Hubungan Iman dan Perbuatan Menurut Etika Kristen
Hubungan Iman dan Perbuatan Menurut
Etika Kristen
I.
Pendahuluan
Pada
pertemuan sebelumnya kita telah membahas tentang Pertobatan dan Pembaharuan
Hidup sebagai dasar Etika Hidup Orang Kristen dan Pada kesempatan kali ini kami
akan membahas
tentang Hubungan Iman dan Perbuatan Menurut Etika Kristen yang dimana kami akan
menjelaskan apa itu Iman dan Perbuatan menurut Etika Kristen.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Iman
Dalam
perjanjian lama kata iman berasal dari kata kerja aman, yang berarti “memegang
teguh”. Kata ini dapat muncul dalam bentuk yang bermacam-macam, umpanya dalam
arti “memegang teguh kepada janji” seseorang, karena janji itu dianggap teguh
atau kuat, sehingga dapat diamin, dipercaya. Jika diterapkan kepada Allah harus dianggap sebagai yang teguh atau yang
kuat. Kita yang percaya kepadanya berarti kita harus mengamini dan percaya
bahwa Allah adalah teguh atau kuat dalam Yesaya 7: 9. Pengertian iman di
perjanjian baru. Iman berarti “mengalami dengan segenap kepribadian dan cara
hidupnya kepada janji Allah bahwa di dalam Kristus telah mendamaikan orang yang
berdosa dengan dirinya sendiri sehingga segenap hidup orang beriman dikuasai
oleh keyakinan yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Iman dapat di pandang
sebagai jalan keselamatan
orang yang benar itu akan hidup oleh percaya atau imannya (Roma 1:17, Galatia
3:11 dan 1 Petrus 3:15).[1]
Iman juga berarti kepercayaan atau keyakinan kepada Allah, ketetapan hati atau
keteguhan batin.[2]
Secara umum disebut iman adalah menerima kesaksian orang lain. Jika ada orang
yang menceritakan, bahwa ia baru saja sembuh dari sakit, dan saya menerima
berita itu sebagai kebenaran, sekali pun saya tidak melihat sendiri bahwa ia
sebelumnya menderita sakit, saya dianggap percaya kepada orang itu.[3]
2.2.Pengertian
Perbuatan
Dalam KBBI
kata perbuatan berarti sesuatu hal yang dikerjakan atau dilakukan [4].
Suatu perbuatan dapat menghasilkan suatu manfaat yang dapat memajukan
kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan jika perbuatan tersebut baik. Namun
jika suatu perbuatan membawa kerugian atau lebih banyak kerugian dari pada
manfaat, maka perbuatan tersebut dapat dinilai buruk.[5]
2.3.Pengertian
Etika Kristen
Etika
berhubungan erat dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan
perbuatannya. Kelakuan yang dinyatakan dengan perbuatan itu menunjuk pada dua
hal, yakni positaf dan negative. Etika hendak mencari ukuran baik, yang tidak baik
atau tidak sesuai dengan ukuran baik itu adalah buruk atau jahat. Oleh sebab
itu, tugas etika adalah menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan, mengoreksi
dan membimbing serta mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar dapat
memperbaiki tindakan atau perbuatannya.[6]
Etika
Kristen merupakan ketetepan karena kebenaran moral ditetapkan oleh Allah yang
mempunyai natur moral. Etika Kristren ialah peraturan tentang prilaku yang
diukur dengan standar kebenaran Alkitab, dalam artian tidak menginjikan
berbohong atau berbuat curang demi mendatangkan kebaikan atau bahkan demi
menyelamatkan nyawa seseorang. Dengan Demikian, etika Kristen merupakan
ketetapan Allah. Sehingga bagi orang Kristen prilaku baik harus didasarkan pada
kebenaran Alkitab. Etika Kristen berdasarkan Wahyu Allah merupakan perintah
Allah dalam bentuk wahyuh umum merupakan perintah Allah bagi seluruh umat
manusia,sedangan wahyu khusus merupakan perintah Allah yang diberikan kepada orang percaya atau orang
Kristen. Tetapi kedua wahyu tersebut didasarkan pada wahyu Ilahi. Etika
bersifat deontologis karena prilaku atau tindakan benar diukur atau bersifat
kewajiban, sehingga etika Kristen juga bersifat deontologi karena berprilaku
baik dan benar menjadi tuntutan utama orang Kristen. Maka berkewajiban prilaku
atau tindakan yang baik dalam segala kondisi wajib dilakukan oleh orang percaya
sesuai kebenaran Alkitab. Etika Kristen yang dikehendaki Allah adalah suatu
bentuk perintah,ketentuan atau kebenaran yang sejalan dengan atribut moral
Allah,yang wajib dilakukan oleh orang percaya atau orang Kristen. Atribut moral Allah terdapat dalam Imamat 11:45, yaitu
Jadilah kudus sebab Aku ini kudus. Dalam bentuk
sederhana atau praktis Geisler memberikan dua contoh tentang atribut moral
Allah dan yang wajib dilakukan oleh orang Kristen,yaitu dalam Ibrani 6:18,
Allah tidak mungkin berdusta. Sedangkan contoh kedua dari artibut Allah dalam
Matius 22:39, mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Dengan demikian
Etika Kristen yang dikendaki oleh Allah ialah bentuk perintah, ketentuan dan
kebenaran,yang wajib dilakukan oleh orang Kristen dalam berprilaku dan
bertindak.
Dalam
hal ini, Alkitab memberikan penjelasan atau pertimbangan mengenai prilaku yang
baik dan yang buruk sehingga orang Kristen bisa membedakan mana yang buruk dan
mana yang baik. Prilaku yang dikehendaki oleh Allah ialah mengasihi sesama
manusia Matius 22:39, melakukan yang baik dan terus mencari perdamaian 1 Petrus
3:11 dan yang ada dalam Keluaran 20:12-17. Dengan demikian, jelas bahwa karakteristik
etika Kristen yang dipakai ialah prilaku yang dikehendaki oleh Allah dan kasih
menjadi dasar utama serta etika Kristen merupakan perintah yang harus
dilakukan. Dalam Alkitab sendiri tidak berbicara langsung mengenai etika tetapi
dengan melihat bahwa etika merupakan aturan-aturan supaya manusia mempunyai
perilaku atau tindakan yang baik maka jelas banyak teks Alkitab yang berbicara
mengenai perilaku yang baik, seperti dalam 1 Korintus 15:33 “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan
kebiasaan” dan teks ini jelas berbicara mengenai kebiasaan, yang dalam bahasa
Yunani ethos (kata benda-netral-jamakobjek penderita) yang diterjemahkan
menjadi kebiaasaan (Sutanto, 2014) , di mana
kata ethos sangat dipengaruhi dengan kata pergaulan yang buruk dan ethos
mempunyai hubungan yang menjelaskan
ayat 34 bahwa dalam jemaat Korintus ada beberapa yang tidak mengenal Allah.
Etika Kristen merupakan tanggapan kepada kasih karunia dan pekerjaan Allah yang
telah menyelamatkan manusia dari dosa. Titik acuan etika Kristen adalah
kebenaran firman Allah yang dinyatakan dalam Alkitab, sesuatu yang mengarah
pada firman Tuhan. Artinya sesuatu yang benar tidak akan bertentangan dengan
firman Tuhan. Etika Kristen bukan hanya aturan-aturan abstrak tetapi juga ada
contoh-contoh nyata tentang etika Kristen dalam Alkitab, baik dalam
aturan-aturan atau perintah-perintah
yang dilakukan dengan baik ataupun perilaku melanggar aturan-aturan atau
perintah-perintah Allah. Pengaruh etika Kristen terhadap karakter Kristen
mahasiwa 19,5%. Sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dimasukan dalam penelitian ini, yaitu pendidikan, keluarga, gereja dan
lingkungan masyarakat serta harus dilakukan secara terus menerus karena
pembentukan dan pengembangan karakter yang baik merupakan pelajaran seumur
hidup.[7]
2.4.Iman
Menurut Etika Kristen
Orang-orang
Kristen sependapat bahwa Allah adalah pusat dan sumber dari semua yang baik.
Allah adalah hakim yang terakhir yang memutuskan apa yang benar dan apa yang
salah. Di dalam pengambilan keputusan tentang apa yang harus dilakukan, semua
orang Kristen mencari kehendak Allah meskipun mereka tidak selalu setuju
tentang apa yang dikehendaki Allah. Etika Kristen berdasarkan iman kepada Allah
yang dinyatakan dalam Yesus Kristus yang merupakan tanggapan terhadap kasih
karunia Allah yang menyelamatkan kita. Kehidupan etis merupakan cara untuk
memberi syukur atas anugerah Allah dan cara untuk hidup dalam persekutuan
dengan Allah.[8]
2.5.Iman
dan Perbuatan dalam Perjanjian Lama
Dalam perhatian terhadap tingkahlaku bertanggungjawab
terhadap Allah kita akan bertemu dengan perintah untuk menguasai dunia ini
secara baik (Kej 1:28). Dan barang siapa memikirkan pertanggungjawabannya
terhadap sesamanya manusia tidak bisa melupakan lingkungan yang sehat untuk
kita semua. [9]
Iman dipandang sebagai tangan yang diulurkan manusia guna menerima kasih
karunia Allah yang besar. Dapat dikatakan pula iman dipandang sebagai “jalan
keselamatan”. Dalam arti yang demikian itu jugalah kata iman dipakai di dalam
ungkapan “orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya atau imannya.” (Hab
2:4).[10]
2.6.Perbuatan
Menurut Etika Kristen
Melalui
perbuatan Kristus, Allah menyelamatkan manusia dari kejahatan dan memberikan
kekuatan moral kepadanya. Ajaran-ajaran Kristus dan teladanNya menunjukkan jalan
kehidupan orang Kristen. Menjadi orang Kristen berarti mengikut Kristus. Kasih
merupakan ciri dari perbuatan dalam etika Kristen. Kewajiban manusia
disimpulkan dalam hukum untuk mengasihi Allah dan sesama (Mat 22: 37- 40).
Kasih juga memberi motivasi bagi perbuatan yang baik. Perbuatan dalam etika
Kristen juga menyangkut kepada hal-hal duniawi, tidak terbatas kepada kehidupan
pribadi saja. Tanggung jawab orang Kristen tidak terbatas kepada orang-orang
seiman atau segolongannya, tetapi meliputi seluruh umat manusia. [11]
Perbuatan yang bertanggungjawab terhadap Allah dan terhadap sesama manusia
berdasarkan perintah rangkap dari Mat 22: Kasihilah Allah dan sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri. Melalui hubungan perseorangan yang rangkap itu semua
aspek kehidupan manusiawi diperhatikan: gereja, perkawinan, keluarga, struktur
sosial dan politik, masyarakat serta pelindungan dan pelestarian alam.[12]
2.7.Mengapa
Harus Berbuat Baik
Pada umumnya
sebelum seseorang mulai bekerja, dia mempunyai rencana dalam pekerjaan tersebut.
Bagaimana seorang wanita ingin membuat kue? Dia menggambarkan kue itu dalam
angan-angan, kemudian mencampur bahannya dengan baik supaya dia dapat
mewujudkan angan-angannya tadi. Kehidupan etis sama dengan proses membuat
sesuatu. Kita memilih tujuan-tujuan atau kita diberi tujuan-tujuan oleh Allah.
Kehidupan kita mengerjakan hal-hal yang mendekatkan kita kepada tujuan itu.
Kita berusaha mencapai tujuan tersebut. Suatu tindakan dianggap benar apabila
mengakibatkan hasil baik yang lebih besar dari pada hasil buruk. Suatu tindakan
dianggap salah apabila mengakibatkan hasil buruk yang lebih besar. Dukungan
untuk pendapat ini dapat dilihat dalam Alkitab. Misalnya, “Carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenarannya...” (Mat 6:33). “Dan aku telah menetapkan kamu,
supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buah mu itu tetap” (Yoh 15:16).
“lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah” (1 Kor 10:31). Tidak dapat
disangkal bahwa Alkitab memberikan tujuan dan cita-cita untuk kehidupan
Kristen.[13]
“Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” bukan “sesamamu manusia dan dirimu
sendiri”. Tak ada perintah untuk mengasihi diri sendiri dalam Matius 22 itu.
Sering kali Alkitab menunjukkan bahwa cinta terhadap nyawanya sendiri
menyebabkan kehilangan nyawanya (Yoh 12:25). Kasih tidak mencari keuntungan
diri sendiri (1 Kor 13:5). Kasih terhadap diri sendiri biasanya suatu hal yang
negatif dalam Alkitab (2 Tim 3:2). Mengasihi sesama kita seperti diri sendiri,
termasuk “kaidah kencana” dari Matius 7:12 “segala sesuatu yang kamu kehendaki
supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka, karena
itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Itu juga perintah
“kasihilah sesamamu” dan bukan “kasihilah dirimu”. Dalam suatu situasi konkrit
Paulus menggunakan aturan yang sesuai dengan “kaidah kencana” itu: “sebab tidak
pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya,
sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuhnya” (Ef
5:29,30). Itulah nasehat yang tepat sekali tentang kasih terhadap dirinya
sendiri, bukan sebagai perintah tetapi sebagai kenyataan. Perintah dapat
diberikan, bahwa kita harus membenci nyawa kita di dunia ini untuk
menyelamatkannya (Yoh 12:25).[14]
2.8.Dasar
Alkitab
Salah satu
perjumpaan antara Petrus dan Yesus (Mat 18:21-22). Petrus berkata kepada Yesus,
“Tuhan sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa
terhadap aku? Sampai tujuh kali?”. Petrus sering mendengar ajaran Yesus tentang
kewajiban mengampuni sesamanya. Tampaknya ia ingin supaya kewajiban itu
dirumuskan dalam bentuk sebuah aturan seperti, “ampunilah sesamamu tujuh kali!”
meskipun mengampuni sampai tujuh kali itu sukar. Yesus mulai menggambarkan
sikap Allah terhadap kita ciptaan-Nya. Lalu ia mendekatkan gambaran itu kepada
keadaan-keadaan dalam kehidupan manusia: “inilah cara Allah bertindak terhadap
kamu, maka tingkah laku kamu patut diselaraskan dengan sifat dan sikap Allah.”[15]
2.9.Hubungan
Iman dan Perbuatan
Iman berarti kepercayaan atau keyakinan
kepada Allah, ketetapan hati atau keteguhan batin.[16] Iman juga dapat berarti kesadaran orang, bahwa ia telah
dibenarkan atau dibebaskan, atau didamaikan dengan Allah. Tuhan Allah telah
mengulurkan tangan kasih karunia-Nya didalam Kristus. Dengan imannya orang
beriman meraih tangan uluran Allah itu. Ia percaya bahwa dosanya telah
diampuni, bahwa ia telah didamaikan dengan Allah, bahwa ia telah dijadikan anak
Allah. [17]
Karena kasih karunia Tuhan terhadap manusia, sehingga setiap dosanya telah
diampuni maka haruslah manusia itu melakukan semuanya itu untuk kemuliaan Allah
(1 Kor 10:31).
III.
Kesimpulan
Kami
menyimpulkan Iman dapat di pandang sebagai jalan keselamatan orang yang benar itu akan hidup oleh
percaya atau imannya (Roma 1:17, Galatia 3:11 dan 1 Petrus 3:15).[18]
Iman juga berarti kepercayaan atau keyakinan kepada Allah, ketetapan hati atau
keteguhan batin. Suatu perbuatan
dapat menghasilkan suatu manfaat yang dapat memajukan kemakmuran,
kesejahteraan, dan kebahagiaan jika perbuatan tersebut baik.
Iman dipandang sebagai tangan yang diulurkan manusia guna
menerima kasih karunia Allah yang besar. Dapat dikatakan pula iman dipandang
sebagai “jalan keselamatan”. Dalam arti yang demikian itu jugalah kata iman
dipakai di dalam ungkapan “orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya atau
imannya.” (Hab 2:4). Perbuatan yang bertanggungjawab terhadap Allah dan terhadap sesama manusia
berdasarkan perintah rangkap dari Mat 22: Kasihilah Allah dan sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri. Melalui hubungan perseorangan yang rangkap itu semua
aspek kehidupan manusiawi diperhatikan: gereja, perkawinan, keluarga, struktur
sosial dan politik, masyarakat serta pelindungan dan pelestarian alam.
Iman juga dapat berarti kesadaran orang, bahwa ia telah
dibenarkan atau dibebaskan, atau didamaikan dengan Allah. Tuhan Allah telah
mengulurkan tangan kasih karunia-Nya didalam Kristus. Dengan imannya orang
beriman meraih tangan uluran Allah itu. Ia percaya bahwa dosanya telah
diampuni, bahwa ia telah didamaikan dengan Allah, bahwa ia telah dijadikan anak
Allah.
IV.
Daftar
Pustaka
Douma
J, Kelakuan Yang Bertanggung Jawab,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Fletcher
Verne H, Lihatlah Sang Manusia,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Malcolm
Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan
Faktor-faktor di Dalamnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006
Hadiwijoyo
Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2007
Pentingnya Pendidikan Etika Kristen. Pdf
Sudarmanto
Eko, Dkk, Etika Bisnis, Yayasan Kita
Menulis, 2020
Pdt. R.M. Drie S.
Brotosudarmo, S.Th, M.Th, M.Si, Etika
Kristen untuk Perguruan Tinggi, ANDI: 2014
Sumber
Lain
[1]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 17
[2]
KBBI.
[3]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 403.
[4]
https://kbbi.web.id/perbuatan, diakses pada 05 Februari 2021, pukul
12.03 WIB.
[5]
Eko Sudarmanto, Dkk, Etika Bisnis, (Yayasan Kita Menulis, 2020),
3.
[6]
Pdt. R.M. Drie S. Brotosudarmo, S.Th, M.Th, M.Si, Etika Kristen untuk Perguruan Tinggi,(ANDI: 2014), 5.
[7] Pentingnya
Pendidikan Etika Kristen.
Pdf. Di Akses 2 Februari 2021, Pukul 23: 12 WIB.
[8]
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 29.
[9]
J. Douma, Kelakuan Yang Bertanggung Jawab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
21.
[10]
Harun Hadiwijoyo, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), 18.
[11]
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 29-30.
[12]
J. Douma, Kelakuan Yang Bertanggung Jawab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
21.
[13]
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 31-32.
[14]
J. Douma, Kelakuan Yang Bertanggung Jawab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007),
21-22.
[15]
Verne H. Fletcher, Lihatlah Sang Manusia, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2007), 4-5.
[16]
KBBI.
[17]
Harun Hadiwijoyo, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007), 410.
[18]
Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 17