1.1.Pengertian Alkitab
Alkitab adalah kumpulan kitab, yang ditulis pada masa dan orang yang berbeda-beda. Penulisan kitab Musa (Kejadian-Keluaran) dan sejumlah nabi lain menulis sekumpulan kitab di dalam Perjanjian Lama dalam bahasa Ibrani dan Aram; para penginjil dan rasul menulis sekumpulan kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani. Tetapi, hanya ada satu pengarang seluruh isi Alkitab, dan Pengarang itu adalah Allah. Alkitab adalah kitab Allah sendiri, yang tidak hanya berisi Firman Allah, yang bercampur aduk dengan banyak tambahan dan sisipan manusia di sana-sini, namun yang keseluruhannya adalah Firman Allah.[1]
Kata Inggris “bible” berasal dari kata Yunani biblia, yang berarti ‘kitab-kitab’. Bentuk pluralnya menunjukkan fakta bahwa Alkitab Kristen bukanlah satu keutuhan, melainkan sebuah kumpulan.[2] Alkitab merupakan kitab yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama terdiri dari 39 buku, berasal dari bangsa Israel dan mempunyai sejarah 1000 tahun. Perjanjian Baru terdiri dari 27 buku yang merupakan hasil seleksi dari sejumlah kesusteraan agama baru.
Adapun tujuan Alkitab yaitu:
- Alkitab sebagai alat pernyataan Tuhan Allah. Tuhan Allah menyatakan dirinya kepada Israel dengan firman dan karyanya yang membuat sejarah. Juga telah ditemukan, bahwa pernyataan Tuhan Allah pada hakekatnya adalah pernyataan kasih-Nya, yang dengannya Tuhan Allah telah mendamaikan dosa manusia dengan diriNya sendiri.
- Demi keselamatan umat manusia disegala zaman dan tempat itu, pernyataan Tuhan Allah harus diteruskan dari keturunan yang satu dengan keturunan yang lain. Seandainya itu hanya diteruskan secara lisan disepanjang sejarah umat manusia, tentu pernyataan itu dapat ditambah dan dikurangi oleh manusia yang meneruskannya. Maka perlulah penyataan Tuhan Allah yang hanya terjadi sekali untuk selama-lamanya dibukukan.[3]
Alkitab dan Refleksi:
Setiap kali jemaat berhimpun, selalu dibacakan Alkitab. Dalam doa singkat, misalnya pada saat makan, kutipan dalam Alkitab barang kali hanya muncul dalam beberapa kata yang menggemakan nyanyian atau doa tertentu dari Alkitab. Akan tetapi dalam perayaan Ekaristi, dalam perayaan Rekonsiliasi, pengurapan orang sakit dan perkawinan, Alkitab hadir sebagai unsur fundamental dari liturgi sebagai landasan.
Kata-kata lain dalam liturgi yang selalu berkaitan dengan Alkitab adalah Homili. Dalam homili, pemimpin merenungkan kehidupan dan zaman kita dalam terang cerita Alkitab. Kata-kata dalam homili bukannlah perjalanan ilmiah tentang Allah, juga bukan dorongan-dorongan saleh. Homili ini berusaha menemukan jalan agar beberapa kutipan Alkitab yang telah menyentuh hati pendengar terus bergema di dalam hidup.[4]
1.2. Pengertian Liturgi
Liturgi berasal dari bahasa yunani “Leiturgia”. Kata “Leiturgia” berasal dari kata kerja “Leiturgeo”. Yang artinya “ Melayani, melaksanakan dinas atau tugas, memegang jabatan”. Harafiah kata “leiturgia” berasal dari dua kata yunani, yaitu “leitos” yang berarti rakyat, umat, dan kata “ergon” yang berarti pekerjaan, perbuatan, tugas. Jadi Leiturgia menurut kedua kata ini berari “melakukan suatu pekerjaan untuk rakyat”.[5] Dengan kata lain yaitu pelayanan yang dilakukan untuk bangsa dan sebagai suatu persekutuan politis. Suatu pelayanan yang bersifat sukarela. Akan tetapi dalam perkembangan yang terjadi Leiturgia diperluas dan disusun menjadi suatu pelayanan kultus kepada para dewa dalam bentuk persembahan korban dan hymnus (nyanyian pujian) yakni untuk keselamatan negara dan bangsa.[6]
1.3. Alkitab di dalam Liturgi
Pandangan mengenai Alkitab dalam liturgi selalu menghubungkan dengan punuturan kisah hidup kita. Dalam hidup ada bacaan-bacaan yang menghubungkan kita dengan masa lampau. Dalam Alkitab itu ada bacaan-bacaan yang mengisahkan kepada kita banyak hal dari sejarah hidup kita yang paling personal, dan menempatkan kita di tengah semua bangsa di dunia. Suatu suka dapat tetap bersatu padu sebagian besar karena kisah terus-menerus yang mereka ceritakan. Cerita semacam itu biasanya mencakup pandangan tentang dunia, hubungan antara mahluk, dan tempat dewa-dewi. Bangsa-bangsa yang sudah maju tetap mempertahankan kebutahan akan kisah bersama, yang dimana contohnya dapat dilihat dalam perayaan hari nasional. Dan juga memiliki dogeng-dongeng yang merupakan gejala universal. Dongeng merupakan salah-satu bentuk bahasa. Pada dasarnya, inilah alasan kita terus-menerus dan membaca Alkitab. Kata-kata lain dalam liturgi yang selalu berkaitan dengan Alkitab adalah homili. Dalam homili pemimpin merenungkan kehidupan dan jaman kehidupan kita dalam terang cerita Alkitab. Kata-kata dalam homili bukanlah penjelasan ilmiah dalam Alkitab, juga bukan dorongan-dorongan saleh. Kata-kata dalam homili bukan pula catatan pribadi yang bertele-tele. Bentuk homili dapat bermacam-macam, tetapi homili selalu berusaha menemukan jalan agar beberapa kutipan Alkitab yang menyentuh hati pendengar terus bergema dalam hidup mereka.[7]
1.4. Faktor Alkitab di dalam Liturgi
Untuk Gereja Kristen Protestan hal terakhir ini sebenarnya jelas: tidak ada asas lain untuk ajaran gereja daripada Alkitab. Setiap orang Kristen tunduk kepada Firman Allah, karena ia mengaku bahwa Firman itu bukan firman manusia, melainkan Firman Allah yang satu-satunya. Maka dengan demikian Alkitab mempunyai wibawa mutlak (absolute) dalam kehidupan Kristen, dalam gereja dan dalam Ilmu Teologi. Sejalan dengan itu maka Ilmu Liturgi harus taat kepada Firman Allah, sehingga menjungjung tinggi semua unsur, semua petunjuk atau perintah yang diberikan Allah sendiri untuk ibadah masa kini. Tapi semua unsur liturgi yang berasal dari Alkitab merupakan perintah mutlak untuk semua masa, ada juga yang besifat nasihat, saran, petunjuk, dorongan.[8]
1.5. Alkitab sebagai Sumber Liturgis
Contoh yang paling mencolok dari Alkitab mengenai liturgi adalah kitab Mazmur, kitab nyanyian, tetapi khususnya kitab doa, dari Israel dan gereja. Karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam kerangka liturgis Mazmur, seluruh dunia ciptaan berfungsi dalam pujian-pujian dan disana mereka menemukan makna keberadaannya. Namun Mazmur bukanlah satu-satunya nyanyian liturgis dalam Alkitab. Alkitab juga memuat nyanyian-nyanyian lain yang disebut madah. Madah ini tidak hanya terdapat dalam Perjanjian Lama tetapi juga di Perjanjian Baru. Ada alasan untuk berfikir bahwa banyak bagian dari Perjanjian Lama dan Baru dipergunakan dalam liurgi Keyahudian dan atau Kristen purba.[9] Dalam liturgi orang sering menjumpai doa yang berisi tiga kali pujian “kudus” seperti yang terdapat dalam Yesaya 6:3. Dalam memanfaatkan ciptaan orang harus menguasai dirinya sendiri, yang juga merupakan latar belakang dari hukum kesucian Yahudi.[10]
Beberapa aktivitas ibadah menjadi isi liturgi, Alkitab tidak merekam seperti persisnya urutan dalam ibadah, namun beberapa aktivitas ibadah gereja perdana bisa diidentifikasi aktivitas itu sebagian besar diadopsi yang dalam hal ini pengaruh PL.
1. Nyanyian
Tuhan mengundang kita datang kehadirat-Nya untuk beribadah dengan sukacita (Mzm 100:2; Neh 12:43). Sikap sukacita iu dinyatakan dengan nynyian (Mzm 66:2). Nynyian bisa berbentuk Mazmur, kidung puji-pujian rohani.
2. Doa
Setidak-tidaknya bisa digolongkan tiga macam doa, yaitu doa dalam memuji kebesaran Tuhan sebagai pencipta dan pemelihara hidup, lalu doa ratapan yang mempersoalkan Tuhan karena kemalangan terjadi dan memohon intervinsinya Tuhan. Lalu doa syukur karena permohonan doa terkabul. Seperti nyanyian, doa juga diungkapkan dalam sikap tubuh. PL cukup konsisten dalam menggambarkannya. Umumnya doa dilakukan sambil berdiri (1 Sam 1:26; 1 Raj. 8:22; 2 Taw. 20;25, 13), jarang duduk (2 Sam 2:18) dan yang umum juga adalah rebah muka sampai ke tanah.
3. Pembacaan dan Uraian Teks Alkitab
Pembacaan teks taurat dan kitab para nabi baru berkembang di senagoge, jika umat membuka mulut dan mengangkat hati kepada Tuhan dalam berdoa dan puji-pujian maka umat memasang telinga dan merendahkan hati di dalam Tuhan saat firman dibacakan dan diuraikan. Dari situ, berkembanglah khotbah sebagai bagian paling penting dalam ibadah gereja-gereja Reformasi.
4. Aklamasi
Aklamasi (seruan liturgis) adalah seruan dari jemaat sebagai respons kata-kata yang diucapkan pemimpin ibadah. Aklamasi yang paling sering adalah “Amin” dan “Haleluya”.
5. Sakramen
Gereja perdana meneruskan pola ibadah Yahudi, dengan tambah perayaan sakramen (baptisan dan perjamuan kudus) dan berdoa dalam nama Yesus (Kis 4:30).[11]
1.6. Perkembangan Alkitab sebagai Sumber Liturgis
Dalam banyak gereja dewasa bertumbuh minat yang besar mengenai praktik peribadahan. Sementara dalam Katholik Roma terdapat juga tanda gerakan untuk menemukan kembali arti liturgi itu. Penjelasan tentang isi Akitab dalam peribadahan Katholik telah menjadi semakin penting. Pendapat mengatakan bahwa suatu struktur yang teratur, khususnya mengenai penggunaan daftar pembacaan Alkitab (leksionari) mengimplikasikan suatu pembatasan kebebasan tidak dapat diterima. Sebab, tidak ada situasi apa pun yang didalamnya seseorang menghindari pemilihan; yang penting adalah membuat pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karena adalah perlu untuk memberikan pertanggungjawaban kepada semua pihak yang terlibat tentang apa yang dilakukan seseorang dalam liturgi. Tidak hanya untuk dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang sulit, tetapi khususnya untuk membangkitkan kesadaran orang yang mempunyai minat terhadap alasan-alasan mengapa orang melakukan hal-hal ini.
Alkitab disebut sebagai suatu sumber liturgis, fakta ini adalah jelas karena mengingat cara yang didalamnya dia telah berfungsi. Pengakuan akan pengaruh belakangan ini akan membawa kita kembali ke pada kebenaran bahwa yang sangat penting bagi keterlibatan kita dengan kitab suci sebagai suatu kitab liturgis adalah pengertian-pengertian antropologis yang mendasarinya. Dunia Alkitab mengandaikan keberadaan suatu struktur tertentu dari pengalaman dalam diri manusia.[12]
II. Kesimpulan
Orang Kristen memahami dan percaya bahwa Alkitab itu adalah Firman Allah. Alkitab mempunyai wibawa yang mutak atas kehidupan orang Kristen. Alkitab menjadi suatu dasar yang fundamental dalam untuk menentukan langkah bagi seluruh orang Kristen. Begitu juga dalam melakukan peribadahan, dimana Liturgi juga harus sesuai dengan ajaran Alkitab juga unsur-unsurnya. Kitab Mazmur adalah salah satu kitab yang sering digunakan sebagai liturgi. Dimana dalam kitab ini beris nyanyian, pujian dan doa. Namun Mazmur bukanlah satu-satunya nyanyian liturgis dalam Alkitab. Alkitab juga memuat nyanyian-nyanyian lain yang disebut madah. Madah ini tidak hanya terdapat dalam Perjanjian Lama tetapi juga di Perjanjian Baru. Alkitab disebut sebagai suatu sumber liturgis, fakta ini adalah jelas karena mengingat cara yang didalamnya dia telah berfungsi.
III. Daftar Pustaka
Koehler, Edward W. A., Inti Sari Ajaran Kristen, Pematang Siantar: Kolportase Pusat, 2010.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Hadwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
Huck, Gabe, Liturgi yang Anggun dan menawan, Pedoman Menyiapkan dan Melaksanakan Liturgi,
Riemer, G., Cermin Injil, Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih/OMG, 1995
Damamain, M., Liturgika, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama, 1994
Van OLST, E. H., Alkitab dan Liturgi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001
Hutauruk, JR., Perbuatan Allah Dalam Kehidupan Kita Memaknai Arti Liturgi Dalam Kehidupan Kita, Jakarta: HKBP Distrik VIII
[1] Edward W. A. Koehler, Inti Sari Ajaran Kristen, (Pematang Siantar: Kolportase Pusat, 2010), 4.
[2] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 13.
[3] Harun Hadwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 54-55.
[4] Gabe Huck, Liturgi yang Anggun dan menawan, Pedoman Menyiapkan dan Melaksanakan Liturgi, 34-36
[5] G. Riemer, Cermin Injil, (Jakarta: Yayasan komunikasi Bina Kasih/OMG, 1995), 9.
[6] M. Damamain, Liturgika, (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan MAsyarakat Kristen Protestan Departemen Agama, 1994), 7.
[7] Gabe Huck, Liturgi yang Anggun dan Menawan, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), 34-36.
[8] G. Riemer, Cermin Injil, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 1995), 28.
[9] E. H, Van OLST, Alkitab dan Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 7-11
[10] Ibid, 168
[11] JR. Hutauruk, Perbuatan Allah Dalam Kehidupan Kita Memaknai Arti Liturgi Dalam Kehidupan Kita, (Jakarta: HKBP Distrik VIII), 37
[12] E. H, Van OLST, Alkitab dan Liturgi, 1-5
Post a Comment