Sejarah Kekristenan di Malaysia
Sejarah Kekristenan di
Malaysia
I.
Pendahuluan
Malaysia
adalah salah satu negara yang berada di Asia Tenggara, negara ini juga
merupakan negara tetangga kita Indonesia, dalam perjumpaan kita kali ini, kita
akan membahas sejarah kekristenan di Malaysia, bagaimana latar belakangnya, tokoh-tokoh,
serta faktor pendukung dan penghalangnya. Semoga sajian ini dapat menambah
wawasan kita bersama, terimakasih.
II.
Pembahasan
2.1.Komposisi Penduduk Negara
Malaysia
Komposisi masyarakat Malaysia tersusun dari beragam
jenis Etnis. Pada saat ini, dari populasi total penduduk Malaysia sebesar 28
juta jiwa, terdiri dari Etnis Melayu sebesar 51%, suku-suku asli (suku iban di
serawak dan suku kadazan di sabah) sebanyak 11%, Etnis Tionghoa sebesar 24%,
Etnis India (Mayoritas suku Tamil) dan Etnis-etnis lain termasuk pendatang dari
Negara lain sebanyak 7%. Dari statistic keagamaan, Komposisinya meliputi Islam
62%, Tionghoa 13%, Kristen 9%, Budha 6%, Hindu 6%, Kepercayaan Animisme 1% dan
yang tidak beragama 1,3 %.[1]
Malaysia adalah
masyarakat multi-budaya, multi bahasa dan multi-agama yang ekonominya, sekarang
semakin beragam, secara tradisional bergantung pada timah dan karet. Ini
terdiri dari West atau Penisular Malaysia dan negara bagian Sabah dan Sarawak
di Malaysia Timur. Negara berbagai latar belakang administrasi kolonial Inggris
beberapa di antaranya merupakan warisan masih tercermin pada basis ekonomi,
pranata sosial dan sekunder bahasa. Kemajuan yang stabil sedang dibuat dengan
penggunaan Bahasa yang lebih luas Malaysia sebagai bahasa nasional. Pemerintah
oleh parlementer demokrasi dengan monarki konstitusional di mana "Yang Di
Pertuan Agung" dipilih dari antara Sultan setiap lima tahun. Itu adalah
negara sekuler di mana agama resminya adalah Islam dan di mana agama lain
menikmati kebebasan yang cukup.[2]
2.2.Letak Geografis Negara Malaysia
Malaysia adalah Negara Federasi, Luas dari Negara ini
ialah 131.287 km2: penduduk 6.278.763. bagian selatan semenanjung
Malaya: ibukota Kuala Lumpur, semenanjung Asia di ujung paling Selatan, antara
Samudra Indonesia dan Selat Sumtera di sebelah barat, dan Laut Cina Selatan di
sebelah Timur. Negara merdeka, anggota Persemakmuran Inggris semenjak 1957:
meliputi bekas koloni-koloni Inggris (Penang dan Malaka) dan Sembilan Negara
yang dahulu di bawah perlindungan Inggris. Dalam Federasi sejak September 1963
Malaya berubah nama menjadi Malaysia,
yang berbatasan dengan wilayah Indonesia. Malaysia terdiri atas sebelas Negara
bagian (semenanjung Melayu) dan Malaysia Timur (Sabah + Serawak di Kalimantan).
Luasnya ± 130 ribu mil persegi, berpenduduk ± 9,3 juta jiwa. Golongan penduduk
yang tersebar ialah suku melayu (4.358.022), golongan keturunan Cina
(3.291.898) dan keturunan India/Pakistan (889.192).Keturunan orang-orang Jawa
dan Sumatra banyak terdapat di negera-negara bagian Perak, Selangor, negeri Sembilan
dan Johor.[3]
2.3.Kekristenan di Malaysia
2.3.1.
Latar
Belakang Kekristenan di Malaysia
Pada permulaan dari abad ke-16, armada-armada kecil
dari kapal penjajah berturut-turut berlayar dengan tamak masuk ke Selat Malaka
yang strategis, yang pertama ialah bangsa portugis (1511), kemudian orang
Belanda (1641), dan akhirnya orang Inggris (1786-1824). Bersama dengan mereka
datang utusan-utusan Injil Kristen yang pertama masing-masing dengan Iman dari
tanah asalnya.Penyebaran orang Cina atau etnis Tionghoa ke Negara ini juga
telah memainkan peranan yang sangat penting dalam penyebaran Injil di Negara
ini. Di Malaysia barat ada 45% orang Cina dari seluruh jumlah penduduk, di
Malaysia Timur sekitar 30%, mereka telah menjadi Tulang pertumbuhan Gereja.[4]
2.3.2.
Pengkabaran Injil oleh Gereja Katolik Roma
Pada Tahun 1511 pasukan Portugis dipimpin Albugquerque
merebut pelabuhan Malaka, dengan tujuan mengusai jalur perdagangan di Selat
Malaka. Di Motivasi ekonomi dan politik ada alasan agama yaitu mengalahkan
Negara islam, dan ini dianggap sebagai kelanjutan Perang Salib. Orang Portugis
membawa baik senjata maupun Salib dan tenaga misi, yaitu rahib-rahib Dominakan
dan Fransiskan.Albuquerque membangun gedung Gereja didalam bentengnya.Banyak
orang Portugis yang menikah dengan penduduk setempat, yang pada umumnya adalah
orang Cina.Ketika Fransiskus Xaverius[5] tiba di Malaka pada tahun
1545. Xaverius berkunjung ke Malaka lima kali antara tahun 1545-1552.
Orang Portugis tidak menginjili orang melayu di daerah
Malaka, karena Malaka secara terus-menerus menghadapi tekanan atau tekanan dari
pihak Sultan melayu dan suku Aceh di Sumatra.Namun seorang Uskup di Malaka
diangkat pada tahun 1557.Pada tahun 1641, tercatat 20.000 anggota GKR di
Malaka, dengan 20 gedung Gereja, termasuk sebuah Katedral.Pada tahun 1641,
Malaka direbut oleh tentara Belanda. Warga Katolik dilarang menjalankan
pertemuan agama, jabatan Uskup Malaka menjadi lowong dan para Pastor diusir.
Akan tetapi, Iman Katolik dipertahankan dibawah pimpinan orang awam, termasuk
ordo persaudaraan awam, Confraternity of
the Holy Rosary. Beberapa Pastor datang ke Malaka melayankan Sakramen Missa
Secara Rahasia dan sembunyi-sembunyi.[6]
Setelah Inggris berkuasa atas Semenanjung Malaka,
orang Inggris memberikan kemerdekaan beragama penuh, para Missionaris Roma
Katholik diperbolehkan kembali melakukan PI di semenanjung Malaka paska
dilarang dan ditantang keras oleh belanda. Tahun 1841 diangkat lagi seorang
Vikaris Apostolik untuk British Malaya.Jumlah orang-orang Kristen Roma Katholik
sedikit demi sedikit mulai bertambah terutama diantara orang-orang
Tionghoa.Dalam tahun 1844 ada 2000 orang Kristen Roma Katholik di Penang.
Selama tahun 1855 dalam seluruh Vikariat itu ada 7000 orang, dalam tahun 1890
sudah meningkat menjadi 17.000 orang, dalam 1912 jumlah meningkat sampai
33.000, dalam tahun 1930 berlipat dua kali lipat sampai 68.000 orang.[7]
2.3.3.
Pengkabaran Injil Oleh Protestan
Kerajaan
Belanda berhasil mengambil alih kekuasaan Malaka dengan mengusir keluar bangsa
Portugis yaitu pada tahun 1641[8]Pendeta
Protestan diutus ke Malaka dengan tugas melayani orang Eropa di pelabuhan
tersebut. Seperti orang Portugis terdahulu, orang Belanda juga tidak
mengabarkan Injil di pedalaman Malaya. Malah Belanda bersekutu dengan bangsa
Melayu mengusir Portugis dari wilayah Malaka. Perjanjian dengan Sultan Johore
pada tahun 1639 menetapkan bahwa baik orang Belanda maupun orang Melayu tidak
akan mencampuri ataupun mengganggu agama sesamanya.[9]
Tetapi,
Belanda sendiri akhirnya terusir keluar dari Malaka setelah Kerajaan Inggris
berhasil merebut wilayah itu pada tahun 1795.Dengan demikian Semenanjung Malaka
jatuh ke tangan kolonialisme Inggris. Setelah Inggris dan Belanda mengadakan
perjanjian Straits Settlements,[10]
kekuasaan Inggris telah ditegaskan di wilayah Malaka dan Penang. Sedangkan
di wilayah-wilayah lain di Malaysia, pemerintahan dijalankan secara otonom oleh
para Sultan, dengan kewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada Kerajaan
Inggris.[11]
Pemerintah Inggris tidak menyokong pekabaran Injil di daerah penjajahan. Dalam
perjanjian pangkor Inggris mengakui hak hukum sultan-sultan melayu di federasi
Negara-negara Malaya atas segala hal yang berhubungan dengan agama dan
kebudayaan melayu. Di wilayah Straits
Settlements pekabaran Injil di antara umat Islam dan melayu tidak dilarang
menurut hukum. Namun orang melayu yang menjadi Kristen akan menghadapi tekanan,
ancaman kekerasan fisik ataupun di usir dari sukunya yang menganut teguh agama Islam.[12] Waktu
orang-orang Belanda merebut Malaka, Gereja Roma Katholik dilarang dan
orang-orang Roma Katholik dijadikan orang-orang Gereformed. Sama seperti
orang-orang Portugis, orang-orang Belanda pada waktu itu tidak memberitakan
Injil kepada orang-orang Melayu oleh karena takut akan reaksi-reaksi Islam yang
dapat membahayakan kedudukan mereka, PI dalam arti yang luas tidak diadakan.
Dan setelah kekuasaan Belanda sudah mulai berkurang, kebanyakan orang-orang
Kristen peranakan dan Tionghoa kembali menjadi Roma Katholik. Pada waktu
orang-orang Inggris datang disana pada tahun 1795, mereka ada menjumpai Gereja
Belanda, tetapi tidak ada orang-orang Kristen Protestan lagi. Gereja ini
kemudian diperbaiki untuk keperluan kebaktian-kebaktian Anglikan. Pada masa
itu, orang-orang Belanda masih menyatakan tuntutannya dan mengklaim bahwa
Malaka di bawah kekuasaan mereka. Barulah dengan perjanjian perdamaian antara
keduanya pada tahun 1824, Semenanjung Malaka diakui sebagai daerah kepentingan Inggris.
Terutama gubernur Inggris yang terkenal, Thomas Stamford Raffles sangat berjasa
untuk hal ini, yang juga menjadi pendiri negara Singapura. Raffles mempunyai
pendirian kekristenan yang positif dan tidak sedikit sumbangannya untuk
memperkuat berdirinya Gereja Anglikan di Singapura dan Penang.[13]Badan
misi London Missionary Society (LMS)
gagal memasuki wilayah Tiongkok pada tahun 1815.Kemudian mereka memindahkan
wilayah pelayanan ke wilayah Malaka. Tujuan mereka tetap untuk menjangkau
orang-orang Tionghoa. Pada tahun 1840, Pdt. B.P. Keasberry diutus oleh LMS
untuk menjangkau orang-orang Melayu, namun ia sendiri mengundurkan diri dari
LMS. Tetapi pekerjaan mereka hanya bertahan sampai tahun 1843. Karena setelah
beberapa pelabuhan di Tiongkok mulai dibuka untuk aktivitas perdagangan,
aktivitas pelayanan misi Kristen pun mulai dialihkan ke sana.[14]Pada
masa pelayanannya, LMS mendirikan sekolah bagi anak-anak perempuan Tionghoa
dari Miss Grant dan penggantinya
adalah Sophia Cooke, yang banyak
memberikan hasil bagi badan zending ini. Di Serawak Raja James Brooke segera mengusahakan
datangnya seorang utusan Injil. Untuk itu ia berhasil mengadakan pengumpulan
dana dan pada tahun 1848 sudah dapat didatangkan di Kutjing seorang utusan
Injil bernama Francis Thomas Mac Dougall. Mula-mula orang ini belajar menjadi
dokter, tetapi kemudian menjadi pendeta Anglikan.[15]Pada
tahun 1850, Gereja Anglikan mulai kuat memberitakan Injil diantara orang-orang
bukan Eropa, termasuk orang Melayu. Dalam tahun 1860, Society for the Propagation of the Gospel in Foreign Parts mengirimkan
utusan-utusan Injil Anglikan yang secara istimewa ditugaskan untuk menyiarkan
Injil kepada orang-orang bukan Kristen. Sejak itu PI dipergiat terutama di
kalangan orang-orang Tionghoa, tetapi juga di kalangan orang-orang India dan
Melayu. Di kalangan orang-orang Tionghoa diperoleh hasil yang memuaskan,
diantara orang-orang India tidak banyak, hanya di kalangan orang-orang Tamil
saja, sedangkan di kalangan orang-orang Melayu sama sekali tidak diperoleh
hasil. Dalam tahun 1855, kaum Methodis Amerika datang ke Malaka, juga mereka
bekerja terutama di kalangan orang-orang Tionghoa.Salah satu utusan Injil
Methodis yang paling terkenal adalah James M. Hoover yang bekerja dari tahun
1903 sampai 1935. Di waktu yang kemudian, datang lagi beberapa perkumpulan
agama lain seperti Bala Keselamatan dan Adventis Hari Ketujuh. Namun usaha
mereka cenderung gagal dan pertumbuhan jumlah orang Kristen cukup kecil.[16]
Kemudian,
Society for the Propagation of the Gospel
(SPG) mengirimkan beberapa tenaga media ke Malaka pada tahun 1911, dengan
maksud untuk menjangkau orang-orang Melayu. Mereka berhasil mendirikan sebuah
rumah sakit khusus sebagai sarana penjangkauan. Namun secara umum, fasilitas
medis itu lebih banyak dimanfaatkan oleh orang Tionghoa, dan setelah mereka
mengalami defisit keuangan, seiring keengganan masyarakat untuk datang berobat,
maka SPG menutup operasional rumah sakit ini pada tahun 1933.Pada tahun 1916,
Pdt. C.H. Thomsen diutus untuk melayani orang-orang Melayu. Beliau merintis
penerjemahan bagian-bagian Alkitab ke dalam bahasa Melayu.
Tidak
seperti pengutusan kepada orang-orang Melayu, penginjilan kepada suku-suku
asli, orang Tionghoa, dan berjalan dengan cukup lancar, sehingga perhatian
lebih banyak ditujukan kepada ketiga etnis tersebut. Pada tahun 1931, terdapat
30.000 orang Kristen Tionghoa dari populasi 1.709.000 orang; 36.000 orang
Kristen berlatar belakang Hindu dari populasi 624.000 orang.[17]
2.4.Perkembangan Kekristenan
di Malaysia
2.4.1.
Perang
Dunia II Sebagai Katalisator
Perang
dunia II merupakan titik yang menentukan dalam sejarah perkembangan gereja
Malaya. Antara bulan Desember 1941 dan Februari 1942 tentara Jepang menyerbu
Borneo lalu menguasai seluruh semenanjung Malaya. Pada bulan Mei 1942 Jepang
sudah menguasai seluruh kawasan Asia Tenggara. Akibat pendudukan Jepang, orang
Kristen asli ataupun orang Kristen dari negara-negara Asia lain terpaksa
bertindak sebagai pemimpin Gereja. Banyak orang Barat sudah pulang ke negeri
asalnya sebelum pecahnya Perang Dunia II. Orang Barat masih tinggal di Malaya.
Tanah milik badan misi Barat diambil-alih oleh Jepang. sekolah-sekolah Katolik
Roma dipakai untuk urusan sekuler, tetapi pengajaran di sekolah-sekolah Metodis
boleh terus dengan pengawasan Jepang. Seusai Perang Dunia II pendeta-pendeta
Barat kembali bertindak sebagai pemimpin. Dalam Gereja Anglikan pada tahun 1949
ditetapkan sistem sinode, namun orang Baratlah yang berpengaruh di sinode itu.
Keadaan darurat pada masa perang mendorong tindakan oikumenis. Pada bulan Juni
1942 Uskup Wilson mendirikan Federasi Gereja-Gereja Kristen Malaya. Federasi
Gereja-Gereja Kristen Malaya mendapat dukungan Direktur Agama dan Pendidikan
Jepang.
Pada
tahun 1948 didirikan Dewan Kristen Malaya oleh Gereja Anglikan, Gereja Metodis,
Gereja Presbiterian, Lembaga Alkitab, YMCA dan YWCA. Pada tahun 1952 dibentuk
misi Iman dan Tata Gereja (Faith and Order) dengan tujuan mempersiapkan
jalan menuju persatuan Gereja. namun, gerakan oikumene kelihatan lebih diperhatikan
oleh pekabar Injil Barat daripada oleh orang Kristen asli. Gereja-gereja di
Malaya dan Singapura dibagi menurut suku bangsa dan bahasa. pembagian tersebut
diterima baik oleh orang Kristen setempat, karena dianggap berfungsi sebagai tenaga
pemersatu dan menguatkan kepribadian umat Kristen di tengah-tengah masyarakat
majemuk.
Gereja Metodis dibagi dalam empat konferensi
menurut keempat bahasa yang dipakai; yaitu bahasa ; Cina, Iban, Tamil dan
Inggris. Gereja Anglikan terdiri dari jemaat-jemaat berbahasa Inggris yang
bertempat tinggal di kota-kota besar, dengan dewan pengurus terpisah untuk
pelayanan dalam bahasa Cina dan bahasa Tamil. ada dua Gereja Lutheran, yakni
yang berbahasa Cina dan Tamil. Gereja Presbiterian, yang pada umumnya berbahasa
Cina, curiga terhadap gerakan oikumenis.
Ternyata
cita-cita persatuan Gereja tidak tercapai. namun, dewan Kristen Malaya berhasil
mengembangkan upaya pengabaran Injil, penerbitan buku-buku dan siaran radio dan
pendidikan Kristen.
2.4.2.
Bidang
Kegerejaan dan Kehidupan Rohani
Sementara
umat Islam di Malaysia bersifat semakin agresif, orang bukan Melayu juga
mengalami perkembangan dan pembaharuan rohani melalui agama masing-masing.
Terkhusus umat Kristen juga mengalami pertumbuhan pesat. Sebagian besar orang
Kristen terdapat di bagian Malaysia Timur. Sekitar tahun 1974 diperkirakan
jumlah orang Kristen di Malaysia 148.000 orang Roma Katholik dan 50.000 orang
protestan, yang semuanya itu kira-kira dua persen dari seluruh penduduk yang
berjumlah kira-kira sepuluh juta orang. Umumnya mereka berasal dari orang-orang
Cina. Orang Malaysia yang diperkirakan lebih kurang 55% penduduk, umumnya
beragama Islam, dan tidak ada orang Kristen. Karena itu di Malaysia tidak ada
Gereja orang-orang di Pribumi, sehingga tidak ada kelompok Kristen yang membawa
kesaksian ditengah-tengah masyarakat suku Melayu. Dalam Kekristenan di Malaysia
merupakan anggota Gereja Katholik Roma. Di Malaysia Barat gereja Anglikan dan
gereja Methodist merupakan gereja-gereja Protestan terbesar di sana.[18]
Di Malaysia Barat hanya sedikit yang menjadi Kristen dan merupakan kaum
minoritas Kristen di Asia. Seluruh jumlah penduduk yang 5,5 juta tidak ada
Gereja yang benar-benar Pribumi tidak ada kelompok pemuridan yang bersaksi
dalam masyarakat suku mereka sendiri Perkiraan 50.000 orang Kristen Protestan
dan 148.000 orang Katholik hampir semuanya dari kelompok minoritas. Negara
Malaysia ini ketat mengadakan UU untuk masyarakat Melayu adalah beragama Islam.
Sehingga jika ada keluar dari Islam maka diadakan keterangan pengadilan sebelum
ia masuk Kristen. Kemudian adanya penolakan dari keluarga, adanya penganiayaan
dan ancaman fisik. Akibat hal ini beberapa orang meninggalkan negaranya yang
lainnya masuk Kristen di luar negeri dan tidak kembali lagi ke Malaysia. Jadi
gereja pribumi sangat lemah.[19]
2.5.Tokoh-tokoh
2.5.1.
Santo Fransiskus Xaverius (1545-1552)
Fransiskus Xaverius adalah salah satu missionaris
besar dalam sejarah Kristen. Fransiskus Xaverius tiba di Malaysia tahun 1545
dan ia sudah berkunjung sebanyak lima kali tepatnya antara tahun 1545 dan 1552.[20]
2.5.2.
Pdt.
C.H. Thomsen
Pdt.
C.H. Thomsen adalah seorang pendeta utusan dari badan zending Society for the Propagation of the Gospel (SPG).Ia
adalah misioner yang merintis penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Melayu.[21]
2.5.3.
S. Batumulai
Batumulai
adalah seorang teolog Malaysia yang sangat berperan dalam perkembangan
Kekristenan di Malaysia. Mengenai Kekristenan di Malaysia, ia berkata: “Agama
Kristen harus berinkarnasi secara budaya. Bagaimana Kekristenan menyisihkan
unsur-unsur asingnya agar dapat semakin Malaysia. Penggunaan bahasa Melayu
harus diterapkan dalam liturgi Gereja. Kita perlu mempelajari cara-cara untuk
menggunakan kebudayaan Melayu dalam ruang lingkup pemberitaan Injil.”[22]
2.6.Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Kekristenan di Malaysia
2.6.1.
Faktor
Pendorong
Ø Pemerintah
Inggris mengizinkan adanya penginjilan Roma Katholik dari Francis yakni yang
dilakukan oleh sebuah badan yang bernama “
The Paris Foreign Missionary Society”.
Ø Datangnya
badan Zending yang melakukan penginjilan di Malaysia seperti: London Missionary Society (LMS), Gereja
Anglican, dll.
Ø Penerjemahan
Alkitab ke dalam bahasa daerah.[23]
Ø Etnis
Tionghoa sebagai pengatur roda perekonomian di Malaysia mempermudah penyebaran
kekristenan di Malaysia, karena etnis Tionghoa lebih mudah dikristenkan
daripada etnis Melayu.[24]
2.6.2.
Faktor
Penghambat
Ø Proses
Islamisasi telah meningkat semakin intensif dan sangat membatasi ruang gerak
Gereja untuk bersaksi dan menginjili.
Ø Malaysia
tergolong sebuah bangsa berunsurkan suku-suku dan pelbagai golongan penganut
agama ( Communalism).
Ø Data statistik menunjukkan bahwa 83% penduduk
Malaysia bermukim di wilayah Semenanjung yang didominasi agama Islam.
Ø Keberagaman
bahasa menjadi masalah komunikasi injil yang besar
Ø Sulitnya
mendapat izin dari pemerintah untuk membangun gereja.
Ø Pada
tahun-tahun terakhir gereja di Malaysia mengalami hambatan, misalnya peraturan
pemerintah yang melarang pemakaian istilah tertentu oleh orang Kristen dan
teologi Kristen. [25]
2.7.Metode-metode Yang
Digunakan
1. Penerjemahan
Alkitab ke dalam bahasa Daerah.[26]
2. Mendirikan
percetakan, hingga tahun 1819 mencetak 140.000 exemplar dari 57 buku dan
traktat.[27]
3. Mempersiapkan
pendeta-pendeta dan pemimpin Gereja di Malaysia dan Singapura.
4. Mendirikan
sebuah Rumah Sakit khusus sebagai sarana penjangkauan.[28]
III.
Kesimpulan
Sejarah
Kekristenan di Malaysia bermula saat kedatangan armada-armada kecil dari
Portugis, Belanda dan Inggris pada awal abad ke-16 dengan membawa para pekabar
injil dari tanah asal masing-masing. Pada proses penyebarannya, injil tidak
begitu saja mudah tersebar di tanah Malaysia, tetapi memiliki hambatan termasuk
karena sudah mengakarnya agama Islam di Negara tersebut. Kelompok kekristenan
yang berkembang di Malaysia adalah Khatolik, Anglikan, Methodis. Sama seperti
penyebaran agama Kristen pada umumnya, kekristenan di Malaysia dinyatakan lewat
penyelenggaraan lewat kesadaran akan tritugas Gereja.
IV.
Daftar
Pustaka
…,
Ensiklopedia Umum, Yogyakarta:
Kanasius, 1991
Culver
Jonathan E., Sejarah Gereja Asia Bandung:
Biji Sesawi, 2014
Hoke
Donald E., Sejarah Gereja Asia vol.II, Malang:
Gandum Mas, 2002
House
Himalaya Publishing, Asia and
Christianity, Bombay: Girgagon, 1985
Ruck
Anne, Sejarah Gereja Asia, Jakarta:BPK-GM,
2008
Ruck
Anne, Sejarah Gereja Asia, Jakarta:BPK-GM,
2015
Wolterbeek J.D., Gereja
Gereja Di Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, Jakarta:BPK-GM, 1959
[1]Jonathan
E. Culver, Sejarah Gereja Asia (Bandung:
Biji Sesawi, 2014),
270.
[2]
Himalaya Publishing
House, Asia and Christianity, (Bombay:
Girgagon, 1985), 85.
[3]…,
Ensiklopedia Umum, (Yogyakarta:
Kanasius, 1991), 656-657.
[4] Donald E.Hoke, Sejarah Gereja Asia vol.II, (Malang:
Gandum Mas, 2002), 90.
[5]Fransiskus
Xaverius adalah salah satu misionaris besar dalam sejarah Kristen, naming dia
juga menemukan tantangan dimalaka. Xaverius membuat lima kunjungan ke malaka,
yang pertama dari tanggal 25 september 1545-1 januari 1546. Dia kembali dari
bulan juli-desember 1547 dan lagi antara 31 mei-24 juni 1549, diikuti dengan
kunjungan singkat pada bulan Desember 155. Kunjungan terakhirnya adalah dari
tanggal 31 mei-17 juli 1552.
[6]Anne
Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta:BPK-GM,
2015), 216.
[7]J.D.
Wolterbeek, Gereja Gereja Di
Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, (Jakarta:BPK-GM, 1959), 86.
[8]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
273
[9]
Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 216-217.
[10]
Ini merupakan nama dari pemerintahan Kerajaan Inggris di wilayah Malaka, dimana
beberapa negeri Malaka bergabung dalam suatu federasi dengan suatu dewan
pemerintahan bersama dibawah seorang gubernur Inggris yang disebut Federated Malay States. Lht. J.D.
Wolterbeek, Gereja-Gereja Di
Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 84
[11]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
273.
[12]Anne
Ruck, Sejarah Gereja Asia, 218 .
[13]
J.D. Wolterbeek, Gereja-Gereja Di
Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 86.
[14]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
274.
[15]J.D.
Wolterbeek, Gereja-Gereja Di
Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 86.
[16]J.D.
Wolterbeek, Gereja-Gereja Di
Negeri-Negeri Tetangga Indonesia, 86.
[17]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
274-275.
[18]
Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta:BPK-GM,
2008),
352.
[19] Donald E.Hoke, Sejarah Gereja Asia vol.II, 96.
[20]
Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Volume
II,
89-90.
[21]Jonathan
E. Culver, Sejarah Gereja Asia, 274.
[22]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
272
[23]Jonathan
E. Cluver, Sejarah Gereja Asia,274.
[24]
Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 217.
[25]
Jonathan E. Cluver, Sejarah Gereja Asia,
271-272.
[26]
Jonathan E. Cluver, Sejarah Gereja Asia,
274.
[27]Anne
Ruck, Sejarah Gereja Asia, 220.
[28]Jonathan
E. Cluver, Sejarah Gereja Asia, 274-275.