Doktirin Trinitatis (Hakikat ke- Allahan dari ke 3 Oknum
Trinitas)
a. Metodologi Ontologis (Kebenaran-kebenaran akaliah)
1. Akar masalah timbulnya ide-ide Trinitatis
2. Munculnya keragaman ide tentang Trinitas abad 1-4
3. Konsili Nicea dam Konsili Konstantinopel I
I.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Trinitatis
Trinitas adalah Doktirn kristen mengenai ketritunggalan
Allah[1]
Istilah Trinitatis atau Tritunggal berati bahwa ada tiga
oknum kekal dalam hakikat ilahi yang satu itu, masing-masing dikenal sebagai
Allah Bapa, Allah anak, dan Allah Roh Kudus. Tiga oknum ini dapat dikatakan
sebagai tiga kepribadian Allah. Kita menyembah Allah Tritunggal. [2]
2.2. Hubungan ke tiga pribadi
Allah telah menyatakan keberada-Nya dalam Dokrin
trinitas, penyataan Allah akan hal itu di dalam Alkitab. Hal pertama yang harus kita katakan bahwa orang-orang kristen
mempercayai, sama seperti orang Yahudi mempercayai, bahwa Allah itu satu (esa),
kata satu itu adalah ekhad. Allah
adalah satu Allah tetapi juga eksis dalam tiga “pribadi”. Maka ada tiga pribadi
atau subtastansi dalam Allah, masing-masing memiliki pengetahuan,
perasaan-perasaan , dan suatu kehendak. Namun bahkan di sini pun kita keluar
dari jalur. Karena dalam hal Allah, pengetahuan, perasaan dan kehendak
masing-masing tiga pribadi dalam keallahan ,Bapa, Anak dan Roh Kudus. [3]
2.3.Akar Masalah Timbulnya Ide-ide
Trinitas
Hal Ketika Gereja mengahayati dan mengungkapkan imannya
dalam konteks Yahudi dulu pada Abad I. [4] Dalam
abad ke-2 M, titik berat gereja dan begitu juga teolognya bergeser secara
definitif dari lingkungan Palestina ke dunia pemikiran Yunani, maka gereja
menghadapi keperluan mendesak untuk mengungkapkan imannya dala suatu bentuk
yang dapat dipahami secara atau mengikuti cara berpikir Yunani. Akibatnya
adalah masuknya cara berpikir metafisik menggantikan bentuk-bentuk berbicara
Alkitab yang bersifat konkret. Sebagaimana kita ketahui, pemikiran Yunani
berbeda dari pemikiran Alkitab terutama dalam hal ini yaitu, bahwa bagi Alkitab
Allah menyatakan diri-Nya dalam sejarah, sedangkan bagi pemikiran Yunani Allah
dilihat sebagai yang didasarkan atas keberadaan yang metafisika. Menghadapi
kepelbagaian seperti itu timbullah apa yang disebut Monarkianisme. Perhatian utamanya adalah untuk memelihara
monoteisme dalam Kekristenan. Titik persoalan dasar adalah menyangkut hubungan
Bapa dan Anak satu sama lain. Kaum Monarkhis berpendapat bahwa masalah itu
dapat diselesaikan dengan memahami keilahian Anak sebagai yang sekedar
dijabarkan, atau dengan melihat dalam Anak hanya sebagai sekedar mode atau cara
penampilan Bapa. Menurut salah satu cabang dari Monarkhianisme, yang disebut
Monarkhianisme dinamis, maka suatu kuasa ilahi yang tidak bersifat pribadi giat
dalam seorang manusia yang bernama Yesus. Jenis kedua dari Monarkhianisme
disebut Monarkhianisme modalistis, sudah menampilkan suatu konsep yang lebih
berkembang. Kaum Monarkhianisme modalistis menganut pandangan bahwa Allah
adalah Pribadi yang tunggal. Anak dan Roh Kudus hanyalah sekedar mode-mode atau
cara-cara penampilan Allah yang tunggal itu. Di luar ini banyak sistem-sistem
gnostik yang berkembang dalam abad ke-2 M juga mempengaruhi pembentukan ajaran
gereja mengenai Trinitas. Adalah benar kalau dikatakan bahwa kaum gnostik tidak
memperkembangkan ajaran mereka sendiri mengenai Trinitas. Yang mereka lakukan
adalah, mencakupkan Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh Kudus di antara aeon-aeon mereka yang banyak. Menurut
sistem-sistem gnostik, Kristus hanyalah mempunyai suatu tubuh maya dalam dunia
ini, yang Ia tinggalkan bagi sebelum penyaliban-Nya. Karena itu bukan Kristus,
Anak Allah itu yang mati, tetapi hanya seorang manusia Yesus. Barulah menjelang
akhir abad ke-2 M suatu penjelasan yang lebih besar diperkenalkan ke dalam
ajaran tentang Allah.[5]
2.4. Munculnya keragaman ide tentang
Trinitas abad 1-4
2.4.1.
Trinitas Abad 1
Paham Allah dalam kitab kitan suci Perjanjian Baru, Allah
perjanjian Baru adalah Allah yang Esa. Lingkungan agama kristiani yang asali.
Yaitu agama Yahudi, amat ketat monoteismenya. Berlawanan dengan politeisme yang
dianut oleh bangsa-bangsa lain yang tidakmengenal YHWH. Kristus telah
dibangkitkan oleh Allah Bapa itu diyakini sebagai Juru Selamat yang bersatu
dengan Bapa secara tak terpisahkan dan tak terbandingkan, dan dengan cara itu
juga menjadi gambar Allah. Dalam diri Yesuslah, Logos ilahi pada awal mula bersama-sama dengan Allah telah menjelma
menjadi manusia. Umat Kristen mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan mengakui
kehadiran Roh Allah di dalam gereja. Ada beberapa hal beberapa mendasar dianus
gereja sejak semula atau ajaran Trinitas. Yaitu
v Allah itu esa, sehingga umat tidak percaya akan dua atau
tiga allah
v Allah yang esa itu telah mewahyukan diri dengan cara
triganda sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus
v Sang Bapa, Pura tidak dapat disamakan satu sama lain
begittu sehingga perbedaan antara mereka hilang. Adapun tokohnya :[6]
a)
Paulus
Menurut
Paulus, Tuhan Alah hanya dapat dipandang sebagai suatu pribadi saja. Logos
dapat disebut anak, sedang hikmat disebut Roh. Demikianlah Paulus
mempertahankan perbedaan antara Allah Bapa, dan Yesus Kristus. [7]
2.4.2.
Trinitas Abad ke 2
1.
Irenaus
Ireanus menekankan keesaan Allah begitu kuat sehiingga
tidak segan memakai ungkapan yang berbunyi modalitik, seakan-akan Putra dan Roh
hanya penamkapan saja dari Allah Yang Esa itu. Misalnya dikatakannya bahwa
menurut ada dan kuasa-Nya, Allah itu pada hakikatnya esa”, namun ia juga
berkata “akan tetapi menurut peristiwa dan pelaksanaan penebusan terdapat Bapa
dan Putra. Firman dan hikmat itu boleh dikatakan hypostasesis, yang lahir
dari pada-Nya sebelum dunia diciptkan. Puta lahir dari pada-Nya sebelum dunia
diciptakan. Putra lahir dari Bapa sebelum adanya waktu. [8]
2. Yustinus
Martir
merupakan seorang apologet Kristen yang terkemuka dalam
gereja abad ke-2. Ajarannya mengenai logos
dikatakan bahwa logos dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu logos dalam
Allah dan logos yangkeluar dari
Allah. Yustinus melukiskan proses kelahiran logos
sebagai kelahiran tanpa pemisahan dan pengurangan terhadap hakikat Allah. Logos adalah putra Allah yang tunggal. Logos dilahirkan sebelum penciptaan dan
keluar dari kehendak bebas Allah. Logos itu
sudah ada di antara manusia sebagai benih-benih kebenaran (logos Spermatikos).[9]
2.4.3.
Trinitas Abad ke -3
1.
Tertulianus
Tertulianus berpegang teguh pada hakikat Allah yang esa
dalam tiga pribadi yang berhubungansatu sama lain. dalam Hakikat Allah yang
satu, begitu ditegaskan, terdapat tiga pribadi, tetapi adanya tiga pribadi itu
tidak berati bahwa ada lebih dari satu Alla. Logos berlainan dengan Bapa “dalam arti person, bukan subsatansi,
bukan pembagian” istilah persona diterapkannya pula pada Roh Kudus yang
disebutnya Pribadi Ketiga”. [10]
2.
Origenes
Allah itu satu, tetapi dibandingkan dengan perbedaan
anatara ketiga pribadi yang jauh lebih ditonjolkan olehnya, maka origenes
kurang mengungkapkan kesatuan Allah Tritunggal itu. Ia malah beranggapan bahwa
dalam arti hanya Bapa itu Allah. Memang, nama Allah bisa juga diterapkan pada
Putra dan Roh, tetapi keilahian mereka bersifat sekunder, diteruntukan dari
keilahian Bapa. Allah melahirkan Putra dalam sutau tindakan yang abadi. Seperti
Putra disubordinasi kepada Bapa, begitu pula Roh kepada Putra. Origenes dapat
mengatakan bahwa Sang putra dan Logos itu
ciptaan Bapa. [11]
2.4.4.
Trinitas Abad ke 4
1.
Arius
Arius mengajarkan bahwa Allah yang sejati adalah Bapa
saja. Kemudian Allah melahirkan Anak itu dari yang tiada (ex-nihilo) oleh kehendakNya sendiri. Anak itu bukan saja sulung dan
permulaan melainkan Ia juga pencipta alam semesta suatu makhluk yang mempunyai
kehendak bebas dalam dirinya sendiri dapat berdosa namun ketergantungannya pada
status sorgawiNya, maka Ia tidak dapat berdosa. Arius menolak jika Bapa dan
Anak itu satu substansi. Bagi Arius, Trinitas dilukiskan dengan rumusan tiga hypostatis, yaitu dalam keallahan
terdapat tiga oknum yang terpisah dan berbeda. Dari antara mereka, hanya Bapa
saja yang memiliki substansi Allah dan sungguh-sungguh Allah dari yang kekal
hingga kekal.[12]
2.
Athanasius
Mengenai Trinitas, Athanasius berdasar pada keesaan Allah
dan sesudah itu baru mulai memikirkan ketigaan Allah, sehingga mengajarkan
bahwa dari ketiga oknum itu tidak ada yang tinggi atau yang rendah. Roh keluar
dari Bapa dan dari Anak pula. Keyakinan itu, nampak terang dalam pengakuan Athanasius.[13]Bagi
Athanasius mengenai Roh Kudus bahwa ia menyebut Roh Kudus adalah dari Bapa dan
Anak, tidak dibuat dan tidak diciptakan, tidak diperanakkan tetapi keluar dari
mereka. Dengan demikian adalah satu Bapa, bukannya tiga Bapa, satu Anak
bukannya tiga Anak, satu Roh Kudus bukannya tiga Roh Kudus.[14]
2.5. Konsili Nicea dan Konsili
Konstantinopel I
2.5.1.
Konsili Nicea
2.5.1.1.
Latar Belakang Konsili Nicea
Konsili Oikumenis pertama diadakan di kota Nicea pada
taun 325 atas undangan Kaisar Konstantinus Agung yang baru saja memberi
kebebasan kepada gereja. Tujuannya untuk menyelesaikan suatu pertikaian yang
mengacam keesaan gereja. Masalah yang dipertikaian adalah masalah keilahian
Kristus. Apakah Kristus ilahi penuh, seperti Allah Bapa atau tidak ? berkaitan
dengan pernyataan ini, dikemudian hari ditambahkan lagi hubungan Roh Kudus
dengan Allah dan Kristus, sehingga pertikaian ini disebut Trinitas. [15]
Konsili ini diadakan sebagai reaksi atas ajaran-ajaran Arius.[16]Menurut
pemikiran Arius, Allah begitu berbeda yaitu bahwa Dia tidak dapat membagi
hakikatNya dengan apapun. Hanya Allah yang bisa menjadi Allah. Arius menyatakan
bahwa Yesus memiliki sifat keilahian namun bukan Allah. Hanya Allah Bapa, kata
Arius abadi adanya. Jadi PutraNya itu merupakan manusia yang diciptakan. Ia
seperti Bapa, tetapi bukan Allah.[17]
2.5.1.2.
Hasil Konsili Nicea
Pengakuan
Iman ini diterima dalam sidang Konsili sebagai Pengakuan Iman yang sah yang di
dalamnya berbunyi sebagai berikut:“Kami percaya dalam satu Allah, Bapa yang
Maha Kuasa, pencipta segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
Dan di dalam satu Tuhan Yesus Kristus, anak Allah yang dilahirkan dari Bapa,
hanya diperanakkan, yaitu substansi Bapa, Allah dari Allah, terang dari terang,
Allah yang sejati dari Allah yang sejati, dilahirkan bukan diciptakan, berasal
dari satu substansi dengan Bapa, melalui siapa segala sesuatu ada, segala
sesuatu baik yang disorga maupun yang di bumi, yang oleh sebab kita manusia dan
demi keselamatan kita, turun dan menjelma, menjadi manusia, menderita dan
bangkit lagi pada hari yang ketiga, naik ke sorga dan akan datang untuk
menghakimi yang hidup dan yang mati, dan di dalam Roh Kudus”.[18]
2.5.2.
Konsili Konstatinopel I
2.5.2.1. Latar
Belakang Konsili Konstatinopel I
Pada tahun 379 warga Barat bernama Theodosius menjadi
kaisar kerajaan Timur. Ia adalah pendukung konsili Nicea yang teguh dan ia
memutuskan untuk menangani Arianisme secara tuntas. Ia memanggil konsili yang
bersidang di Konstantinopel di bulan Mei sampai Juli tahun 381. Konsili ini
sebenarnya konsili Bapa-bapa Kapadokia. Kedua Gregorius hadir. Ajaran yang
sesat diperangi oleh Bapa Kapadokia ditolak oleh konsili, sesuai dengan ajaran
mereka. Konsili Konstantinopel di anggap sebagai konsili oikumenis yang kedua.
Konsili ini dianggap sebagai konsili Oukumenis yang kedua, yang dipakai secara
luas oleh gereja-gereja Barat maupun Timur dengan satu perbedaan penting. Di
Timur orang percaya bahwa Roh Kudus keluar dari Sang Bapa melalui Sang Anak,
namun di Barat, kepercayaan berkembang mengenai Roh Kudus keluar dari Bapa Sang
Anak. [19]
2.5.2.2.
Keputusan Konstatinopel I
Pengakuan Iman Nicea-Kontantinopel berbunyi sebagai
berikut: “aku percaya kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit
dan bumi, segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu
Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, yang lahir dari Sang Bapa
sebelum ada segala zaman, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah yang
sejati dari Allah yang sejati, diperanakkan bukan dibuat, sehakikat dengan Sang
Bapa, yang dengan perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat, yang telah turun dari
sorga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, dan menjadi daging, oleh
Roh Kudus, dari anak dara Maria, dan menjadi manusia, yang disalibkan bagi kita
di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, menderita dan dikuburkan, yang bangkit
pada hari ketiga, sesuai dengan Isi kitab-kitab, dan naik ke sorga, yang duduk
di sebelah kanan Sang Bapa, dan akan datang kembali dengan Kemuliaan untuk
menghakimi orang yang hidup dan yang mati, yang kerajaan-Nya takkan berakhir.
Aku percaya kepada Roh Kudus, yang jadi Tuhan dan yang menghidupkan, yang
keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak, yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan
Sang Anak disembah (dan dimuliakan), yang telah berfirman dengan perantaraan
para nabi. Aku percaya satu gereja yang kudus dan am dan rasuli. Aku mengaku
satu baptisan untuk pengampunan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati dan
kehidupan di zaman yang akan datang. Amin”.[20]
2.5.2.3.Dampak
Kosili Konsatinopel I
Pengakuan Iman yang dihasilkan tidak dapat meyakinkan pengikut-pengikut
Macedonius waktu itu, tetapi sekarang kredo ini dianggap yang paling oikumenis
dari umat Kristen. Ia dipakai secara luas, baik digereja-gereja Barat maupun
Timur. Konsili Konstantinopel membenarkan bahwa Yesus Kristus adalah Allah
sepenuhnya (ini melawan Arianisme) dari manusia sepenuhnya (ini melawan
Apollinaris).[21]
II.
Kesimpulan
Trinitas
adalah Doktirn kristen mengenai ketritunggalan Allah[22]
Istilah Trinitatis atau Tritunggal berati bahwa ada tiga
oknum kekal dalam hakikat ilahi yang satu itu, masing-masing dikenal sebagai
Allah Bapa, Allah anak, dan Allah Roh Kudus. Tiga oknum ini dapat dikatakan
sebagai tiga kepribadian Allah. Kita menyembah Allah Tritunggal. Allah adalah
satu Allah tetapi juga eksis dalam tiga “pribadi”. Maka ada tiga pribadi atau
subtastansi dalam Allah, masing-masing memiliki pengetahuan, perasaan-perasaan.
Cara berfikir Yunani, Titik persoalan dasar adalah menyangkut hubungan Bapa dan
Anak satu sama lain. Kaum Monarkhis berpendapat bahwa masalah itu dapat
diselesaikan dengan memahami keilahian Anak sebagai yang sekedar dijabarkan,
atau dengan melihat dalam Anak hanya sebagai sekedar mode atau cara penampilan
Bapa. kaum gnostik tidak memperkembangkan ajaran mereka sendiri mengenai
Trinitas. Yang mereka lakukan adalah, mencakupkan Allah Bapa, Allah Anak, dan
Roh Kudus di antara aeon-aeon mereka
yang banyak. Dan dengan adanya banyak masalah-masalah Doktrin Trinitas
terjadilah Konsili Nicea dan Konstatinopel adalah Kami percaya dalam satu
Allah, Bapa yang Maha Kuasa, pencipta segala sesuatu yang kelihatan dan yang
tidak kelihatan.
III.
Daftar
Pustaka
Browning
W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta:
BPK-GM 2014
Thiessen
Henry C., Teologi Sitematika, Malang:Gandung
Mas, 1993
Montgomery
James Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, Surabaya: Momentum, 2015
syukur
Nico, Teologi Sistematika 1, Yogyakarta:Kanisius, 2004
Lohse
Bernhard, Pengantar Sejarah Dogma Kristen,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989
Hadiwijono
Harun, Iman Kristen, Jakarta:
BPK Gunung Mulia,
2016
Wellem
F.D, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh
Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015
Berkhof
H.dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2018.
Lane
Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016.
De
Jonge Christian, Gereja Mencari Jawab,
Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2007
Kenneth
A.Churtis, dkk, 100 Peristiwa Penting
Dalam Sejarah Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM 2014), 458.
Di copy dari sajian senior Herman Bakti Manullang, dari kelas IIC, mata kuliah
Dogmatika I, oleh Dosen Pardomuan Munthe, M. Th
[2] Henry C.
Thiessen, Teologi Sitematika,
(Malang:Gandung Mas, 1993), 138.
[3] James Montgomery
Boice, Dasar-Dasar Iman Kristen, (Surabaya: Momentum, 2015),
112-114
[4] Nico syukur,
Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), 126
[5]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989),
51-54
[6] Nico syukur,
Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), 126-128
[7] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016), 106-107
[8] Nico syukur,
Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), 177
[9]F.D Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2015), 194-195.
[10] Nico syukur,
Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), 135
[11] Nico syukur,
Teologi Sistematika 1, (Yogyakarta:Kanisius, 2004), 137
[12]F.D Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2015), 15. Di copy dari sajian senior Herman Bakti Manullang,
dari kelas IIC, mata kuliah Dogmatika I, oleh Dosen Pardomuan Munthe, M. Th
[13]H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2018), 56.
[14]Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 77.
[15] Christian De
Jonge, Gereja Mencari Jawab,
(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2007), 20-21
[16]Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 23.
[17]A. Kenneth Churtis, dkk, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Kristen,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 20-21.
[18]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989),
65-66.
[19] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016), 32-33.
[20]Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989),
81.
[21]Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 32-33.
[22] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK-GM 2014),
458. Di copy dari sajian senior Herman Bakti Manullang, dari kelas IIC, mata
kuliah Dogmatika I, oleh Dosen Pardomuan Munthe, M. Th
Post a Comment