Sejarah Kekristenan di Thailand
Siam
(Thailand) memegang teguh Theravada
yaitu cabang tertua dan murni dari agama Buddha. Penyebab penderitaan adalah
keinginan atau nafsu. Sementara pembebasan dari penderitaan diperoleh melalui
Jalan Mulia Ganda Delapan: yaitu pengetahuan benar, sikap benar, perkataan
benar, kelakuan benar, hidup benar, usaha benar, kesadaran benar dan ketenangan
benar. Menurut agama Buddha Theravada, hanya biarawan (Bhikshu) yang dapat
mencapai "nirvarna", yaitu
akhir dari segala penderitaan. Karenanya para biarawan sangat dihormati.[1]
1.2. Awal Penginjilan dan
sambutan Penduduk
Sampai
abad 13 Muang Thai masuk kepada kerajaan Mon Khmer (Vietnam), namun pengaruh
imigrasi suku-suku dari Tiongkok Selatan ke Laos dan Kamboja mendorong suku
Thai berhasil mendirikan kerajaan Muang Thai. Sampai tahun 1932, Muang Thai
dipimpin oleh seorang raja, tetapi tahun 1933 negara ini telah berhasil
menciptakan suatu konstitusi baru dengan membentuk suatu pemerintahan yang
demokratis. Bentuk pemerintahan inilah yang berlangsung sampai sekarang.
Penting dicatat bahwa negara ini tidak pernah mempunyai pengalaman terjajah
sebagaimana negara Aaia Tenggara umumnya. Lembaga misi pertama yang bekerja di
Muang Thai (Thailand) adalah ABCFM yang bekerja tahun 1831, kemudian oleh Misi
Baptis Amerika tahun 1833 dan Presbiterian tahun 1840, Ketiga lembaga misi ini
sampai tahun mereka tekerja di Thailand tidak berhasil membaptiskan satupun
orang Thailand menjadi Kristen.[2]
Kekristenan
di Siam dimulai oleh Society of Foreign
Missions of Paris sejak abad ke-17 yang kemudian pada tahun 1912 memiliki
36.000 pengikut, sementara Protestanisme masuk pada abad ke-19 dan secara luas
disebarkan oleh American Presbyterians
(Presbiterian Amerika) yang secara angka lebih lemah dari pada Roma Katolik.[3]
Sejak semula orang-orang yang bekerja di Siam tidak melihat apapun kecuali
keputusasaan, dengan banyak orang mati karena penyakit yang merajalela di
seluruh negeri itu. Jadi banyak pekerjaan mula-mula itu adalah di antara orang
Cina, dan buah pertama dari penginjilan di Thailand adalah orang-orang percaya
yang etnis Cina terutama karena sasaran pekabaran Injil adalah ke Cina dan
orang-orang Thailand etnis Cina di harapkan menjadi penopang misi ke Cina. Bisa
dikatakan bahwa utusan Injil Protestan pertama yang benar-benar masuk di
Thailand adalah Carl Gutzlaff, seorang Jerman yang datang dengan biayanya
sendiri, dan Jacob Tomlin, seorang Inggris dari London Misstonary Soctety (LMS). Mereka tiba pada 23 Agustus 1828.
Mereka berhasil menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Siam. Karena sakit, Carl
Gutzlaff meninggalkan daerah itu selama empat tahun. Tomlin pun meninggalkan
Siam berkumpul dengan keluarganya. Kedua utusan ini menghimbau LMS untuk
membuka pekerjaan di sana.[4]
1.3. KeKristenan di
Thailand
1.3.1.
Pengkabaran
Injil Khatolik Roma ke Thailand
Orang
Kristen pertama yang masuk ke Thailand adalah para Pastor Katolik yang
menyertai seorang duta bernama Alfonso De Albuquerque pada tahun 1511, terapi
unusan Injil yang menetap pertama kali tampaknya tiba tahun 1555. Mereka diikuti
pada tahun 1662 oleh Uskup De La Motte, yang tiba bersama dengan dua orang
Pastor Perancis lainnya yang mendirikan markas besarnya di daerah yang kemudian
menjadi ibu kota, Avutva. Mereka adalah para utusan Injil pertama dari lembaga
misi yang buru berdiri, "Penancis Foreign Afixniorary Society" dan
misi ini telah melanjutkan bekerja di Thailand tanpa berhenti selama tiga ratus
tahun.[5]
Abad
17, 18 dan abad ke-19 yang ditandai dengan pergantian periode antara toleransi
dan penganiayaan misionaris oleh para penguasa Siam.[6]
Orang-orang Katolik secara tradisional telah memberikan penekanan yang besar
kepada sekolah-sekolah dan biara biara untuk biarwati, kebanyakan berpusat di
sekitar Bangkok. Pada awal abad ke-20, ada sekitar 23.000 penganut Katolik, 55
Gereja dan Kapel, perwakilan darn ordo monastik, dan lembaga-lembaua sosial dan
pendidikan (panti asuhan sekolah dan seminari dan perguruan tinggi). Banyak
misionaris Katolik Roma tiba di Paruh pertama abad ke-20.[7]
1.3.2.
Pengkabaran
Injil Protestan ke Thailand
Para
utusan Injil Protestan yang masuk
ke Thailand adalah Carl Gutzlaff,
seorang Jerman datang dengan biayanya sendiri,
dan Jaocob Tomlin, seorang Inggria dari London
Missonary Society. Mereka tiba di Siam pada 23 Agustus 1828.[8]
Mereka disambut
baik oleh duta basar Portugis, anggota Gereja Katolik Roma. Mereka berkunjung ke
sebuah kuil Cina dan berbicara dengan seorang imam Buddha. Ketika mereka
berkhotbah orang banyak berkumpul mendengarkan Injil. Tetapi hasil pekabaran
Injil Protestan menghasilkan reaksi keras, antara lain dari umat Katolik. Akibarnya Gutzlaff dan Tomlin disuruh pergi,
tetapi kemudian mereka diberi izin tinggal tetap di Siam, dengan syarat bahwa
mereka tidak mengedarkan buku di antara bangsa Thai.[9]
American Baptist
Mission adalah misi yang selanjutnya memasuki
Thailand. Prioritas utama Jones adalah menginjili suku bangsa Thai.[10]
Selama dua puluh tahun ia menerjemahkan Alkitab dan memperbaiki terjemahan
Alkitab dalam bahasa Thai. Penerjemahan Alkitah dianggapnya sebagai langkah
pertama yang sangat perlu dalam pekabaran Injil. Jones juga melayani jemaat
Cina yang didirikan sebagai hasil pelayanan Gutzlaff. Keluarga Jones datang dari Burma, sesudah ada
panggilan yang dikirim oleh Gutzlaff dan Tomlin. Pekerjaan mereka diantara orang
Siam tidak pernah berkembang dan berhenti sekitar abad ke 19. Walaupun demikian, American Baptist Mission telah kembali
mencurahkan perhatian pada Thailand pada tahun-tahun terakhir ini dengan
pekerjaan mereka yang paling membuahkan hasil adalah di antara suku Karen di
sebelah utara.[11]
Periode penyebaran misi di Thailand dan
hari-hari permulaan dari pekerjaan Presbiterian adalah sama. Pada tahun I867,
orang Presbiterian menjangkau daerah utara Jauh dan memulai Injill di
Chiangmai. Di sana pekerjaan yang mendalam dari Roh Kudus melahirkan
Gereje-gereja di provinsi Chiangmai dan Chiengrai, yang sekarang merupakan inti
dari pekerjaan Preabiterian di negeri itu.
Pada
tahun 1928 beberapa anggota dari Christian
and Mistionany Aliance di Kamboja mereka didorong oleh Tuhan untuk masuk ke
Thailand. Seluruh bagian sebelah timur daerah itu masih belum mempunyai saksi
Injil, walaupun pekerjaan misi telah dilaksanakan di Thailand selama seratus
tahun. Maka pada 1 Januari 1929, pos pertama mereka dibuka di Ubon, di provinsi
terbesar diluar Bangkok yang saat ini mencakup lebih dari sejuta orang. Selama
dua belas tahun berikutnya, lima pos lainnya dibuka ketika para pekerja tiba,
tetapi tanggapannya lambat dan hanya delapan puluh lima orang yang bertobat
yang dibaptis.[12]
1.4. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi keKristenan
1.4.1.
Faktor
Pendorong
1. Latar
belakang animistik sebagai kepercayaan non-permanen dari suku Lao membuat
mereka lebih terbuka terhadap Kekristenan. [13]
2. Kebijakan
McGilvary yaitu lebih menekankan penginjilan langsung dari pada pelayanan medis
atau pendidikan, sehingga Injil tetap menjadi arah yang utama yang harus
dikerjakan
3. Pendidikan
dan pelayanan medis menjadi sarana untuk mendekati masyarakat dan bahkan juga
menarik perhatian untuk mendukung keberanian para misionaris.[14]
1.4.2.
Faktor
Penghambat
1. Thailand
sudah memiliki agama permanen sebelum masuknya Kekristenan yaitu Buddha dari
aliran Theravada yang memang lebih solid, dengan persentase masyarakat
animistik yang sedikit.[15]
Hal ini mendorong pertentangan yang kuat dari imam Buddha terhadap Kekristenan
2. Kegagalan
utuk memberitakan kuasa Kristus untuk
melepaskan manusia dari ikatan roh-roh jahat.[16]
3. Bangsa
Thai adalah orang yang bersifat sopan tetapi kurang sedia menerima ide-ide
baru.
4. Pekabaran
Injil lain jatuh atau meninggal dunia setelah melayani beberapa tahun di Siam,
terutama karena wabah-wabah penyakit yang terjadi, seperti kolera tahun 1847.[17]
1.5.Tokoh-tokoh keKristenan
di Thailand
1.
Kosuke Koyama
Kosuke Koyama lahir di Tokyo pada
tahun 1929. Setelah mencapai gelarnya yang pertama di Tokyo ia melanjutkan
study di Amerika Serikat pada tahun 1959 mendapat gelar doctor dari Princeton
Theological Seminary. Pada tahun 1961- 1969 ia menjadi missionaris di Thailand
dan mengajar pada seminary di sana. Koyama terkenal karena bukunya water
buffalo Theology (Teologi Kerbau), yang terbit pada tahun 1974. Dalam
perjalanan menuju gereja jemaat pedesaan untuk berkhotbah, ia melihat
kerbau-kerbau di sawah. Ia mengingatkan bagaimana umatnya melangsungkan hidup
mereka. Khotbahnya harus dimulai dari jemaatnya.” Dari percakapan tentang
situasi umat manusia, aku lalu memperkenalkan Allah dalam situasi manusia yang
nyata ini”. Ia mengambil keputusan harus menempatkan pemikiran-pemikiran
teologi agung seperti Thomas dari Aquino dan Barth pada tempat kedua sesudah
kebutuhan-kebutuhan para petani. Ia memprioritaskan petani-petani di atas
Aquino dan Barth, karena ia berkhotbah di Thailand dan bukan di Italia atau
Swis.[18]
2.
Carlz
Guzlaff
Gutzlaff
lahir di Jerman pada tahun 1803 dan
bersekolah di Basel dan Berlin. Pada awal usia 20 tahun, ia dikirim oleh Netherlands Missionary Society sebagai
misionaris di Indonesia. Di sana, ia mulai bekerja dengan para pengungsi
Tiongkok, meskipun tanpa persetujuan dari lembaga pengirimnya, yang akhirnya
berujung pada kemundurannya dari lembaga tersebut setelah bergabung selama dua
tahun. Gutzlaff pun menjadi pelayan yang independen (tidak terikat dengan
organisasi mana pun). Sebagai misionaris paruh waktu, Gutzlaff menikmati
kebebasannya. Dari Indonesia, dia pergi ke Bangkok, Thailand, di mana ia
mengenakan pakaian penduduk asli dan hidup seperti adat penduduk asli. Selama 3
tahun tinggal di sana, dia dan istrinya menyadari menakjubkannya menerjemahkan
seluruh Alkitab ke dalam bahasa orang Siam dan sebagian Alkitab dalam bahasa
Kamboja dan Laos. Keberadaannya di Thailand tidak lama, karena istri dan bayi
perempuannya meninggal, juga karena dia sendiri menderita sakit.[19]
3.
Leon B. Gold
Ia adalah seorang dari Australia,
memulai karier sebagai misionaris di daerah dataran tinggi disebelah utara
Thailand pada tahun 1954 dengan Overseas
Missionary Fellowship. Belakangan pindah ke Christian and Missionary Alliance, dia meneruskan penginjilan
selama beberapa tahun dan kemudian memulai pelayanan siaran-siaran Inji yang
direkam untuk stasiun radio Febc. Pada tahun 1968, Gold dipinjamkan oleh
Alliansi ke Febc untuk mendirikan studio rekaman dan pelayanan di Bangkok,
Thailand. Pelayanan ini mengkoordinir siaran-siaran Injil dan menolong
penginjil melalui film dengan mengisi suara pada rekaman suara dari film-film
kedalam bahasa –bahasa Thailand.[20]
1.6.Karya-karya Badan Zending
1.6.1.
Bidang
Penginjilan
1.6.1.1. London Missionary Society (LMS)
Para utusan Injil Protestan yang benar-benar masuk di Thailand
adalah Carl Gutzlaff[21], seorang Jerman datang
dengan biayanya sendiri, dan Jacob Tomlin[22], seorang Inggris dari London Missionary Society. Mereka tiba
di Siam pada 23 Agustus 1828.[23] Mereka disambut baik oleh
duta besar Portugis, anggota Gereja Katolik Roma. Menteri luar negeri memberi
izin kepada kedua pekabar Injil untuk bertempat tinggal di Bangkok dan
mengabarkan Injil kepada bangsa Cina.[24] Dalam jangka waktu enam
bulan setelah tiba, mereka menerjemahkan keempat kitab Injil dan kitab Roma ke
dalam bahasa Siam, dan melanjutkan dengan membuat sebuah kamus Inggris-Siam
sampai huruf “R”. Gutzlaf dan Tomlin mengedarkan Alkitab dan buku-buku Kristen
dalam bahasa Cina bersama dengan obat-obat sederhana. Mereka berkunjung ke
sebuah kuil Cina dan berbicara dengan seorang imam Buddha. Ketika mereka
berkhotbah orang banyak berkumpul mendengarkan Injil. Tetapi hasil pekabaran
Injil Protestan menghasilkan reaksi keras, antara lain dari umat Katolik.
Akibatnya Gutzlaf dan Tomlin disuruh pergi, tetapi kemudian mereka diberi izin
tinggal tetap di Siam, dengan syarat bahwa mereka tidak mengedarkan buku di
antara bangsa Thai.[25]
Setelah satu tahun, pada bulan Desember 1829 Gutzlaf pergi ke
Singapura untuk mencetak beberapa dari terjemahannya. Di sana dia menikah
dengan Maria Newell dan bersama-sama kembali ke Bangkok pada bulan Februari
1830.[26] Dalam satu tahun mereka
selesai menerjemahkan Alkitab lengkap ke dalam bahasa Siam dan juga
menerjemahkan bagian-bagian Alkitab lengkap ke dalam bahasa-bahasa Laos dan
Kamboja. Tetapi tragisnya iklim tropis dan penyakit merenggut jiwa ibu Gutzlaf,
dan Carl Gutzlaf juga meninggalkan daerah itu karena kesehatan dalam waktu empat
tahun. Tomlin juga meninggalkan Siam untuk terakhir kalinya pada bulan Januari
1832 untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.
1.6.1.2. American Baptist Mission
American Baptist Mission adalah misi yang selanjutnya memasuki
Thailand. Pekerjaan pertama mereka adalah Bapak dan Ibu John T. Jones yang tiba
pada tahun 1833. Prioritas utama Jones adalah menginjili suku bangsa Thai.[27]
Selama dua puluh tahun ia menerjemahkan Alkitab dan memperbaiki terjemahan
Alkitab dalam bahasa Thai. Penerjemahan Alkitab dianggapnya sebagai langkah
pertama yang sangat perlu dalam pekabaran Injil. Jones juga melayani jemaat
Cina yang didirikan sebagai hasil pelayanan Gutzlaff. Menurut pengalaman Jones,
bangsa Cina lebih terbuka terhadap Injil ketimbang bangsa Thai. Empat orang
Cina dibaptis pada tahun 1834, salah satu dari mereka adalah Boon Tee yang
segera diangkat menjadi penginjil pembantu. Akan tetapi, Boon kemudian
meninggalkan iman Kristen karena kecanduan Opium. Dan gereja pertama mereka
didirikan pada tahun 1837 (Gereja Chinese Maitri Chit Baptist saat ini adalah
Gereja Protestan pertama yang didirikan di tempat lain di Timur jauh dan masih
berkembang). Keluarga Jones datang dari Burma, sesudah ada panggilan yang
dikirim oleh Gutzlaff dan Tomlin. Pekerjaan mereka diantara orang Siam tidak
pernah berkembang dan berhenti sekitar abad ke 19.
Walaupun demikian, American
Baptist Mission telah kembali mencurahkan perhatian pada Thailand pada tahun-tahun
terakhir ini dengan pekerjaan mereka yang paling membuahkan hasil adalah di
antara suku Karen di sebelah utara. Media komunikasi dipakai secara luas
sebagai alat pekabaran Injil. Pada tahun 1959, Gereja Baptis Selatan membuka
Film yang dirilis dengan bahasa Thai. Pada tahun 1970-an, tiga film Thai
diciptakan
berdasarkan perumpamaan Yesus. Film-film produksi Baptis dipergunakan secara
luas oleh semua denominasi dalam pekabaran Injil. Mulai tahun 1961 siaran
televisi dan radio juga dipakai sebagai sarana Pekabaran Injil. Pada tahun 1983
acara Kristen disiarkan oleh 49 pemancar radio. Pada tahun 1990 dilaporkan
empat studio radio penyiaran Kristen sedang membuat acara baik dalam bahasa
Thailand maupun dalam bahasa-bahasa suku. Kaset-kaset audio juga dipakai
sebagai alat pengkabaran Inji di desa. Badan penerbit buku Kristen, terutama
CLC dan OMF telah menerbitkan lebih dari seribu judul buku hingga tahun 1985.
Beberapa surat kabar memasukkan artikel atau kartun Kristen.
1.6.1.3. American Presbiteryan
Tiga puluh tiga tahun pertama dari pekerjaan misi Presbiterian di
Bangkok, dipusatkan di Bangkok, diikuti dengan penjangkauan yang bertahap ke
daerah-daerah lain sebagai hasil dari beban yang ada pada perintis-perintis
seperti Drs. Danile McGilvary dan W. C. Dodd. Periode penyebaran misi di
Thailand dan hari-hari permulaan dari pekerjaan Presbiterian adalah sama. Pada
tahun 1867, orang Presbiterian menjangkau daerah utara jauh dan memulai Injil
di Chiangmai. Di sana pekerjaan yang mendalam dari Roh Kudus melahirkan
gereja-gereja di provinsi Chiangmai dan Chiengrai, yang sekarang merupakan inti
dari pekerjaan Presbiterian di negeri itu. Di daerah itu saat ini ada pusat
rehabilitas lepra yang besar, sebuah seminari teologi, sebuah sekolah pelatihan
jururawat, sekolah dasar dan sekolah menengah, dan sebuah rumah sakit. Dari
pekerjaan misi di Presbiterian telah tumbuh Church
of Christ di Thailand.
Saat ini beberapa kelompok misi yang lebih kecil juga telah
memasukkan gereja-gereja mereka ke dalam denominasi ini, yang mencakup sekitar
60 persen dari semua orang Protestan di negeri itu. Mereka mendekati pemerintah agar negeri ini tetap terbuka bagi
pemberitaan Injil. Karya mereka ditandai semangat perintisan dan penginjilan
untuk memenangkan jiwa. Di Siam utara yaitu suku Lao, dibaptislah orang Lao
pertama adalah yakni Nan Inta, seorang kepala biara Buddha (1869). McGilvary
menginjili keluarga-keluarga, bukan individu. Penginjilan itu dipriotitaskan,
kemudian STT di dirikan bagi suku Lao.
Para utusan Injil dari semua kelompok di Thailand dapat
bersyukur kepada Allah atas pekerjaan perintisan misi
Presbiterian yang memandang jauh ke depan. Pada masa
permulaan pekerjaan misi di negeri ini, pengaruh mereka terhadap
pemerintah adalah untuk berusaha agar negeri ini tetap terbuka bagi
pemberitaan Injil. Pekerjaan mereka ditandai dengan semangat perintisan dan
Injil untuk memenangkan jiwa yang memberikan dorongan yang kuat
kepada seluruh
pekerjaan Kristus di Thailand. Mereka juga memperkenalkan pengobatan
modern ke Thailand dan beberapa rumah sakit modern masih meneruskan
pekerjaan mula-mula mereka.
1.6.1.4.
Christian and Missionary Alliance
Pada tahun 1928 beberapa anggota dari Christian and Missionary Alliance di Kamboja merasa didorong oleh Tuhan untuk masuk ke Thailand.
Seluruh bagian sebelah timur daerah itu masih belum mempunyai
saksi Injil, walaupun pekerjaan misi telah dilaksanakan di Thailand
selama seratus tahun. Maka pada 1 Januari 1929, pos pertama
mereka dibuka di Ubon, di provinsi terbesar di luar Bangkok yang saat ini
mencakup lebih dari sejuta orang. Selama dua belas tahun
berikutnya, lima pos lainnya dibuka ketika para pekerja tiba, tetäpi
tanggapannya lambat dan hanya delapan puluh lima orang yang bertobat yang
dibaptis.
Kemajuan misi baru yang besar pertama mulai pada tahun 1946, dan yang
kedua pada tahun 1949, dengan pengungsi-pengungsi misi dari Cina. Roh
Allah mulai bekerja. Gereja mulai bertumbuh. Pada tahun 1960 sampai tahun 1968, Kosuke Koyama seorang ahli
teologi Jepang melayani di Thailand yang menekankan kontekstualisasi supaya
Injil ditafsirkan menurut konsep-konsep agama Buddha yang terdapat di Thailand.[28] Jadi
akhirnya, Thailand
yang menderita itu, terbuka bagi Injil dan bagi utusan-utusan. Injilnya seperti yang belum pernah terjadi. Dan
kesempatan-kesempatan yang berkenaan dengan populasi dan juga dengan penerimaan
di Thailand kemungkinan sama besarnya atau bahkan lebih besar daripada yang ada
pada bangsa lain di semenanjung Asia Tenggara yang porak poranda karena perang.
Kepada gereja di
seluruh dunia, Thailand mengeluarkan panggilan Makedonia yang
mendesak untuk pertolongan rohani.[29]
1.6.2.
Bidang
Pendidikan
Kehadiran
bangsa Portugis ke Thai dalam pekabaran Injil ternyata memberikan dampak yang begitu
besar.[30]
Sekolah-sekolah dibangun sebagai jalan penginjilan utama, khususnya oleh misi
Pesbiterian mendapat murid, karena anak laki-laki sudah mendapat pendidikan di
sekolah kuil Buddha, sedangkan pendidikan anak perempuan dianggap kurang cocok.
Pada tahun 1583 baru 27 siswa itu sekolah presbiterian di Bangkok Namun,
pendidikan barat makin lama makindiinginkan oleh bangsa Thai.
1.6.3.
Bidang
Kebudayaan (adat istiadat)
Karya
para Zending dalam bidang kebudayaan secara langsung merupakan konfrontasi
terhadap Buddha karena hidup budaya Thailand yang Buddhis akan terlepas dengan
sendirinya dengan masuknya mereka ke dalam Kristen Namun, tidak ada sumber yang
cukup berarti terhadap pendekatan budaya yang mereka lakukan. Kecuali beberapa
hal diantaranya melakukan pendekatan dengan menggunakan bahasa Siam, contohnya
Jones yang lancar berbahasa Siam, terjemahan-terjemahan buku Kristen dalam
bahasa Siam, juga seperti McGilvary yang dengan ilmu pengetahuan meramalkan
dengan tepat akan terjadi gerhana pada tanggal 17 Agustus 1868, sehingga
buku-buku Buddha terbukti salah.
1.6.4.
Bidang
Kesehatan
Dradley
menyampaikan pengetahuan medis dokter, terutama suntikan untuk mencegah
penyakit (vaksinasi). Dia diberi izin memvaksinasi anggota keluarga istana
kemudian mengajarkan teknik menyuntik kepada dokter-dokter pribadi istana.
Dengan dukungan raja ia membuka balai pengobatan di Bangkok. Dia melaksanakan
amputasi pertama di Siam dengan metode barat, di sebuah biara Buddha. Pelayanan
medis disambut baik oleh raja dan merupakan jalan praktis melayani masyarakat.
Tenaga-tenaga medis pemerintah berjalan-jalan di desa-desa Siam Utara,
memvaksinasi dan mengobati orang sakit, sambil mengabarkan Injil.[31]
III.
Kesimpulan
1.
Kekristenan di
Thailand hadir melalui berbagai aliran, seperti Khatolik Roma, Protestan,
Presbiterian. dll
2.
Kekristenan di
Thailand dipengaruhi dari karya Zending dan perkembangan Kekristenan, bidang
penginjilan, London Missionary Socyeti (LMS) Amercan Baptist Mission
(Northern), American Board of Commmisioners for Foreign Missions (ABCFM).
3.
Metode mereka
adalah lewat pelayanan bidang
pendidikan, bidang kebudayaan/ adat istiadat, serta bidang kesehatan.
IV. Daftar Pustaka
Andreas,
Theologia Curcts in Christian Views on
Suffering in the face of Overhebuting Power and multifasted Religiosty in Asia,Amsterdam,
editor Rokodi, 2001
Hoke Donal E.Sejarah Gereja Asia Vol. II, Malang: Gandum Mas, 2002
Lattourete, Kenneth Scot, A.History
of Christianity Vol. II, London: Herper &
Row publisher, 1975
Sihombing, Sikpan.Sejarah
Gereja Asia, Pematang Siantar: STT HKBP Siantar, 2007
Sukanti, Dwi.Geografi dan Sosiologi,
Jakarta : Ganeca Exact, 2007
Tim Balai Pustaka.Peta
Budaya Dunia, Jakarta : Balai Pustaka, 2013
Ruck,
Anne..Sejarah
Gereja Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997
Sumber lain :
http://bikritis,
Sabda.org/Carl Gutzlaff
http://asrilingnamaku,
blogspot.com/ 2015/11/presentasi-perkembangan-kekristenan-di.html
http://id. Wikipedia.org/wiki/Thailand
[1] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1997), 195
[2] Sikpan Sihombing, Sejarah Gereja Asia, (Pematang Siantar:
STT HKBP Siantar, 2007),85
[3] Kenneth Scot Lattourete,
A History of Christianity Vol. II,
(London: Herper & Row publisher, 1975), 1320
[4] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, (Malang:
Gandum Mas, 2002),375
[5] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 374-375
[6]http://asrilingnamaku, blogspot.com/
2015/11/presentasi-perkembangan-kekristenan-di.html, diakses pada 28 April 2021,
Pukul 15:00 WIB
[7] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 374-375
[8] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 375
[9] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,208
[10] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 376
[11] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,209
[12] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 377-378
[13] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,197
[14] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,213
[15] Kenneth Scot Lattourete,
A History of Christianity Vol. II,
1320
[16] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 372-373
[17] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,196
[18]
Tony Lane, Runtut Pijar (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2016), 277-278.
[19] http://biokristi.sabda.org/karlgutzlaff,
Diakses pada 26 April 2021, pukul 21:00 WIB.
[20]
Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia
Volume 2 (Malang: Gandum Mas, 2009), 359.
[21] Gutzlaff lahir di Jerman pada tahun 1803 dan bersekolah
di Basel dan Berlin. Pada awal usia 20 tahun, ia dikirim oleh Netherlands Missionary Society sebagai
misionaris di Indonesia. Di sana, ia mulai bekerja dengan para pengungsi
Tiongkok, meskipun tanpa persetujuan dari lembaga pengirimnya, yang akhirnya
berujung pada kemundurannya dari lembaga tersebut setelah bergabung selama dua
tahun. Gutzlaff pun menjadi pelayan yang independen (tidak terikat dengan
organisasi mana pun). Sebagai misionaris paruh waktu, Gutzlaff menikmati
kebebasannya. Dari Indonesia, dia pergi ke Bangkok, Thailand, di mana ia
mengenakan pakaian penduduk asli dan hidup seperti adat penduduk asli. Selama 3
tahun tinggal di sana, dia dan istrinya menyadari menakjubkannya menerjemahkan
seluruh Alkitab ke dalam bahasa orang Siam dan sebagian Alkitab dalam bahasa
Kamboja dan Laos. Keberadaannya di Thailand tidak lama, karena istri dan bayi
perempuannya meninggal, juga karena dia sendiri menderita sakit. (http://biokristi.sabda.org/karlgutzlaff,
diakses pada, Senin 27 April 2020, Pukul 20.56).
[22] Jacob Tomlin adalah seorang misionaris Kristen Protestan
yang melayani dengan London Missionary
Society pada akhir Dinasti Qing di Cina. Tomlin dan Karl Gutzlaff adalah
misionaris Protestan pertama yang tinggal di Thailand, tiba di 1828. Setelah
belajar di St John's College Cambridge (BA), Tomlin pada 1826 ditunjuk oleh LMS
ke Melaka. Ia sampai di sana pada 1827 tetapi sering berpindah-pindah di
sekitar wilayah itu. Ia mengunjungi Singapura dan Batavia dan pada Agustus 1828
melanjutkan kunjungan ke Thailand. Tulisannya memberikan gambaran fase perintis
kegiatan misionaris di mana situasi politik yang diberikan kebebasan dan
kebaruan dari pesan dan literatur menarik minat daripada takut. Sementara di
Thailand, trakting acak dan khotbah tidak memiliki prospek membangun sebuah
gereja, tetapi saksi pada Jung Cina dipandang sebagai strategi untuk mencapai
Cina. Ia dikenang karena menjadi salah satu misionaris Protestan awal di
Thailand, meskipun ia hanya sedikit lebih dari pengunjung. Bnd. Andreas,
Theologia Curcis In Christian Views On
Suffering In The Face Of Overhelming Power And Multifaceted Religiosty In Asia (Amsterdam,
Editor Ropodi, 2001), 61-62.
[23] Donald E.
Hoke, Sejarah Gereja
Asia Volume II, 375.
[24] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 208.
[25] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 208.
[26] Donald E.
Hoke, Sejarah Gereja
Asia Volume II, 376.
[27] Donald E.
Hoke, Sejarah Gereja
Asia Volume II, 376.
[28] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, 327.
[29] Donald E.
Hoke, Sejarah Gereja
Asia Volume II, 377-378.
[30] Donal E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol. II, 372-373
[31] Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia,210-211