eduard VI. Pengakuan “39 pasal” yang bersemangat calvinis itu menjadi surat pengakuan resmi Gereja Anglican sampai kini. Akan tetapi upacara-upacara dan organisasi lahiriah Gereja tidak dibaharui, sehingga terjadi pertentangan antara-antara Gereja dengan bentuk-bentuk lahiriahnya. Sebenarnya gereja, Anglican tidak hidup dari pengakuannya, melainkan dari Kitab Doa Umumnya, dan hal itu berarti bahwa ia melayang-layang di antara Gereja Reformasi dan Gereja Katolik.[11]
2.5. Tokoh-Tokoh Pendiri Gereja Anglican
2.5.1. Raja Henry VIII (1491-1547)
Henry VIII adalah anak raja henry VII, yang dilahirkan pada tahun 1491. Raja henry adalah seorang pemuda tang tampan, berbadan atletis, suka musik dan mempunyai pengetahuan yang luas mengenai teologi katolik. Henry VII adalah raja inggris dan Irlandia yang memutuskan hubungan gereja di inggris dengan kekuasaan Paus Roma.[12] Terbentuknya gereja Anglican ini berawal dari konflik yang terjadi antara raja Hendrik dengan Paus Clemus yang berhubungan masalah perkawinannya, lalu secara resmi menyatakan putus dengan Roma pada tahun 1534. Sebenarnya di bidang ajaran gereja pada mulanya Hendrik tidaklah mempunyai masalah dengan GKR, bahkan sebelumnya dia dipuji sebagai raja yang sangat setia terhadap roma. Tetapi permasalahannya denag Paus menyangkut perkawinannya dimana dia menganggap bahwa Paus tidak berkenaan menolongnya untuk menceraikan istrinya. Pada tahun 1509, menjelang naik takhta raja Hendrik menikah dengan Chaterina dari Aragon. Dalam pernikahaanya, Catherina melahirkan banyak anak tetapi hampir semuanya meninggal pada waktu bayi dan hanya tersisa satu anak perempuan, yaitu Mary. Ia merasa mendapat hukuman dari Allah karena tidak mempunyai keturunan laki-laki dan hal itu dirasakannya setelah iya membaca Imamat 20:21 “ Bila seorang laki-laki mengambil istri saudaranya, itu suatu kecemaraan, karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka tidak akan beranak” yang isinya berlawanan dengan masalah pernikahannya. Sehingga dia ingin memutuskan pernikahannya dengan chaterina untuk menikahi seorang wanita di istananya yaitu Anne Boleyn sehingga dia tidak mengakui kekuasaan Paus atas jemaat-jemaat di Inggris.[13]
Gereja Anglican Diperlengkapi dengan suatu pengakuan iman yang terdiri darisepuluh artikel, yang di konsepkasikan oleh raja Hendrik dan Thomas Cranmer Gereja Anglican dalam perkembangannya berkembang ke arah Protestanisme, namun tidak secara penuh karena ia tidak mau berhubungan dengan Luther karena pernah menyerang Luther dengan pedas melalui tulisan yang berjudul Assertio Septem Sacramentorum (mempertahankan tujuh sakramen).[14]
2.5.2. Thomas Cranmer ( 1489-1531)
Thomas Cranmer lahir pada tahun 1489 di Nothinghamsire. Ia belajar di Jesu College, Cambridge dan pemimpin disana pada tahun 1511. Pada tahun 1520-an, ia termasuk salah satu kelompok cendikiawan muda yang membicarakan perjanjian Baru bahasa Yunani[15] Cranmer muncul kepentas ejarah Inggris ketika Raja Hendrik VIII ( 1491-1547) yang menjadi raja Inggris yang hendak menceraikan istrinya Chateina dari aragon., karena tidak melahirkan anak laki-laki yang kelak akan menjadi perwaris tahkta Inggris. Dia membela Hendrik VIII, dia berpendapat bahwa pernikahan Hendrik VIII tidak berdasarkan Alkitab sehingga hukum kanon kepausaan harus dikesampingkan saja. Dan cranmer menjadi orang kepercayaan Hendrik VIII dan pada tahun 1531, ia diangkat menjadi pendeta istana. Tahun 1532, ia diangkat menjadi kepala Diaken dan Uskup Agung Canterbury.[16]
Cranmer seorang yang cendrung kearah Protestanisme. Secara perlahan-lahan dia memasukkan unsur-unsur Protestanisme kedalam tubuh Gereja Anglican. Ia menerbitkan Alkitab Inggris dan menempatkan Alkitab itu pada setiap gerje wilayah. Pada tahun 1539, diterbitkannya 10 pasal yang isinya cendrung kepada Protestanisme. Dan pada tahun 1539, ia menyusun tiga puluh sembilan pasal yang menjadi pengakuan Gereja Anglican.[17] Dengan dukungan Nhicolas Ridley yang terpelajar dan pengkhotbah Hugh Latimer, Cranmer bergerak maju dengan reformasi Inggris. Patung-patung disingkirkan dari gereja dan pengakuan dosa pribadi kepada iman dihentikan. Para rohaniawan diijinkan menikah dan dapat menggunakan roti dan anggur pada komuni.[18]
Adapu fungsi 39 artikel ini adalah:
1. Memelihara ketertiban dan kesatuan dogmatis.
2. Mengarahkan dan menentukan liturgy dan kehidupan gerejawi
3. Merupakan batang pengukuran untuk pengajaran baru
Merupakan batas-batas diskusi dalam tubuh gereja Anglican demi untuk mencegah perpecahan-perpecahan dalam gereja Anglican.[19] Pada waktu itu “parlemen reformasi” (1529-1536) menerima sejumlah undang-undang yang berangsur-angsur memutuskan hubungan Gereja Inggris dengan Roma. Ini mencapai puncaknya dengan Act of Supremacy (undang-undang supremasi) pada tahun 1534 yang menyatakan raja sebagai “satu-satunya Kepala inggris di dunia”. Sementara itu Uskup Agung Canterbury telah meninggal pada tahun 1532 dan Hendrik Cranmer yang tidak begitu bersedia, menggantikan dia, cranmer sangat cocok untuk kedudukan itu karena dua alasan: pertama, ia benar-benar percaya akan wewenang “ raja ilahi” itu atas gereja ( jadi bukan saja karena menguntungkan bagi kedudukannya), dan kedua, pandangan-pandangannya berangsur-angsur bergeser ke Protestansime, dengan kecepataan yang sesuai dengan kehendak raja. Akan tetapi, sikap Cranmer ini akhirnya akan membawanya kepada krisis terbesar dalam hidupnya.[20]
2.5.3. Ratu Elizabeth ( 1558-1606)
Elizabeth adalah putri Hendrik dan Ane Boleyn, dia adalah pengganti Ratu Maria Tudor karena dia tidak memiliki keturunan . Elizabeth mendukung protestanisme sehingga membuat Gereja Anglican semakin berkembang. Pada masa pemerintahannya “39 pasal” telah disahkan sebagai satu pengakuan yang berjiwa Protestan.[21] Sehubungan dengan adanya tiga sayap atau pendukung didalam gereja Anglican (high chruch, low chruch, middle church), secara pribadi Elizabeth lebih menyukai bentuk high chruch, kendati doa-doanya cenderung berciri protestan, yang tidak cocok dengan gaya high church itu. Bagi Elizabeth yang terutama adalah kesatuan inggris dari kesatuan bangsa maupun gereja. Berdasarkan apa yang dilakukan Elizabeth, tanpa mengingkari berbagai kelemahan dan kekurangannya, para sejarahwan umumnya sepakat bahwa reformasi Gereja Inggris baru benar-benar dimulai dan terjadi pada masa Elizabeth.[22]
2.5.4. Raja Edward (1547-1553)
Raja Edward VI antara Hendrik VIII dan Jane Seymor. Raja Edward ini merdeduksi jumlah sakramen gereja menjadi dua saja, yakni baptis dan komuni suci. Kontroversi religius pada masa edward seakan diiringi dan dipusatkan pada transsubstansiasi. Atas prakarsa raja diciptakanlah ritus baru, yang disebarluaskan dalam book of common prayer (Kitab Doa Umum), 1549 yang lebih dikenal dengan istilah the prayer book. Adapun isi dari buku ini adalah sejumlah model tata ibadah, pengakuan-pengakuan iman yang digunakan ( rasuli, Nicea-konstantinopel dan Athanasianum), tata cara pelayanan kedua sakramen, yaitu baptisan dan perjamuan kudus, tata cara penetapan jabatan-jabatan gereja ( Uskup, Imam dan Diaken, rumusan-rumusan doa menurut waktu dan tujuannya, nyanyian mazmur, canticle, daftar pembacaan Alkitab setiap hari.[23]
Pada masa pemerintahan raja Edward VI ( 1547-1553), anak Hendrik VIII dari perkawinannya dengan isteri ketiganya Jane Seymour (yang meninggal ketika anak itu lahir) dan yang tahkta ketika berusia 9 tahun, mandul lebih banyak berayun ke arah Calvinisme.[24]
2.5.5. Oliver Cromwell (1599-1658)
Gerakan independen beroleh pengaruh politik yang penting, seorang independen menjadi panglima tentara parlemen yaitu Oliver Cromwell. Cromwell merasa dirinya terpanggil oleh Tuhan untuk melepaskan bangsa Inggris dari perhambaan oleh Raja. Kesalehannya dan semangatnya menggembirakan tentaranya, sehingga pasukan-pasukan Cromwell menganggap dirinya umat pilihan Allah untuk berperang bagi kehormatan Tuhan dengan melawan penindas rakyat oleh raja dan ketakhyulan agama Roma. Sambil menyanyikan mazmur-mazmur mereka itu menyerbu kedalam pertempuran dengan keyakinan yang pasti bahwa mereka akan menang dan sudah tentu kemenangan atas pasukan-pasukan raja itu dipandangnya sebagai bukti yang terang Tuhan sendiri beserta mereka. Setelah Karel I, berkuasalah Cromwell di Inggris segala angggota parlemen yang memihak kepada raja dipecat dan anggota-anggotanya yang masih ditinggalkan dipaksa supaya menghukum Karel mati dibunuh sebagai seorang penghianat pada Negara. Pada tahun 1649, Karel I dipancung di halaman istana. Sejak itu parlemen sendirilah yang memerintah dan tidak lama kemudian parlemen yang hanya terdiri atas orang Independen saja. Dengan semangat rohsni is melewati segala batas dan patut, “Parlemen Orang Kudus” itu berusaha mewujudkan kerajaan Allah dibumi ini. Cromwell merasa tindakan-tindakan ini sudah terlalu terlanjur sehingga dia membubarkan parlemen pada tahun 1653. Dan ia sendiri menjadi dictator, dengan mendapat gelar Lord Protector (Tuhan Pelindung). Dibawah pemerintahan Cromwell ada kebebasan beragama bagi segala golongan. Pemerintahan Cromwell sekonyong-konyong berakhir oleh karena kematiannya pada tahun 1658.[25]
2.6. Ajaran-Ajaran Pokok dan Praktiknya
2.6.1. Otoritas Didalam gereja
Otoritas dalam Gereja Anglican merupakan gabungan dari tiga unsur yaitu : Alkitab, tradisi, dan akal budi. Ketiganya ibarat kaki tungku nan tiga (bnd. Dalihan na tolu-nya orang batak), yang satu tak boleh dipisahkan dari yang lain. Alkitab adalah pernyataan atau penyikapan diri Allah secara pribadi kepada manusia sebagai ungkapan cinta kasih-Nya. Kanon Alkitab terdiri dari 39 kitab dalam perjanjian lama. 14 kitab-kitab Apokrif dan 27 kitab dalam Perjanjian Baru. Alkitab memang merupakan otoritas fundamental, namun akan berbahaya kalau dipisahkan dari akalbudi dan tradisi. Akalbudi lebih dari sekedar logika; ia mengacu pada daya nalar manusia untuk menemukan kebenaran, baik secara intuitif maupun rasional. Sedangkan tradisi mengacu pada kesadaran bahwa setiap orang berada dalam persekutuan; persekutuan itu memiliki sejarah dimana warganya bersama-sama berupaya memahami dan menafsirkan Kitab Suci mereka. Tradisi adalah produk dari proses refleksi dari gereja (persekutuan orang beriman) tentang pengalamanya tentang Allah. Yang berlangsung terus menerus. Karena itu tardisi merupakan himpunan pemikiran yang hidup dan terus-menerus berubah.[26]
2.6.2. Inkarnasi ( Allah menjadi Daging atau Manusia)
Homles III mencatat bahwa Paul Tillich ( 1886-1965), teolog Jerman-Amerika yang tersohor itu, berkali-kali berkata bahwa doktrin Inkarnasi adalah “ Kebidatan” ( ajaran sesat), Anglican. Tillich berkata begitu – demikian Holmes III karena sebagai penganut Tradisi idealisme Jerman ia tidak mampu membayangkan Allah yang murni Roh itu “ Terpenjara”, di dalam alam jasmani. Tetapi bagi gereja Anglican memang doktrin inkarnasi menduduk tempat sentral. Inkarnasi pertama-tama berarti bahwa Allah menciptakan segala sesuatu sebagaimana adanya. Inkarnsi adalah tindakan terluhur dalam penciptaan. Seandainya pun manusia tak pernah jatuh ke dalam dosa, Roh Allah akan menjadi daging. Kedua inkarnasi berarti bahwa dosa tidak dapat dijelaskan semata-mata dengan mengidentifikasikan dengan materi atau alam jasmani. Dosa lebih dari sekadar perilaku yang dinilai “ duniawi” ; dosa adalah pemberontakan terhadap Allah, merusak seluruh ciptaannya. Ketiga, inkarnasi adalah merangkumi totalitas kehidupan, yang menantang gereja atau orang beriman untuk terlibat dalam dan memperlihatkan keterbukaan terhadap keseluruhan pengalaman dalam kehidupan, dengan segala konflik dan ambiguitas. Sebagaimana Kristus sendiri menjalaninya. Salib, dimana Allah yang menjadi manusia itu tergantung di satu sisi adalah lambing kuasa dan kemenangan iblis, tetapi sekaligus lambang kemenangan Kristus atas kuasa Iblis, tetapi maut atau neraka. Iblis, yang sering dinamakan Lucifer ( harfiah : pembawa terang ( Yes 14:12), dan yang mewujud dalam dosa, dapat juga menjadi sumber pemahaman diri kita di hadapan Allah.[27]
2.6.3. Sakramen
Sakramen terdiri dari baptisan dan perjamuan kudus. Wawasan Anglican tentang sakramen diturunkan dari wawasan inkarnasi. Kedua sakramen itu merupakan tanda yang kelihatan dan alat yang efektif yang melaluinya kasih karunia Allah bekerja di dalam manusia, dan yang dengannya iman manusia dikuatkan. Kendati sebagaian memahaminya sebagai saluran kasih karunia Allah untuk beroleh keselamatan, namun kaum Anglican / Episcipal tidak berdapat bahwa anak-anak yang meninggal sebelum di baptis akan kena hukuman.[28]
2.6.4. Pengakuan Dosa ( Penance) dan Pengampunan ( Absolution)
Kendati tidak merupakan sakramen, upacara atau kegiatan ini tetap dianggap penting dan dipertahankan. Pengakuan dengan sepatutnya disamapaikan secara khusus ataupun dalam kebaktian umum. Sipengaku memerima pengampunan dari Allah melalui penyataan iman. Dengan demikian, warga gereja mendapat kepastian dari sang pelayan bahwa dosa mereka diampuni dan keanggotaanya didalam tubuh Kristus dipulihkan oleh Allah. Didalam pengakuan yang bersifat khusus, sipengaku berlutut dihadapan imam ditempat yang sudah ditetapkan, lalu berdoa, mengaku, menerima nasehat, lalu sang imam menyatakan bahwa berdasarkan wewenang Kristus yang dipercakan kepadanya, “Aku mengampuni mu dari dosa-dosa mu”. [29]
2.6.5. Penahbisan[30]
Penahbisan rohaniawan tidak lagi merupakan sakramen, namun tetap dipandang sebagai atauran yang suci, yang disampaikan melalui penumpangan tangan oleh uskup. Ada tiga golongan pelayan (pejabat) didalam gereja ini: Uskup, Imam, dan Diaken. Tetapi hanya uskup yang memiliki kuasa menahbisakan, dan wewenang itu diturunkan atas mereka melalui garis yang tak terputus dari para Rasul. Hanya pejabat yang mendapat tahbisan ang sepatutnyalah yang boleh berkotbah didepan umat dan melayankan sakramen. Khusus tentang penahbisan wanita, baru pada tahun-tahun terakhir ini gereja Anglikan mengijinkan atau menyelengarakanya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi diwilayah masing-masing.
2.6.6. Perkawinan
Juga tidak merupakan sakramen, namun mengandung nilai-nilai sakramental. Melalui perkawinan pria dan wanita dipersatukan untuk hidup didalam kesetiaan, untuk tetap berada bersama dengan cinta kasih dan damai yang sempurna, dan untuk hidup sesuai dengan printah Allah. Pelayan gereja dalam perkawinan adalah orang yang mengikat perjanjian, bukan untuk mengesahkan secara hhuku, karena pengantin pria dan wanita kawin berdasarkan perjanjian diantara mereka. Gereja merayakan perkawinan dengan menyampaikan berkat atasnya. Perceraian tidak dibolehkan, tetapipembatalan perkawinan (bnd. Kasus Hendry VIII) dapat diberikan bila keadaan membenarkan: mereka yang “berpisah” ini dapat kawin lagi.
2.6.7. Peminyakan atau Pengurapan bagi Orang Sakit
Juga merupakan bukan sakramen namun masih dipandang sebagai kegiatan yang mengandung nialai-nilai sakramental. Yang berwenang melayankanya adalah Uskup dan Imam. Sisakit dioles dengan minyak yang sudah diberkati untuk tujuan itu, lalu Uskup atau Imam memohon Allah berkenan menyingkirkan rasa sakit dan penyakit dari tubuh orang itu. Berpasangan denga doa memohon pemulihan kesehatan dipanjatkan juga doa memohon orang itu dibebaskan dari dosa.
2.6.8. Penyataan Misi
Konferensi para Uskup di Cantenbury pada awal abad ke-21 ,merumuskan Five points of mission; (1) beritakanlah injil; (2) jadikanalah segala bangsa murid; (3) layani dan kasihi orang miskin; (4) lawan ketidakadilan, dan (5) hormati dan lestarikan planet bumi.
2.7. Dampak Berdirinya Gereja Anglican Bagi Gereja dan Dunia
Hendrik semakin sadar bahwa gereja inggris tak perlu terikat pada paus di Roma dan berwenang untuk mengatur diri sendiri. Lebih dari itu, dia sebagai Raja tidak perlu tunduk kepada gereja. Sebaliknya berwenang mengatur gereja sebagaiman sering tampak dalam sejarah hubungan gereja dan negara di inggris pada masa lalu, terutama sebelum paus Roma mengklaim dan memperaktikan kekuasaan melebihi pengusa duniawi. Pada waktu yang kira-kira sama ia melihat bahwa gereja, terutama biara-biara yang kaya, bisa menjadi sumber dana yang sangat besar untuk membiayai pemerintahan maupun perang. Sejak beberapa abad sebelumnya memang kekeyaan di Ingris sangat besar sekurang-kurangnya sepertiga lahan dikuasai oleh gereja, hampir seluruh Inggris adalah milik gereja, dan kekayaan bertumpuk didalamnya. Sejalan dengan itu, jumlah rohaniawan atau Klerus sangat besar, kurang lebih dua persen dari seluruh jumlah penduduk.[31]
Dengan meluasnya kekuasaan Inggris keseluruh dunia sejak awal abad ke-17 gereja Anglikanpun ikut tersebar keseluruh dunia. Bahkan ke Amerika Utara, tradisi Anglikan telah masuk sejak abad ke-16, bersamaan dengan kehadiran penjelajah Inggris. Dikanada gereja ini bertumbuh dengan pesat, sementara di Amerika Serikat revolusi Amerika abad ke-18 hampir memusnakan Anglikannisme sejak awal abad ini gereja Anglikan semakin banyak menaruh perhatian pada hubungan dan kerja sama Oikomenis dengan gereje-gereja lain salah satu pendoronnya adalah perjumpaan antar gereja ini (secara langsung ataupun melalui badan penginjilan yang terbentuknya ) dengan berbagai gereja dan badan penginjilan lain diluar Inggris.[32] Hubungan kerja sama Anglican dengan gereja-gereja lain sedikit banyak terkait dengan adanya tiga golongan atau Fraksi didalamnya. Kenyataan ini disatu pihak memperlihatkan keunikan gereja ini dan dipihak lain memberikan saluran inspirasi terhadap setiap kecenderungan yang ada.[33]
III. Kesimpulan
Gereja Anglican adalah wujud gereja yang berasal dari gerakan reformasi protestan. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa ada 3 faktor penunjang permulaan reformasi di Inggris, yaitu: Keinginan raja Henry VIII untuk menceraikan istrinya, yang tidak mendapat restu dari kepausan GKR. Pada waktu Henry VIII wafat, anaknya baru sekitar 10 tahun. Hal ini memberikan peluang kepada kelompok yang merindukan pembaharuan gereja, terutama beberapa pimpinan gereja Anglican sendiri. Ketidakpuasan sebagian besar bangsa Inggris dengan pemerintahan paus di Roma dan ketergantungan gereja Inggris dari paus Roma.
Gereja ini tetap mempertahankan tradisi katolik yang jemaatnya dibawah uckup Agung Centebury. Tradisi ini tetap dipertahankan, karena dasarnya adalah dokumen “Book Of Common Prayer dan 39 Articles” yang disiapkan oleh Thomas Cranmer. Berkat dokumen ini, gereja Anglican menggunakan ajaran gereja Katolik Roma dan Protestan. Melihat sejumlah aliran dan ajaran dalam gereja Anglican dapat disimpulkan bahwa gereja ini bersiufat kompromistis. Disisi lain, justru disinilah letak kekuatan gereja ini untuk menjalin hubungan dan kerjasama dengan banyak gereja, meskipun didalamnya terdapat berbagai perbedaan aliran.
IV. Daftar Pustaka
Aritonang, Jan S, , Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja, Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2009
Aritonang, Jan S, , Garis Besar Sejarah Reformasi, Bandung:jurnal Info Media, 2007
Aritonang, ,Jan S, Garis Besar Sejarah Reformasi, Bandung:jurnal Info Media, 2007
Berkhof, H. & Enklaar, I.H., Sejarah Gereja, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011
Culver, Jonathan E., Sejarah Gereja Umum, Bandung: Biji Sesawi, 2013
Curtis, A Kenneth, dkk, 100 peristiwa penting dalam sejarah kristen, jakarta: Gunung Mulia, 2006
End, Thomas Van Den, Harta Dalam Benjana, Jakarta : BPK GM, 2014
Lane, Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990
McGrath, Alister E., Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK GM, 2016
S, Jonar , Sejarah Gereja Umum Yogyakarta: penerbit Andi, 2014
Situmorang, Jonar T.H., Sejarah Gereja Umum, Yogyakarta : Andi, 2014
SJ, Gerald. dan Arrugia, Edward G., Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 2006
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011
Wellem, F.D., Riwayat Hidung Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, jakarta: Gunung Mulia,2003
[1] Thomas Van Den End, Harta Dalam Benjana, ( Jakarta : BPK GM, 2014), 345
[2] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011), 19-20
[3] Jonar T.H. Situmorang, Sejarah Gereja Umum, ( Yogyakarta : Andi, 2014), 366-367
[4] Jan S. Aritonang, Edisi Yang Diperbarui “ Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Sekitar Gereja, ( Jakarta : BPK GM, 2016), 97-98
[5] Jonar S, SejarahGerejaUmum, (Yogyakarta: Andi, 2014), 371.
[6] Gerald. SJ dan Edward G. Arrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 27.
[7] Jan S. Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 51.
[8] Jan S. Aritonang, GarisBesarSejarahReformasi, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 44.
[9] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK GM, 2016), 46-47.
[10] H. Berkhof & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011), 189
[11] IBID… 190
[12] F.D. Wellen, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Gereja, ( jakarta: Gunung Mulia. 2009). 93.
[13] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja (jakarta: BPK :Gunung Mulia,2009), 84-85.
[14] F.D. Wellem, Riwayat Hidung Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja (jakarta: Gunung Mulia,2003),94-95.
[15] Tony lane, Runtut Pijar ( jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012),166
[16] Jan Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung: jurnal Info Media, 2007), 50.
[17] Tony lane, Runtut Pijar ( jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 61
[18] A Kenneth Curtis, dkk, 100 peristiwa penting dalam sejarah kristen ( jakarta: Gunung Mulia, 2006), 85.
[19] Jonar S, Sejarah Gereja Umum (Yogyakarta: penerbit Andi, 2014) ,372.
[20] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 166.
[21] Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Umum, (Bandung: Biji Sesawi,2013), 295.
[22] Jan S, Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi ( Bandung: jurnal info media 2007), 53
[23] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja ( Jakarta:BPK- Gunung Mulia,2009, 116).
[24] Jan S, Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung:jurnal Info Media, 2007), 50
[25] H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK GM, 2016), 228-229.
[26] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja, 118-123.
[27] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja, 119-120
[28] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja, 121-122
[29] IBID… 122
[30] IBID… 122-123
[31] Jan S, Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung:jurnal Info Media, 2007), 49
[32] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja,109-110.
[33] Jan S, Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Disekitar Gereja, 110.
Post a Comment