wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

KONSEP TEOLOGI PERJANJIAN LAMA TENTANG DOSA, KEJAHATAN, DAN PELANGGARAN


 

I.                   Pembahasan

1.1.  Pengertian Dosa

Dosa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama.[1] Dosa dalam Perjanjian Lama dalam Ibrani “khatta” yang artinya “tidak kena”. Dosa merupakan sebuah perbuatan tidak sesuai dengan kehendak Allah.[2] Dosa ialah kegagalan, kekeliruan atau kesalahan, kejahatan, pelanggaran, tidak menaati hukum, kelaliman atau tidakadilan. Dosa ialah kejahatan dalam segala bentuknya. Pertama, kata dosa berasal dari kata dasar khatta. Kata khatta muncul sebanyak 522 kali dalam Perjanjian Lama, yang memiliki arti tidak mengenai sasaran.[3] Istilah dosa sudah lazim dipergunakan dikalangan Kristen. Dosa dalam Kejadian 3:6-7, “Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagi pula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan memberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara membuat cawat.”[4]

Dosa tidaklah sama dengan kejahatan, dosa tidak boleh dijadikan istilah etika manusia berbicara tentang pelanggaran pelbagai aturan atau kebiasaan. Dosa menurut Kejadian 4:7 adalah musuh setiap saat telah mengintip di depan pintu hati manusia untuk memasukinya. Sebab Rasul Petrus memperingatkan tiap orang beriman senantiasa berjaga-jaga, sebab Iblis, lawan orang beriman, berjalan keliling seperti Singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya (1 Petrus 5:8).[5] Sifat Dosa Dalam Perjanjian Lama sebagai berikut:

1.      Sifat Teologisnya

Dosa bersifat teologi yaitu dosa selalu berhubungan dengan maksud-maksud Allah yang kudus. Dalam Perjanjian Lama terdapat perasaan yang tetap bahwa sifat manusia dan perbuatannya mempengaruhi kedudukan mereka di hadapan Allah; dosa senantiasa merupakan penghalang untuk memperoleh kebaikan hati Allah maka dari itu kesadaran akan kegagalan secara langsung berhubungan dengan kehendak Allah yang adil (Mazmur 6, 15, 32, 51, 102).

2.      Sifat Objektifnya

Secara tetap terdapat kesadaran akan sifat objektif dosa. Kesalahan yang tidak dapat didiamkan (Ulangan 21: 1-9); kesalahan itu mencemarkan negeri (Bilangan 35:33) maka tebusan harus diadakan (1 Samuel 14:34-35). Maksud dari sifat objektif ini adalah bahwa kesalahan serta tebusan itu tidak boleh dielakkan atau diabaikan.

3.      Sifatnya yang Pribadi dan Sadar

Maksud dari dosa pribadi ini adalah meskipun dosa mungkin dilakukan tanpa disengaja, dosa itu ada karena hati sedang memberontak melawan Allah. Dosa merupakan tindakan menolak dan kemudian melupakan (Hosea 4:6), dosa juga merupakan tindakan membuat rancangan pribadi tanpa melibatkan Allah.

4.      Sifat Universalnya

Mengapa dikatakan universal? Karena telah menyerbu dan menempati watak manusia dan seluruh umat manusia di mana-mana. Dosa bersumber pada watak manusia yang sudah rusak dan buruk. Fakta bahwa semua orang hidup dalam dosa mempunyai hubungan yang teguh dengan Allah dan hubungan itu tak dapat dilenyapkan bahkan oleh dosa sekalipun.

5.      Sifat Dosa yang sudah tetap

Pada akhirnya, dosa digambarkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ciptaan yang sudah jatuh, sehingga dosa itu tetap. Karena dosa itu tetap, maka harapan satu-satunya hanyalah percaya kepada janji-janji Allah dan memandang jauh melampaui keadaan tanpa harapan kepada pendamaian yang disediakan oleh Allah.[6]

1.2.  Pengertian Kejahatan

Kejahatan merupakan bagian atau akibat dari dosa, kejahatan atau pemberontakan yang dilakukan manusia menyebabkan manusia menjauh dari maksud-maksud Allah kepada manusia, manusia telah kehilangan gambar dan rupa Allah. Keterpisahan manusia dengan Allah tidak menjadikannya lebih baik, namun dengan jelas Alkitab menceritakan keturunan manusia itu semakin jahat. Kain membunuh adiknya sendiri (Kej. 4: 1-16). Kejahatan manusia terus bertumbuh, hingga Alkitab menggambarkan bahwa Allah menyesal menjadikan manusia (Kej. 6:5-6). Akhirnya Allah harus memutuskan untuk mengakhiri semua ciptaan itu dan memulainya dengan seorang yang benar dan tak bercela, yaitu Nuh (Kej.6:9-22).[7]

1.3.  Pengertian Pelanggaran

Pelanggaran menurut Perjanjian Lama yaitu sebuah pemberontakan terhadap atasan atau ketidaksetiaan terhadap suatu persetujuan. Kata ini biasanya (tetapi agak kurang tepat) diterjemahkan “pelanggaran” (pesa’) menunjuk pada tindakan pemberontakan perorangan (Ayub 34:47). Tingkat kecenderungan manusia kepada dosa dikenal sejak dini, “Segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kejadian 6:5). Meskipun tempatnya di dalam hati, dosa menyatakan dirinya dalam segala perbuatan manusia, dosa berlimpah-limpah dalam banyak pelanggaran. Suatu perlakukan yang bersalah di hadapan hukuman dan di hadapan Allah. Orang yang telah melakukan pelanggaran berarti dia telah melakukan kesalahan.[8]

1.4.  Konsep Dosa Menurut Teologi Perjanjian Lama

1.      Dosa Pertama

Atas segala pertanyaan yang dikemukakan sebenarnya kita sudah bisa menjawab, yaitu karena Adam telah “jatuh” ke dalam dosa, maka semuanya ini terjadi. Augustinus, seorang Bapak Gereja yang termasyhur, telah mencetak istilah “dosa pusaka”, istilah yang kini suka diperjelas dengan pengandaian dosa sebagai “penyakit menular”. Adam berdosa makanya kita semua berdosa, manusia pertama telah menyebabkan semuanya. Bila kita pertanyakan mengapa Adam terjatuh? Sesungguhnya Hawalah yang menyebabkan dosa, dan si ular yang menyebabkan Hawa berdosa. Si ular, seekor binatang di padang, penafsir sering mengkaitkan makhluk yang rendah ini dengan “Setan”, yakni dengan malekat yang telah jatuh” menurut dongeng Yahudi dikemudian hari. Jadi Setanlah yang mula-mula membawa dosa itu masuk dunia.[9] Tindakan ketidakpatuhan manusia membawa dosa di dalam dunia. Dosa selanjutnya membawa kematian, karena Allah bersabda: “sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej. 2:7b), di dalam pelanggaran Adam dan Hawa kehilangan kemurnian mereka, sifat-sifat kudus. Mereka kehilangan tempat tinggal indah di Taman Eden, bahkan mereka kehilangan kehidupan jasmani. Langkah gerak dosa mulai beraksi melalui sejarah kehidupan manusia.[10] Dengan kesadarannya akan kesalahan manusia yang lalu itu, bangsa israel menyadari kebesaran Allah, yang tetap setia kepada makhluk-Nya, manusia yang pemberontak itu.[11]

2.      Golongan Kata Dosa Menurut Perjanjian Lama

a.       Penyimpangan

Kategori pertama berbicara mengenai penyimpangan dari jalan yang benar dalam bahasa Ibrani (hatta) sebagai arti “dosa terhadap Allah”. Dalam arti lain diterjemahkan sebagai kata “kesalahan” (awon), pada terjemahan lain “serong” atau “liku-liku” (iqqes) menunjukkan penyimpangan yang disengaja dari norma-norma masyarakat. Ia telah menyimpang dari jalan kebijakan, yaitu takut akan Allah.

b.      Kesalahan

Yang kedua, ada kata-kata yang menunjuk pada keadaan dalam dosa yaitu orang fasik (rasa) adalah bersalah jadi patut dihukum, kata ini biasanya diterjemahkan “fasik” yaitu Allah “tidak membiarkan orang fasik hidup” (Ayub 36:6). Begitu juga dengan kata (‘asam) telah melakukan pelanggaran dan karena itu bersalah di hadapan hukum dan di pandangan Allah.

c.       Pemberontakan

Ketiga ialah gagasan mengenai pemberontakan, dalam pengertian sekular kata ini dipakai untuk pemberontakan melawan keluarga Daud (I Raja-raja 12:19). Sebenarnya keadaan bersalah di hadapan Allah yang terdahulu itu menimbulkan tindakan-tindakan  pelanggaran.[12]

1.5.  Konsep Kejahatan dan Pelanggaran Menurut Teologi Perjanjian Lama

Soal asal mula terjadinya kejahatan (dalam bahasa Latin Unde malum? “dari manakah datangnya hal yang jahat?”) telah menjadi pokok pemikiran bangsa-bangsa sejak berabad-abad lamanya dan umat Israel pun tidak terkecuali. Tidak pernah kita melihat bahwa manusia berdosa “oleh karena” sesuatu hal, keadaan atau paksaan; pemberontakannya selalu dilaporkan sebagai peristiwa yang terjadi dengan mendadak, dengan tak disangka-sangka, dengan tidak ada hal yang menyebabkannya atau orang yang dapat menerangkannya. Rupanya inilah wujud pemberontakan itu. Kitab-kitab Perjanjian Lama membiarkan soal itu tidak terjawab. Kita harus mengambil sikap yang tegas terhadap pengertian-pengertian yang telah biasa di kalangan umat Krisen. Mengapa Kain membunuh Habel? Mengapa akhlak segenap manusia menjadi rusak di Zaman Nuh? Mengapa Ham menghinakan  ayahnya (kej. 9:18-27)? Mengapa bangsa-bangsa Timur menjadi sombong (kej. 11:1-9)?[13]

1.6.  Kaitan Dosa, Kejahatan, Pelanggaran dengan Hukuman dan Kutuk

Menurut J.O. Buswell bahwa “dosa bermula dari suatu tindakan kehendak yang bebas, di mana ciptaan secara sengaja dan dengan pengertian yang memadai tentang pokok persoalan itu memilih merusak sifat keilahian yang kudus yang telah Allah berikan kepada ciptaan-Nya.”[14] Kisah tentang Kejatuhan ke dalam dosa dengan semua implikasi yang mengertikan, kita tidak merasa bahwa peristiwa ini memang tak dapat terhindarkan. Akibat yang wajar dari kebebasan ialah bahwa manusia dapat meragukan dan tidak menaati firman Allah. “Manusia dapat beralih dari kedaan, tak bersalah kepada keadaan kebebasan moral yang tanpa kendali hanya dengan tindakan penentuan nasib sendiri”. Dosa melahirkan perbuatan dosa sebagai akibat yang wajar.[15] Manusia itu bertindak atas pilihannya sendiri dan menjauhkan diri dari maksud Allah. secara tradisional dikatakan bahwa Allah memberi perintah untuk menguji apakah manusia sungguh-sungguh mendengar dan patuh kepada-Nya, tetapi manusia melanggar perintah dan jatuh ke dalam dosa.

Manusia sebagai makhluk terbatas, manusia tak tahan hidup sebebas-bebasnya; ia memerlukan batasan dan patokan. Demikianlah anak-anak memerlukan patokan orangtua, masyarakat memerlukan adat atau nila-nilai kebersamaan, dan negara memerlukan hukuman agar orang dapat berkembang dan hidup sejahtera. Sesudah dosa terhadap Allah (Kejadian 3), maka kembali diceritakan dosa terhadap saudara yang dilakukan oleh Kain terhadap adiknya Habel (Kejadian 4:1-16) maka setelah Kain bangkitlah Lamekh yang membalasakan dendam karena luka bengkak dengan membunuh tujuh kali dan membangkitkan lingkaran kekerasan yang berputar hingga sekarang (Kejadian 4:17-26). Kemudian belanjut dengan kisah suatu dosa terhadap ayah (Kejadian 9:21-27) Nuh yang minum dan mabuk hingga terbaring telanjang di dalam kemahnya, namun anaknya Ham menghina ayahnya sehingga mendapatkan hukuman, Ham dan keturunannya menjadi hamba kakak-kakaknya; mereka di diskriminasi.

Dosa kembali meluas lagi, Kejadian 11:1-9, dengan teknologi baru, batu bara yang dibakar sehingga menjadi sekeras batu dan ter sebagai perekat dan penduduk kota besar hendak mencari nama dan gengsi bagi dirinya dengan bermaksud mendirikan menara yang puncaknya sampai ke langit, yaitu suatu zigurat, kuil bertingkat, sebagaimana didirikan di Babel.

Manusia jarang mengakui kesalahannya, akan tetapi akibat harus ditanggung melalui bentuk hukuman dan kutuk seperti kisah ular dan tanah terkutuk (Kej. 3:17-19). Manusia bersalah dan menerima hukuman Allah, ini bukan semacam kutukan pembalasan yang otomatis, tetapi ini merupakan suatu keadaan yang patut menerima murka Allah. perubahan tidak hanya terjadi pada sikap Allah terhadap manusia, tapi juga pada sikap Allah terhadap manusia. Hajaran, hukuman, kutukan dan pengusiran dari Taman Eden, semuanya ini menandakan perubahan itu.[16]

1.6.1.      Pengertian Hukuman dalam Perjanjian Lama

Secara umum, kata hukuman berasal dari kata Latin, luris yang artinya dalam bahasa Indonesia sebagai pedoman untuk mencapai keadilan. Hukuman adalah suatu sanksi yang diterima oleh seorang yang telah melakukan kesalahan karena telah melanggar tatanan atau aturan hidup.[17] Hukuman di dalam Perjanjian Lama berasal dari bahasa Ibrani (awon) yang artinya dosa penderitaan hukuman dan kesalahan. Hukuman ini diberikan oleh orang yang telah melakukan tindakan berdosa. Hukuman Allah adalah sebagai tanggapan yang pasti terhadap dosa. Bilangan 32:23) “Bahwa dosamu itu akan menimpa kamu”.[18]

Hukuman Allah dalam Perjanjian Lama sebenarnya bukan hanya untuk menghajar ciptaan-Nya, tetapi juga memiliki maksud untuk memelihara makhluk-makhluk-Nya. Tindakan pemeliharaan Allah khusunya dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Kejadian 1-11 merupakan tindakan pemeliharaan yang aktif; tindakan Sang Pencipta yang sesuai denan maksud penciptaan dunia sejak permulaan, namun yang juga merupakan tindakan yang “baru”, yang menyatakan kebesaran-Nya yang tak di duga oleh manusia. Perhatian Allah terhadap makhluk-Nya mengandung ancaman yang dahsyat bagi makhluk itu, namun demikian, umat Israel malah memuji Allah karena perhatian-Nya itu. Biar bagaimanapun besar kekecewaan-Nya, Ia tetap menyertai perbuatan tangan-Nya itu (Kel. 2:25).[19]

1.6.2.      Kutuk menurut Perjanjian Lama

Kata kutuk dalam berbagai bentuknya tertulis lebih kurang 230 kali. Kutuk merupakan penghalang seseorang dalam menerima kesembuhan. Menurut Keluaran 20:3-5 Tuhan mengutuk orang-orang yang menyembah berhala sampai kepada keturunan yang ketiga dan keempat. Tentu saja, kutuk tidak selalu disebabkan oleh dosa nenek moyang. Bisa juga kutuk itu disebabkan oleh dosa yang telah Anda lakukan atau oleh peristiwa yang terjadi semasa hidup Anda sendiri. Kutuk dapat bertambah berat karena dosa yang kita perbuat sendiri dan menjadi sumber permasalahan kita.[20]

1.6.3.      Bentuk-bentuk Hukuman dan Kutuk Menurut Perjanjian Lama

a.      Hukuman Allah

1.      Manusia harus susah mencari rejeki dari tanah dengan bersusah-payah, seumur hidup sampai hari matinya dan disurir dari taman Eden. Begitu pula dengan Hawa yang harus merasakan sakit akibat melahirkan anaknya. Pengusiran Kain dari hadapan Allah dan dari daerah pertanian yang subur (Kejadian 4).

2.      Air Bah (Kejadian 7:1-24).

3.      Ketakutan dalam diri manusia yang menyebabkan kematian atau maut bagi diri sendiri (Kejadian 3).[21]

4.      Pemisahan dari Allah “Yesaya 59:2”.

5.      Orang berdosa tidak dapat menghadap Allah “1 Samuel 14:37-41”.

6.      Hukuman yang paling hebat adalah dihapuskan dari “kitab kehidupan” (Mazmur 69:29).

7.      Sheol atau dunia orang mati menjadi tempat kediaman orang fasik “Mazmur 49:15”.[22]

b.      Pertanda Adanya Kutuk

Kutukan yang pertama kali di jatuhkan Allah kepada ciptaan-Nya yaitu kepada si Ular yang telah “menggoda” si Hawa. Kutukan yang dijatuhkan Allah adalah ular yang tadinya hewan paling cerdik harus merasakan berjalan dengan perutnya sendiri di tanah. Penyimpangan perilaku manusia serta ciptaan menurut kisah dalam Perjanjian Lama memberikan dampak yang sangat besar.[23] Ada beberapa macam pertanda kutuk menurut Nabi Musa dalam Ulangan pasal 28, sebagai berikut:

1.      Gangguan kejiwaan dan emosional,

2.      Penyakit menahun atau kambuhan (terutama yang turun temurun),

3.      Kemandulan dan sering mengalami keguguran,

4.      Kehancuran rumah tangga dan keretakan hubungan dalam keluarga,

5.      Selalu kekurangan uang,

6.      Cenderung atau sering mengalami kecelakaan, dan

7.      Seringnya terjadi kasus bunuh diri atau kematian tak wajar atau mati muda dalam suatu keluarga.[24]

II.                Refleksi Teologis

Allah telah menciptakan semuanya baik dan sungguh baik (Kejadian 1). Segala yang diperlukan manusia telah disediakan sejak awal di Taman Eden kepada Adam dan Hawa. Tindakan Allah yang sesuai dengan maksud penciptaan dunia sejak permulaan, serta tindakan yang baru merupakan pernyataan kebesaran-Nya yang tak dapat diduga oleh manusia. Kisah-kisah yang terdapat di dalam Kitab Perjanjian Lama terkhususnya dalam Kitab Kejadian mengisahkan beberapa peristiwa kejatuhan manusia ke dalam dosa yang terjadi karena rasa ingin tahu manusia dan ingin melebihi Allah. Maka ketika manusia telah jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi hamba dosa dan memberikan pemberontakan kepada Allah. Pemberontakan merupakan buah dari dosa tersebut, dosa sudah menjadi hal yang tetap di dalam diri setiap manusia sejak lahirnya setelah peristiwa dosa yang dimulai oleh Adam dan Hawa. Menurut isi Kitab Perjanjian Lama, segala dosa atau pelanggaran yang dikerjakan oleh manusia, maka Allah langsung memberikan hukuman serta kutuk kepada orang tersebut.

Ada beberapa maksud dari pemberian hukuman serta kutuk tersebut, yaitu untuk mengungkapkan kasih Allah kepada ciptaan-Nya, kemudian untuk menyadarkan manusia dari kesalahan yang dilakukannya. Dengan hukuman-hukuman-Nya itu Allah mengajari makhluk-Nya bukan untuk membalaskan dendam Allah. Ulangan 32:39 “Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorangpun tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu.” Allah menghukum berarti Allah masih mengasihi manusia. Di dalam setiap penderitaan maka Allah tetap memberikan jalan serta penghiburan kepada manusia, segal yang telah Ia ciptakan tidak ditinggalkan-Nya begitu saja.

III.             Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembahasan Konsep Teologi Perjanjian Lama Tentang Dosa, Kejahatan, Pelanggaran Kaitannya Dengan Hukuman dan Kutuk yaitu dosa merupakan sebuah perbuatan yang salah, penyimpangan, serta ketidaktaatan manusia terhadap perintah Allah. Dosa pertama dilakukan pada masa Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa oleh karena mereka ingin tahu dan ingin memiliki pengetahuan seperti Allah. Mereka bertindak atas pilihannya sendiri, mereka saling melepmparkan kesalahan diantara ketiga oknum, maka mereka sangat memilukan hati Allah dengan kerusakan hubungan yang telah mereka perbuat. Karena dosa, hubungan manusia dengan Allah menjadi rusak, begitu pula dengan hubungan manusia dengan manusia. Beberapa contoh dosa yang terjadi yaitu “dosa terhadap Allah”, “dosa terhadap saudaramu”, kemudian “dosa terhadap ayah” dan “dosa mencari nama”. Buah dosa adalah kejahatan serta pelanggaran yang menyebar luas kepada keturunan selanjutnya.

Manusia harus menanggung dosa dengan mendapatkan hukuman serta kutukan dari Allah, pada perjanjian lama, buah atau akibat dari dosa langsung diterima manusia melalui Allah. Akibat dari dosa yaitu hukuman serta kutuk, melalui hal itu Allah bermaksud untuk menghajar manusia serta ciptaan-Nya agar menyadari kesalahan yang telah menyimpang dari maksud-maksud Allah kepada ciptaan-Nya. Allah tidak menciptakan manusia untuk berbuat dosa, namun manusialah yang telah melakukan penyimpangan terhadap perintah Allah.

IV.             Daftar Pustaka

C. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, Jakarta: BPK GM, 2004

Charles C. Ryrie, Teologi Dasar I: Panduan Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab, Yogyakarta: Andi Offset, 2014

Christoph Barth dan Merie-Claire Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK GM, 2012

David and Pat Alexander, The Lion Handbook to the Bible, Suderland: Albatross Books, 1986

Denver Sizomere, 25 Pelanggaran Tentang Doktrin Kristen, Yogyakarta: LATM/GJKI, 2008

Derek Prince, Berkat atau Kutuk Pilihan di tangan Anda, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1995

Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK GM, 2015

I Snoek, Sejarah Suci, Jakarta: BPK GM, 2001

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:Gramedia

R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, Jakarta: BPK GM, 2002

William Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 1991

Sumber Lain

Perdomuan Marbun, Jurnal Konsep Dosa Dalam Perjanjian Lama Dan Hubungannya dengan Perjanjian, Academia.edu, diakses pada tanggal 3 September 2021 pada pukul 15:36 WIB


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

[2] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta: BPK GM, 2002), 21.

[3] Perdomuan Marbun, Artikel Konsep Dosa Dalam Perjanjian Lama Dan Hubungannya dengan Perjanjian, Academia.edu, diakses pada tanggal 3 September 2021 pada pukul 15:36 WIB.

[4] I Snoek, Sejarah Suci, (Jakarta: BPK GM, 2001), 28.

[5] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK GM, 2015), 234.

[6] William Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1991), 89-91.

[7] Perdomuan Marbun, Artikel Konsep Dosa Dalam Perjanjian Lama Dan Hubungannya dengan Perjanjian, Academia.edu, diakses pada tanggal 3 September 2021 pada pukul 15:36 WIB.

[8] William Dyrness, 88-89.

[9] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK GM, 2004), 74-75.

[10] Denver Sizomere, 25 Pelanggaran Tentang Doktrin Kristen, (Yogyakarta: LATM/GJKI, 2008), 28-29.

[11] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK GM, 2004), 76.

[12] William Dyrness, 87-89.

[13]  C. Barth, Theologia Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK GM, 2004), 75.

[14]  Charles C. Ryrie, Teologi Dasar I: Panduan Populer untuk Memahami Kebenaran Alkitab, (Yogyakarta: Andi Offset, 2014), 203.

[15] William Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1991), 84.

[16] Christoph Barth dan Merie-Claire Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK GM, 2012), 40-44.

[17] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Gramedia), 511.

[18] David and Pat Alexander, The Lion Handbook to the Bible, (Suderland: Albatross Books, 1986), 124.

[19] C. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, (Jakarta: BPK GM, 2004), 76

[20] Derek Prince, Berkat atau Kutuk Pilihan di tangan Anda, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1995), 15-16.

[21] C.Barth, 79.

[22] William Dyrness, Tema-tema Teologi Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 1991), 92.

[23] C.Barth, 78.

[24] Derek Prince, Berkat atau Kutuk Pilihan di tangan Anda, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil Immanuel, 1995), 45.

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Total Pageviews
Times/ Waktu
Waktu di Kota Medan: