Pengertian Umum Etika: Apakah Etika? Etika Deskriptif; Normatif, Meta Etika
I. Pendahuluan
Dalam kehidupan pelayanan ataupun dalam kehidupan berteologi tentu ada banyak hal yang perlu kita perhatikan baik dalam bersikap, berperilaku maupun bagaimana kita menanggapi segala sesuatu yang diperhadapkan bagi kita. Salah satu yang penting untuk kita pahami adalah Etika, dimana etika itu setidaknya secara sederhana dapat memeberikan tolak ukur bagi kita dalam berperilaku. Dalam pembahasan ini akan disajikan apa yang menjadi pengertian dari etika itu serta hal-hal umum yang berhubungan dengan etika itu sendiri.
II. Pembahasan
2.1. Pengertian Etika
Kata Yunani ethos, kata asal untuk “Etika”, berarti kebiasaan, baik kebiasaan individu maupun kebiasaan masyarakat.[1] Kata “Etika” secara etimologis berasal dari kata Yunani “ethos”, yang harfiah berarti “adat kebiasaan”, atau “kelakuan manusia”. sebagai suatu istilah yang cukup banyak dipakai dalam hidup sehari-hari, kata tersebut memiliki arti yang lebih luas dari sekedar arti etimologis-harfiah. Dalam pemakaian sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat dibedakan tiga arti kata “etika”. Arti pertama sebagai “sistem nilai”. Kata etika disini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik-buruknya perilaku manusia, baik secara individual maupun sosial dalam suatu masyarakat.
Arti yang kedua adalah “kode etik”; maksudnya adalah sebagi kumpulan norma dan nilai moral yang wajib diperhatikan oleh pemegang profesi tertentu. Arti ketiga, dan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah ilmu yang melakukan refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas. Etika dalam arti ini sama dengan filsafat moral. Secara etimologis, kata “etika” sebenarnya sama dengan kata “moral”. Kata “moral” berasal dari akar kata latin “mos”, “moris” yang sama dengan kata “etika” dalam bahasa Yunani, beararti “adat istiadat”. Sebagai istilah keduanya kadang dibedakan. Etika adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Definisi etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar dan salah, baik dan buruk, tanggung jawab, dan lain sebagainya.[2]
2.2. Etika dan Ajaran Moral
Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Jadi etika dengan ajaran-ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan etika melainkan moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral.
Jadi etika sekaligus kurang lebih dari ajaran moral. Kurang karena etika tidak berwenang untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak. Wewenang itu diklaim oleh pelbagai pihak yang memberikan ajaran moral. Lebih, karena etika berusaha untuk mengerti mengapa, atau atas dasar apa kita harus hidup menurut norma-norma tertentu. Ajaran moral dapat diibaratkan dengan buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan sepeda motor kita dengan baik, sedangkan etika memberikan kita pengertian tentang struktur dan teknologi sepeda motor sendiri.[3] Etika bertujuan untuk menjadikan kehidupan manusia dan masyarakat lebih utuh.[4]
2.3. Pengertian Etika Menurut Para Ahli
1. Soergarda Poerbakawatja
Menurut Soergarda Poerbakawatja, pengertian etika adalah suatu ilmu yang memberikan arahan, acuan, serta pijakan kepada suatu tindakan manusia.
2. H.A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa, pengertian etika adalah ilmu yang menyelidiki terhadap suatu perilaku yang baik dan yang buruk dengan memerhatikan perbuatan manusia sejauh apa yang diketahui oleh akan serta pikiran manusia.
3. K. Bertens
Menurut K. Bertens, definisi etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi suatu acuan bagi umat manusia secara baik secara individual atau kelompok dalam mengatur semua tingkah lakunya.
4. DR. James J. Spillane SJ
Menurut DR. James, etika adalah memperhatikan suatu tingkah laku manusia di dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan moral. Etika lebih mengarah ke penggunaan akal budi dengan objektivitas guna menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang terhadap lainnya.
5. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam, etika adalah sebuah cabang ilmu filsafat yang membicarakan perihal suatu nilai-nilai serta norma yang dapat menentukan suatu perilaku manusia ke dalam kehidupannya.
6. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut Poerwadarminto, arti etika adalah ilmu pengetahuan tentang suatu perilaku atau perbuatan manusia yang dilihat dari sisi baik dan buruknya yang sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.[5]
2.4. Metode
Dalam ilmu etika biasa dibedakan adanya tiga metode atau cara pendekatan, yakni :
1. Pendekatan deskriptif pendekatan ini biasa ditempuh oleh ilmu-ilmu sosial, pada pokoknya bermaksud memaparkan hal-hal yang secara faktual terjadi, bagaimana dalam kenyataan atau pratktik hidup, baik buruknya tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat dinilai tekanan di sini diletakkan pada data-data empiris dan kesimpulan-kesimpulan yang secara induktif bisa ditarik dari data-data yang diamati, dikumpulkan , dan dianalisis.
2. Pendekatan normatif/Preskriptif. Pendekatan ini berpangkal dari keyakinan bahwa etika bukan pertama-tama membahas tentang apa senyatanya dipandang sebagai kelakuan yang baik dan mana yang dipandang buruk dalam suatu masyarakat, melainkan tentang apa yang seharusnya atau yang wajib dilakukan oleh manusia sebagai manusia. Manakah norma-norma yang secara moral mengikat setiap manusia. Teori etika normatif menentukan apa yang dipandang sebagai norma yang wajib diikuti oleh manusia untuk bertindak secara benar atau untuk menjadi manusia yang berkelakukan baik.[6]
3. Pendekatan analitis/meta-etis dalam pendekatan ini etika pertama tama dimengerti sebagai cabang ilmu filsafat yang menganalisis bahasa yang dipakai dalam pembicaraan atau pembahasan tentang moral misalnya, membuat analisis tentang:
1. Peristilahan-peristilahan moral, seperti apa artinya kata “baik” apa artinya kata “wajib” dan sebagainya
2. Dasar-dasar rasional suatu sistem etika
3. Logis tidaknya suatu proses penyimpulan moral.
Analisis dimaksudkan untuk menghilangkan kekaburan arti dan untuk menegaskan apa yang dimaksud dengan pernyatan-pernyataan moral tertentu.[7]
2.5.Etika Deskriptif
Etika deskriptif, juga dikenal sebagai etika komparatif, adalah studi tentang keyakinan masyarakat tentang moralitas. Ini kontras dengan etika prespektif atau normative yang meresepkan bagaimana orang harus bertindak, atau dengan meta-etika, yang meresepkan pengetahuan tentang konsep dan teori etika. [8]
Etika deskriptif menulukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya dat istiadat, anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam kebudayaan atau subkultur tertentu, dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya. Kerena etika deskriptif hanya melukiskan, ia tidak memberi penilaian.
Sekarang ini etika deskriptif dijalankan oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi budaya, psikologi, sosiologi, sejarah dan sebagainya, meskipun mereka tidak pernah memakai istilah “etika deskriptif”. [9]
2.6. Etika Normatif
Etika Normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di mana berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Di sini ahli bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral, seperti halnya dalam etika deskriptif, tapi ia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia. Ia tidak lagi melukiskan adat mengayau yang pernah terdapat dalam kebudayan-kebudayaan di masa lampau, tapi ia menolak adat itu, karena dinilai bertentangan dengan martabat manusia. Ia tidak lagi membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam suatu masyarakat, tapi menolak prostitusi sebagaii suatu lembaga yang melanggar martabat wanita, biarpun dalam praktik belum tentu dapat dibrantas sampai tuntas. Penilaian itu dibentuk atas dasar-dasar norma-norma. [10] Etika Normatif sudah sampai pada penilaian-penilaian.[11]
2.7. Meta-etika
Cara lain lagi untuk mempraktikkan etika sebagai ilmu adalah metaetika. Awalan meta- (dari bahasa Yunani) mempunyai arti “melebihi”, “melampaui". Istilah ini diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas di sini bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika seo-lah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis” atau bahasa yang kita gunakan di bidang moral. Dapat dikatakan juga bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata bahasa, rupanya kalimat-kalimat etis tidak berada dari kalimat-kalimat jenis lain (khususnya,kalimat-kalimat yang mengungkapkan fakta). Tapi studi lebih mendalam dapat menunjukkan bahwa kalimat-kalimat etika dan pada umumnya bahasa etika mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh kalimat-kalimat lain. Metaetika mengarahkan perhatiannya kepada arti khusus dari bahasa etika itu. Filsuf Inggris George Moore (1873-1958), misalnya, menulis sebuah buku terkenal yang sebagian terbesar terdiri dari analisis terhadap kata yang sangat penting dalam konteks etika, yaitu kata “baik”. Ia tidak bertanya apakan tingkah laku tertentu boleh disebut baik. Lebih konkret: ia tidak bertanya apakah menjadi donor organ tubuh untuk ditransplantasi pada pasien yang membutuhkan boleh disebut baik dari sudut moral dan apakah syarat-syaratnya supaya dapat disebut baik (apakah perbuatan itu masih baik, jika organnya dijual?). Ia hanya bertanya apakah artinya kata”baik”, bila dipakai dalam konteks etis. Ia hanya menyoroti arti khusus kata “baik” dengan membandingkan kalimat “menjadi donor organ tubuh adalah perbuatan baik” dengan kalimat jenis lain seperti “Mobil ini masih dalam keadaan baik”.
Meraetika ini termasuk “filsafat analitis”, suatu aliran penting dalam filsafat abad ke-20. Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai tugas terpenting bagi filsafat atau bahkan sebagai satu-satunya tugasya. Aliran ini mulai berkembang di Inggris pada awal abad ke-20 dan George Moore yang disebut tadi adalah salah sorang pelopornya. Dari inggris filsafat analitis meluas ke berbagai negara lain, tapi dari negara-negara berbahasa Inggris (Seperti Amerika Serikat dan Australia) posisinya selalu paling kuat.[12]
2.8.Kegunaan Belajar Etika
Ada sekurang-kurangnya empat alasa mengapa pada zaama ini etika begitu perlu:
1. Pertama
kita hidup dalam masyarakat yang semakin Pluralistik, juga dalam bidang moralitas. Setiap hari kita bertemu orang-orang dari suku, daerah dan agama yang berbeda-beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi. kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan dan semua mengajukan klaim mereka pada kita. Mana yang akan kita ikuti? Yang kita peroleh dari orang tua kita dulu? Moralitas yang ditawarkan melalui media massa?
Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tidak baik dan buruk tidak lagi dipercayai, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia. situasi itu berlaku pada zaman sekarang juga., bahkan bagi kita masing-masing. Yang dipersoalkna bukanlah apa yang menjadi bagian kewajiban saya dan apa yang tidak, melainkan manakah norma-norma yang menetukan apa yang harus dianggap sebagai kewajiban. Norma-norma moral sendiri dipersoalkan. Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan padangan-pandangan moral ini refleksi kristis etika ini diperlukan.
2. Kedua
Kita hidup pada masa transformasi masyarakat tanpa tanding. Perubahan itu terjadi dibawah hantaman kekuatan yang mengenai semua kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi. Dalam transformasi ekonomis, sosial,intelektual, dan budaya itu nilai-nilai budaya yang tradisional ditantang semuanya. Dalam situasi ini etika mau membantu agar kita jangan kehilangan orisentasi, dapat memebdakan anatar apa yang hakiki dan apa yang boleh saja berubah dengan demikian tetap sanggup untuk mengambil sikap-sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.
3. Ketiga
Tidak mengherankan bahwa proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini dipergunakan oleh pelbagai fihak untuk memancing dalam air keruh. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideology-ideologi itu dengan kristis dan objektif dan untuk memebentuk penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu kita agar kita tidak naif dan ekstrem.
4. Keempat
Etika juga diperlukan oleh kaum agama yang disuatu fihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, di lain fihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu. [13]
III. Kesimpulan
Etika adalah fundasi atau dasar dari sesuatu pengkajian tentang nilai-nilai kehidupan. Etika tidak hanya menyinggung perbuatan lahiriah manusia saja, tetapi turut menjangkau kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang yang jauh lebih mengakar. Bahkan etika juga dapat disebut pandu tata kehidupan. Dalam pemahaman kita tentu terkadang kita merasa bahwa etika tidak terlalu berpengaruh, tetapi pada jaman ini ada beberapa alasan yang membuat hal ini begitu perlu, seperti yang sudah kami paparkan pada sajian kami.
IV. Daftar Pustaka
Bertens K., Etika, Jakarta, PT Gramedia, 1993
Brownlee Malcolm, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, Jakarta: Gunung Mulia, 2006
Darmodiharjo Darji, Pokok-pokok Filsafat Hukum Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016
Liliweri Alo, Komunikasi Antar-Personal, Jakarta: Prenadamedia, 2015
Sudarminta J., Etika Umum, Yogyakarta: kanasius, 2013
V. Sumber Lain
https://www.zonareferensi.com/pengertian-etika/
https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-etika
[1] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 25
[2] https://www.zonareferensi.com/pengertian-etika/, diakses pada tanggal 30 agustus 2020, pada pukul 16. 16 WIB
[3] J. Sudarminta, Etika Umum, (Yogyakarta: kanasius, 2013), 14
[4] Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di dalamnya, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 19
[5] https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-etika, Diakses tanggal 30 Agustus 2020, pukul 16. 10 WIB
[6] J. Sudarminta, Etika Umum, (Yogyakarta: kanasius, 2013), 6
[7] J. Sudarminta, Etika Umum, (Yogyakarta: kanasius, 2013), 6
[8] Alo Liliweri, Komunikasi Antar-Personal, (Jakarta: Prenadamedia, 2015), 501
[9] K. Bertens, Etika, ( Jakarta, PT Gramedia, 1993), 17
[10] K. Bertens, Etika, ( Jakarta, PT Gramedia, 1993), 19-20
[11] Darji Darmodiharjo, Pokok-pokok Filsafat Hukum (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), 260
[12] K. Bertens, Etika, ( Jakarta, PT Gramedia, 1993), 21-22
[13] J. Sudarminta, Etika Umum, (Yogyakarta: kanasius, 2013), 15-16
Post a Comment