MISI SEBAGAI AKSI DALAM PENGHARAPAN

I.                   Pembahasan

1.1. Pengertian Misi

Misi berasal dari bahasa Latin Mitto, yang merupakan terjemahan dari bahasa Yunani apostellō yang berarti mengutus.Istilah misi dalam bahasa Inggris yang tidak memiliki arti kitab suci yang sejajar memiliki makna yang luas.Misi lebih luas dari aktivitas gereja.Missio Dei istilah yang diberikan oleh Karl Hartenstein tahun 1934 dipakai dalam konferensi WILLINGEN untuk menekankan misi adalah milik Allah dan bukan gereja. Karena luasnya makna misi,maka defenisi dari misi dapat dibuat berdasarkan orientasi teologi sekedar melakukan analisa etimologi.[1] Berbagai unsur paradigma misi yang dibicarakan di bawah ini, tidak boleh dianggap sebagai komponen yang berbeda dan terpisah dari sebuah model baru, namun saling berkaitan satu sama lain.[2]

1.2. Pengertian Aksi

KBBI menetapkan bahwa Aksi merupakan suatu gerakan yang memiliki dasar dan tujuan yang jelas. Lebih jauh aksi dipandang sebagai sebuah gerakan langsung dan tidak hanya berupa teori.[3]

1.3. Pengertian Pengharapan

Pengharapan adalah jangkauan manusia akan masa depan yang mungkin dipenuhi, diinginkan, tetapi di luar kemampuan manusia untuk menggapainya. Jangkauan harapan, lain dengan khayalan, muncul dari lubuk hati terdalam dari hidup manusia. Inilah jangkauan terhadap apa yang memberi arti pada diri kita. Harapan adalah jangkauan aktif. Dengan jangkauan ini kita bergerak menuju masa depan dengan tabah dan berani.[4]

1.4.Misi sebagai aksi di dalam pengharapan

Berbicara mengenai Misi sebagai aksi di dalam pengharapan tentunya tak akan lepas dari yang namanya Eskatologi, yang di mana pada abad ke-19 Pembahasan mengenai Eskatologi hampir tidak ada karena kebanyakan hanya membahas tentang teologi Liberal, namun mendapatkan perhatian pada abad ke-20 pertama-tama melalui Protestanisme kemudian Katolisisme. Seorang filsuf Marxis seperti Ernst Bloch berpendapat bahwa di mana ada pengharapan, di situ ada agama. Perjanjian Baru memberikan bukti atas pengharapan yang bersemangat bahwa apa yang telah dimulai di dalam Yesus barulah suatu permulaan dari sebuah era baru, di mana Allah tidak akan berurusan dengan Israel saja. Meskipun pada kenyataan orang Kristen mula-mula yakin bahwa, di dalam Kristus, sejarah telah memasuki suatu arus yang belum pernah terjadi sehingga, karena memang masa depan sudah menerobos ke masa kini, mereka berharap untuk menyaksikan peristiwa-peristiwa yang bahkan lebih besar dari pada apa yang telah mereka alami. Mereka yang percaya kepada Yesus ini tidak akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah Ia lakukan saja, melainkan “pekerjaan-pekerjaan yang bahkan x besar daripada itu” (Yoh. 14:12).[5]

Seorang tokoh Newbigin berpendapat bahwa misi Kristen itu berdasar pada kepercayaan fundamental yang diwujudkan dalam penegasan bahwa Allah menyatakan diri-Nya sebagai Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Beliau juga menegaskan bahwa misi Kristen itu dapat digambarkan dengan tiga cara. Pertama, mewartakan kerajaan Bapa yakni misi iman dalam aksi, kedua mengambil bagian dalam kehidupan putera yakni misi kasih dalam aksi, dan yang ketiga memberi kesaksian tentang roh kudus yakni misi sebagai aksi dalam pengharapan. Ketiga cara pemahaman mengenai misi Kristen ini bersumber pada sifat Allah.[6]

Kerajaan Yesus jelas holistik dalam segala hal. Syukur kepada Allah bahwa Ia membawa pengampunan dari Allah dan penyucian pribadi serta batin dalam kekuasaan Roh. Tapi Ia juga menantang dan mentransformasi tatanan sosial. Ini tidak berarti bahwa kita harus mengatakan bahwa Kerajaan telah datang jika keadilan terdapat dalam masyarakat sekuler. Kabar Baik Kerajaan menghindarkan gereja untuk tidak selalu asyik dengan dirinya sendiri. hal itu dengan tajam, “Orang-orang gereja berpikir tentang bagaimana menarik orang masuk ke gereja; orang-orang Kerajaan berpikir tentang bagaimana membawa gereja ke dalam dunia. Orang-orang gereja khawatir bahwa dunia mungkin mengubah gereja; orang-orang Kerajaan bekerja untuk melihat gereja mengubah dunia[7]

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat di Indonesia yang majemuk ini, dimana Gereja ada dan hidup di dalamnya, hendaklah dapat menjadi “garam dan terang dunia” sehingga kehadiran Gereja dan Kristen menjadi jelas dan berarti serta diterima ditengah-tengah kehidupan masyarakat[8]. Dialog dalam bentuk aksi bersama terhadap masalah-masalah kemanusiaan merupakan bentuk perjumpaan yang relevan dan efektif dalam masyarakat yang majemuk ini. Penginjilan dengan semangat eksklusif dengan tujuan pertambahan jumlah orang Kristen dan tidak memperhatikan konteks masyarakat disekitarnya bukanlah bentuk yang relevan, malah akan membawa ketegangan antarumat yang kontraproduktif bagi pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Hakikat misi Kristen seharusnya menghadirkan damai Allah dalam dunia khususnya Indonesia dimana kita hidup bersama dalam kepelbagaian dan keragaman yang merupakan ciptaan-Nya. Jika kita mengaku sebagai pengikut Kristus, maka kita seharusnya mengikuti teladan-Nya ketika Ia masih berada di dunia ini. Misionaris Kristen selayaknya orang-orang yang rendah hati yang menjalankan misinya tidak hanya kepada dan untuk dunia, tetapi juga bersama-sama dengan dunia dalam kepelbagaian agama dan ideologi.[9]

Wajah misi Kristen bukanlah memperluas dan membangun Gereja yang megah, menarik orang dari agama lain maupun agama sendiri menjadi kelompok denominasinya atau menjadi orang Kristen yang fanatik dan eksklusif. Misi Kristen hendaknya dikembalikan dengan pola pikir (mindset) dan cara pandang yang baru terhadap interpretasi pesan-pesan Alkitab. Misi Kristen selayaknya memiliki blue print terhadap konteks solidaritas kemanusiaan dan komunikasi interkultural.[10]

Orang Kristen Indonesia turut prihatin terhadap situasi kemiskinan dan pengangguran serta mau menjadi bagian dari pergumulan orang di luar kekristenan. Bukankah Yesus Kristus selalu hadir, memanggil dan mengutus siapapun kita dalam pesannya bahwa apa yang kita lakukan atau tidak lakukan untuk orang yang paling hina berarti kita melakukan atau tidak melakukan juga untuk-Nya (Mat 25:40;45). Konsep dan pemahaman Misi Kristen ini selanjutnya diimpelementasikan dan dibuat suatu  aksi. Misi yang digunakan adalah misi yang relevan dan efektif dalam masyarakat Indonesia yang Pluralis, Misi Rekonsiliasi dengan dialog sebagai jembatan untuk melaksanakan program-program. Aksi yang dilakukan gereja termasuk warga jemaat di dalamnya memiliki kredibilitas jika penerapannya selain bertujuan keluar (eksternal) juga harus melakukan aksi ke dalam dirinya sendiri (internal), dengan uraian sebagai berikut:

 1.4.1.      Internal

1. Pembangunan jemaat dengan konsepsi identitas yang misioner, mengikut sertakan jemaat secara total dalam merumuskan identitas sehingga jemaat tertarik untuk melakukan program-program yang telah dirumuskan bersama. Jemaat yang vital ini berperan untuk mewujudkan tugas misi ditengah-tengah masyarakat.

2. Membentuk jaringan Gereja lokal maupun global, relasi yang bersifat Gereja dengan Gereja baik lokal maupun global dalam suatu jaringan kemitraan dan solidaritas akan membantu pelaksanaan misi yang bersifat universal.

3. Memperbahurui pemahaman misi sesuai pesan Alkitab, pola pikir dan cara pandang jemaat dalam menginterpretasi pesan-pesan Alkitab mempengaruhi sejauh mana bentuk misi yang relevan dan efektif dalam masyarakat yang pluralis.

4. Meningkatkan kualiatas para missioner, dalam rangka dialog umat Kristen dengan umat beragama lain tidak hanya diperlukan pemahaman tentang agama sendiri melainkan dibutuhkan juga pemahaman tentang agama-agama lain agar dialog dapat berjalan efektif dan produktif, hal ini dapat dilakukan oleh pemimpin maupun para missioner yang memiliki latar belakang intelektual yang baik.

1.4.2.      Eksternal

1. Intensifikasi dan ekstensifikasi dialog dalam pluralitas, dialog dilaksanakan dalam bentuk aksi bersama selayaknya berlangsung dengan lintas agama, lintas budaya maupun lintas kelompok sebagai mitra dialog dalam mengatasi masalah-masalah bersama yaitu kemanusiaan seperti kemiskinan, keadilan yang merupakan realitas masyarakat Indonesia.

2. Membentuk yayasan sosial dan membantu LSM, tujuan pembentukan yayasan sosial adalah dalam rangka membantu orang yang kurang mampu untuk memperoleh pendidikan yang memadai. Misi Gereja seharusnya juga membantu Lembaga Sosial Masyarakat dalam memperjuangkan tema-tema kemanusiaan, keadilan, advokasi hak-hak rakyat yang lemah yang sejalan dengan misi Kristen.

3. Menciptakan lapangan kerja, membantu menyalurkan dan membekalinya dengan mendidik masyarakat marjinal dengan program siap pakai dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4. Menolong orang agar terhindar dari wabah penyakit disekitarnya, ikut prihatin dengan melaksanakan aksi bersama masyarakat memberantas wabah penyakit menular seperti: wabah demam berdarah, flu burung dan lainnya. Termasuk didalamnya menyadarkan warga masyarakat tentang bahaya penggunaan Obat terlarang (Napza) dan pemahaman tentang bahaya AIDS.

5. Menjaga kelestarian lingkungan, Gereja memberi pengertian kepada warganya agar mengusahakan kebutuhan sehari-hari dengan bersikap sayang dan ramah kepada lingkungannya, agar tidak terjadi bencana bagi masyarakat akibat pembakaran dan perusakan hutan, pencemaran air maupun udara atau lainnya.

6. Mengapresiasi budaya setempat, Misi yang kontekstual berarti menempatkan diri dalam suatu proses berbudaya, oleh karena itu refleksi penghargaan kita terhadap budaya dalam kehidupan berjemaat dapat dilaksanakan dalm bentuk penggunaan musik Gereja dan pengembangan liturgi dalam suatu bentuk budaya tertentu (setempat).

1.5. Pengharapan Orang Kristen

1.5.1.      Setelah Kematian Yesus

Di dalam hidup sekarang ini mata harapan orang Kristen harus diarahkan kepada puncak harapannya yaitu kepada apa yang akan terjadi pada akhir zaman dan jikalau Tuhan Yesus telah datang kembali. Di kayu salib Tuhan Yesus berjanji kepada penjahat yang percaya kepadaNya: "Aku berkata kepadamu sesungguhnya hari ini juga engkau akan bersama-sama dengan Aku di dalam firdaus" (Luk. 23:44). Kata-kata ini dengan jelas menunjukkan bahwa setelah mati bagi orang yang beriman ada perhentian ada kegirangan dan ketentraman. Sekalipun demikian Alkitab senantiasa menekankan bahwa kesempurnaan ketentraman keselamatan, kegirangan serta perhentian baru akan dikaruniakan kelak pada akhir zaman, jikalau Tuhan Yesus telah datang kembali. Oleh karena itu sekalipun setelah mati sudah ada keselamatan, namun harapan orang kristen tidak boleh berhenti di situ yang harapannya di dalam hidup hanya berhenti pada harapan setelah mati itu. Perhatiannya hanya diarahkan kepada tingkatan keselamatan yang lebih dekat dan lebih rendah. Di dalam perjanjian baru tidak ada harapan kepada keselamatan setelah mati yang dilepaskan atau dipisahkan dari pada harapan pada kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.[11]

1.5.2.      Kedatangan Kembali Yesus

Di dalam Alkitab mengungkapkan kedatangan kedua kali atau kedatangan kembali yang dipakai untuk mengungkapkan kedatangan Tuhan Yesus pada akhir zaman, tidak ada. Dalam ajaran agama kristen kedatangan yesus biasa disebut kedatangannya yang kedua kali atau kedatangannya kembali. Dalam ajaran Kristen kedatangan Kristus biasa disebut kedatangannya yang kedua kali atau kedatangannya kembali. Ketika ia datang di dalam daging atau menjadi Manusia masih banyak hal yang dirahasiakan sehingga banyak orang yang tidak tahu siapa sebenarnya dia itu titik banyak orang yang tersandung kepadanya, dan lain sebagainya. Akan tetapi kedatangannya yang kedua kali itu akan terjadi di dalam kemuliaan (1 Tes. 3:13, 4:15). Maka segala rahasia pada waktu itu akan terbuka, kedatangannya dalam kemuliaan itu akan disaksikan oleh seluruh orang di dunia. Sebab kedatangan Kristus yang kedua kali ini untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati dan segala perbuatan orang akan diungkap sebagaimana keadaannya.[12]

II.                Kesimpulan

Misi lebih luas dari aktivitas gereja.Missio Dei istilah yang diberikan oleh Karl Hartenstein tahun 1934 dipakai dalam konferensi WILLINGEN untuk menekankan misi adalah milik Allah dan bukan gereja. Misi sebagai aksi di dalam pengharapan Berbicara mengenai Misi sebagai aksi di dalam pengharapan tentunya tak akan lepas dari yang namanya Eskatologi, yang di mana pada abad ke-19 Pembahasan mengenai Eskatologi hampir tidak ada karena kebanyakan hanya membahas tentang teologi Liberal, namun mendapatkan perhatian pada abad ke-20 pertama-tama melalui Protestanisme kemudian Katolisisme. Meskipun pada kenyataan orang Kristen mula-mula yakin bahwa, di dalam Kristus, sejarah telah memasuki suatu arus yang belum pernah terjadi sehingga, karena memang masa depan sudah menerobos ke masa kini, mereka berharap untuk menyaksikan peristiwa-peristiwa yang bahkan lebih besar dari pada apa yang telah mereka alami. Pertama, mewartakan kerajaan Bapa yakni misi iman dalam aksi, kedua mengambil bagian dalam kehidupan putera yakni misi kasih dalam aksi, dan yang ketiga memberi kesaksian tentang roh kudus yakni misi sebagai aksi dalam pengharapan. Dialog dalam bentuk aksi bersama terhadap masalah-masalah kemanusiaan merupakan bentuk perjumpaan yang relevan dan efektif dalam masyarakat yang majemuk ini. Wajah misi Kristen bukanlah memperluas dan membangun Gereja yang megah, menarik orang dari agama lain maupun agama sendiri menjadi kelompok denominasinya atau menjadi orang Kristen yang fanatik dan eksklusif. Ketika ia datang di dalam daging atau menjadi Manusia masih banyak hal yang dirahasiakan sehingga banyak orang yang tidak tahu siapa sebenarnya dia itu titik banyak orang yang tersandung kepadanya, dan lain sebagainya. Sebab kedatangan Kristus yang kedua kali ini untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati dan segala perbuatan orang akan diungkap sebagaimana keadaannya.

 

III.             Daftar Pustaka

A. Scott Moreau, “Mission and Missions” dalam Evangelical Dictionary of World Missions, Grand Rapids:Baker Books, 2000.

David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1997.

David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2006.

Edmund Woga, Dasar-dasar Missiologi, Yogyakarta: KANSIUS, 2002.

Edmund Woga, Misi Missiologi, & Evangelisasi di Indonesia, Yogyakarta: KANSIUS, 2009.

Nicholas J Wolly, Perjumpaan di Serambi Iman, Jakarta: BPK-GM, 2008.

Otto Hentz, Pengharapan Kristen, (Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka, Pemurnian, Keabadian, Penghakiman), Yogyakarta: KANSIUS, 2005.

Tormod Engelsviken & Erling Lundeby, The Church Going Local, Mission and Globalisation, British: Regnum Book International, 2011.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online



[1] A. Scott Moreau, “Mission and Missions” dalam Evangelical Dictionary of World Missions (Grand Rapids:Baker Books, 2000), 637.

[2]David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen (Jakarta: BPK-GM, 1997), 565-765.

[3]Kamus Besar Bahasa Indonesia Online

[4]Otto Hentz, Pengharapan Kristen, (Kebebasan, Kerajaan Allah, Akhir Zaman, Kematian, Kebangkitan, Neraka, Pemurnian, Keabadian, Penghakiman), (Yogyakarta: KANSIUS, 2005), 26.

[5]David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2006), 765-767.

[6]Nicholas J Wolly, Perjumpaan di Serambi Iman, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 328

[7] Ron Sider, “Bagaimana Jika Injil Adalah Kabar Baik?” dalam Misi Menurut Perspektif Alkitab, 120.

[8]Edmund Woga, Dasar-dasar Missiologi, (Yogyakarta: KANSIUS, 2002), 185

[9]Edmund Woga, Misi Missiologi, & Evangelisasi di Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), 94.

[10]Tormod Engelsviken & Erling Lundeby, The Church Going Local, Mission and Globalisation, (British: Regnum Book International, 2011), 60.

[11] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK GM, 2007), 475-476.

[12] Ibid.. 479.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya