Tanggapan Terhadap Artikel Olah Schumann Agama Kristen dalam Pandangan Orang-orang Muslim pada masa Muhammad”
Tanggapan Terhadap Artikel Olah Schumann Agama Kristen dalam Pandangan Orang-orang Muslim pada masa Muhammad”
I.
Pendahuluan
Pada pertemuan kali ini
kita akan membahas mengenai Pandangan Orang-orang Muslim pada masa Muhammad
terhadap orang kristen. Dalam tanggapan kami ini akan menjelaskan bagaimana
orang-orang islam pada zaman Muhammad. Serta peristiwa-peristiwa apa yang
terjadi pada zaman itu. Semoga sajian kami kali ini dapat menambah wawasan kita
semua. Tuhan Yesus Memberkati.
II.
Pembahasan
2.1.
Orang-orang
Islam dan orang-orang Kristen pada Zaman Muhammad
Apabila
kita hendak meninjau sikap yang diambil oleh orang-orang Islam terhadap agama
Kristen, maka kita perlu mulai dengan Muhammad dan Al Quran. Ucapan-ucapan dan
pandangan-pandangan teologi yang asasi sudah termaktub dalam Al Quran dan
tetap bersifat menentukan untuk teologi islam walaupun di kemudian hari, di
bawah struktur-struktur pemikiran Neoplatonisme atau Aristotelianisme,
asas-asas itu hampir tidak kelihatan lagi. Saat yang menentukan dalam kehidupan
Muhammad ialah saat ia mengakui Allah bukan hanya sebagai Pencipta hal ini
sudah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum timbulnya Islam melainkan juga
sebagai Hakim, yang ada akhir zaman akan mengumpulkan orang-orang yang hidup
dan yang mati untuk menghakimi perbuatan-perbuatan mereka. Tetapi kalau Allah
bukan hanya, sebagai Pencipta, menjadi Tuan atas permulaan segala sesuatu yang hidup, melainkan juga, selaku
Hakim, bertindak sebagai Tuan pada akhir dunia, maka dalam masa di antara
keduanya pula tidak mungkin ada tuan-tuan lain daripada Allah sendiri yang mau
berkuasa atas ciptaan dan atas manusia yang merupakan bagian dari ciptaan itu.
Muhammad
menyadari bahwa pemahamnya itu terdapat juga ajaran-ajaran orang-orang Yahudi
dan Kristen. Pada zaman Muhammad pemikiran-pemikiran yang di dan terutama
pemikiran-pemikiran Kristen sedang mempersiapakan diri untuk merebut benteng
terakhir arab-kuno, yaitu mekkah, kota kelahiran muhammad. Sebagaimana pada
zaman dahulu Allah mengutus nabi-nabi kepada orang-orang yang tidak percaya dan
menyuruh mereka mengabarkan agama-Nya (Din)
kepada mereka itu, begitu juga sekarang Ia mengutus Muhammad; ada perbedaanya
dengan Musa, yang menyampaikan orang-orang Yahudi Taurad selaku patokan untuk
ehidupan yang berkenan kepada Allah dan dengan Kristus, yang bertugas
memulihkan Taurad, yang semtara itu di ubah-ubah, ialah bahwa Muhammad di utus
kepada suatu bangsa yang kepadanya, sebelumnya, tidak ada di utus nabi-nabi:
kepada orang-orang Mekkah, dan dalam arti yang lebih luas kepada orang-orang
Arab.
Orang-orang
Yahudi tidak mau memandangnya sebagai seorang nabi. Setelah hizrah (tahun 622)
ke oase Yathrib yang terletak disebelah utara Mekkah dan yang kemudian hari
dikenal sebagai madinat an-nabi (Medinah). Pertentangan kaum
israel terutama diasakan di bidang politik, maka pertentangan dengan orang
kristen terasa di bidang di dogmatik. Akibatnya ialah bahwa rasa permusuhan
terhadap orang-orang kristen tidak jadi begitu jelas seperti terhadap
orang-orang Yahudi.
Pertentangan
mereka yang lama dengan orang-orang Kristen memaksa mereka berbuat demikian
salah satu hambatan yang paling berat terhadap orang Kristen di lakukan sekitar
tahun 524 oleh Raja Himyarit Du Nuwas, yang rupanya telah memeluk agama Yahudi
itu. Tetapi dengan bantuan Ethiopia jemat-jemat yang telah di cerai-beraikan
itu dapat dikumpulkan lagi dan beberapa gedung gereja yang telah dirusaki
sempat dibangun kembali. Pertemuan-pertemuan pribadi antara Muhammad dengan
orang-orang Kristen mula-mula nampakya bersifat ramah. Ada cerita, bahwa,
ketika ia masih muda dalam suatu perjalanan ke Syria atas perintah majikanya yang
kemudia menjadi istrinya, Khajidah, ia mengadakan pembicaraan-pembicaraan
mengenai masalah-masalah keagamaan dengans seorang petapa kristen.
Akan
tetapi di kemudian hari sikap ramah terhadap orang-orang Kristen itu menjadi
dingin. Sebabnya, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, ada alasan-alasan
dogmatis. Dalam hal ini menjadi persoalan bukanlah , seperti dalam hal
orang-orang Yahudi, pribadi Muhammad dan kenabiannya (nubuwa), melainkan pribadi dan arti Yesus Kristus. Muhammad tidak
dapat memahami mengapa orang-orang Kristen memandang Kristus itu lebih tinggi
daripada seorang nabi, mengapa mereka menyiratkan dia sebagai Anak Allah. Ia
betul-betul yakin bahwa dengan demikian dikatakanlah suatu tentang Kristus yang
tidak pernah diucapkan oleh Kristus sendiri. Muhammad bukanlah seorang ahli
ilmu dogmatika dalam arti, dan sangat mungkin ia sama seklai tidak pernah
mengenal rumus-rumusan dogma Kristologis dan Trinitas. Baginya ialah ibadah
praktis dan tampaknya doa-doa yang dilakukan orang-orang Kristen dihadapan
gambar-gambar Kristus, Maria dan Orang-orang suci lainnya yang mengagetkan
Muhammad dan mengingatkan dia pada penyembahan berhala oleh orang-orang
sebangsanya yang beragama kafir. Sebenarnya hal inilah yang dapat menerangkan
mengapa dalam Al-Quran bukan roh kudus melainkan Marialah yang dipandang
sebagai pribadi ketiga dalam Trinitas.
Hal
yang penting bagi Muhammad bukanlah perdebatan dibidang dogmatis, melainkan
dibidang praktis, yang meliputi seluruh kehidupan manusia, kepada Allah yang
esa. Tetapi ia mengecan bahwa Kristus disebut sebagai Anak Allah. Bagi
Muhammad, ungkapan anak Allah hanya dapat diartikan sebagai penunjuk pada suatu
adopsi dan gagasan ini ditolak oleh orang-orang Kristen ataupun pada
asal-muasalnya secara biologis-genealogis. Sanggahan penting lainnya yang
melawan hal-hal yang terdapat dalam rumusan-rumusan Iman orang Kristen terdapat
dalam Sura 4:157 br,: Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak
menyalibkannya, akan tetapi disamarkan kepada mereka. Dan bahwasannya semua mereka
yang berselisih padanya (tentang Isa), sungguh dalam keraguan. Tidak ada bagi
mereka pengetahuan yang diyakini selain daripada mengikuti prasangkaan.
Penafsiran Al-Quran yang tradisional
dari pihak islam untu sebagian besar mencapai kesepakatan dalam mengartikan
kata-kata lakin subbiha lahum dengan cara yang pertama: bukan Kristus yang
mati disalib, melainkan seorang lain yang oleh Allah diberikan rupa Kristus,
sedangkan Kristus sendiri diangkat oleh Allah dengan cara yang ajaib. Akan
tetapi orang-orang islam modern tidak begitu saja mengulang-ulangi tradisi
islam, melainkan bersifat kritis terhadap taqlid yaitu kepercayaan tradisional
penafsiran dipersonalkan. Lantas Fathi Osman menunjuk apa yang menjadi
persoalan perdebatan anatar orang Kristen dan Islam, yaitu ajaran mengenai
perdamaian bukan tentang historisitas penyaliban itu sendiri. Persoalannya
bersifat teologis, bukan historis. Orang muslim yakin bahwa mereka sudah
menghindari persoalan teologis dengan menolak historisitas penyaliban Yesus.
Persoalan kematian Kristus berhubungan erat dengan penyaliban. Menurut
pengertian Al-Quran, Allah lah yang mewafatkan manusia. Kata kerja ini, dalam
bahasa arab (yatawaffa) dapat
diterjemahkan dengan memanggil kembali atau membuat meninggal. Jelaslah
bahwa Kristus diangkat oleh Allah. Jadi yang dimaksudkan disini ialah
pengangkatan manusia yang masih hidup ke sorga serupa dengan pengangkatan
Henokh atau Elia, yang menurut tradisi islam dan yahudi sekarang hidup disurga
dihadapan Allah dan yang barangkali kelak pada saat tertentu akan diutus lagi
kebumi dengan tegas yang khusus dari Allah dihadapan Allah. [1]
2.2.Pandangan Islam tentang
Yahudi dan Agama Kristen
Mengenai dua agama ini,
islam memandangnya dengan status khusus. Ii dikarenakan keduanya merupakan
agama Allah yang cikal bakalnya adalah Ibrahim, as (Abrahamic Religion) yang diteruskan kemudian oleh Musa, Dawud, Isa
dengan membawa kitab Taurat, Zabur, Injil. Mempercayai nabi-nabi dan kitab yang
dibawa mereka merupakan bagian integral dari iman islam.[2]
Islam menyebut tradisi agama tersebut - disebut juga agama Semit - sebagai
hanifisme dan bahkan menamai dirinya dengan konsep ini. Hanif dalam Islam tidak
bisa dibandingkan dengan konsep Kristen anonimnya Karl Rahner yang dipersulit
dengan klaim eksklusivis gereja atas berkat Ilahi. Hanif adalah sebutan al-Quran
dan sudah berlaku dalam sistem ideasional islam selama empat belas abad. Ini
sebenarnya merupakan isyarat universalitas sekaligus keunikan Islam tersendiri,
karena tak ada satu agamapun yang menjadikan kepercayaan akan kebenaran agama
lain sebagai syarat mutlak iman dan kesaksiannya sendiri. Islam menyebut
tradisi agama tersebut disebut juga agama Semit sebagai hanifisme dan bahkan
menamai dirinya dengan konsep ini. Hanif dalam Islam tidak bisa dibandingkan
dengan konsep Kristen anonimnya Karl Rahner yang dipersulit dengan klaim
eksklusivis gereja atas berkat Ilahi. Hanif adalah sebutan al-Quran dan sudah
berlaku dalam sistem ideasional islam selama empat belas abad. Mereka yang
disebut hanif adalah paradigma iman dan keagungan, wakil terhormat kehidupan
religius. Dalam Islam, sebagian orang Kristen dimuliakan karena kezuhudan dan
kerendahan hatinya, dan mereka dinyatakan sebagai orang yang paling dekat
dengan muslim, terlepas dari apakah mereka menentang dan menolak Muhammad dan
umatnya, Islam tetap menanggapinya dengan santun. Sebagaimana dinyatakan dalam
al-Quran.[3]
III.
Kesimpulan
Pada zaman Muhammad
pemikiran-pemikiran yang di dan terutama pemikiran-pemikiran Kristen sedang
mempersiapakan diri untuk merebut benteng terakhir arab-kuno, yaitu mekkah,
kota kelahiran muhammad. Sebagaimana pada zaman dahulu Allah mengutus nabi-nabi
kepada orang-orang yang tidak percaya dan menyuruh mereka mengabarkan agama-Nya
(Din) kepada mereka itu, begitu juga
sekarang Ia mengutus Muhammad; ada perbedaanya dengan Musa, yang menyampaikan
orang-orang Yahudi Taurad selaku patokan untuk ehidupan yang berkenan kepada
Allah dan dengan Kristus, yang bertugas memulihkan Taurad, yang semtara itu di
ubah-ubah, ialah bahwa Muhammad di utus kepada suatu bangsa yang kepadanya,
sebelumnya, tidak ada di utus nabi-nabi: kepada orang-orang Mekkah, dan dalam
arti yang lebih luas kepada orang-orang Arab. Islam menyebut tradisi agama
tersebut - disebut juga agama Semit - sebagai hanifisme dan bahkan menamai
dirinya dengan konsep ini. Hanif dalam Islam tidak bisa dibandingkan dengan
konsep Kristen anonimnya Karl Rahner yang dipersulit dengan klaim eksklusivis
gereja atas berkat Ilahi. Hanif adalah sebutan al-Quran dan sudah berlaku
dalam sistem ideasional islam selama empat belas abad.
IV.
Refleksi
Teologis
Dalam hidup di dunia ini
ada banyak jenis pandangan dan pemikiran, tidak dapat disatukan dan dipaksa
dalam satu arah pandangan, namun kita sebagai manusia hanya bisa saling
mengerti dan mencoba untuk menerima bagaimana pemikiran dan sudut pandang
orang-orang. Ada banyak keistimewaan dalam hidup, terlebih hidup ditengah
keberagaman dalam beragama, ras, dan budaya dan lainnya. Dalam keberagaman
itulah akan terlihat nilai dalam bersatu tanpa menjatuhkan ataupun
membeda-bedakan satu dengan yang lain, sebab dalam ajaran yang dibawa Yesus
Kristus ke dalam dunia ini adalah saling mengasihi dalam hidup. Seperti yang
yang telah dituliskan dalam Matius 12:25 tetapi yesus mengetahui pikiran
mereka lalu berkata kepada mereka: setiap Kerajaan yang terpecah-pecah pasti
binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat
bertaha, seperti itulah dunia ini, lebih tepatnya disuatu daerah itu harus
bersatu padu dalam setiap keberagaman dan corak baik dalam pemikiran agar tidak
terjadi perpecahan dalam daerah.
V.
Daftar
Pustaka
Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam,
(Jakarta : Bpk Gunung Mulia,2001).
Sumber Lain
Dalam Al- Quran
disebut bahwa : Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya
(al Quran) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (mereka berkata): "Kami tidak membeda-bedakan seorangpun
dari rasul-rasul-Nya", dan mereka berkata: "Kami dengar dan Kami
taat. Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Mu tempat (kami) kembali."
Departemen Agama
RI, Al Quran.
Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja Dan Islam,
(Jakarta : Bpk Gunung Mulia,2001)
[1]
Th. Van den End, Sejarah Perjumpaan
Gereja Dan Islam, (Jakarta : Bpk Gunung Mulia,2001)
[2]
Dalam Al- Quran disebut bahwa : Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang
diturunkan kepadanya (al Quran) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya. (mereka berkata): "Kami tidak membeda-bedakan seorangpun
dari rasul-rasul-Nya", dan mereka berkata: "Kami dengar dan Kami
taat. Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Mu tempat (kami) kembali."
Ibid., h. 38.
[3]
Departemen Agama RI, Al Quran, hal
45.