Sejarah Kekristenan di Malaysia

Sejarah Kekristenan di Malaysia

I.                   Pendahuluan

Malaysia adalah salah satu negara yang berada di Asia Tenggara, negara ini juga merupakan negara tetangga kita Indonesia, dalam perjumpaan kita kali ini, kita akan membahas sejarah kekristenan di Malaysia, bagaimana latar belakangnya, tokoh-tokoh, serta faktor pendukung dan penghalangnya. Semoga sajian ini dapat menambah wawasan kita bersama, terimakasih.

II.                Pembahasan

2.1.Komposisi Penduduk Negara Malaysia

Komposisi masyarakat Malaysia tersusun dari beragam jenis Etnis. Pada saat ini, dari populasi total penduduk Malaysia sebesar 28 juta jiwa, terdiri dari Etnis Melayu sebesar 51%, suku-suku asli (suku iban di serawak dan suku kadazan di sabah) sebanyak 11%, Etnis Tionghoa sebesar 24%, Etnis India (Mayoritas suku Tamil) dan Etnis-etnis lain termasuk pendatang dari Negara lain sebanyak 7%. Dari statistic keagamaan, Komposisinya meliputi Islam 62%, Tionghoa 13%, Kristen 9%, Budha 6%, Hindu 6%, Kepercayaan Animisme 1% dan yang tidak beragama 1,3 %.[1]

Malaysia adalah masyarakat multi-budaya, multi bahasa dan multi-agama yang ekonominya, sekarang semakin beragam, secara tradisional bergantung pada timah dan karet. Ini terdiri dari West atau Penisular Malaysia dan negara bagian Sabah dan Sarawak di Malaysia Timur. Negara berbagai latar belakang administrasi kolonial Inggris beberapa di antaranya merupakan warisan masih tercermin pada basis ekonomi, pranata sosial dan sekunder bahasa. Kemajuan yang stabil sedang dibuat dengan penggunaan Bahasa yang lebih luas Malaysia sebagai bahasa nasional. Pemerintah oleh parlementer demokrasi dengan monarki konstitusional di mana "Yang Di Pertuan Agung" dipilih dari antara Sultan setiap lima tahun. Itu adalah negara sekuler di mana agama resminya adalah Islam dan di mana agama lain menikmati kebebasan yang cukup.[2]

2.2.Letak Geografis Negara Malaysia

Malaysia adalah Negara Federasi, Luas dari Negara ini ialah 131.287 km2: penduduk 6.278.763. bagian selatan semenanjung Malaya: ibukota Kuala Lumpur, semenanjung Asia di ujung paling Selatan, antara Samudra Indonesia dan Selat Sumtera di sebelah barat, dan Laut Cina Selatan di sebelah Timur. Negara merdeka, anggota Persemakmuran Inggris semenjak 1957: meliputi bekas koloni-koloni Inggris (Penang dan Malaka) dan Sembilan Negara yang dahulu di bawah perlindungan Inggris. Dalam Federasi sejak September 1963 Malaya berubah nama menjadi  Malaysia, yang berbatasan dengan wilayah Indonesia. Malaysia terdiri atas sebelas Negara bagian (semenanjung Melayu) dan Malaysia Timur (Sabah + Serawak di Kalimantan). Luasnya ± 130 ribu mil persegi, berpenduduk ± 9,3 juta jiwa. Golongan penduduk yang tersebar ialah suku melayu (4.358.022), golongan keturunan Cina (3.291.898) dan keturunan India/Pakistan (889.192).Keturunan orang-orang Jawa dan Sumatra banyak terdapat di negera-negara bagian Perak, Selangor, negeri Sembilan dan Johor.[3]

2.3.Kekristenan di Malaysia

2.3.1.      Latar Belakang Kekristenan di Malaysia

Pada permulaan dari abad ke-16, armada-armada kecil dari kapal penjajah berturut-turut berlayar dengan tamak masuk ke Selat Malaka yang strategis, yang pertama ialah bangsa portugis (1511), kemudian orang Belanda (1641), dan akhirnya orang Inggris (1786-1824). Bersama dengan mereka datang utusan-utusan Injil Kristen yang pertama masing-masing dengan Iman dari tanah asalnya.Penyebaran orang Cina atau etnis Tionghoa ke Negara ini juga telah memainkan peranan yang sangat penting dalam penyebaran Injil di Negara ini. Di Malaysia barat ada 45% orang Cina dari seluruh jumlah penduduk, di Malaysia Timur sekitar 30%, mereka telah menjadi Tulang pertumbuhan Gereja.[4]

2.3.2.      Pengkabaran Injil oleh Gereja Katolik Roma

Pada Tahun 1511 pasukan Portugis dipimpin Albugquerque merebut pelabuhan Malaka, dengan tujuan mengusai jalur perdagangan di Selat Malaka. Di Motivasi ekonomi dan politik ada alasan agama yaitu mengalahkan Negara islam, dan ini dianggap sebagai kelanjutan Perang Salib. Orang Portugis membawa baik senjata maupun Salib dan tenaga misi, yaitu rahib-rahib Dominakan dan Fransiskan.Albuquerque membangun gedung Gereja didalam bentengnya.Banyak orang Portugis yang menikah dengan penduduk setempat, yang pada umumnya adalah orang Cina.Ketika Fransiskus Xaverius[5] tiba di Malaka pada tahun 1545. Xaverius berkunjung ke Malaka lima kali antara tahun 1545-1552.

Orang Portugis tidak menginjili orang melayu di daerah Malaka, karena Malaka secara terus-menerus menghadapi tekanan atau tekanan dari pihak Sultan melayu dan suku Aceh di Sumatra.Namun seorang Uskup di Malaka diangkat pada tahun 1557.Pada tahun 1641, tercatat 20.000 anggota GKR di Malaka, dengan 20 gedung Gereja, termasuk sebuah Katedral.Pada tahun 1641, Malaka direbut oleh tentara Belanda. Warga Katolik dilarang menjalankan pertemuan agama, jabatan Uskup Malaka menjadi lowong dan para Pastor diusir. Akan tetapi, Iman Katolik dipertahankan dibawah pimpinan orang awam, termasuk ordo persaudaraan awam, Confraternity of the Holy Rosary. Beberapa Pastor datang ke Malaka melayankan Sakramen Missa Secara Rahasia dan sembunyi-sembunyi.[6]

Setelah Inggris berkuasa atas Semenanjung Malaka, orang Inggris memberikan kemerdekaan beragama penuh, para Missionaris Roma Katholik diperbolehkan kembali melakukan PI di semenanjung Malaka paska dilarang dan ditantang keras oleh belanda. Tahun 1841 diangkat lagi seorang Vikaris Apostolik untuk British Malaya.Jumlah orang-orang Kristen Roma Katholik sedikit demi sedikit mulai bertambah terutama diantara orang-orang Tionghoa.Dalam tahun 1844 ada 2000 orang Kristen Roma Katholik di Penang. Selama tahun 1855 dalam seluruh Vikariat itu ada 7000 orang, dalam tahun 1890 sudah meningkat menjadi 17.000 orang, dalam 1912 jumlah meningkat sampai 33.000, dalam tahun 1930 berlipat dua kali lipat sampai 68.000 orang.[7]

2.3.3.      Pengkabaran Injil Oleh Protestan

Kerajaan Belanda berhasil mengambil alih kekuasaan Malaka dengan mengusir keluar bangsa Portugis yaitu pada tahun 1641[8]Pendeta Protestan diutus ke Malaka dengan tugas melayani orang Eropa di pelabuhan tersebut. Seperti orang Portugis terdahulu, orang Belanda juga tidak mengabarkan Injil di pedalaman Malaya. Malah Belanda bersekutu dengan bangsa Melayu mengusir Portugis dari wilayah Malaka. Perjanjian dengan Sultan Johore pada tahun 1639 menetapkan bahwa baik orang Belanda maupun orang Melayu tidak akan mencampuri ataupun mengganggu agama sesamanya.[9]

Tetapi, Belanda sendiri akhirnya terusir keluar dari Malaka setelah Kerajaan Inggris berhasil merebut wilayah itu pada tahun 1795.Dengan demikian Semenanjung Malaka jatuh ke tangan kolonialisme Inggris. Setelah Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian Straits Settlements,[10] kekuasaan Inggris telah ditegaskan di wilayah Malaka dan Penang. Sedangkan di wilayah-wilayah lain di Malaysia, pemerintahan dijalankan secara otonom oleh para Sultan, dengan kewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada Kerajaan Inggris.[11] Pemerintah Inggris tidak menyokong pekabaran Injil di daerah penjajahan. Dalam perjanjian pangkor Inggris mengakui hak hukum sultan-sultan melayu di federasi Negara-negara Malaya atas segala hal yang berhubungan dengan agama dan kebudayaan melayu. Di wilayah Straits Settlements pekabaran Injil di antara umat Islam dan melayu tidak dilarang menurut hukum. Namun orang melayu yang menjadi Kristen akan menghadapi tekanan, ancaman kekerasan fisik ataupun di usir dari sukunya yang menganut teguh agama Islam.[12] Waktu orang-orang Belanda merebut Malaka, Gereja Roma Katholik dilarang dan orang-orang Roma Katholik dijadikan orang-orang Gereformed. Sama seperti orang-orang Portugis, orang-orang Belanda pada waktu itu tidak memberitakan Injil kepada orang-orang Melayu oleh karena takut akan reaksi-reaksi Islam yang dapat membahayakan kedudukan mereka, PI dalam arti yang luas tidak diadakan. Dan setelah kekuasaan Belanda sudah mulai berkurang, kebanyakan orang-orang Kristen peranakan dan Tionghoa kembali menjadi Roma Katholik. Pada waktu orang-orang Inggris datang disana pada tahun 1795, mereka ada menjumpai Gereja Belanda, tetapi tidak ada orang-orang Kristen Protestan lagi. Gereja ini kemudian diperbaiki untuk keperluan kebaktian-kebaktian Anglikan. Pada masa itu, orang-orang Belanda masih menyatakan tuntutannya dan mengklaim bahwa Malaka di bawah kekuasaan mereka. Barulah dengan perjanjian perdamaian antara keduanya pada tahun 1824, Semenanjung Malaka diakui sebagai daerah kepentingan Inggris. Terutama gubernur Inggris yang terkenal, Thomas Stamford Raffles sangat berjasa untuk hal ini, yang juga menjadi pendiri negara Singapura. Raffles mempunyai pendirian kekristenan yang positif dan tidak sedikit sumbangannya untuk memperkuat berdirinya Gereja Anglikan di Singapura dan Penang.[13]Badan misi London Missionary Society (LMS) gagal memasuki wilayah Tiongkok pada tahun 1815.Kemudian mereka memindahkan wilayah pelayanan ke wilayah Malaka. Tujuan mereka tetap untuk menjangkau orang-orang Tionghoa. Pada tahun 1840, Pdt. B.P. Keasberry diutus oleh LMS untuk menjangkau orang-orang Melayu, namun ia sendiri mengundurkan diri dari LMS. Tetapi pekerjaan mereka hanya bertahan sampai tahun 1843. Karena setelah beberapa pelabuhan di Tiongkok mulai dibuka untuk aktivitas perdagangan, aktivitas pelayanan misi Kristen pun mulai dialihkan ke sana.[14]Pada masa pelayanannya, LMS mendirikan sekolah bagi anak-anak perempuan Tionghoa dari Miss Grant dan penggantinya adalah Sophia Cooke, yang banyak memberikan hasil bagi badan zending ini. Di Serawak Raja James Brooke segera mengusahakan datangnya seorang utusan Injil. Untuk itu ia berhasil mengadakan pengumpulan dana dan pada tahun 1848 sudah dapat didatangkan di Kutjing seorang utusan Injil bernama Francis Thomas Mac Dougall. Mula-mula orang ini belajar menjadi dokter, tetapi kemudian menjadi pendeta Anglikan.[15]Pada tahun 1850, Gereja Anglikan mulai kuat memberitakan Injil diantara orang-orang bukan Eropa, termasuk orang Melayu. Dalam tahun 1860, Society for the Propagation of the Gospel in Foreign Parts mengirimkan utusan-utusan Injil Anglikan yang secara istimewa ditugaskan untuk menyiarkan Injil kepada orang-orang bukan Kristen. Sejak itu PI dipergiat terutama di kalangan orang-orang Tionghoa, tetapi juga di kalangan orang-orang India dan Melayu. Di kalangan orang-orang Tionghoa diperoleh hasil yang memuaskan, diantara orang-orang India tidak banyak, hanya di kalangan orang-orang Tamil saja, sedangkan di kalangan orang-orang Melayu sama sekali tidak diperoleh hasil. Dalam tahun 1855, kaum Methodis Amerika datang ke Malaka, juga mereka bekerja terutama di kalangan orang-orang Tionghoa.Salah satu utusan Injil Methodis yang paling terkenal adalah James M. Hoover yang bekerja dari tahun 1903 sampai 1935. Di waktu yang kemudian, datang lagi beberapa perkumpulan agama lain seperti Bala Keselamatan dan Adventis Hari Ketujuh. Namun usaha mereka cenderung gagal dan pertumbuhan jumlah orang Kristen cukup kecil.[16]

Kemudian, Society for the Propagation of the Gospel (SPG) mengirimkan beberapa tenaga media ke Malaka pada tahun 1911, dengan maksud untuk menjangkau orang-orang Melayu. Mereka berhasil mendirikan sebuah rumah sakit khusus sebagai sarana penjangkauan. Namun secara umum, fasilitas medis itu lebih banyak dimanfaatkan oleh orang Tionghoa, dan setelah mereka mengalami defisit keuangan, seiring keengganan masyarakat untuk datang berobat, maka SPG menutup operasional rumah sakit ini pada tahun 1933.Pada tahun 1916, Pdt. C.H. Thomsen diutus untuk melayani orang-orang Melayu. Beliau merintis penerjemahan bagian-bagian Alkitab ke dalam bahasa Melayu.

Tidak seperti pengutusan kepada orang-orang Melayu, penginjilan kepada suku-suku asli, orang Tionghoa, dan berjalan dengan cukup lancar, sehingga perhatian lebih banyak ditujukan kepada ketiga etnis tersebut. Pada tahun 1931, terdapat 30.000 orang Kristen Tionghoa dari populasi 1.709.000 orang; 36.000 orang Kristen berlatar belakang Hindu dari populasi 624.000 orang.[17]

2.4.Perkembangan Kekristenan di Malaysia

2.4.1.      Perang Dunia II Sebagai Katalisator

Perang dunia II merupakan titik yang menentukan dalam sejarah perkembangan gereja Malaya. Antara bulan Desember 1941 dan Februari 1942 tentara Jepang menyerbu Borneo lalu menguasai seluruh semenanjung Malaya. Pada bulan Mei 1942 Jepang sudah menguasai seluruh kawasan Asia Tenggara. Akibat pendudukan Jepang, orang Kristen asli ataupun orang Kristen dari negara-negara Asia lain terpaksa bertindak sebagai pemimpin Gereja. Banyak orang Barat sudah pulang ke negeri asalnya sebelum pecahnya Perang Dunia II. Orang Barat masih tinggal di Malaya. Tanah milik badan misi Barat diambil-alih oleh Jepang. sekolah-sekolah Katolik Roma dipakai untuk urusan sekuler, tetapi pengajaran di sekolah-sekolah Metodis boleh terus dengan pengawasan Jepang. Seusai Perang Dunia II pendeta-pendeta Barat kembali bertindak sebagai pemimpin. Dalam Gereja Anglikan pada tahun 1949 ditetapkan sistem sinode, namun orang Baratlah yang berpengaruh di sinode itu. Keadaan darurat pada masa perang mendorong tindakan oikumenis. Pada bulan Juni 1942 Uskup Wilson mendirikan Federasi Gereja-Gereja Kristen Malaya. Federasi Gereja-Gereja Kristen Malaya mendapat dukungan Direktur Agama dan Pendidikan Jepang.

Pada tahun 1948 didirikan Dewan Kristen Malaya oleh Gereja Anglikan, Gereja Metodis, Gereja Presbiterian, Lembaga Alkitab, YMCA dan YWCA. Pada tahun 1952 dibentuk misi Iman dan Tata Gereja (Faith and Order) dengan tujuan mempersiapkan jalan menuju persatuan Gereja. namun, gerakan oikumene kelihatan lebih diperhatikan oleh pekabar Injil Barat daripada oleh orang Kristen asli. Gereja-gereja di Malaya dan Singapura dibagi menurut suku bangsa dan bahasa. pembagian tersebut diterima baik oleh orang Kristen setempat, karena dianggap berfungsi sebagai tenaga pemersatu dan menguatkan kepribadian umat Kristen di tengah-tengah masyarakat majemuk.

 Gereja Metodis dibagi dalam empat konferensi menurut keempat bahasa yang dipakai; yaitu bahasa ; Cina, Iban, Tamil dan Inggris. Gereja Anglikan terdiri dari jemaat-jemaat berbahasa Inggris yang bertempat tinggal di kota-kota besar, dengan dewan pengurus terpisah untuk pelayanan dalam bahasa Cina dan bahasa Tamil. ada dua Gereja Lutheran, yakni yang berbahasa Cina dan Tamil. Gereja Presbiterian, yang pada umumnya berbahasa Cina, curiga terhadap gerakan oikumenis.

Ternyata cita-cita persatuan Gereja tidak tercapai. namun, dewan Kristen Malaya berhasil mengembangkan upaya pengabaran Injil, penerbitan buku-buku dan siaran radio dan pendidikan Kristen.

2.4.2.      Bidang Kegerejaan dan Kehidupan Rohani

Sementara umat Islam di Malaysia bersifat semakin agresif, orang bukan Melayu juga mengalami perkembangan dan pembaharuan rohani melalui agama masing-masing. Terkhusus umat Kristen juga mengalami pertumbuhan pesat. Sebagian besar orang Kristen terdapat di bagian Malaysia Timur. Sekitar tahun 1974 diperkirakan jumlah orang Kristen di Malaysia 148.000 orang Roma Katholik dan 50.000 orang protestan, yang semuanya itu kira-kira dua persen dari seluruh penduduk yang berjumlah kira-kira sepuluh juta orang. Umumnya mereka berasal dari orang-orang Cina. Orang Malaysia yang diperkirakan lebih kurang 55% penduduk, umumnya beragama Islam, dan tidak ada orang Kristen. Karena itu di Malaysia tidak ada Gereja orang-orang di Pribumi, sehingga tidak ada kelompok Kristen yang membawa kesaksian ditengah-tengah masyarakat suku Melayu. Dalam Kekristenan di Malaysia merupakan anggota Gereja Katholik Roma. Di Malaysia Barat gereja Anglikan dan gereja Methodist merupakan gereja-gereja Protestan terbesar di sana.[18] Di Malaysia Barat hanya sedikit yang menjadi Kristen dan merupakan kaum minoritas Kristen di Asia. Seluruh jumlah penduduk yang 5,5 juta tidak ada Gereja yang benar-benar Pribumi tidak ada kelompok pemuridan yang bersaksi dalam masyarakat suku mereka sendiri Perkiraan 50.000 orang Kristen Protestan dan 148.000 orang Katholik hampir semuanya dari kelompok minoritas. Negara Malaysia ini ketat mengadakan UU untuk masyarakat Melayu adalah beragama Islam. Sehingga jika ada keluar dari Islam maka diadakan keterangan pengadilan sebelum ia masuk Kristen. Kemudian adanya penolakan dari keluarga, adanya penganiayaan dan ancaman fisik. Akibat hal ini beberapa orang meninggalkan negaranya yang lainnya masuk Kristen di luar negeri dan tidak kembali lagi ke Malaysia. Jadi gereja pribumi sangat lemah.[19]

2.5.Tokoh-tokoh

2.5.1.      Santo Fransiskus Xaverius (1545-1552)

Fransiskus Xaverius adalah salah satu missionaris besar dalam sejarah Kristen. Fransiskus Xaverius tiba di Malaysia tahun 1545 dan ia sudah berkunjung sebanyak lima kali tepatnya antara tahun 1545 dan 1552.[20]

2.5.2.      Pdt. C.H. Thomsen

Pdt. C.H. Thomsen adalah seorang pendeta utusan dari badan zending Society for the Propagation of the Gospel (SPG).Ia adalah misioner yang merintis penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Melayu.[21]

2.5.3.       S. Batumulai

Batumulai adalah seorang teolog Malaysia yang sangat berperan dalam perkembangan Kekristenan di Malaysia. Mengenai Kekristenan di Malaysia, ia berkata: “Agama Kristen harus berinkarnasi secara budaya. Bagaimana Kekristenan menyisihkan unsur-unsur asingnya agar dapat semakin Malaysia. Penggunaan bahasa Melayu harus diterapkan dalam liturgi Gereja. Kita perlu mempelajari cara-cara untuk menggunakan kebudayaan Melayu dalam ruang lingkup pemberitaan Injil.”[22]

2.6.Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kekristenan di Malaysia

2.6.1.      Faktor Pendorong

Ø  Pemerintah Inggris mengizinkan adanya penginjilan Roma Katholik dari Francis yakni yang dilakukan oleh sebuah badan yang bernama “ The Paris Foreign Missionary Society”.

Ø  Datangnya badan Zending yang melakukan penginjilan di Malaysia seperti: London Missionary Society (LMS), Gereja Anglican, dll.

Ø  Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa daerah.[23]

Ø  Etnis Tionghoa sebagai pengatur roda perekonomian di Malaysia mempermudah penyebaran kekristenan di Malaysia, karena etnis Tionghoa lebih mudah dikristenkan daripada etnis Melayu.[24]

2.6.2.      Faktor Penghambat

Ø  Proses Islamisasi telah meningkat semakin intensif dan sangat membatasi ruang gerak Gereja untuk bersaksi dan menginjili.

Ø  Malaysia tergolong sebuah bangsa berunsurkan suku-suku dan pelbagai golongan penganut agama ( Communalism).

Ø  Data  statistik menunjukkan bahwa 83% penduduk Malaysia bermukim di wilayah Semenanjung yang didominasi agama Islam.

Ø  Keberagaman bahasa menjadi masalah komunikasi injil yang besar

Ø  Sulitnya mendapat izin dari pemerintah untuk membangun gereja.

Ø  Pada tahun-tahun terakhir gereja di Malaysia mengalami hambatan, misalnya peraturan pemerintah yang melarang pemakaian istilah tertentu oleh orang Kristen dan teologi Kristen. [25]

2.7.Metode-metode Yang Digunakan

1.      Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Daerah.[26]

2.      Mendirikan percetakan, hingga tahun 1819 mencetak 140.000 exemplar dari 57 buku dan traktat.[27]

3.      Mempersiapkan pendeta-pendeta dan pemimpin Gereja di Malaysia dan Singapura.

4.      Mendirikan sebuah Rumah Sakit khusus sebagai sarana penjangkauan.[28]

III.             Kesimpulan

Sejarah Kekristenan di Malaysia bermula saat kedatangan armada-armada kecil dari Portugis, Belanda dan Inggris pada awal abad ke-16 dengan membawa para pekabar injil dari tanah asal masing-masing. Pada proses penyebarannya, injil tidak begitu saja mudah tersebar di tanah Malaysia, tetapi memiliki hambatan termasuk karena sudah mengakarnya agama Islam di Negara tersebut. Kelompok kekristenan yang berkembang di Malaysia adalah Khatolik, Anglikan, Methodis. Sama seperti penyebaran agama Kristen pada umumnya, kekristenan di Malaysia dinyatakan lewat penyelenggaraan lewat kesadaran akan tritugas Gereja.

IV.             Daftar Pustaka

…, Ensiklopedia Umum, Yogyakarta: Kanasius, 1991

Culver Jonathan E., Sejarah Gereja Asia Bandung: Biji Sesawi, 2014

Hoke Donald E., Sejarah Gereja Asia vol.II, Malang: Gandum Mas, 2002

House Himalaya Publishing, Asia and Christianity, Bombay: Girgagon, 1985

Ruck Anne, Sejarah Gereja Asia, Jakarta:BPK-GM, 2008

Ruck Anne, Sejarah Gereja Asia, Jakarta:BPK-GM, 2015

Wolterbeek J.D., Gereja Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, Jakarta:BPK-GM, 1959



[1]Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia (Bandung: Biji Sesawi, 2014), 270.

[2] Himalaya Publishing House, Asia and Christianity, (Bombay: Girgagon, 1985), 85.

[3]…, Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta: Kanasius, 1991), 656-657.

[4] Donald E.Hoke, Sejarah Gereja Asia vol.II, (Malang: Gandum Mas, 2002), 90.

[5]Fransiskus Xaverius adalah salah satu misionaris besar dalam sejarah Kristen, naming dia juga menemukan tantangan dimalaka. Xaverius membuat lima kunjungan ke malaka, yang pertama dari tanggal 25 september 1545-1 januari 1546. Dia kembali dari bulan juli-desember 1547 dan lagi antara 31 mei-24 juni 1549, diikuti dengan kunjungan singkat pada bulan Desember 155. Kunjungan terakhirnya adalah dari tanggal 31 mei-17 juli 1552.

[6]Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta:BPK-GM, 2015), 216.

[7]J.D. Wolterbeek, Gereja Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, (Jakarta:BPK-GM, 1959), 86.

[8] Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 273

[9] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 216-217.

[10] Ini merupakan nama dari pemerintahan Kerajaan Inggris di wilayah Malaka, dimana beberapa negeri Malaka bergabung dalam suatu federasi dengan suatu dewan pemerintahan bersama dibawah seorang gubernur Inggris yang disebut Federated Malay States. Lht. J.D. Wolterbeek, Gereja-Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 84

[11] Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 273.

[12]Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 218 .

[13] J.D. Wolterbeek, Gereja-Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 86.

[14] Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 274.

[15]J.D. Wolterbeek, Gereja-Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 86.

[16]J.D. Wolterbeek, Gereja-Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 86.

[17] Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 274-275.

[18] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta:BPK-GM, 2008), 352.

[19] Donald E.Hoke, Sejarah Gereja Asia vol.II, 96.

[20] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Volume II, 89-90.

[21]Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 274.

[22] Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 272

[23]Jonathan E. Cluver, Sejarah Gereja Asia,274.

[24] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 217.

[25] Jonathan E. Cluver, Sejarah Gereja Asia, 271-272.

[26] Jonathan E. Cluver, Sejarah Gereja Asia, 274.

[27]Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 220.

[28]Jonathan E. Cluver, Sejarah Gereja Asia, 274-275.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya