Pentakostal

I. Pendahuluan
Setiap umat Pentakostal percaya bahwa kenyataan pengalaman orang-orang yang percaya saat ini sama dengan seperti yang diterima oleh murid-murid Tuhan pada hari Pentakosta (Kis 2:4). Bagi umat Pentakostal, pengalaman Baptisan Roh Kudus adalah Alkitabiah. Pengalaman ini sejajar dengan pertobatan. Dan bukti dasar dari pertobatan ini adalah berkata-kata dalam bahasa asing (Bahasa Lidah/Glossolalia). Dimana Gerakan dan aliran Pentakostal ini merupakan aliran gereja yang kemunculan dan perkembangannya yang berkembang pesat di Era zaman modern di Dunia. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak pembahasan berikut. Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua. Tuhan memberkati.
II. Pembahasan
2.1. Pengertian Pentakostal
Kata ini berasal dari bahasa yunani yaitu: Pentekosta, yang berarti hari kelima puluh (Kisah Para Rasul 2). Sebutan ini dikenakan pada perayaan yang jatuh pada hari yang kelima puluh setelah paskah. Pentakostal juga merupakan hari turunnya Roh Kudus ke atas para murid Tuhan Yesus di Yerusalem. Dalam lingkungan Kristen, Pentakostal dikenakan pada perayaan hari gerejawi yang memperingati turunnya Roh Kudus ke atas para murid Yesus dan sebagai hari berdirinya Gereja Kristus di dunia ini.[1] Pada hari Pentakosta Roh Kudus dicurahkan sesuai dengan yang dijanjikan Yesus sesudah kenaikannya ke surga. Menurut Alkitab, murid-murid berhasil mempertobatkan tiga ribu jiwa pada hari tersebut dan inilah yang disebut dengan lahirnya gereja mula-mula.[2]
2.2. Latar Belakang Lahirnya Pentakostal
Kelahiran Pentakostalisme modern dapat ditemukan pada suatu peristiwa kebangunan baru yang terjadi di Topeka, Kansas pada hari pertama abad ke-20, 1 Januari 1901. Orang-orang berbicara dalam bahasa lidah dan ini diidentifikasi sebagai bukti pembaptisan dalam Roh. Peristiwa lokal ini berubah menjadi fenomena internasional melalui peristiwa yang sama terjadi pada tahun 1906 di Azusa Street, Los Angeles, dan berlangsung selama tiga tahun. Gerakan ini ternyata kontroversial dan pada umumnya ditolak oleh gereja-gereja yang sudah ada. Akibatnya, gerakan Pentakostalisme kebanyakan terbatas pada berbagai denominasi Pentakostal sendiri.[3] Gerakan Pentakosta adalah tunas lain dari Gerakan Kesucian (Holiness Movemet). Gerakan Pentakosta ingin menghidupkan kembali semangat asli, yang mula-mula terdapat dalam jemaat Kristen pada jaman rasuli. Gerakan ini timbul dilingkungan Metodis, yang akarnya sudah terdapat dalam diri dan ajaran John Wesley. Banyak tulisan, dari kalangan pentakostal, yang menyebut tahun 1900/1901 sebagai awal kemunculan gerakan, aliran atau gereja-gereja pentakostal.[4] Wesley menyebut kesucian dan kesempurnaan hidup merupakan buah dan bukti dari pertobatan dan kelahiran kemabli. Ajaran dan praktik kesempurnaan hidup ini sangat ketat dipelihara dan sungguh-sungguh dilingkungan Metodis. Sejak dasawarsa 1830-an, banyak orang dilingkungan Metodis dan Gereja-gereja lain yang menganut ajaran kesucian ini. Mereka menghidupkan kembali ajaran dan praktik ini karena mereka melihat bahwa kesucian hidup masih kurang dipelihara. Ciri-ciri budaya masyarakat Amerika berkaitan dengan gerakan ini, seperti individulaisme, pragmatism, emperisme dan optimisme. Hal inilah yang memunculkan gerakan ini (holiness movement).[5]
2.2.1. Awal Kemunculan Vesi Pertama: Parham di Topeka
Gerakan pentakostal pada zaman modern ini pada umumnya mengacu pada serangakaian peristiwa yang terjadi dikota Topeka, peristiwa itu diyakini sebagai peristiwa pencurahan Roh Kudus atau ‘Baptisan Roh’, yang ditandai dengan karunia ‘berbahasa lidah’ atau (Glossalalia), negara di bagian Kansas, Amerika Serikat, yang berpusat pada diri pendeta Charles F. Parham (1873-1929). Seorang kulit putih sebagai tokoh utama. Semula Parham adalah pendeta Episcopal Methodist Church. Di sinilah ia mempelajari ajaran kesuciaan sebagai berkat atau karunia kedua. Tetapi kemudian Parham meninggalkan gereja ini karena menurut dia ajaran dan praktek gereja itu sudah kurang menekankan kesucian hidup maupun peranan dan karunia Roh Kudus.[6]
Charles F. Parham adalah orang yang pertama kali mengkotbahkan bahwa Glossalia, atau bahasa lidah adalah bukti atau tanda baptisan Roh Kudus. Menurutnya, keselamatan yang sejati diperoleh melalui proses dua tahap, yaitu: penebusan melalui iman kepada Kristus ynag dilakukan dengan Baptisan Air serta pengudusan melalui kepenuhan Roh Kudus.[7]
Pada tahun 1900 Parham menyelenggarakan tour pelayanan kesucian dan penyembuhan ke berbagai kota di Amerika Serikat. Kembali ke Topeka, ia menemukan bahwa pekerjaannya dianggap keliru dan diharamkan digereja-gereja utama setempat. Parham tidak menerima perlakuan itu, lalu membeli sebuah gedung, persis diluar batas kota, dan membuka sekolah Alkitab Bethel menjelang akhir tahun 1900. Pada libur Natal, sebelum meninggalkan kota itu untuk berkhotbah di Kansas City, ia menugaskan murid-muridnya mempelajari ciri-ciri utama gerakan kesucian, termasuk penyucian dan penyembuhan ilahi, demikian juga seluk-beluk “Baptisan Roh” yang kemudian disebut sebagai berkat Pentakostal. Ketika ia pulang ia menerima hasil “PR” dari muridnya bahwa sungguh menakjubkan, mereka semua menyajikan cerita yang sama, yaitu bahwa-kendati tampak beberapa perbedaan tatkala berkat Pentakostal turun bukti yang tersanggah pada setiap peristiwa adalah bahwa mereka berbicara dalam bahasa lidah.
Pada tanggal 1 Januari 1901, Agnes N. Ozman meminta Parham meletakkan tangannya diatas kepalanya dan berdoa baginya agar ia memperoleh Baptisan Roh disertai dengan bukti berbahasa lidah. Menurut merka ini benar-benar terjadi. Agnes tiba-tiba bisa berbahasa Tionghoa/cina, yang tak pernah dipelajarinya, ditambah dengan lingkaran cahaya pada wajah dan kepalanya. Terlihat lingkaran cahaya pada wajahnya dan kepalanya. Hal yang sama juga terjadi pada semua siswa Alkitab Bethel. Dan akhirnya hal yang sama terjadi atas murid-murid yang lain dan Parham sendiri. Peristiwa awal 1901 di Topeka diyakini para sejarawan peristiwa pencurahan roh kudus (Baptisan Roh) yang ditandai dengan karunia berbahasa lidah. Oleh karena itu peristiwa tersebut sering dipandang sebagai awal Gereja Pentakosta.[8]
2.2.2. Awal Muncul Versi Kedua: William J. Seimour di Los Angeles
Peristiwa Pentakosta berikutnya terjadi di Los Angeles tanggal 9 April 1906. Beberapa hari sebelumnya William J. Seimour berkhotbah disebuah jemaat dari Gereja Baptis. Penekanan Seimour tentang bahasa lidah menyinggung beberapa anggota Gereja dan selanjutnya ia ditolak gereja. Akhrinya, ia memimpin kebaktian di beberapa orang temannya. Kebaktian ini berlanjut selam tiga hari tiga malam. Setelah berkhotbah selama tiga hari berturut-turut, ‘Roh Kudus turun’ dan terdengarlah ‘bahasa lidah’ dikawasan itu. Menariknya, makin banyak orang dan jumlahnya melebihi jumlah yang dapat ditampung dirumah tersebut. Orang-orang tersebut mengadakan persiapan untuk berpindah ke suatu bangunan di Azuza Street yang dahulu adalah Gereja Metodis.[9]
Peristiwa itu segera tersair keseluruh penjuru negeri. Banyak yang mengemukakan reaksi mencemooh, bahkan menolak, tetapi ada juga yang menaruh minat besar. Sembilan hari setelah peristiwa itu yakni 18 April, terjadi gempa bumi dahsyat di kota San Franscisco dikatakan ‘akhir zaman’ segera tiba. Banyak orang berbondong-bondong ke Los Angeles. Selama bertahun-tahun di Azusa Street hampir setiap hari diadakan kebangunan rohani. Dengan berbagai cara berteriak, menangis, menari, kesurupan, dan sebaginya, para pesertanya berupaya atau membuktikan bahwa mereka telah menerima Baptisan Roh dan Karunia ‘berbahasa lidah’, disamping karunia-karunia lain (penyembahan ilahi dan sebagainya).[10] Pelayanan William J. Seimour di Azuza Street Los Angeles mengakibatkan revival atau kebangunan rohani. Dalam waktu singkat berdirilah sejumlah pusat Pentakostal di kota-kota besar Amerika Serikat maupun di berabgai negri didunia. Peristiwa yang terjadi di Azuza Street itu dianggap sebagai titik awal Gereja berkaitan dengan bahasa lidah yang dialami oleh Agnes dan temannya pada Januari 1901, sedangkan revival Seimour harus diakui sebagai pemula mendunianya Gereja Pentakosta.[11]
2.3.Tokoh-tokoh Pentakostal
2.3.1. Charles Fox Parham
Charles F Parham lahir pada tanggal 4 juni 1873 di Muscatine dari orang tuanya William dan Ann Maria Parham, setelah kelahirannya mereka pindah ke selatan, Cheney, Kansas. Mereka benar-benar hidup sebagai orang Amerika dan menganggap diri mereka sebagai perintis. Meski Parham memiliki empat saudara laki-laki namun ia sedih karena ibu yang dicintainya meninggal hal inilah yang membuat Parham kecil menjadi patah semangat. Ketika Parham berumur sembilan tahun ia menderita rematik yang mengakibatkan peradangan dan waktu itu juga ia masuk sekolah pelayanan, ia sudah menyadari keberadaan Tuhan. Dia mulai mempersiapkan diri bagi panggilan Tuhan dengan memburu bahan bacaan, walaupun Kansas belum modern dan juga perpustakaan yang lengkap namun ia sudah mampu mengoleksi beberapa buku sejarah selain Alkitab. Kegiatan sehari-harinya adalah bekerja di peternakan dan ia suka sekali berkhotbah di depan ternak-ternaknya. Khotbahnya sudah mencakup berbagai topik mulai surga sampai neraka. Parham mengadakan kebaktian penginjilan yang pertama pada usia tiga belas tahun di gedung sekolah Pleasant dekat Tonganoxie Kansas. Pada malam pertama kebaktian banyak orang yang hadir namun hampir semuanya tidak berpartisipasi secara aktif. Di dalam sekolahnya terdapat seorang yang lebih kaya namanya Sarah Thistlewaite ia melihat Parham jauh berbeda dengan pengkhotbah kaya raya dan terpelajar yang di jumpainya di seluruh Kansas. Parham sangat tergantung kepada Roh Kudus. Dari persahabatan yang ada mulailah mereka bersatu untuk sebuah rencana dan tujuan. Saat mengadakan kebaktikan di Kansas Parham menulis surat kepada Sarah Thistlewaite dan mengajak menikah, akhirnya mereka menikah enam bulan setelah itu pada tanggal 31 Desember 1896 di rumah kakek Sarah.[12]
Pada tahun 1900, Charles Fox Parham menghabiskan waktu selama lebih kurang 6 minggu di Shiloh. Seorang pengkhotbah kesucian Gereja Methodis, Kansas, sedang mencari “iman rasuli”. Ia bersama-sama isterinya telah memulai “rumah penyembuhan” di Topeka. Disana orang-orang dapat menginap dengan Cuma-Cuma sementara mereka berdoa untuk penyembuhan. Di Shiloh, Parham terkesan dengan Sekolah Alkitab “the Holy Ghost and Us” (Roh-Kudus dan Kita) Sandford. Sekolah tersebut dengan tegas anti- akademik. Satu-satunya teks adalah Alkitab, gurunya hanya Roh-Kudus. Ketika Parham kembali, ia mendirikan sekolah serupa. Kira-kira 40 orang murid mendaftarkan diri.[13]
Klauda Kendrick menekankan bahwa gerakan ini berasal dari bagian selatan Amerika, dimulai oleh Charles Fox Parham, direktur sekolah Alkitab Bethel di Topeka, Kansus, dan Amerika. Parham adalah penginjil yang indenpenden. Ia mempercayakan semua kebutuhannya kepada Allah. Parham mendirikan Rumah Kesembuhan Ilahi di Topeka dan menerbitkan majalah kesembuhan ilahi yang berisi kesaksian-kesaksian orang-orang yang sudah disembuhkan. Suatu waktu Parham mengajar di kelas dan membahas Kisah Para Rasul 2 mengenai tanda-tanda kepenuhan Roh-Kudus dengan berbahasa Roh. Parham meninggalkan sekolah dan berkhotbah di tempat lain. Sebelum pergi, Parham memberi tugas kepada siswa untuk menyelidiki bukti-bukti baptisan Roh-Kudus. Setelah Parham kembali, ia menagih tugas tersebut. Sungguh mengherankan, siswa menjawab dengan serentak bahwa bukti dari baptisan Roh-Kudus adalah berkata-kata dalam bahasa lidah. Mereka mendapatkan hal ini dari empat kejadian yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 2:4; 10:46; 19:6, dan 1 Korintus 14:1-33.[14] Waktu natal 1929 Parham mau berencana untuk berkhotbah keluarganya mengkhawatirkan keadaannya karena kesehatannya makin memburuk. Dan keluarganya mendengarkan kabar bahwa Parham jatuh pingsan saat memperlihatkan slide-slide perjalanannya. Akhirnya kebaktian dibatalkan dan Parham dipulangkan ke texas. Ia tidak mau di obati namun ia meminta hanya ingin didoakan. Keesokan harinya 29 Januari 1929 dalam usia 56 tahun Charles F Parham pulang kembali ke pangkuan Tuhan dan pemakamannya di hadiri oleh banyak orang dan dikenang pelayanannya.[15]
2.3.2. William Joseph Seymour
Seymour dilahirkan pada tanggal 2 mei 1870 di Centerville, Lousiana, dari pasangan bernama Simon dan Phyliss Seymour, mantan budak, yang mendidik dirinya sebagai seorang Baptis. Pada masa mudanya William sering mendapat penglihatan dari Tuhan, dan dia mempelajari Alkitab dengan rajin. Pada usia dua puluh lima tahun, dia pindah ke Indianapolis, dan di sana dia bekerja sebagai pembawa barang di stasiun kereta api dan seorang pelayan di sebuah restoran yang mewah. Gerejanya di Indianapolis bernama Gereja Episkopal Metodis dengan jemaat berkulit hitam. Pada tanggal 13 mei 1908, Seymour menikahi Jennie Evans Moore. Seorang jemaat gereja yang berdedikasi Clara Lum. Pada tahun 1900, dia pindah ke Cincinnati, Ohio, dan mendaftarkan diri di Sekolah Alkitab Holiness yang menekankan kekudusan, kesembuhan ilahi, dan pengharapan akan adanya ekebangunan rohani di seluruh dunia oleh Roh Kudus sebelum kedatangan Tuhan yang kedua kalinya. Seymour mendengar saat Tuhan memanggil dirinya untuk menjadi seorang pengkotbah, tetapi dia menolak sampai akhirnya dia terkena cacar, suatu penyakit yang sering kali membuat penderitanya meninggal. Penyakit ini membuat mata kiri William buta. Setelah dia sembuh, dia merasakan bahwa penyakitnya ini merupakan hukuman akibat tidak mematuhi panggilan Tuhan. Dia segera menerima untuk ditahbiskan menjadi seorang pengkotbah. Dia juga bertemu dengan seorang wanita berkulit hitam, ibu Lucy Farrow, yang mengaku dapat berbahasa lidah saat menyertai penginjil Charles F. Parham dan keluarganya pergi ke Kansas. Setelah keluarga Parham dan Ibu Lucy kembali ke Houston, Seymour bermaksud untuk mempelajari hal ini lebih lanjut. Tetapi Parham adalah seorang penganut rasisme yang fanatik dan dia tidak mengizinkan Seymour untuk duduk di kelasnya bersama dengan murid-murid berkulit putih. Jadi, Seymour memutuskan untuk duduk di lorong depan pintu masuk dan mendengarkan kuliah Parham. Karunia bahasa lidah hanyalah suatu cara untuk berkomunikasi mengenai kasih. Bagi Seymour, hal terpenting adalah kasih yang dapat mempersatukan orang-orang berkulit hitam dan putih, orang-orang yang berasal dari Indian, Tiongkok, dan Amerika Selatan.[16]
William J. Seymour adalah pengkhotbah berkulit hitam (negro) dan murid Parham. Seymour mulai menerbitkan surat kabar untuk menyebarluaskan pengalaman baru ini. Surat kabar itu disebut Apostolic Faith, yang tersebarluas dengan cepat diseluruh dunia dan mencapai 50.000 eksemplar. Pengalaman baptisan di dalam Roh-Kudus dikabarkan diseluruh penjuru dunia. Abineno menulis bahwa ada yang berpendapat gerakan ini lahir pada 9 April 1906 di Los Angeles, ketika tujuh orang dalam suatu kebaktian, yang dipimpin oleh William J. Seymour, menerima (di baptis dengan Roh-Kudus) dan mulai berbicara dengan berbahasa Roh. Mereka mulai berbahasa Roh selama tiga hari mereka berteriak-teriak, menari-nari, dan memuji Tuhan, sehingga orang-orang yang berdatangan, sampai tempat itu tidak lagi mampu menampung pengunjung. Kebaktian terpaksa pindah ke jalan Azusa 312, sebuah bangunan pabrik yang tidak dipakai lagi. Orang-orang berkumpul dari pukul 10.00-03.00 pagi hari. Mereka datang untuk mencari keselamatan, penyucian, baptisan Roh-Kudus, dan kesembuhan ilahi. Tempat itu terletak di kawasan pertokoan, bangunan tua tingkat dua dan cocok untuk kebangunan rohani. Gedung ini menjadi pusat organisasi yang disebut Azusa Street Mission, yang terkenal diseluruh dunia.[17] Tahun demi tahun berlalu dan berbagai aliran Pentakosta bermunculan, William Seymour dan komitmennya untuk mempersatukan setiap orang kristen dari berbagai ras. Seymour meninggal akibat gagal jantung pada tanggal 22 September 1922.[18]
2.4. Simbol dan Makna Pentakosta

Hari Pentakosta ini berarti “yang ke-50”, yakni hari ke 50 sesudah Paskah (Ul. 16:9-12). Hari Pentakosta diperingati juga sebagai hari kelahiran Gereja, di mana melalui kuasa Roh-Kudus Gereja dilengkapi untuk melaksanakan tugas pengutusannya kepada bangsa-bangsa. Simbol Hari Pentakosta adalah lidah – lidah api (pinggirnya kuning) dan burung merpati (warna perak) dengan warna dasar merah, warna keberanian untuk memberi kesaksian (marturia). Merpati yang menukik dan lidah api menunjuk pada peristiwa pencurahan Roh-Kudus pada hari Pentakosta (Kis. 2:2-3). Tujuh lidah api menyimbolkan ketujuh suluh api, yaitu ketujuh Roh Allah (Why. 4:5). [19]
2.5. Ciri-ciri Pentakostal
Dimana-mana gereja-gereja Pentakosta mempunyai ciri-ciri tertentu yang sama yaitu seperti: kebaktian yang serba bebas, pemakaian Alkitab secara “spontan”, tidak dipertanggungjawaban secara ilmiah, pembangunan jemaat melalui kegiatan kebangunan rohani yang meliputi dorongan untuk bertobat dan hidup suci, serta anggapan bahwa dalam lingkungan jemaat perlu ada karunia lidah dan juga karunia kesembuhan sebagai tanda-tanda kesucian itu dimana sesuai watak gerakan Pentakosta yang spontan dan tidak memiliki oraganisasi ketat.[20] Adapun juga ciri lain dari Gereja ataupun Gerakan Pentakosta, mereka ingin menghidupkan kembali semangat asli, yang mula-mula terdapat dalam jemaat Kristen pada zaman rasuli. Roh Kudus sendiri tidak berubah sejak itu, sehingga orang percaya masih boleh mengharapkan segala karunia-Nya. Sebab itu golongan-golongan Pentakosta menitikberatkan soal berbuat, berbahasa roh, menyembuhkan orang sakit, dan sebagainya. Ekstase dan kegembiraan menjadi ciri-ciri mereka.[21]
Sama seperti aliran kesucian, gerakan Pentakosta tidak merasa bahwa mereka telah menciptakan suatu doktrin atau standar yang baru. Dengan mengkhotbah “Injil Sepenuhnya” mereka merasa hanya menekankan kembali ajaran yang sudah ada:
· Penekanan Alkitabiah tentang keselamatan dan pembenaran iman yang yang diajarkan oleh tokoh-tokoh reformasi.
· Doktrin kedatangan Kristus kembali sebelum kerajaan 1000 tahun damai (Premilenial) yang diajarkan oleh Jhon Nelson Dary dan Group Plymouth Brethern di abad ke-XIX.
· Penekanan pada kesembuhan Ilahi sebagai akibat dari ajaran A.J.Gordon, A.B. Simpson, dan Alexander Dowie dari Zion Illinois.
· Doktrin yang dinyatakan oleh orang-orang Holiness adalah bahwa Baptisan Roh Kudus dapat memberikan kuasa kepada orang percaya untuk hidup berkemenangan dan bersaksi secara efektif. Dan dengan karunia Roh Kudus menyanggupkan orang percaya untuk melakukan hal-hal yang Supranatural/Mujizat yang menyediakan kapasitas rohani yang jauh lebih hebat daripada kemampuan alamiah yang dapat dilakukan.[22]
2.6. Paham dan Pokok Ajaran Praktik Pentakosta
1. Alkitab
Alkitab dipahami sebagai Firman Allah yang diilhamkan dan dinyatakan Allah kepada manusia untuk menjadi tata-tertib bagi iman dan perilaku. Sebagai yang diilhamkan langsung oleh Allah, Alkitab tidak mengandung kesalahan.
2. Allah
Allah yang benar dan hidup itu diyakini oleh sebagaian besar kaum pentakostal sebagai Allah yang Esa, namun menyatakan diri dalam tiga pribadi, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ke dalam ketiga nama inilah dibabtis tiap orang yang sudah menyatakan imannya.
3. Keselamatan
Keselematan diyakini sebagai buah kasih karunia Allah, yang ditawaekan kepada manusia mlalui pemberitaan dan ajakan menyatakan penyesalan dan mohon pengampunan kepada Allah, dan iman kepada Yesus Kristus. Manusia diselamatkan melalui kelahiran kembali dan pembaharuan oleh Roh Kudus. Setelah dibenarkan melalui kasih karunia dan melalui iman, ia menjadi anak-anak dan pewaris kerajaan Allah sesuai dengan pengharapan dan kehidupan kekal. Bukti batiniah bagi orang percaya tentang keselamatannya adalah kesaksian langsung dari Roh Kudus, sedangkan bukti dari lahiriah adalah kehidupan di dalam kebenaran dan kesuciaan sejati.
4. Baptisan
Baptisan dalam ajaran ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Baptisan air
Yakni lambang kematian dan penguburan kemanusiaan yang lama, dengan cara menyelamkan kedalam air orang yang sudah menyatakan pertobatan dan percaya sungguh-sungguh bahwa Kristus adalah Tuhan dan Juruselamatnya. Dengan itu tubunya telah dibersihkan, sedangkan hati dan batinnya telah disucikan oleh darah Kristus.
b. Baptisan Roh Kudus (dan api)
Setiap orang percaya dilayakkan untuk dan harus dengan sungguh-sungguh mengharapkan dan memperoleh baptisan Roh dan api yang dijanjikan oleh Bapa, sesuai dengan perintah Yesus Kristus. Ini adalah pengalaman yang wajar dari semua orang percaya pada zaman gereja perdana.
5. Berbahasa Lidah
Baptisan atas orang-orang percaya di dalam Roh Kudus diawali dan disaksikan oleh tanda lahiriah berupa berbcara dalam lidah (bahasa lain), bagaimana kemampuan yang diberikan Allah kepada para rasul (Kis; 2:4). Berbahasa lidah dalam nats ini pada hakikatnya sama dengan karunia lidah dalam (1 Korintus 12:4-10, 28)[23]
6. Perjamuan Kudus (pemecahan roti)
Perjamuan kudus terdiri dari dua unsur roti dan air buah anggur, ini adalah lambang yang mengungkapkan keikutsertaan di dlaam kodrat ilahi dari Tuhan Yesus Kristus, pengenangan atas penderitaan dan kematiannya dan juga nubuat atas keadaan tangan-Nya ke dua kali.
7. Kesucian hidup dan perilaku secara menyeluruh
Sebagai pewaris gerakan kesucian, sebagian besar kaum Pentakosta tetap mempertahankan kesucian sebagai pokok ajaran yang penting. Kesucian yang menyeluruh adalah kehendak Allah bagi semua orang percaya, dan harus sungguh di kejar dengan cara berjalan di dalam ketaatan Firman Allah.
8. Penyembuhan Ilahi (Penyembuhan Rohani)
Penyembuhan ilahi merupkan salah satu dari karunia Roh yang pada perinsipnya diberikan pada semua orang percaya, tetapi dalam praktiknya diperoleh orang-orang tertentu.
9. Akhir Zaman
Kedatangan Yesus yang kedua kli dan pemerintahan-Nya seribu tahun dan langit-bumi baru sebagai Millenarisme. Kaum Pentakosta pada umumnya yakin bahwa sesuai dengan janji kitab suci Yesus Kristus akan datang kembali dan memerintah dalam kerajaan seribu tahun di dunia, sambil memulihkan dan menyelamatkan bangsa Yerusalem, dengan kata lain ungkapan apokaliptik dalam kitab Wahyu.
10. Gereja
Gereja adalah tubuh Kristus tempat Allah berdiam, melalui Roh-Nya, dengan serangkaian ketetapan Ilahi dalam rangka memenuhi amanat agung-Nya. Setiap orang yang percaya yang lahir oleh Roh adalh integral dari gereja yang merupakan anak sulung dari mereka yang diselamatkan yang namanya ditulis di surga.
11. Ibadah dan Upacara gerejawi
Gereja-gereja Pentakostal beribadah secara teratur pada hari minggu di tambah dengan beberapa pertemuan ibadah pada hari lainnya, ibadah berlangsung secara spontan tidak seorang pun tahu apa yang akan datang, dan apa yang akan dikerjakanAllah. Yang terakhir memberi kesempatan untuk mengungkapkan pertobatan ataupun kesediaan dipanggil menajdi pelayan, maupun menerima Baptisan Roh.[24]
2.7.Pengakuan Iman Pentakostal
Pernyataan iman sidang jemaat Allah di Inggris itu berbunyi sebagai berikut (terjemahan oleh penulis):[25]
Aku percaya pada Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhamkan, tidak bisa salah dan menjadi tata-tertib yang lengkap bagi iman, kegiatan, dan perilaku;
Pada keesaan dari Allah yang benar dan hidup, yang dinyatakan di dalam tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh-Kudus;
Pada baptisan dengan cara diselamkan ke dalam air;Pada baptisan Roh-Kudus dengan tanda awalnya berupa berbicara dalam bahasa lain (= berbahasa lidah);
Pada kesucian hidup dan perilaku;
Pada pemulihan dari penyakit lewat penyembuhan ilahi;
Pada pemecahan roti (= Perjamuan Kudus);
Pada kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua-kali sebelum kerajaan seribu tahun;
Pada penghukuman kekal, yang merupakan bagian dari semua yang tidak tertulis di dalam kitab kehidupan;
Pada karunia-karunia Roh-Kudus dan jabatan-jabatan yang ditetapkan di dalam Gereja sebagaimana dicatat di dalam Perjanjian Baru.
2.8. Perkembangan Gereja Pentakosta di Indonesia
Ke Indonesia, gerakan Pentakosta ini dibawa oleh misionaris dari Amerika, Cornelis Groesbeck dan keluarga beserta Dirk Richard van Claveren dan istrinya, Stien van Clavereen, berangkat dari Bethel Temple Seatle, Amerika, menuju Indonesia. Mereka tiba di Batavia (Jakarta) awal maret 1921, kemudian berlayar menuju Denpasar, Bali pada tahun itu juga. Kedua keluarga ini merupakan utusan W.H Offiler dari Bethel Temple Inc. di Seatle, Washington, Amerika Serikat.[26] Sejarah penyebaran gerakan Pentakosta ke Indonesia dijelaskan dengan cukup teliti oleh Dr. T. Van den End, dikatakan bahwa sejak 1920 gerakan ini mulai hadir di Indonesia, pertama-tama di pulau Jawa. Cukup cepat gerakan Pentakosta tersebar ke mana-mana, termaksud Irian. Yang tertarik adalah orang-orang Indo-Eropa, karena mereka kurang diperhatikan oleh Gereja Protestan (GPI) milik orang-orang Eropa, dan orang-orang dari suku-suku Kristen, seperti Minahasa, Maluku dan Batak.[27] Sejak kehadiran gerakan Pentakosta yang berasal dari berbagai organisasi gereja itu, tumbuhlah pula beraneka-ragam organisasi gerejaPentakosta di Indonesia. Yang terbesar di antaranya adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI). Gereja ini terkenal dengan gedung-gedung gerejanya yang besar-megah, dan jumlah anggotanya sekarang sekitar 4 juta jiwa, terhimpun di lebih dari 12.000 jemaat yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara, bahkan ada beberapadi luar negeri. Ia juga memiliki 30-an Sekolah Alkitab dan Sekolah Tinggi Alkitab.[28]
1. Gerakan Pentakosta
Di manakah kuat-kuasa Roh-Kudus dan iman yang bernyala-nyala dalam Gereja dewasa ini? Itulah soal hangat, yang dilancarkan orang Pentakosta kepada kita. Mereka ingin menghidupkan kembali semangat asli, yang mula-mula terdapat dalam jemaat Kristen pada zaman rasuli. Roh-Kudus sendiri tidak berubah sejak itu, sehingga orang percaya masih boleh mengharapkan segala karunia-Nya. Sebab itu golongan-golongan Pentakosta menitikberatkan soal bernubuat, berbahasa Roh, menyembuhkan orang sakit, dan sebagainya. Ekstase dan kegembiraan menjadi ciri-ciri mereka. Gerakan Pentakosta di zaman moderen mulai muncul di Amerika (California), kemudian berpengaruh di Eropa (khusus di Jerman), dan sekarang digemari juga oleh banyak orang Kristen dalam “Gereja-gereja muda”, yang gampang terpengaruh oleh metode-metode dan suasana kebaktian gerakan-gerakan Pentakosta itu.[29]
2. Perluasan dan Pertikaian
Hingga tahun 1914 kaum Pentakosta pada umumnya masih berada di lingkungan Gereja Kesucian. Sementara gerakan Pentakosta semakin meluas, semakin banyak pula dari antara ‘Gereja-gereja kesucian’ itu yang ikut memahami Baptisan Roh dan berbahasa lidah itu sebagai pengalaman ketiga dan jaminan akhir dari kesucian, yang lebih meyakinkan dari ‘berkat kedua’. Dengan demikian, bagi mereka ada tiga tahap atau jenis berkat: pembenaran, penyucian, dan Baptisan Roh. Akan tetapi, ada juga dari antara ‘Gereja-gereja kesucian’ itu yang merasa makin terdesak oleh gerekan Pentakosta dan yang tidak menerima Baptisan Roh sebagai peristiwa atau berkat ketiga, bahkan menolak kehadiran gerakan Pentakosta serta menilainya sebagai ajaran dan praktik sesat. Penolakan itu bervariasi dari yang sangat lembut sampai yang paling keras. Di antara Gereja-gereja yang memisahkan diri dari lingkungan Gerakan Kesucian, lalu menyebut diri gereja Pentakosta, itu pun sudah sejak 1906 terlihat perbedaan pemahaman yang mengarah pada pertikaian dan perpecahan. Perbedaan pertama berkisar pada soal perlu-tidaknya ‘berkat kedua’. Kalangan Pentakosta yang berlatar belakang Gerakan Kesucian, misalnya Parham dan Seymour, tetap mempertahankan ajaran ini. Tetapi mereka yang tidak pernah berkenalan dengan Gerakan Kesucian, atau yang menolaknya, misalnya yang berlatar belakang Gereja Baptis Partikular, tidak menerimanya. Mereka hanya mengakui dua langkah: pertobatan (= lahir baru) dan Baptisan Roh.[30]
2.9. Perkembangan Pentakosta di Dunia
Gerakan yang dimulai pada 1 januari 1901 dalam sekolah Alkitab di Topeka, Kansas, Amerika Serikat yang dipimpin oleh Charles Parham. Parham berpendapat bahwa Alkitab tidak hanya mengajar Baptisan Roh, tetapi juga Baptisan Roh disertai Bahasa Lidah. Agnes N. Ozman mengalami Baptisan Roh menurut pendapat Parham setelah ia menumpangkan tangannya ke atas kepalanya (dikemudian hari Parham terkenal juga karena mempunyai karunia penyembuhan).[31] Beberapa hari kemudian hal yang sama yang terjadi dengan muridnya yang lain dan akhirnya Parham sendiri mengalami Baptisan Roh tersebut. Setelah itu, gerakan Pentakostal mulai disebarkan, tetapi kemajuannya belum terlalu besar. Yang lebih menggemparkan dan lebih menentukan bagi perkembangan dan masa depan gerakan Pentakostal terjadi di Los Angeles pada tanggal 9 April 1906. Beberapa hari sebelumnya , Willian Seymour berkhotbah di sebuah jemaat dari Gereja Baptis. Setelah mendengar kothbahnya tentang Baptisan Roh, jemaat itu menolak mendengar kotbahnya lebih lanjut. Tetapi beberapa warganya mengundangnya berkotbah di rumah mereka. Setelah berkhotbah tiga hati berturut-turut, “Roh Kudus turun” dan terdengarlah “Bahasa Lidah” di kawasan itu. Peristiwa itu segera tersiar ke seluruh penjuru negeri. Banyak yang mengemukakan reaksi mencemooh bahkan menolak, tetapi tak sedikit yang menaruh minat besar. Akibatnya jumlah peserta perkumpulan itu dengan cepat membengkak sehingga mereka menyewa sebuah gedung bekas Gereja Metodis di Azusa Street.[32]
Tidak lama kemudian, Azysa Street menjadi pusat gerakan Pentakosta yang terbesar dari sana ke segala pelosok Amerika. Florence Crawford membawa berita Pentakosta ke Amerika Utara dan Barat. Ia sebelumnya adalah pekerja di bawah pengawasan William Seymour. Ia mengambil nama “Apostolic Faith” dari pelopor Pentakosta tersebut. Gerakan ini berkembang menjadi satu dominasi, walaupun tidak berhubungan lagi dengan kelompok Parham. Sebelumnya, ia telah disembuhkan dari penyakit mata dan paru-paru. Dari pengalaman ini, ia mengadakan penginjilan ke daerah-daerah Amrika Utara dan Barat sampai ke negara bagian Minesota. G.B Chaswell membawa berita Pentakosta ke bagian selatan Amerika Serikat. Ia berasal dari Dunn. Ia adalah bekas pendeta Metodis. Pada tahun 1903, ia bergabung dengan gereja Holiness. Tetapai pada tahun 1906 ia tidak mengikuti konferensi tahunan, malahan pergi ke Azusa. Banyak orang yang simpatik dan berdoa bagi kepergiannya. Setibanya di Los Angless dia melihat Wiliam berkotbah dan orang yang hadir pada umumnya adalah orang negro (orang berkulit hitam) dan ia merasa tidak enak. Kemudian ia meninggalkan tempat itu, namun semakin ia meninggalkan tempat itu semakin pula ia ingin menghadiri kebaktian itu. Dan pada akhirnya ia ikut kebaktian. Pada kebaktian pertama seorang negro yang muda datang dan menumpangkan tangan keatas kepalanya, dan berdoa untuk Baptisan Roh Kudus. Hal ini mengakibatkan ada sesuatu yang memasuki tubuhnya. Setelah beberapa kali mengikuti kebaktian kesombongannya mulai menghilang, rasa nasionalisme mulai hilang. Setelah itu ia mulai berbahasa asing. Setelah memperoleh pengalaman di tempat itu, ia kembali ke kampung halamannya di Dunn. Lalu ia menyewa satu bangunan tua yang bertingkat tiga, bekas gedung tembakau untuk tempat kebaktian. Kebaktian dimulai pada tanggal 31 Desember 1906.
Salah satu orang yang berpengaruh dalam penyebaran ajaran Pentakosta adalah Carles H. Mason, seorang pelayan Baptis dari Mempis. Mason percaya bahwa Allah mencurah hal-hal yang Supranatural yang dinyatakan kedalam mimpi-mimpi dan penglihatan. Mason dan teman-temannya pergi ke Azusa dan mereka sangat senang melihat Seymour memimpin kebaktian yang kebanyakan dihadiri oleh orang-orang berkulit putih. Selama tiga minggu mereka di Los Angless dan mereka mengalami penglihatan-penglihatan, yaitu berkata-kata dalam berbagai Bahasa. Sekembalinya Mason dan kawan-kawan di California, dominasi terbagi dua yang menerima ajaran Pentakosta dibawah pimpinan Mason dan yang menerima dibawah pimpinan Young. Mason dan pengikut-pengikutnya memakai “Church Of God In Christ” dan pimpinan Young memakai nama “The Church Of Christ”. Setelah diadakannya reorganisasi, maka “Church Of God In Christ”berkembang dengan pesat menjadi Group Pentakosta Negro yang terbesar di dunia. Karena Mason mempunyai pengaruh yang besar, maka banyak pengkotbah-pengkotbah kulit putih dilantiknya.
Selanjutnya perkembangan di Eropa, Thomas Barrat, seorang pendeta Nurwegia, seorang bekas pendeta Methodis di Olso, Norwegia. Ia lahir di inggris, lalu pada umur 4 tahun ia pindah ke Norwegia bersama kedua orang tuanya. Pada tahun 1905 ia mengunjungi Azusa Street dan menghadiri pertemuan kelompok di New York. Disana ia menerima Baptisan Roh Suci dan berkata-kata dalam Bahasa Asing. Di Norwegia pada tahun 1907, Thomas Barrat berkothbah dari suatu tempat ke tempat lain dengan membawa berita Pentakosta. Barrat juga mengunjungi Finlandia pada tahun 1911 dan itu sangat berpengaruh di seluruh Eropa. Barrat melakukan kebaktian di gedung olahraga di Norwegia dan kebaktian itu dihadiri oleh umat berbagai macam dominasi gereja dan banyak yang mampu menampung 1500-2000 orang, diantara mereka yang menerima Baptisan Roh Kudus. Kemudian pada tahun 1916 Barrat membangun “Philadelphia Church sebuah Gereja terbesar, setelah Gereja Protestan di Norwegia. Di Belanda R.G Polman menerima Baptisan Roh Kudus pada tahun 1907. Kemudian suaminya juga menerima Baptisa Roh Kudus pada tanggal 06 oktober 1907. Sejak saat itu tempat berkebaktian mereka “Immanuel Haus” menjadi pusat dari Gereja Pentakosta di seluruh Belanda. Gerakan Pentakosta di Brazil mulai masuk pada tahun 1901. Ketika Louis Francesson dari Amerika Serikat mengunjungi Sao Paulo dan mendirikan Gereja Pentakosta. Dalam waktu singkat Anggota Gereja itu menjadi 5000 orang. Selain Louis, Daniel Bey Da Gunner Wingreen, dua penginjil keturunan Swedia-Amerika datang ke para, Brazil. Mereka mengorganisir perkembangan gerakan Pentakosta dan mendirikan Sidang-Sidang Baru. Perkembangan Pentakosta di Australia sedikit lambat dikarenakan beberapa penginjil yang mengadakan kebaktian kebangunan rohani di sana diantara lain: Smith Wigglesworth (1920). Amiee Semple Mc.Pherson (1922) dan A.C Valdez (1925). Organisasi Pentakosta pertama di Australia bernama “Apostolic Faith Mission” terbentuk pada tahun 1927 dan bermarkas di Melbourne Utara. Seorang Misionaris bernama Netti Moo membawa aliran Pentakosta ke China. Ia berkotbah di Mocue dihadapan sekelompok Misionaris Baptis dan CMA beserta orang-orang pribumi China. Mereka dibaptis dengan Roh Kudus dan mulai berkata-kata dalam Bahasa Asing. Pentakosta di Asia, Aliran Pentakosta Asia muncul di India, di bawah pimpinan Paudita Ramaibai. Pelayanannya di mulai dengan membangun panti asuhan untuk yatim piatu dan para janda. Mereka setiap hari diajak berdoa terus-menerus, meminta kuasa dari tempat yang maha tinggi. Tiba-tiba pendeta dipenuhi Roh Kudus sama seperti yang terjadi di Amerika Serikat, yang mereka sebut Baptisan Api pada tahun 1908. Pentakosta di Indonesia, dimulai dari dua Misionaris dari Amerika Groesbeck dan Van Claveren memperkenalkan ajaran Pentakosta pertama kalinya ketika mereka mendarat di Bali pada tahun 1921 mereka dikirim oleh “Bethel Temple Inc” di Seatle, Washigton, Amerika Serikat. Saat pengutusan Mereka ke Indonesia di tandai dengan Mujizat Allah. Dimana seorang Janda mengidap penyakit tumor disembuhkan secara ajaib. Akhirnya ia mempersembahkan korban untuk ongkos perjalanan misionaris itu ke Indonesia. Banyak orang Bali datang dan membawa orang-orang sakit untuk disembuhkan, bahkan orang berpenyakit kusta di sembuhkan.Namun ada juga yang tidak senang. Mereka mengancam kedua misionaris itu dan hendak melancarkan niat jahatnya suatu malam. Tetapi mereka merasa terkejut dan ketakutan karena mereka melihat seorang malaikat berjaga-jaga di dekat rumah kedua misionaris itu. Setelah bekerjasama dengan Van Bon Evangelisme, kedua misionaris ini diberi kesempatan mengajarkan doktrin Pentakosta, yaitu Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat, Yesus adalah tabib yang hebat, Yesus adalah Pembabtis dengan Roh Kudus, dan Yesus adalah Raja yang akan datang. Pada tahun 1924-1926, putera-puteri Indonesia anatara lain: Julianus Repi, alex Tambuwun, Yan Lumenta, Efraim Lennusa, G.A Jokom, R.O Manindam, dan wim Mamahit, serta yang lainnya dipenuhi oleh Roh Kudus dan menjadi pelayan-pelayan Tuhan. Pada tahun 1932, keluarga W.W Petterson, utusan Injil dari Bethel Temple, membuka Sekolah Alkitab yang mendidik banyak hamba Tuhan Pentakosta dan telah mencetak banyak lulusan Hamba Tuhan, Penginjil, dan Guru-Guru yang tersebar di seluruh Nusantara.[33]
2.10. Kelebihan dan Kekurangan Gereja Pentakosta[34]
1. Kelebihan:
a. Hal-hal yang Supra-Natural
Gereja Pentakosta menekankan pengalaman yang supra-natural, yaitu Baptisan Roh-Kudus dan berbicara dengan bahasa asing.
b. Misi dan Pekabaran Injil
Orang-orang Pentakosta tidak menungggu orang-orang datang kepada mereka, tetapi merekalah yang pergi untuk mengunjungi orang-orang di mana pun dan menyampaikan berita Injil.
c. Musik dan Pujian
Musik dan pujian Gereja Pentakosta dapat memberikan kebebasan emosi, dan nyanyian jemaat yang ramai dapat menimbulkan kesegaran, kekuatan dan kedamaian. Nyanyian Gereja Pentakosta, biasanya pendek-pendek dan bernada gembira.
d. Urapan Allah
Setiap umat Pentakosta merindukan urapan Allah, hal ini nyata lewat tulisan-tulisan mereka: “Kami merindukan urapan segar dari Allah.” Ketika menerima jamahan Roh-Kudus, mereka memperoleh keberanian untuk bersaksi dan kekuatan untuk menghadapi tantangan dunia.
e. Keberanian Untuk Berkorban
Perkembangan Gerakan Pentakosta ditunjang juga oleh pengorbanan jemaat dan para pemimpin. Mereka mau mengorbankan segala harta milik mereka untuk Tuhan.
2. Kekurangan
Timbulnya Gerakan Pentakosta Baru, gerakan ini adalah suatu koreksi terhadap kekurangan-kekurangan tertentu dari gereja kesalahannya ialah bahwa kekurangan (kesalahan) itu sering dibesar-besarkan dan menganggap dirinya (pandangan praktik) sebagai satu-satunya jawaban yang benar.
2.11. Daftar-daftar Gereja Pentakosta di Indonesia
1. Gereja Pentakosta Indonesia (GPI), gereja yang kami teliti.
2. Gereja Pentakosta di Indonesia
3. Gereja Gerakan Pentakosta
4. Gereja Kerapatan Pentakosta
5. Gereja Kristen Pentakosta
6. Gereja Bethel Pentakosta
7. Gereja Bethel Rohul Kudus
8. Gereja Utusan Pentakosta
9. Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia
10. Gereja Pentakosta di tanah Papua dll
III. Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dalam lingkungan Kristen, Pentakostal dikenakan pada perayaan hari gerejawi yang memperingati turunnya Roh Kudus ke atas para murid Yesus dan sebagai hari berdirinya Gereja Kristus di dunia ini. Bahwasanya Kelahiran Pentakostalisme modern dapat ditemukan pada suatu peristiwa kebangunan baru yang terjadi di Topeka, Kansas pada hari pertama abad ke-20, 1 Januari 1901 (Parham di Topeka) begitu juga Peristiwa Pentakosta berikutnya terjadi di Los Angeles tanggal 9 April 1906 oleh William J. Seimour ketika Ia berkhotbah disebuah jemaat dari Gereja Baptis. Seiring perkembangan zaman aliran atau gereja Pentakosta semakin berkembang dan menyebar dimana-mana melalui dari hamba-hamba Tuhan Pentakosta yang tersebar di seluruh Nusantara dan Dunia.
IV. Daftar Pustaka
Sumber Buku
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta; BPK-Gunung Mulia, 2016.
Berhof, H. , Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Curtis, A. Kenneth. dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2016.
De Jonge, Christian, Gereja Mencari Jawab, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993.
End, Th. Van Den & Weitjens, J., Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an – sekarang, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Hollenweger, W. J., The Pentecostals, London: SCM, 1972.
Hughes, Robert Don, Sejarah Apa yang Membentuk Gereja, Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2011.
Lane, Tony, Runtut Pijar: Tokoh dan Pemikiran Kristen dari Masa ke Masa, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Ping, Lie, Perjalanan ke Ujung Dunia, Batam: Gospel Press, 2004.
Rachman, Rasid, Hari Raya Liturgi, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2009.
Situmorang, Jonar, Sejarah Gereja Umum, Yogyakarta: Andi, 2014.
Talumewo, Steven H., Sejarah Gerakan Pentakosta, Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1998.
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2004.
Wijaya, Yahya, Bermain dengan Api, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Sumber Lain
http://nataliyanagigih.blogspot.com/2010/04/bapak-pentakosta-charles-fox-parham.html
https://www.gpibkelapagading.org/indeks.php/berita-dan-artikel/artikel/135-pentakosta
[1] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 350.
[2] Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi, (Jakarta:BPK-GM, 2009), 88.
[3] Tony Lane, Runtut Pijar: Tokoh dan Pemikiran Kristen dari Masa ke Masa, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2016), 218
[4] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta; BPK-GM, 2016), 205-206.
[5] Yahya Wijaya, Bermain dengan Api, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 20.
[6] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar, 214.
[7] Robert Don Hughes, Sejarah Apa yang Membentuk Gereja, (Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2011), 312.
[8] Yahya Wijaya, Bermain dengan Api, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 19.
[9] A. Kenneth Curtis dkk, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 148-149.
[10] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan sekitar Gereja, 217-218.
[11] Yahya Wijaya, Bermain dengan Api, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 19-20.
[12] http://nataliyanagigih.blogspot.com/2010/04/bapak-pentakosta-charles-fox-parham.html, diakses pada Selasa, 27 Oktober 2020 pukul 20.05 Wib.
[13] A. Kenneth Curtis, dkk., 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 148.
[14] Jonar Situmorang, Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: Andi, 2014), 406-407.
[15]http://nataliyanagigih.blogspot.com/2010/04/bapak-pentakosta-charles-fox-parham.html diakses pada hari Selasa 27 Oktober 2020 pukul 20:45 Wib.
[16] Lie Ping, Perjalanan ke Ujung Dunia, (Batam: Gospel Press, 2004) 183-184.
[17] Jonar Situmorang, Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: Andi, 2014), 408.
[18] Lie Ping, Perjalanan ke Ujung Dunia, (Batam: Gospel Press, 2004), 189.
[19] https://www.gpibkelapagading.org/indeks.php/berita-dan-artikel/artikel/135-pentakosta, diakses pada hari Rabu, 28 Oktober 2020 Pukul 19:15 wib.
[20] Th. Van Den End & J. Weitjens, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an – sekarang, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 271
[21] H. Berkhof , Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 331
[22] Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pentakosta, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1988), 5-6.
[23] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, 188-190
[24] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Luar Gereja, 232-237
[25] W. J. Hollenweger, The Pentecostals, (London:SCM, 1972), 520.
[26] Jonar Situmorang, Sejarah Gereja Umum, (Yogyakarta: Andi, 2014), 409.
[27] Cristian de Jonge, Gereja Mencari Jawab (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1993), 54.
[28] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 225.
[29] H. Berkhof, dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia, 1992), 331.
[30] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 219-220.
[31] Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 1993), 52
[32] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam dan Di Sekitar Gereja, 217.
[33] Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pentakosta, (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1998), 17-30.
[34] Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan PentakostaI, (Yogyakarta: Andi, 1988), 48-53.
Post a Comment