Misi di Zaman Ini
1.1.Definisi
Misi
Istilah
Misi (Mission) berasal dari bahasa latin “missio” yang diangkat dari kata dasar
“mittere”, yang berkaitan dengan kata
“missum”, yang artinya “to send” (mengirim/mengutus), “act of sending, being sent or delegated by
authority/ persons sent, etc”. padanan dari kata ini dalam bahasa Yunani
ialah “apostello” ini tidak berarti
mengirim/ kirim (pempo) secara umum. Istilah ini lebih berarti mengirim dengan otoritas. Di sini, yang
dikirim diutus dengan otoritas dari yang mengirim, untuk tujuan khusus yang
akan dicapai. Tekanan penting dari “misi atau pengutusan Allah” berbicara
tentang Allah sebagai pengutus, dimana Ia adalah sumber, inisiator,
dinamisator, pelaksana dan penggenap misi-Nya. sebagai sumber misi, landasan
bagi rencana Allah yang kekal ini beranjak dari hati-Nya, dan Ia sendiri berinisiatif
untuk melaksanakan misi-Nya, ditunjang oleh dinamika-Nya (kekuatan/kuasa) guna
melaksanakan dan mencapai misi-Nya tersebut.[1]Misi
adalah termasuk dalam hakikat Gereja dan bukan sekedar salah satu tugas gereja
serta kewajiban Gereja. Misi juga bukan ‘tanda’ atau ‘ciri’ Gereja, melainkan
esensi Gereja itu sendiri.
1.2. Gereja dan Misi
Gereja
ada karena misi Allah dan bukan sebaliknya. Itu berarti, misi menentukan
hakikat dan tujuan keberadaan Gereja di dunia ini sehingga dapat dikatakan
bahwa “Gereja adalah misi” ini mempunyai
arti yang berbeda dengan apa yang biasanya dimaksudkan dengan tugas dan
kewajiban missioner Gereja yang sering kali hanya dianggap sebagai salah satu
kegiatan-kegiatan Gereja. Misi adalah termasuk dalam hakikat Gereja dan bukan
sekedar salah satu tugas gereja serta kewajiban Gereja. Misi juga bukan ‘tanda’
atau ‘ciri’ Gereja, melainkan esensi Gereja itu sendiri. Gereja adalah Gereja
bila seluruh kehidupannya merupakan misi dan bersumber dari misi Allah yang mewujudkan
dalam Misi Penciptaan, Misi Pembebasan, Misi Kehambaan, Misi Rekonsiliasi, dan
Misi Kerajaan Allah.[2]
Karena Allah adalah Allah yang missioner, maka umat Allah juga harus umat yang
missioner. Karena Gereja dan misi menjadi satu dan bersama-sama sejak dari
permulaan, maka tidak mungkin ada sebuah Gereja tanpa misi atau misi tanpa
Gereja.[3]
Gereja
adalah persekutuan orang percaya yang di panggil oleh Allah yang diutus untuk
menghadirkan kerajaan Allah yang di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja
juga dikenal sebagai suatu organisme yang senantiasa tumbuh dan berkembang.
Gereja sebagai persekutuan sekaligus sebagai suatu organisme pada saat ini
merupakan wujud atau hasil perkembangan dari jemaat Kristen mula-mula (Kis.
2:41-47) yang lahir dari sebuah gerakan sosial keagamaan yang dipelopori oleh
Yesus di mulai dari gerakan sosial keagamaan hingga kepada sebuah jemaat
kristen perdana yang kemudian melalui perjalanan panjang berabad-abad
persekutuan orang-orang percaya ini mengalami perkembangan hingga berbentuk
gereja seperti pada sekarang ini. Gereja sebagai organisme yang hidup merupakan
karya Roh kudus yang juga melibatkan peran serta orang-orang percaya. Keberadaan
gereja juga dipahami sebagai bagian dari dunia bagian dari zaman yang
berkembang bagian dari suatu tempat dimana ia berada dan bagian dari masyrakat
dunia, hal-hal ini disebut juga dengan konteks. Gereja sebagai organisme yang
hidup tidak bisa terlepas dari konteks, artinya gereja akan dapat terus hidup
apabila gereja terus merspon konteksnya. Gereja perlu berdialog dengan
konteksnya, karena konteks senantiasa berubah. Dengan demikian Gereja di tuntut
untuk selalu dinamis menyiapkan perubahan-perubahan yang ada, hal ini bertujuan
agar gereja dapat menghadirkan damai sejahtera dari Allah untuk dunia.[4]
1.3. Gereja Bermisi di Zaman Ini
Dalam
pencapaiannya, gereja diutus oleh Tuhan Yesus ke dalam dunia menjadi garam dan
terang dunia. Dalam interaksinya dengan dunia dan bagaimana mengaitkannya
dengan misi masa kini. Hidup diperhadapkan dengan berbagai masalah sosial
lainnya, soal ekonomi, politik, pendidikan, dan berbagai masalah sosial.
Kemudian disangkutkan dengan hal pelayanan misi yang bersumber dari Injil dan
merupakan bagian penting dari suatu sisi, gereja dipanggil menjadi terang.
Pertumbuhan gereja dapat dicapai melalui perpindahan jemaat, maupun misi
penginjilan. Gereja bukan hanya sebagai salah satu cara menambah jumlah jemaat
maupun dipandang sebagai penemuan Amnat Agung. Gereja tidak boleh melalaikan
peran aktifnya di bidang sosial, gereja harus memberikan pengaruh yang positif
(garam dan terang) dalam kehidupan bermasyarakat.
Terkadang
gereja atau orang Kristen secara salah menganggap perkabaran Injil hanya
berkenan dengan kerohanian personal dan tidak berkenan dengan kehidupan
sekuler, sehingga tidak merasa berkewajiban untuk memikirkan tanggung jawab
sosialnya, sejatinya perkabaran Injil terintegrasi dalam seluruh aspek
kehidupan temasuk bidang sosial yang lebih baik bagi masyarakat dimana ia
berada.[5]
Pemahaman
Gereja Misioner tidak menjamin Gereja itu sendiri menjadi Misioner, tetapi
untuk menjadi gereja missioner diperlukan suatu konsep atau pemahaman. Dalam
situasi krisis, pemahaman Gereja Misioner yang Relevan dan Kontekstual harus
dibangun dengan suatu rekonstruksi pemahaman misi Gereja. Suatu rekonstruksi
mengandaikan adanya suatu konstruksi atau bangunan lama yang tidak harus
dirobohkan sama sekali dan dibuang karena sudah tidak ada gunanya. Bangunan dan
kontruksi lama itu masih diperlukan dan dapat dipakai, tetapi harus dibongkar
ulang. Demikian juga dengan pemahaman misi Gereja warisan masa lalu itu perlu
direkonstruksi menjadi pemahaman misi baru yang konstektual.[6]
1.4.
Misi di Zaman Ini
Dalam
buku yang ditulis Norman E. Thomas, beliau melampirkan tulisan yang apabila
diterjemahkan demikian:
“Kristus tidak mempunyai tangan kecuali tangan kita, untuk melaksanakan
pekerjaan-Nya saat ini; Ia tidak mempunyai kaki kecuali kaki kita untuk membawa
manusia ke jalan-Nya; Ia tidak mempunyai mulut kecuali mulut kita Untuk
memberitakan kepada manusia bagaimana Ia telah mati; Untuk membawa mereka ke
sisi-Nya”.[7]
Kewajiban missioner Gereja berasal dari kasih Allah dalam hubungannya yang
aktif dengan umat manusia.
Oleh
karena Allah mengirimkan Anak-Nya, Yesus Kristus, untuk mencari, dan
mengumpulkan, serta mengubah, semua orang yang terasingkan karena dosa dari
Allah dan sesamanya. Inilah, dan memang demikian sejak dahulu, yang merupakan
kehendak Allah. Kehendak itu terwujud di dalam Kristus dan akan disempurnakan
di dalam Kristus. Karena Allah juga mengutus Roh Kudus. Melalui Roh Kudus,
Gereja, yang mengalami kasih Allah yang aktif, diyakinkan bahwa Allah akan
menyempurnakan apa yang telah dimulai-Nya dengan pengutusan Anak-Nya itu.
Inilah pengharapan yang menjadi dasar bagi gereja untuk mengharapkan tujuan
keberadaan-Nya, yang pada kenyataannya telah membuat Gereja melangkah ke depan.[8]
Dalam
Perkembangannya Gereja sebagai organisme yang hidup tidak bisa terlepas dari
konteks, artinya gereja akan dapat terus hidup apabila gereja terus merespon
konteksnya. Gereja perlu berdialog dengan konteksnya, karena konteks senantiasa
berubah. Dengan demikian Gereja di tuntut untuk selalu dinamis menyiapkan
perubahan-perubahan yang ada, hal ini bertujuan agar gereja dapat menghadirkan
damai sejahtera dari Allah untuk dunia.[9]
Salah
satu contoh nyata konteks yang berubah dan yang dapat dilihat, perubahan masa
kini yang cukup menyita perhatian dan menuntut pembaharuan adalah Pandemi
Covid-19. Wabah Coronavirus Disease 2019
(Covid-19) atau lebih dikenal dengan nama virus Corona yang menyebar dengan
cepat membawa perubahan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di masyarakat.
Aturan pemerintah mengharuskan semua warga berpartisipasi dalam memutus rantai
penularan virus tersebut. [10]
1.5. Virus Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)
Virus
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang hadir di tengah-tengah masyarakat pada
tahun 2020 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China sungguh menyita
perhatian dunia. Dalam bidang medis, virus tersebut diberitakan dan
disebarluaskan kepada masyarakat sebagai penyakit baru yang menyerang manusia
dan beberapa hewan yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya. Adapun dampak
dari penyebaran virus tersebut tidak hanya memengaruhi kesehatan masyarakat,
akan tetapi turut menggoncang perekonomian negara. Bahkan, saat ini
perekonomian dunia pun mengalami tekanan berat akibat dari virus tersebut.
Wabah Covid-19 tidak hanya merupakan masalah nasional dalam suatu negara, tapi
sudah merupakan masalah dan persoalan global. Hampir seluruh negara di dunia
saat ini menghadapi dan melawan persoalan bencana global kesehatan yang
disebabkan oleh virus Corona. Situasi dan kondisi yang menakutkan oleh penyakit
ini sangat memukul dunia serta seluruh penduduknya sehingga menyebabkan
kekuatiran dan kegelisahan bahkan kekacauan yang dapat membuat orang putus asa
dalam menjalani kehidupan. kekuatiran itu muncul karena tidak adanya kejelasan
terhadap obat atau vaksin untuk virus tersebut dan secara kerohanian, tidak
adanya kepastian pengharapan akan kehidupan setelah kematian.[11]
1.1.Misi
Gereja Menyikapi Covid-19
Keadaan
Gereja pada masa kini sudah banyak terpengaruh oleh hal-hal yang tidak benar. Dalam
buku yang ditulis oleh Pdt. I Nyoman Enos terkait Keadaan Gereja pada masa
kini, dilampirkan demikian: Gereja dewasa ini telah gagal menengakkan kebenaran
Alkitab di tengah-tengah para anggotanya. Para anggota gereja juga banyak yang
telah mengompromikan diri mereka dengan nilai-nilai zaman ini. Kehidupan mereka
tidak kudus dan penuh dengan kesombongan. Kebanyakan anggota gereja munafik,
fasik, dan kehidupan rohani mereka merosot tajam. Padalah yang seharusnya
adalah bahwa yang dimaksud dengan kedewasaan Kristen di sini ialah mampu
bertumbuh dalam mengasihi Kristus, mampu bertumbuh dalam mengasihi sesame,
mampu menjangkau orang yang belum percaya untuk dibawa kepada Kristus, mampu
mengaplikasikan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari (hidup kudus), dan
mampu menghasilkan buah Roh.[1]
Untuk
menanggapi wabah baru Covid-19 ini, kiranya umat beragama dan para pemimpinnya
lebih terbuka secara teologis dan spiritual sehingga bisa berkonstrubusi untuk
mencegahnya dan tidak sebaliknya semakin memburuk situasinya. Konsekuensinya,
umat beragama perlu menafsirkan kembali paham teologis dan spiritualnya dalam
menghadapi situasi yang ada.[2] selain
dari upaya-upaya tersebut, tentu gereja juga harus berkembang dan maju bergerak
sesuai dengan konteks yang terjadi di dunia, tanpa menggeser nilai-nilai
kebenaran yang ada dalam gereja. Sebagai wujud terlibatnya gereja dalam masa
Pandemi ini dan bukti bahwa injil dan pengharapan harus terus di suarakan
kepada jemaat, tentu harus ada inovasi
salah satunya melalui media sosial.
Di
Indonesia sebagaimana belahan dunia lainnya, kini diperhadapkan dengan krisis yang disebabkan
pandemi Covid-19. Kondisi ini memunculkan formula-formula atau rumusan-rumusan
dalam praktik bergereja ke depannya. Maraknya ibadah dengan teknologi live
streaming sebagai respon terhadap kebijakan pemerintah tentang ibadah di rumah, menjadi praktik untuk kembali
menghidupkan gereja rumah. Dengan model gereja digital, dimungkinkan menerapkan
kemajuan teknologi dalam mengatasi persoalan yang tidak memungkinkan orang
bertemu dalam sebuah gedung gereja. Gereja digital dan gereja rumah merupakan
ide-ide teologis yang dimunculkan untuk merespon keadaan umat Kristen di tengah
krisis pandemi ini. Berkenaan dengan gereja rumah, esensi yang dibangun dalam
beribadah berfokus pada persekutuan keluarga sebagai pilar gereja, yang
didalamnya kesempatan untuk melatih atau merevitalisasi kekuatan keluarga
sebagai benih gereja yang perlu dikuatkan secara fondasional. Tidak harus
bentuk yang kaku dari gereja mula-mula, namun esensi yang dibangun yakni
bertekun dalam pertemuan ibadah, sebagaimana dinamika perkembangan sekaligus
pertumbuhan gereja mula-mula yang terjalin dari rumah ke rumah, keluarga ke
keluarga. Intinya adalah membangun mezbah ibadah dalam konteks zaman dan
situasi yang sedang dialami. Era digitalisasi saat ini jangan dipaksakan untuk
melakukan secara ideal pola yang sama dengan jemaat mula-mula, kecuali spirit
atau dinamika yang dibangun oleh para rasul saat itu.
Spiritnya adalah
tentang misi, menjadi saksi dan memenangkan jiwa bagi Kristus. Namun teknik dan
mekanismenya tidak dapat dipaksakan pada model dulu, namun mengadopsi media yang
dapat diterapkan dimasa kini. Penggunaan teknologi digital dalam melakukan
ibadah bukanlah hal yang menghapuskan esensi ibadah, karena gereja adalah
persekutuan yang dibangun berdasarkan iman kepada Yesus Kristus. Gereja rumah
pada masa rasul-rasul dapat diimplikasikan dalam bentuk gereja digital pada
masa kini. Sementara itu hal yang paling penting dalam esensi ibadah yang harus
dibangun, yakni pertumbuhan iman dalam pengenalan pribadi kepada Yesus Kristus,
sehingga menghasilkan buah iman, baik dalam bentuk kedewasaan dan jiwa yang
dimenangkan. Jadi, implikasi tersebut tidak dapat dilepaskan dari gereja rumah
ini.Dalam konteks era digital saat ini, gereja tercipta secara virtual melalui
ibadah-ibadah digital, setidaknya telah menjadi sebuah perluasan Kerajaan Allah
yang tidak lagi dibatasi oleh batas teritorial dan geografis, karena teknologi
internet telah menghadirkan kebebasan mengekspresikan bentuk pelayanan yang
disajikan bagi masyarakat digital saat ini. Dunia di era digital telah
menghadirkan masyarakat yang familiar dengan gadget sehingga konsumsi
sehari-hari adalah apa yang disajikan di dunia maya. Ibadah-ibadah live
streaming di satu sisi telah menjadi semacam opsi bagi setiap orang untuk
memilih beribadah.[3]
1.1.Misi
Sebagai Pengharapan
Kekristenan
ada untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi dunia seperti yang dinyatakan Yesus
bahwa orang percaya adalah garam dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Sehingga
apapun persoalan yang dihadapi, orang percaya tetap harus mampu menjadi berkat
karena di balik pengajaran yang dilakukan oleh orang percaya mendatangkan
kebahagiaan. Seperti yang ditulis oleh Lukas Tetapi Ia berkata: "Yang
berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya
(Lukas 11: 28), dengan hal ini maka orang-orang percaya bisa memiliki damai
sejahtera Kristus sekalipun berada dalam situasi sulit oleh adanya pandemi
virus Corona. Oleh karena itu, pandemi Virus Corona tidak seharusnya dipandang
sebagai penghalang, melainkan sebagai peluang untuk melaksanakan misi Allah
untuk menyelamatkan mereka yang terhilang. Stevanus menyatakan bahwa misi
Amanat Agung dalam pelaksanaannya harus memerhatikan situasi sosial di tengah
masyarakat.[1]
Gereja
memperoleh mandat dari Tuhan Yesus Kristus untuk melaksanakan Amanat Agung-Nya
dalam Matius 28:19-20: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Selain itu, Tuhan Yesus
juga berkata dalam Matius 24:14 bahwa Injil Kerajaan yang dibawa Yesus harus
disaksikan kepada segala bangsa sebelum tiba kesudahan alam. Seluruh dunia akan
mendengar Injil sebelum Tuhan Yesus datang kembali. Inilah dasar bagi orang
percaya untuk terlibat di dalam pelaksanaan misi Allah. Injil memberikan
pengharapan akan kesembuhan, pemeliharan, dan pertolongan Tuhan, terlebih
keselamatan kekal sebagai kabar utama yang harus disampaikan kepada semua
orang. Orang percaya harus memastikan dirinya terlibat dalam misi pemberitaan
kabar baik dan sukacita atas keselamatan besar dari Allah bagi umat manusia.
Sebagaimana dikemukakan Stevanus bahwa gereja adalah penerima mandat misi untuk
merealisasikan Amanat Agung Kristus yaitu memberitakan Injil sampai ke
ujung-ujung bumi.[2] Maka pengharapan kita
datang melalui adanya media sosial untuk terus menjalankan misi Tuhan di
tengah-tengah pandemi ini.
II.
Kesimpulan
Melalui
misi, dapat ditentukan hakikat dan tujuan keberadaan gereja di dunia ini, Misi
adalah termasuk dalam hakikat Gereja dan bukan sekedar salah satu tugas gereja
serta kewajiban Gereja. Misi juga bukan ‘tanda’ atau ‘ciri’ Gereja, melainkan
esensi Gereja itu sendiri. Maka dari itu misi dalam gereja harus terus bergerak
maju, jangan sampai misi tertinggal sehingga misi tidak lagi mampu memberitakan
Injil dan menyebarkan pengharapan ditengah-tengah kehidupan manusia. Gereja
yang bermisi harus memperhatikan konteksnya agar misi tersebut tepat sasaran
dan berdampak baik bagi kehidupan jemaat. Contoh yang paling dekat adalah
hadirnya Pademi Covid-19 di dunia ini. Gereja harus terus menyampaikan Injil
dan memberi penguatan serta pengharapan di tengah-tengah Covid-19. Adapun cara
yang dapat dilakukan adalah menggunakan kemajuan Zaman seperti teknologi untuk
tetap memberikan pengharapan kepada jemaat-jemaat di tengah Covid-19.
III.
Daftar
Pustaka
Yakob Tomatala, Teologi Misi, Jakarta: YT Leadership
Foundation, 2003
Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner, Yogyakarta:
Kanisius, 1997
I Nyoman Enos, Penuntun Praktis Misiologi Modern, Bandung:
Kalam Hidup, 2012
Norman E. Thomas,
Classic Texts In Mission and World Christianity, American Society of Missiology
Series; no 2, 1995
IV.
Sumber
Lain
Riki Nasa, “Gereja
dan Misi Dalam Konteks Masa Kini Menurut Injil”, diakses dari
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Rika%20Nasa%20(Jurnal%20MP%201)%20OSF.pdf
Yonatan Alex Arifianto, “Pentingnya Peran Media
Sosial dalam Pelaksanaan Misi di Masa Pandemi Covid-19”, diakses dari file:///C:/Users/ACER/Downloads/39-196-1-PB.pdf
Kalis Stevanus, “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,” Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika Vol.3, no. No.1 (2020): 1–19
Jurnal KAIROS Vol.1 No.1, Jan 2021
[1] Kalis Stevanus, “Mengimplementasikan
Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini Menurut Injil Sinoptik,” FIDEI:
Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, 2018,
[2] Kalis Stevanus, “Karya Kristus
Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,” Fidei: Jurnal Teologi
Sistematika Dan Praktika Vol.3, no. No.1 (2020): 1–19
[1] I Nyoman Enos, Penuntun Praktis Misiologi Modern,
(Bandung: Kalam Hidup, 2012), 105-106
[2] Ahmad Erani Yustika, A. Pandemi Corona:Virus Deglobalisasi masa
depan perekonomian Global dan Nasional, (Bogor,IPB PRESS, 2020) hlm 5-36
[3] Jurnal KAIROS Vol.1 No.1, Jan
2021
[1] Yakob Tomatala, Teologi Misi, (Jakarta: YT Leadership
Foundation, 2003), 16
[2] Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), 206
[3] Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), 58
[4] Riki Nasa, “Gereja dan Misi Dalam Konteks Masa Kini Menurut Injil”, diakses
dari file:///C:/Users/ACER/Downloads/Rika%20Nasa%20(Jurnal%20MP%201)%20OSF.pdf,
pada tanggal 10 Mei 2021, pukul 16. 39 WIB.
[5]
Riki Nasa, “Gereja dan Misi Dalam
Konteks Masa Kini Menurut Injil”, diakses dari
file:///C:/Users/ACER/Downloads/Rika%20Nasa%20(Jurnal%20MP%201)%20OSF.pdf, pada
tanggal 10 Mei 2021, pukul 17.15 WIB.
[6] Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner, (Yogyakarta:
Kanisius, 1997), 13
[7] Norman E. Thomas, Classic Texts
In Mission and World Christianity, (American Society of Missiology Series; no
2, 1995), 101
[8]
Norman E. Thomas, Teks-teks Klasik
Tentang Misi dan Kekristenan Sedunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019),
147.
[9] Riki Nasa, “Gereja dan Misi Dalam Konteks Masa Kini Menurut Injil”, diakses
dari file:///C:/Users/ACER/Downloads/Rika%20Nasa%20(Jurnal%20MP%201)%20OSF.pdf,
pada tanggal 10 Mei 2021, pukul 16. 45 WIB
[10] Yonatan Alex Arifianto,
“Pentingnya Peran Media Sosial dalam Pelaksanaan Misi di Masa Pandemi
Covid-19”, diakses dari file:///C:/Users/ACER/Downloads/39-196-1-PB.pdf, pada
tanggal 04 Mei 2021, Pada Pukul 16.55 WIB,
[11] Yonatan Alex Arifianto,
“Pentingnya Peran Media Sosial dalam Pelaksanaan Misi di Masa Pandemi
Covid-19”, diakses dari file:///C:/Users/ACER/Downloads/39-196-1-PB.pdf, pada
tanggal 04 Mei 2021, Pada Pukul 15.50 WIB.
Post a Comment