I.
Pembahasan
1.1. Arti Kitab Maleakhi
Kitab ini berisi ajaran yang sangat penting tentang
Allah serta sikap dan rancangan-Nya terhadap umat-Nya.[1]
Arti kitab Maleakhi yang berarti “utusanku”. (Maleakhi 3:1), dan juga kitab
Maleakhi ini adalah kitab terakhir dalam perjanjian lama, hidup di
tengah-tengah orang-orang yang pulang dari tawanan.[2]Dimana
kitab ini menggambarkan pelaku yang dikirim untuk mempersiapkan jalan bagi
kedatangan Allah, dan juga kitab maleakhi ini membahas tentang dimana umat-Nya
mengakui bahwa segala sesuatu adalah milik-Nya dan mereka harus mengungkapkan
pengakuan ini dengan membayar persepuluhan (seperseuluh dari segala hasil atau
pendapatan).[3]
1.2. Definisi
Persembahan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,persembahan
berasal dari kata sembah yang
berarti pernyataan hormat dan. Persembahan merupakan sebuah
hadiah atau pemberian kepada orang yang terhormat. Persembahan merupakan
ungkapan syukur terhadap Allah atas kasih setia dan pemeliharaan-Nya yang
diberikan, diterima oleh manusia. Jadi persembahan merupakan cara umat Allah
untuk mengucap syukur untuk setiap anugerah dan berkat Tuhan dalam
kehidupannya. Persembahan yang sejati merupakan persembahan yang diberikan dengan
ketulusan baik itu dalam bentuk uang, hasil panen atau pun hasil ternak.[4]
1.3. Defenisi
Persepuluhan
Persepuluhan atau dalam bahasa Ibrani disebut Maaser atau Maasar “מַעֲשֶֹר”
adalah
sebentuk persembahan yang diberikan oleh orang Israel berupa hasil panen lading
dan ternak yang merupakan memberi sepersepuluh
dari harta yang dimiliki kepadaTuhan sebagaiucapan syukur atas segala berkatnya.
Dan kata Maaser yang berhubungan dengan persembahan
persepuluhan muncul dalam beberapa ayat Alkitab Perjanjian Lama, yaitu:
(Kejadian 14: 20; 28: 22), (Imamat 27: 30-32), (Ulangan 14: 23, 28; 26: 12), (2
Tawarikh 31: 5, 6, 12), (Nehemia 10: 37, 38; 12: 44; 13: 5, 12), (Amos 4: 4),
dan (Maleakhi 3: 6-12).[5]
1.4. Tujuan
Persembahan Persepuluhan
Tujuan dari persembahan persepuluhan ini menjadi,
bahwa tidak ada alasan bagi orang percaya untuk tidak memberikan persembahan
kepada Tuhan, karena semua adalah pemberian dari pada Tuhan. Memberi merupakan
aspek penting dalam pelayanan dan dalam kehidupan orang percaya. Persepuluhan
merupakan salah satu aspek penting dalam hal memberi yang tidak dapat diabaikan
dalam kehidupan orang percaya. Banyak orang percaya mengalami kebingungan
mengenai persepuluhan. Orang pecaya yang satu seringkali mendengar dari banyak
orang percaya yang lain bahwa persepuluhan adalah sebuah kewajiban yang harus
ditaati oleh semua orang percaya, karena setiap orang percaya telah diberkati
atau supaya orang percaya diberkati.
Dengan demikian Orang percaya yang mewajibkan persepuluhan sebagai
keharusan seringkali memakai Maleakhi 3:10 sebagai dasar alkitabnya, “Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak akan membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Penting bagi setiap orang percaya untuk
mengetahui bahwa pendekatan alkitabiah sangat berbeda dengan pendekatan
ayatiah. Pendekatan alkitabiah lebih memperhatikan pesan utama keseluruhan
Alkitab tentang sebuah tema terkhusus di sini adalah tentang persepuluhan.
Sedangkan pendekatan ayatiah biasanya hanya sekadar mengambil ayat-ayat favorit
dan manarik darinya sebagai kesimpulan. Oleh karena itu, sungguh adalah perlu
diperhatikan, bagaimana Alkitab secara keseluruhan berbicara mengenai
persepuluhan.[6]
1.5. Persembahan
Persepuluhan Dalam Perjanjian Lama
Pada masa perjanjian lama, terutama setelah bangsa
Israel bermukim di Kanaan, membayar persepuluhan merupakan kewajiban dan
peraturan agama, sebagai tanda dan pengakuan bahwa seluruh harta milik adalah
milik Allah. Siapapun yang tidak membayar persepuluhan berarti dia mementingkan
diri sendiri dan menumpuk keuntungan bagi dirinya. Tetapi Menurut tradisi bapa
leluhur bangsa Israel seperti Abraham memberikan persepuluhan dari rampasan
perang kepada Mekisedek, seorang raja iman di salem (Kej 14:20) karena Abraham
merupakan orang pertama yang memberikan persepuluhan atau sepersepuluh dari
semuanya.[7]
Demikian juga Yakub berjanji di Betel, bahwa dia akan mempersembahkan
sepersepuluh pendapatnya kepada Allah (Kej 28:22). Penting untuk dicata dalam
perjanjian Lama ini bahwa persembahan persepuluhan ini berarti pemberian
persepuluhan bersifat sukarela bukan kewajiban (Obligatory).[8]
Hal ini menunjukan atau memandang bahwa tujuan persembahan persepuluhan dalam
perjanjian lama adalah pengajaran yang diberikan Allah kepada umat-Nya supaya
mereka mengutamakan Dia dalam kehidupan.[9]
Peraturan
persembahan persepuluhan juga muncul dalam kitab-kitab lain di luar kitab
Taurat Musa. Dalam 2 Tawarikh 31:5-6 dan Nehemia 10:37-38; 12:44; 13:5, 12.
Persembahan persepuluhan dalam bagian ini mengikuti tradisi dari Bilangan 18
yaitu diberikan kepada suku Lewi oleh karena suku Lewi tidak memperoleh bagian
dari pembagian tanah Israel.[10]
1.6. Persembahan
Persepuluhan Pada Zaman Maleakhi
Dalam Maleakhi 3:6-13 dan Maleakhi 8-15 mengartikan
dimana mereka telah menipu Tuhan dengan segala persepuluhan dan persembahan
khusus (Maleakhi 3:8 bnd: Nehemia 13:10-14; Imamat 27:30; Ulangan 14:22). Dalam
kejahatan susila Israel dan pelanggaran taurat ilahi yang disengajakan itu
dinyatakan dengan hidup dalam bagian ini. Mereka pun tidak memelihara
peraturan-peraturan agama yang lahiriah. Allah telah menghukum mereka dan
ketidaktaatan mereka yang berlangsung itu memberatkan kesalahan mereka
(Maleakhi 3:9).
Suatu kesempatan baru untuk menyesuaikan kelakuan
mereka diberikan dalam nasihat untuk membawa “seluruh persembahan persepuluhan”
ke dalam rumah perbendaharaan (Bnd Nehemia 10:38, 39; 13:5, 12, 13), supaya
mereka yang melayani dalam tempat kudus itu boleh hidup dari bait suci itu.
“Seluruh persembahan persepuluhan “Allah sama sekali tidak dilayani bila
memberikan pelayanan yang sebagian saja (Maleakhi 3:10). Bahkan mereka telah
diberi kesempatan untuk “menguji” kesetiaan Allah dengan melakukan tugas mereka.
Bukan saja kekeringan itu akan dilenyapkan oleh hujan yang lebat, melainkan
dengan berlimpah-limpah segala macam berkat ilahi akan dicurahkan (Maleakhi
3:10-11). Oleh karena itu berkat Allah atas mereka akan menjadi suatu kesaksian
kepada bangsa-bangsa lain bahwa melayani Tuhan itu membawa untung, juga
keuntungan yang jasmani (ayat 12). Keluhan yang tak beriman dan kemunafikan
bangsa itu dibandingkan dengan kelakuan orang yang benar, dan pahala orang yang
benar itu dibentangkan (Maleakhi 3:13-18). Sukar bagi kita untuk mengerti
kekurang ajaran dan kelancangan orang Israel. Mereka menantang Allah dan secara
bodoh menuduh Dia, dengan mengatakan bahwa tak adanya gunanya melayani Allah
dan memelihara hukum-hukum-Nya, sebab Ia tidak adil, padahal selamanya itu
merekalah yang bersalah. Rupanya mereka merasa bahwa melakukan tatacara agama
dan persembahan korban saja sudah cukup. Sama benar dengan Kekristenan modern.
Bahkan upacara-upacara agama itu dijalankan tanpa gairah dengan sembrono
(Maleakhi 3:13-15).[11]
Hal ini menunjukan bahwa dalam administrasi Agama,
dimana mereka menentukan supaya sumbangan-sumbangan bagi orang-orang lewi
diberikan, dan menetapkan pengawas-pengawas perbendaharaan yang jujur untuk
mengawasi persembahan-persembahan persepuluhan. Fakta-fakta ini menyanggupkan
kita menarik kesimpulan bahwa Persembahan persepuluhan di kitab Maleakhi
bernubuat selama zaman pemerintahan Persia atas daerah Yehuda dan sesudah bait
suci dibangun yaitu antara lain:
·
Para imam (atau
orang-orang lewi) mengorbankan (mempersembahkan sebagai korban) binatang yang
timpang dan sakit dan memandang bulu/orang dalam administrasi hukum.
·
Orang-orang sering
tidak membayar persembahan persepuluhan, sebab itu para imam juga terpaksa
meninggalkan tugas-tugasnya dan mencari nafkah.[12]
1.7. Arti dan Makna Persembahan Persepuluhan dalam
Malekahi Pasal 3:6-12[13]
Dalam Maleakhi 3:10 sebelumnya harus diketahui bahwa
bahasa religius yang dipakai dalam kitab Maleakhi sangat legalisasi dengan
keinginan untuk menegakkan aturan agamawi. Namun hal ini bukanlah yang utama
sebab pesan utama dalam kitab Maleakhi adalah mengenai kesetiaan Allah yang
direspons tidak sepantasnya oleh umat Israel. Sejak awal kitab Maleakhi
ditegaskan bahwa Tuhan mengasihi bangsa Israel (Mal.1:2-5). Namun sekalipun
bangsa Israel sudah dikasihi Tuhan, bangsa Israel tetap saja melakukan tindakan
yang menyedihkan dan penuh cemar dengan memberi persembahan yang tidak layak
kepada Tuhan (Mal. 1:6-14), bahkan para imamnya terlibat dalam perusakan moral
umat Israel (Mal. 2:1-9), selanjutnya umat Israel yang dituntut untuk
memelihara kemurnian iman justru kawin dengan bangsa lain (Mal. 2:10-16).
Terlihat dengan jelas bahwa hubungan kasih Tuhan dan manusia tidak seimbang,
bagaimana Tuhan mengasihi manusia namun manusia membalas-Nya dengan kejahatan.
Semua kejahatan yang dilakukan umat Israel menunjukkan ketidakpercayaan umat
Israel bahwa Tuhan yang selalu memeliharanya dengan setia. Itulah sebabnya
Tuhan menegaskan bahwa Tuhan tidak pernah berubah dan Ia akan tetap setia
(Mal3:6). Respons dalam bentuk kejahatan yang dilakukan oleh umat Israel
terhadap kasih Tuhan ini tentu sangat menyedihkan hati-Nya. Tuhan hanya
menuntut umat Israel untuk hidup taat yang diwujudkan dalam pemberlakuan hukum
dan peraturan, tetapi umat Israel malah melanggarnya termasuk dalam hal
persepuluhan. Itulah sebabnya Tuhan seperti menantang umat Israel untuk
membuktikan kasih setia Tuhan kembali dan setelah itu barulah muncul ayat 10.
Dengan demikian ayat 10 ini bukan bernuansa pengaturan mengenai persembahan persepuluhan,
namun sebuah tantangan dari Tuhan untuk membuktikan kesetiaan Allah. Jadi,
Maleakhi 3:10 harus dipahami dalam kerangka, umat Israel memberi karena telah
menerima dari Tuhan dan bukan sebaliknya, umat Israel memberi supaya menerima.
Oleh
karena itu dalam Malekhi 3:10 dan bersifat wajib. Akan tetapi secara teologi
persembahan persepuluhan umat Kristen tidak dibatasi oleh angka. Sebab
persembahan yang sesungguhnya adalah tubuh, jiwa, dan roh sebagai persembahan
yang hidup dihadapan Tuhan.
II.
Refleksi Persembahan
Persepuluhan Dan Relevansinya Pada Gereja Masa Kini
Pada
masa kini warga jemaat cenderung kurang memahami dengan serius tentang
pemberian persembahan persepuluhan. Ada kelompok yang acuh tak acuh dengan
persembahan persepuluhan, ada yang sungguh-sungguh memberi sebagai ucapan
syukur kepada Allah karena merasa hidupnya dan segala yang dimilikinya adalah
berasal dari Allah. Tidak sedikit juga orang yang menganggap bahwa persembahan
persepuluhan adalah peraturan di dalam gereja, sehingga terdapat kesimpangsiuran
dengan muncul pertanyaan; Apakah persembahan persepuluhan itu? diwajibkan atau
tidak? Atau untuk apa persembahan persepuluhan diberikan? Kemana persembahan
persepuluhan itu diberikan? Jawaban yang mungkin didapatkan dari para pelayan
atau hamba Tuhan di gereja sering menggunakan ayat-ayat Alkitab, tetapi belum
tentu ayat-ayat yang disebutkan benar-benar bahwa itu merupakan perintah Tuhan.
Persembahan persepuluhan tentu bukanlah suatu istilah yang asing lagi bagi
warga gereja. Hampir semua orang Kristen pernah mendengar dan bahkan sudah
memberikan persembahan persepuluhan. Meskipun demikian harus diakui bahwa dalam
prakteknya banyak kali terjadi kesalahan atau penyimpangan baik dari kalangan
jemaat sendiri maupun juga dari kalangan para pendeta maupun hamba Tuhan dan
para pelayan di gereja.[14] “Apakah artinya semua
yang terkait dengan persembahan persepuluhan, bila kita terapkan dalam
kehidupan kita saat ini? Pertama, baiklah saya mengemukakan dengan jelas dan
tegas, apa yang harus kita tolak. Kita harus menolak orang atau orang-orang
yang ingin mempopulerkan persepuluhan sebagai sebuah metode penggalangan dana
untuk gereja, apalagi untuk kantong perorangan atau yayasan. Namun, berdosalah
orang yang membuat persepuluhan ini sekedar sebuah metode mencari uang. Kedua,
kita harus menolak orang atau orang-orang yang menekankan segi formal dan legal
dari persepuluhan secara berlebihan.”[15] Dengan demikian Yang
terpenting dari persepuluhan, bukanlah angka 10 persen itu. Hati yang beryukur
tidak boleh terbatas dan tidak boleh dibatasi oleh angka. Sebab sesungguhnya,
sebelum orang dapat mempersembahkan 100 persen kepada Tuhan, persembahan orang
tersebut belumlah cukup. Sebaliknya, Tuhan tidak menampik orang yang hanya
mampu mempersembahkan kurang dari 10 persen. Di hadapan Tuhan, tidak ada jumlah
yang terlalu besar atau terlalu kecil. Yang diperhitungkan dengan sangat oleh
Tuhan, adalah hati yang memberi. Apakah ia memberikan semampunya atau hanya
semaunya.[16]
III.
Kesimpulan
Dapat
kami simpulkan dari penjelasan diatas yaitu:
1.
Persepuluhan sudah dimulai dari Abraham yang kemudian menjadi bagian ketetapan
Tuhan yang dilegalkan dalam hukum Taurat.
2.
Persepuluhan diberikan kepada orang-orang Lewi dan kepada imam-imam zaman
Perjanjian Baru dilakukan oleh karena orang-orang dari suku Lewi adalah
sekelompok umat Tuhan yang mengabdikan sepenuh hidupnya bagi Allah dan tidak
memperoleh bagian atas tanah perjanjian.
3.
Persepuluhan bukanlah pemberian untuk mendapatkan berkat Tuhan, malainkan oleh
karena Tuhan telah terlebih dahulu memberkati, maka orang percaya meresponsnya
dengan memberi persepuluhan.
4.
Pernyataan bahwa sepersepuluh penghasilan orang percaya adalah hak atau milik
Tuhan adalah benar, namun perlu disadari bahwa seluruhnya yang dimiliki orang
percaya adalah milik Tuhan.
5.
Sekalipun praktik pemberian persepuluhan sebagai kewajiban adalah salah, namun
bukan berarti orang percaya dilarang melakukannya. Pemberian persepuluhan boleh
dilakukan namun dengan motivasi yang tulus, sukarela dan disertai dengan
pemahaman yang benar yaitu bahwa persepuluhan adalah sebagai wujud komitmen
pribadi dengan Tuhan.
6.
Persembahan
persepuluhan sebagai bagian dari tanggung jawab umat Allah senantiasa dan tanda
ketaatan kepada Tuhan sebagai sumber hidup dan berkat bagi semua orang.
Persembahan persepuluhan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Sang Pemilik hidup
dan segala yang dipunyai manusia. Pemberian persembahan kepada Tuhan,
seharusnya bukan hanya bedasarkan nominal besar atau kecil, tetapi sebagai
ekpresi jiwa penuh suka cita. 2 Kor 9:7 “Hendaklah masing-masing memberikan
menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab
Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”
IV.
Daftar Pustaka
Andereas,
Segala Sesuatu Tentang: Berkat & Persembahan, Bandung: Revival Publ
House, 2009
Boyd,
A.B, Frank M, Kitab Nabi-Nabi Kecil, Malang:
Gandum Mas, 2011
Dkk,
W.S. Lasor, D. A Hubbad, Pengantar
Perjanjian Lama 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994
Johnson,
Douglas W., The Tithe: Challenge or Legalism, Nashville: Abingdon, 1984
Paterson,
Robert M., Tafsiran Nabi Malekahi, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1985
Purba,
Albert, Mencari Jawab Mendamba Kepastian,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017
Snoek, I., Sejarah Suci, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2001
Soru, Esra Alfred, Persembahan
persepuluhan, Kupang: Pelangi Kasih Ministry, 2011
Teo, Steven, Persepuluhan Kunci Kebebasan Finansial Yogyakarta: Andi, 2013
Vischer, Lukas, Tithing in the
Early Church, Philadelphia: Fortress, 1966
V.
Sumber Lain
file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Kelompok%204%20Makalah%20PERSEPULUHAN.pdf,
diaskes pada tanggal 19 Februari 2022, pada pukul 11:02 Wib.
Ndaru Sarjono, Kajian Teologis tentang
Persepuluhan, Jurnal Sekolah Tinggi Teologi Pelita Dunia, Vol 6. No 1, Juni
2020. 68-69
[1] Robert M. Paterson, Tafsiran Nabi Malekahi, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1985), 11.
[2] I. Snoek, Sejarah Suci, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 241.
[3] W.S. Lasor, D. A Hubbad, Dkk, Pengantar Perjanjian Lama 2, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1994), 454-458.
[4] file:///C:/Users/ASUS/Downloads/Kelompok%204%20Makalah%20PERSEPULUHAN.pdf,
diaskes pada tanggal 19 Februari 2022, pada pukul 11:02 Wib.
[5] Albert Purba, Mencari Jawab Mendamba Kepastian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2017), 53.
[6]
Douglas W. Johnson, The Tithe: Challenge or Legalism, (Nashville:
Abingdon, 1984), 17.
[7] Steven Teo, Persepuluhan Kunci Kebebasan Finansial (Yogyakarta: Andi, 2013),
5.
[8]
Albert Purba, Mencari Jawab
Mendamba Kepastian, 54-55.
[9]
Steven Teo, Persepuluhan Kunci
Kebebasan Finansial, 14.
[10] Lukas Vischer, Tithing in the
Early Church, (Philadelphia: Fortress, 1966), 5.
[11] Frank M. Boyd, A.B, Kitab Nabi-Nabi Kecil, (Malang: Gandum
Mas, 2011), 176-177.
[12]
Robert M. Paterson, Tafsiran Nabi
Malekahi, 22.
[13] Ndaru Sarjono, Kajian Teologis
tentang Persepuluhan, Jurnal Sekolah Tinggi Teologi Pelita Dunia, Vol 6. No
1, Juni 2020. 68-69.
[14] Esra Alfred Soru, Persembahan
persepuluhan, (Kupang: Pelangi Kasih Ministry, 2011), 2.
[15] Andereas, Segala Sesuatu
Tentang: Berkat & Persembahan, (Bandung: Revival Publ House, 2009), 86.
[16] Andereas, Segala Sesuatu
Tentang: Berkat & Persembahan,87.
Post a Comment