MISI SEBAGAI TEOLOGI
MISI SEBAGAI TEOLOGI
I. Pendahuluan
Misi akan selalu berhubungan dengan sejarah keselamatan Allah sendiri bagi umat-Nya, mengerti dan memahami dasar Teologia. Teologia bukanlah hanya sekedar Doktrin atau ajaran yang dapat dipegang dan digunakan untuk menghadapi bermacam-macam persoalan di segala zaman dan tempat. Juga bukan setumpuk resep-resep Agamawi yang manjur dalam memecahkan segala masalah kehidupan orang Kristen. Pada materi yang kami paparkan ini, kita akan membahas seperti apa itu misi sebagai teologi. Dimana misi adalah wilayah lingkup teologi yang mempelajari mandat, pesan dan karya misionaris Kristen. Dan juga refleksi multi-disipliner dan cross-cultural pada semua aspek penyebaran Agama Kristen. Berikut paparan kami, semoga bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Yesus Memberkati.
II. Pembahasan
2.1.Pengertian Misi
Kata “misi” dalam bahasa Latin adalah missio, yang berate perutusan. Kata missio adalah bentuk substantive dari kata kerja mittere (mitto, missi, missum) yang mempunya beberapa pengertian dasar:
· Membuang, menembak, membentur
· Mengutus, mengirim
· Membiarkan, membiarkan pergi, melepaskan pergi
· Mengambil/menyadap, membiarkan mengalir (darah)
Kalangan gereja pada dasarnya menggunakan kata mittere dalam pengertian mengutus, mengirim.[1]
Dan kata “misi” juga merupakan terjemahan dari kata Yunani Apostelo, “Apostello” artinya “mengutus” secara umum kata misi bisa merujuk pada pengutusan seorang dengan tujuan khusus, misalnya misi kesenian, misi budaya, dan lain-lain. Dalam konteks kekristenan, misi dipahami dalam arti pengutusan gereja universal kedalam dunia untuk menjangkau orang-orang kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Khusunya melalui sekelompok misionaris.
Defenisi misi:
· Pengutusan ke dunia
· Gereja universal
· Untuk menjangkau orang-orang kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat
· Misionaris[2]
Meninjau balik akan apa yang telah digunankan di depan maka untuk mempertegas konsep teologi misi yang dibahas dalam seluruh isi tulisan ini, pokok pikiran tentang misi (mission dan missions) serta teologi misi akan didefinisikan secara spesifik. Adapun tujuan mendefinisikan semuanya ini ialah untuk mengikat suatu gagasan konseptual yang berperan sebagai landasan guna mengintegrasikan seluruh bahasan.
Pertama, misi dalam hal ini “missiorl” adalah rencana pengutusan Allah (missi Dei) yang kekal yang membawa shalom kepada manusia (Umat-Nya) dan segenap ciptaannya demi kejayaan Kerajaan-Nya. Definisi ini mengemukakan bahwa misi adalah rencana Allah yang Esa yang merupakan isi hati-Nya sejak kekal yang bertujuan membawa shalom bagi manusia dan segenap ciptaan-Nya.
Definisi misi yang diungkapkan di sini menegaskan kebenaran-kebenaran asasi berikut:
1. Misi berpusat dan berasal dari Allah yang merupakan inti dari rencanan-Nya yang kekal bagi manusia dan segenap ciptaan-Nya.
2. Misi adalah ‘pengutusan’ Tuhan sebagai bagian dari pernyataan diri dan karya-Nya yang utuh kepada dan melalui umat-Nya.
3. Misi memiliki motif dan tujuan primer, yaitu membawa rahmat shalom, sehinga misi yang satu beroperasi dengan dinamika yang holistic dalam mewujudkan shalom Allah yang ditandai oleh “summum bonum” (kebaikan tertinggi) bagi umat-Nya dan segenap ciptaan-Nya.
4. Misi memiliki utopi abadi (tujuan ideal yang tertinggi), yaitu kerajaan Allah yang membawa kemulian bagi Tuhan Allah, serta merupakan landasan, kerangka, dan focus dari kehidupan umat-Nya.[3]
2.2.Pengetian Teologi dan Hakikatnya
Istilah “Teologi” berasal dari akar kata dua istilah bahasa Yunani, theos dan logos. Theos berarti ‘Allah’ atau ‘ilah’ dan logos berarti ‘perkataan/firman/wacana’. Jadi, makna istilah teologi adalah “wacana (ilmiah) mengenai Allah atau ilah-ilah”. Istilah ini telah dipakai orang Yunani jauh sebelum munculnya Gereja Kristen untuk menunjuk pada ilmu mengenai hal-hal ilahi. Bahkan sampai sekarang kata “teologi” dapat dipakai dengan makna umum dan luas. Lihat, misalnya, defenisi dalam kamus besar bahasa Indonesia yang merumuskan “teologi” sebagai pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat-sifat Allah, dan dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama terutama berdasarkan pada kitab-kitab suci). Kalangan muslim memakai istilah ini dengan sebutan “ilmu kalam” atau “ilmu tauhid”.[4] Pada abad pertama, teologi bukanlah suatu kemewahan dari gereja yang menakklukkan dunia melainkan dilahirkan oleh situasi darurat yang dihadapi gereja yang sedang melakukan misi. Misi menjadi “Induk Teologi”. Namun, Ketika Eropa dikristenkan dan kekristenan menjadi agama mapan di Kekasiran Romawi dan bahkan di luarnya, teologi kehilangan dimensi misionernya. Dalam seluruh priodepra-modren, teologi dipahami terutama dalam dua pengertian. Pertama adalah istilah untuk suatu disiplin, suatu usaha yang sadar akan dirinya sebagai suatu ilmiah. Disiplin pertama-tama dibagi menjadi 2 bagian yaitu teologi sebagai praktik dan sebagai teori. Berkembangnya teologi Farley menyebut “Pola Empat Lapis”. Di bawah pengaruh Schleiermacher, pola ini menjadi kuat tertanam, bukan hanya di Jerman tetapi juha di tempat- tempat lain. Teologi “praktika” menjadi suatu mekanisme untuk membuat gereja tetap berjalan.Kedua unsurnya dipersatukan,Farley menyebut “paradigma rohaniawan”. Dalam kedua kasusnya dalah gereja atau Dunia Kristen. Dan teologi, pada umumnya, sama seklai tidak bersifat misioner. Hal ini berlaku setelah bahkan abad ke-15 bahkan di dalam Pritestanisme lebih menyedihkan. Di kalangan Hervormd, Voetius adalah orang pertama yang mengembangkan suatu “Teologi Misi” yang menyeluh tetapi sedikit pengaruhnya yang kekal pada generasi-generasi yang berikutnya.[5]
2.3. Misi dan Teologi
Guder berbicara tentang missionaltheology dari pada teologi misi. Beliau sependapat dengan Bosch bahwa semua teologi harus dirumuskan dari persfektif mission Dei dan dari kesadaran gereja adalah umat yang diutus, missioner di dalam keberadaannya. Yang dibutuhkan adalah sebuah agenda misiologis untuk teologi ketimbang sekedar sebuah agenda teologis untuk misi; karena teologi, bila dipahami dengan benar tidak mempunyai alasan untuk berada selain daripada secara kritis menyertai mission Dei. Jadi, misi haruslah menjadi “tema dari semua teologi.”[6] Jadi Misi tidak dapat didefiniikan hanya dalam pengertian gereja, bahkan dari gereja yang pada hakikatnya adalah misi. Misi melampaui batas-batas gereja. Illich menyebut misi sebagai “Kelanjutan sosial dai inkasrnasi” “terbitnya fajar sosial dari misteri” “perkembangan sosial dari Firman” menjadi kehadiran yang terus menerus berubah. Mengatakan bahwa gereja pada hakikat misioner tidak berarti bahwa misi itu berpusat kepada gereja. Misi bersifat Trinitasris. Misi memperantai kehadiran Allah. Gereja berhenti menjadi gereja bila ia tidak misioner, teologi berhenti menjadi teologi bila kehilangan sifat misionernya.[7]
2.4. Misi Allah
Dari sejak mula, hati Bapa adalah hati yang missioner, mencari jiwa yang terhilang, sebagaimana Yesus berbicara tentang utus dan mengutus untuk mencari yang terhilang dalam Yohanes 20:21, "Seperti Bapa mengutus Aku, juga sekarang Aku mengutus kamu.” Sebelum Yesus naik ke sorga, dalam Kisah Para Rasul 1:8, ditegaskan kepada orang yang mengikutiNya sampai di bukit Zaitun, “Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria, dan sampai ke ujung bumi.” Alhasil, gereja mula-mula yang lahir di hari Pentakosta merupakan 120 dari jumlah pengikut Yesus yang tersisa pascakebangkitan-Nya yang mampu menggetarkan Yerusalem. Itu sebanya karakteristik Pentakostalis secara mendasar adalah orang-orang yang memiliki hati misi. Semua murid melakukan fungsinya sebagai saksi ditengah kesulitan, namun mengalami terobosan dan multiplikasi yang luar biasa. Metode Allah menggunakan orang percaya, hamba Tuhan, para misionaris untuk membawa atau mentransmisikan berita khusus tentang Yesus Kristus yang unik dan istimewa telah dilakukan berabad-abad, bahkan semakin hari semakin canggih10, tetapi pertumbuhan orang percaya tidak signifikan seperti data yang ditunjukkan oleh Joshua Project. Gereja seharusnya juga melibatkan kaum awam, memberdayakan karunia yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan misi dan pelayanan lainnya.11 Hampir 67% dari belahan dunia ini masih harus menerima kabar baik.
· Model misi dalam perjanjian lama
Kejadian 1:26-30 menandaskan: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu…” Allah memberikan mandat budaya, yakni mandat untuk keluarga dan masyarakat, budaya dan peradaban, tetapi mereka jatuh (Kej. 3:1-7). Karena mandat budaya tidak lagi dilakukan di bawah arahan Tuhan, Allah kemudian mulai membuat perjanjian untuk mengungkap tujuan penebusan yang akan menangani masalah keterasingan dari persekutuan-Nya. Allah memilih satu orang untuk memberkati semua bangsa (Kejadian 12:1-3), dalam Keluaran 19:4-6, satu orang dipilih sebagai imam bagi semua bangsa dan dalamYesaya 55:3-5, Satu penebus dari Israel (Yesus) untuk menyelesaikan penebusan dan membawa bangsa-bangsa lain untuk menjadi umat Allah. Panggilan Allah jelas, panggilan Allah bersifat pribadi, Allah mencari mereka yang mau taat, Allah mencari mereka yang memiliki iman. Yunus adalah contoh lain dari misi Perjanjian Lama (Yunus 1:1-3).
· Model misi dalam perjanjian baru
Mulai dari Matius 5:14, murid-murid Kristus adalah "garam dunia" dan ladang Allah taburi benih dalam Matius 13:38 adalah seluruh “dunia”. Dalam Matius 24:14 Yesus berkata, "Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa"." Injil ini diberitakan di seluruh dunia" (Mat. 26:13). Dua contoh besar model misi, dalam perjanjian baru: model misi yang dilakukan oleh Yesus dan model misi para Rasul. Model misi para Rasul di mulai pada pengutusan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus kepada muridmurid-Nya (Mat. 10: 5-15). Yesus mengutus keduabelas murid-Nya kepada umat Israel (ayat 5 dan 6). Kemudian Yesus mengutus ketujuhpuluh murid (Luk. 10: 1-16; 17-30), Yesus mengutus berdua-dua kepada umat Israel (ayat 1). Dari ayat-ayat tersebut terlihat bahwa Yesus memuridkan. Ia mengajar, melatih, memberi contoh atau keteladanan, kemudian Ia mengutus.
· Model misi Yesus
Misi Yesus adalah model misi Perjanjian Baru. Ia membentuk masyarakat untuk hidup dibawah kekuasaan Allah. Dalam Matius 4:13-17 penulisnya melaporkan bahwa Yesus memulai panggilan-Nya untuk mempertobatkan orang-orang kafir di Galilea, untuk menggenapi nubuatan dalam Yesaya 28:23 dan 9:2, bahwa "orang yang berjalan dalam kegelapan besar", yang di atas tadi disebut sebagai wilayahnya bangsa non-Yahudi, "telah melihat
Terang yang besar" dari Yesus (Mat. 4:15-16). Matius 8:5-13 menggambarkan seorang perwira kafir, yang telah datang untuk percaya kepada Yesus, tentang dia Yesus mengatakan: "Aku belum menemukan iman yang sebesar ini, tidak, tidak di Israel" (ayat 10) dan menambahkan, bahwa banyak orang dari ujung-ujung bumi yang jauh akan berpesta dengan para leluhur di Surga, sementara banyak orang Yahudi ("anak-anak Kerajaan") akan diusir (ayat 12-13).
Dalam Matius 15:21-28, Yesus ada di wilayah non-Yahudi lagi dan bertemu dengan seorang wanita Kanaan percaya, yang bersedia untuk merasa puas dengan remah-remah bangsa Israel dan Mesias. Dalam perumpamaan tentang para pekerja di kebun anggur (Mat 20:1-16), orang Yahudi tampaknya adalah yang terdahulu yang menjadi yang terkemudian dan bangsa-bangsa lain adalah yang terkemudian yang menjadi yang terdahulu. Misi dalam kitab Yohanes, pengutusan murid-murid ke dalam dunia oleh Yesus, dipahami sebagai kelanjutan pengutusan-Nya dari Bapa-Nya dan pengiriman Roh Kudus oleh Bapa dan Yesus (Yoh. 14:26, 15:26, Luk. 24:49). Dalam kitab Yohanes, Yesus juga menjangkau orang NonYahudi. Yohanes menunjukkan percakapan panjang Yesus dengan wanita Samaria. Ini berakhir dengan pengakuan dari seluruh kota Samaria, "bahwa ini memang Kristus, Juruselamat dunia" (4:42). "Para penyembah benar," harus menyembah Dia dalam "roh dan kebenaran," sehingga memberikan kemungkinan bagi bangsa-bangsa yang tinggal jauh dari Yerusalem sekarang bisa menyembah Tuhan sama seperti orang Yahudi.[8]
2.5. Kaitan Misi dengan Pekabaran Injil
Pada awalnya kaum Protestan tidak menggunakan kata “misi’ untuk tindakan pemberitaan Injil (di luar wilayah Eropa). Kata ini dipakai oleh gereja Katolik Roma dalam pengutusan missionarisnya ke negara-negara lain, sedangkan kaum Protestan menggunakan kata Zending. Tetapi kata “missi’ kemudian diterima dan digunakan di kalangan Protestan karena makna katanya yang secara Alktabiah mencakup keseluruhan teologi yang menggambarkan hakikat dari ‘missio Dei”.
Kuiper secara ringkas mengatakan bahwa misi adalah “pekabaran Injil.” Sementar itu, pada sisi lain, Wagner menegaskan bahwa misi mencakup mandat penginjilan dan mandat budaya. Jika dilihat secara etimologis, seperti telah dijelaskan di atas bahwa missi yang berasal dari kata Latin: mission, dan dari bahasa Yunani dari kata dasar evangelion, atau biasa juga disebut Injil yang berarti Kabar Baik. Kemudian dari kata evangelion muncul kata kerjanya, yaitu evanglizo yang berarti memberitakan Kabar Baik atau Injil.
Selanjutnya sehubungan dengan kata itu, muncul kata evangelos yang berarti pemberitaan Injil. Jadi secra etimologis, misi adalah pengiriman Kabar Baik, atau pengiriman utusan Injil. Menghubungkan pemahaman misi dengan Pekabaran Injil, maka penulis merujuk pada pemahaman Tomatala yang menjelaskan:
“Kata missions” secara praksis berhubungan dengan persekutuan, penyembahan, dan pelayanan umat Allah, di mana hal ini bertalian erat dengan tanggung jawab umat Allah. Dalam kaitaan ini, Pekabaran Injil dapat dijabarkan secara operasional, yaitu memberitkan tentang Yesus dalam kuasa Roh Kudus kepada orang berdosa (dalam berita) yang disampaikan dengan penuh keyakinan, agar orang berdosa teresebut bertobat dan menerima Kristus sebagai Juru selamat, menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab untuk memuridkan orang lain guna memenangkan dunia bagi kejayaan Kristus, sehingga membawa kemuliaan bagi Allah”.
Dengan demikian nampak terlihat kaitan antara misi dan Pekabaran Injil, di mana Pekabaran Injil adalah bentuk riil dari misi, yaitu penyelamatan manusia dari kuasa dosa, yang menggenapkan keseluruhan rancangan Allah yang kekal guna membawa shalom bagi umatNya.
2.6. Dasar-dasar Alkitabiah Misi Sebagai Teologi
Misi Kristen adalah usaha yang berdasarkan Alkitab, untuk itu pada bagian ini akan diuraikan tentang dasar-dasar Alkitabiah Misi Kristen yang di dasarkan pada beberapa hal, antara lain:
1. Rencana Allah Bapa
Misi berpusat dan berasal dari Allah (Missio Dei), yang merupakan inti dari rencanaNya yang kekal bagi manusia dan segenap ciptaanNya. Hal ini menjelaskan bahwa misi itu dimulai dari dan dalam rencana kekal Allah. Peters mengatakan bahwa Allah adalah Allah yang misi, Ia menghendaki misi, Ia memerintahkan misi, Ia menjadikan misi, Ia menuntut misi, Ia menjadikan misih berhasil melalui PutraNya, Ia menjadikan misi sesungguhnya dengan mengirimkan Roh Kudus. Kekristenan yang Alkitabiah dan misi adalah bagian yang tak terpisahkan. Dari dua pernyataan di atas ditemukan sebuah kebenaran bahwa kekristenan alkitabiah adalah misi yang memberitakan shalom Allah bagi manusia ciptaanNya. Kekristrenan adalah misi, dan misi adalah kekristenan itu sendiri. Implikasinya adalah kekristenan yang tidak menjalankan misi Amanat Agung adalah kekristenan yang bagaikan iman tanpa perbuatan, dan bagaikan gong yang bekumandang dan canang yang gemerincing.
2. Karya Yesus Kristus
Kekristenan bersifat Kristosentris. Keempat Injil menyajikan catatan yang otentik mengenai Pribadi, kehidupan, perkataan, dan karya Tuhan Kristus. Injil Markus mengatakan Yesus sebagai Nabi Allah dan Hamba Yahweh. Matius menyebutNya sebagai Mesias, Allah dan Raja segala raja, serta Tuhan atas segala tuan, sementara itu dalam Injil Lukas ada penegasan Yesus sebagai Imam Allah dan Juruselamat manusia. Tentang karya dan Pribadi Yesus sebagai dasar misi alkitabiah, Wagner mengatakan:
“Di dalam Kristus, kepenuhan Allah tinggal secara lahiriah (badani) dan sempurna , suatu kepenuhan yang cukup dan tersedia bagi semua orang yang percaya. Gerakan missioner dan berbagai implikasi dari penyajian seperti ini adalah jelas dan sangat banyak. Secara progresiv namun pasti Kristus akan menang dalam semua lingkup hubunganNya, sebab Dia sungguh adalah Kristus yang missioner, Kristus semua manusia dan Tuhan dari selurih jagad/kosmos”
Yesus Kristus adalah Perantara dalam dunia Perjanjian Baru, dan misi kedatanganNya ke dunia sebagai mansusia adalah meneyelamatkan manusia dari kuasa dosa. Perjanjian Baru ditujukan kepada orang-orang untuk dapat melihat dan memperoleh keselamatan dari Allah, dan dengan demikian mendorong para pembaca Alkiktab untuk turut serta dalam melaksanakan Missio Khristo, yaitu dengan mengikuti teladan misionerNya. Yesus tidak sekedar menyelamatkan manusia dari kuasa dosa, melainkan Ia datang (misi) ke dunia untuk menebus manusia yang telah tergadai oleh dosa, dan mengutus, yaitu mereka anak-anak tebusanNya untuk terlibat dalam rencana misiNya. Dapat dipahami bahwa tujuan utama Tuhan Yesus melakukan misiNya adalah menyelamatkan umatNya dari dosa, sehingga umatNya itu bebas dari kematian kekal, yaitu kehidupan di Neraka dalam genggaman Iblis.
3. Penyertaan Roh Kudus
Roh Kudus adalah Missionaris yang besar, Dia adalah Missionaris yang diutus langsung oleh Tuhan Yesus, yang memiliki peran dalam memberi kuasa bagi gereja-gereja untuk melaksanakan misi, secara khusus bersaksi tentang Kristus. Scanlon mengatakan:
“Roh Kudus adalah Pelatih atau Pendidik dalam pengutusan-pengutusan Injil. Dalam istilah militer, Dia adalah Jenderal medan pertempuran. Dia mendapat pengetahuan sempurna atas kehendak Bapa, maksud dari Anak dan gerakan Tuhan dalam sejarah manusia sehingga Dia dapat memilih, memimpin dan merencanakan perlengkapan yang teapat untuk masuk ke dalam pertempuran. Dengan mengikuti pimpinanNya, kemenangan pasti terjamin”
Firman Tuhan menegaskan bahwa Roh Kudus adalah Penolong umat Allah dalam melaksanakan misiNya, yang menjelaskan juga bahwa Roh Kudus adalah dasar bagi pelaksanaan misi Kristen. Tomatala menjelaskan Tentang kuasa dan peranan Roh Kudus dalam menopang umat Allah melaksanakan misiNya ada meliputi lima hal.[9]
2.7. Misi Sebagai Ilmu Disiplin Teologis
Misiologi yang ditetapkan sebagai disiplin ilmu harus mempunyai peranan dan tugas tersendiri di dalam lingkup penelitin dan penjabaran ilmiah (teologis) yang sistematis dan kritis. Sebagai bidang ilmu yang otonom misiologi mempunyai metode-metode tertentu yang tidak bertentangan dengan wahyu ilahi (sesuai dengan Kitab Suci dan tradisi Gereja), yang dapat digunakan baik dalam penalaran ilmiah-teoritis maupun dalam pelaksanaan konkret perutusan. Misiologi dituntut untuk mempunyai objek dengan batas-batasnya yang tegas sehingga bidang studinya tidak tupang tindih dengan disiplin-disipin ilmu (teologi) lainnya. Justru karena tema perutusan, yang adalah tema pokok misiologi juga menjadi aspek permenungan disiplin-disiplin teologi lainnya. Misiologi perlu membuat suatu distingsi (pembedaan) yang jelas mengenai objek refleksinya.Melihatperkebangan gereja khususnya dalam bidang perutusannya sampai pada saat pengakuan dan pengukuhan adanya ilmu tentang misi, maka boleh dikatakan bahwa gereja atau teologi memang membutuhkan suatu spesialisasi yang secara khusus bertugas membuat telaah ilmiah mengeai hakikat dan pelaksaan perutusan dalam sejarah keselamatan. Dengan demikian, misiologi tidak dapat melepaskan diri dari cabang-cabang teologi lain, bahkan seperti yang dikatakan oleh J.Glazik bahwa misology harus bermuara pada eklesiologi.[10] Semua pertanyaan teologis dipikirkan dari sudut pandang teologi misi. Dalam kerangka yang luas, misiologi mempunyai fungsi ganda.[11]
2.8. Korelasi Antar-disiplin Ilmu
Misiologi yang diterapkan sebagai disiplin ilmu harus mempunyai peranan dan tugas tersendiri di dalam lingkup penelitian dan penjabaran ilmiah (teologis) yang sistematis dan kritis. Misiologi tidak dapat melepaskan diri dari cabang-cabang teologi lain.[12] Misi sebagai telogimengandaikan kerja sama dengan disiplin ilmu-ilmu lain baik yang sekelompok (seperti cabang-cabang teologi), maupun yang tidak serumpun (etmologi, philogi, filsafat, religio, dan lain-lain). Sebaliknya, sesuatu telah misiologis yang profesional sangat membantu bukan hanya karya misi Gereja, tetapi juga sangat dibutuhkan oleh cabang-cabang teologi lainnya.[13]
· Misiologi dan eksegese
· Misiologi dan sejarah
· Misiologi dan teologi sistematis
· Misiologi dan teologi praktis
· Misiologi dan ilmu-ilmu non-teologis
III. Kesimpulan
Dari pemaparan kami diatas dapat kami simpulkan bagaimana misi dan teologi. Kata “misi” dalam bahasa Latin adalah missio, yang berarti perutusan. Dan Istilah “Teologi” berasal dari akar kata dua istilah bahasa Yunani, theos dan logos. Theos berarti ‘Allah’ atau ‘ilah’ dan logos berarti ‘perkataan/firman/wacana’. Jadi, makna istilah teologi adalah “wacana ( ilmiah ) mengenai Allah atau ilah-ilah”. Dalam Misiologi yang diterapkan sebagai disiplin ilmu harus mempunyai peranan dan tugas tersendiri di dalam lingkup penelitian dan penjabaran ilmiah ( teologis ) yang sistematis dan kritis. Misiologi tidak dapat melepaskan diri dari cabang-cabang teologi. Seperti Misi dalam kitab Yohanes, pengutusan murid-murid ke dalam dunia oleh Yesus, dipahami sebagai kelanjutan pengutusan-Nya dari Bapa-Nya dan pengiriman Roh Kudus oleh Bapa dan Yesus (Yoh. 14:26, 15:26, Luk. 24:49). Dalam kitab Yohanes, Yesus juga menjangkau orang NonYahudi. Yohanes menunjukkan percakapan panjang Yesus dengan wanita Samaria. Ini berakhir dengan pengakuan dari seluruh kota Samaria, "bahwa ini memang Kristus, Juruselamat dunia" (4:42). "Para penyembah benar," harus menyembah Dia dalam "roh dan kebenaran," sehingga memberikan kemungkinan bagi bangsa-bangsa yang tinggal jauh dari Yerusalem sekarang bisa menyembah Tuhan sama seperti orang Yahudi.
IV. Daftar Pustaka
Jonar Situmorang, T.H, Strategi Misi Paulus, Yogyakarta: PBMR ANDI, 2020
Ambarita, Darsono, Perpektif Misi Dalam Perjanjian Lama&Perjanjian Baru, Medan: Pelita Kebenaran PRESS, 2018
Tomatala, Yakob, Teologi Misi, Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003
Julianus Mojau dan B.F. Drewes Apa Itu Teologi?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Bosch, David J, Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997
Woga, Edmund, Dasar-dasar Misiologi, Yogyakarta: KANISIUS, 2002
Sumber Lain
http://diktat-teologi.blogspot.com/2013/09/teologi-misi.html
[1]T.H. Jonar Situmorang, Strategi Misi Paulus, (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2020), 18-19
[2] Darsono Ambarita, Perpektif Misi Dalam Perjanjian Lama&Perjanjian Baru, (Medan: Pelita Kebenaran PRESS, 2018), 1-2
[3] Yakob Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: YT Leadership Foundation, 2003), 24-26
[4] B.F. Drewes & Julianus Mojau, Apa Itu Teologi?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 16-17
[5] David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 752
[6] David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, 754
[7] Ibid …, 758
[8] https://www.researchgate.net/publication/341653993_Teologi_Misi_sebagai_Teologi_Amanat_Agung/link/5ecd4e2592851c9c5e5f3e5c/download Diakses pada tanggal 25 Januari, Pukul 17.40 WIB
[9] Leo Siribere, http://diktat-teologi.blogspot.com/2013/09/teologi-misi.html, diakses pada tanggal 25 Januari 2021, Pukul 21.59 WIB.
[10] Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: KANISIUS, 2002), 39-40
[11] David J Bosch, Transformasi Misi Kristen, 759
[12] Edmund Woga, Dasar-dasar Misiologi, (Yogyakarta: KANISIUS, 2002),40
[13] Ibid .., 52