Doktrin
Kristologi (=Tabiat & Kehendak: Ke Ilahian & Ke-Insanian)
a.
Akar Masalah Timbulnya Ide Kristologi dan Munculnya
Keberagaman Ide Pada Abad 1-7
b.
Konsili Efesus dan Kalsedon
I.
Pembahasan
1.1.
Pengertian Kristologi
Kristologi berasal dari kata bahasa Yunani yaitu Kristos dan Logos yang artinya ilmu pengetahuan atau doktrin mengenai pribadi
Kristus.[1] “Kristologi”
merupakan doktrin tentang pribadi Kristus, dimana menegaskan kepercayaan kepada
Yesus sebagai satu pribadi dengan dua hakikat, yang dipersatukan tanpa
dikacaukan.[2]
1.2.
Akar masalah munculnya ide Kristologi
Kristologi
dan ajaran mengenai Trinitas tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,
baik dalam sejarah dogma maupun dalam teologi sistematika. Setiap afirmasi
kristologis senantiasa mengandung suatu pemahaman tertentu mengenai Trinitas.
Demikian pula sebaliknya, setiap afirmasi trinitatis mengandung pula pemahaman
kristologis.[3]
Masalah Kristologi merupakan
soal khusus Kristiani, berbeda dengan masalah keesaan Allah yang bukan khas
Kristiani, melainkan suatu yang umum direnungkan entah dalam konteks ilmu-ilmu
agama entah dalam rangka filsafat. Setiap pernyataan kristologi selalu
mengandung pemahaman tertentu tentang Trinitas sekaligus mengandung penegaran
Kristologi.[4]
1.3. Munculnya
Keragaman Ide Pada Abad I-VII
1.3.1.
Abad
I
1.3.1.1. Murid Yesus
Murid Yesus disini adalah Paulus dan Yohanes
pembaptis. Yang dimana Paulus berpendapat bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah
Allah, yang sudah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia, dan di dalam keadaan sebagai manusia Ia
telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib. ). Sedangkan Yohanes berpendapat bahwa Kristus adalah
Firman Allah, yang pada mulanya bersama-sama dengan Allah dan yang adalah
Allah, tetapi yang telah menjadi manusia dan diam diantara kita, penuh kasih
karunia dan kebenaran (Yoh 1:1,14).[5]
1.3.1.2. Kaum Ebionit
Mereka bertentangan dengan Paulus dan juga Yohanes
pembaptis. Mereka percaya bahwa Yesus adalah anak dari manusia Yusuf dan Maria,
pada satu saat akan kembali mendirikan kerajaan-Nya. Watak dasar mereka adalah
kepercayaan mereka bahwa Kristus hanya sekedar manusia biasa, tetapi yang diperlengkapi
oleh Allah dengan karunia khusus.[6]
1.3.1.3. Doketisme
Menurut ajaran ini adalah Kristus adalah manusia
tetapi hanya dalam penampilan-Nya, yang mempersatukan diri-Nya sendiri hanya
dalam waktu terbatas dengan manusia Yesus. Waktu yang terbatas itu hanya pada
saat ia disalibkan. Sebelum meninggal di kayu salib, Kristus ternyata sudah
meninggalkan manusia Yesus.[7]
1.3.2.
Abad Ke- II
1.3.2.1.
Yustinus Martyr
Yustinus
Martir boleh disebut sebagai “teolog pertama”. Pada zaman Yustinus, filsafat
Platonisme telah mengambil alih wawasan Logos, yakni sebagai perantara antara
Allah dan dunia. Maka Yustinus menyamakan Kristus dengan Logos itu. Dalam
pengungkapan arti Kristus, Yustinus menggunakan wawasan yang berasal dari
filsafat Stoa, yaitu wawasan Logos. Logos bisa diterjemahkan sebagai: Firman,
juga: akal, pikiran, tertib. Dalam filsafat Stoa, Logos dipandang sebagai
buatan ilahi yang mengatur dan menjiwai
dunia yang memberi pengertian kepada manusia. Kristus adalah Logos yang berada
di bawah Allah dan menjadi pelaksana rencana Allah dalam menciptakan dan memelihara
dunia.[8]
1.3.2.2. Tertulianus
Tertulianus adalah seorang pembela iman Katolik
Ortodoks yang gigih, namun pada tahun-tahun akhir hidupnya ia meninggalkan
gereja yang am dan menjadi anggota serta pemimpin aliran montanisme di Kartago,
Afrika utara.[9]
Tertulianus merumuskan dua substansi. Menurut Tertullianus, setiap substansi
ini tidak dikurangi dan masing-masing mempunyai watak. Selanjutnya setiap
substansi itu mempunyai fungsi khusus. Jadi Logos mengerjakan mjizat-mujizat,
sedangkan substansi manusia menderita kesengsaraan. Tetapi tetaplah kesalahan
apabila kedua substansi itu dipisahkan satu dari yang lain. Hanya ada satu anak
manusia. Formula dari Tertullianus bahwa hal tersebut tidak dapat dibaurkan
melainkan dipersatukan dalam satu pribadi-Yesus, Allah dan Manusia. Jadi dalam
pribadi yang tidak dapat dipisahkan, Yesus Kristus, Allah dan manusia hadir,
keilahian dan keinsanian, Roh ilahi dan daging manusia.[10]
1.3.2.3. Ireneus
Ireneus merupakan seorang Bapa Gereja Timur yang
terpenting pada abad kedua.[11] Pandangan
Ireneus adalah mengenai Kristus adalah Allah sepenuhnya, mengenakan tubuh dan
jiwa manusia. Tubuh dan jiwa itu , karena penggabungan yang erat dengan bagian
Kristus yang ilahi, mengambil alih sifat keilahian, yaitu kekekalan. Dengan
demikian sesudah mati, kemanusiaan Kristus bangkit pula dan ikut naik ke sorga.[12]
1.3.3.
Abad Ke-III
1.3.3.1.
Gnotisisme
Sistem
Gnostik ini dipengaruhi oleh paham dualisme yang mendasar: yang tinggi dan yang
rendah, roh dan daging, yang baik dan yang jahat. Karena daging dianggap jahat,
maka pastilah Allah tidak mungkin menjelma menjadi manusia yang mendarah
daging.[13] Gnostik Kristen
mengajarkan bahwa Kristus merupakan suatu eon yang turun dalam manusia Yesus
agar Ia dapat mengajarkan jalan keselamatan manusia.[14]
1.3.4.
Abad
Ke-IV
1.3.4.1. Arius
Arius menolak jika Kristus memiliki pengetahuan yang terbatas. Baginya
Kristus memiliki pengetahuan yang terbatas, tak dapat mengerti kedalam rahasia
Allah Bapa. Trinitas di lukiskan dengan rumusan tiga hypostasis, yaitu dalam keallahan terdapat tiga oknum yang terpisah
dan berbeda. Dari antara mereka Bapa saja yang memiliki substansi Allah dan
sungguh-sungguh Allah dari kekal hingga kekal.[15]
1.3.5.
Abad Ke-V
1.3.5.1.
Cyrillus
Pertikaian tentang Trinitas disusul dengan pertikaian tentang kedua
tabiat Kristus. Yang menjadi persoalan ialah: Bagaimana eratnya hubungan antara
kemanusian dan keilahian di dalam Kristus. Cyrillus menyatakan hubungan itu
seperti antara susu dengan air dalam satu gelas sifat khusus air tidak tampak
lagi bila dicampur oleh susu. Begitu juga sifat-sifat khusus dari kemanusiaan
Kristus menjadi hilang ketika tabiat itu digabungkan dengan keilahian Kristus,
sehingga tubuh Kristus mengambil alih sifat-sifat ilahi, seperti kekekalan.[16]
1.3.5.2. Nestorius
Nestorius
mengatakan bahwa hubungan antara kedua tabiat Kristus tidak begitu erat,
seperti minyak dan air di dalam gelas, zat-zat itu tidak bercampur tetapi
mempertahankan sifatnya sendiri.[17]
1.3.6.
Abad
Ke-VI
1.3.6.1. Dionisius dari Aleksandria
Dionisius aktif dalam pertikaian Kristologi,
khiliastik dan disiplin gereja pada masanya. Dalam bidang Krsitologi, ia sangat
menentang pandangan Sabelisme. Donisius membuat pemisahan yang sangat tajam
antara Bapa dan Anak, menolak kekekalan Anak dengan menyatakan bahwa Bapa tidak
selamnya Bapa dan Anak tidak ada sebelum Ia berinkarnasi dan Anak adalah
makhluk serta substansi Bapa berbeda dengan anak.
1.3.6.2. Dionisius dari
Roma
dia mengkritik pandangan dari Dionisius dari
Aleksandria. Di dalam suratnya itu dikatakan bahwa Bapa yang mahakuasa tidak
pernah ada tanpa firman-Nya dan tanpa Roh-Nya. Jikalau Kristus ada didalam
Bapa, Ia adalah firman, Hikmat dan kuasa Bapa, maka Kristus akan selalu ada.
Kristus dihujat bila dikatakan bahwa Kristus bukanlah mahluk yang diciptakan,
melainkan ilahi dan dilahirkan yang tak dapat dilukiskan..
1.3.7. Abad
Ke-VII
1.3.7.1.
Maximus
Pada saat itu kebijakan Gereja Timur adalah
mengajarkan bahwa Yesus Kristus hanya mempunyai satu kehendak. Ini dibuat
dengan harapan dapat mendamaikan para monofisit. Maximus menentang sikap ini
karena ia yakin akan adanya dua kehendak Yesus Kristus, yang manusiawi dan yang
ilahi. Ia mengemukakan bahwa Yesus Kristus bukanlah manusia sejati, kecuali ia
mempunyai kehendak sendiri sebagai manusia, Ia juga mempunyai kodrat insani dan
mempergunakan kehendak sendiri sebagai manusiawi yang sekali tidak menentang
kehendak BapaNya.[18]
1.4. Pengertian
Konsili
Konsili berasal dari bahas latin “Concillium” yang
artinya rapat untuk merundingkan sesuatu dengan kata lain yaitu sinode.
Sedangkan dalam bahasa Yunani “Synodos” yang artinya rapat atau pertemuan.[19]Konsili
merupakan sidang resmi para uskup dan wakil beberapa gereja yang di undang
dengan tujuan merumuskan sutau ajaran atau disiplin Gereja.[20]
1.5.
Konsili Efesus
Konsili efesus merupakan konsili oikumenis yang
dipanggil oleh Kaisar Theodiosius II untuk menyelesaikan pertikaian Nestorius
pada tahun 431. Konsili dibuka pada 22 Juli 431 oleh Memnon, uskup Efesus dan
Sirillus dari Aleksandria tanpa menunggu kedatangan uskup dari wakil Siria yang
dipimpin oleh Yohanes dari Antiokhia serta wakil Paus Selestinus I. Sidang
konsili memutuskan bahwa Nestorius dipecat dari keuskupan Konstantinopel dan
diekskomunikasi serta ajarannya tentang tabiat Kristus dikutuk. Pengakuan iman
Nicea ditegaskan lagi.[21] Dari
konsili ini menemukan suatu rumusan yang menyebut bahwa Maria sebagai yang
melahirkan Allah (theotokos). Dengan
demikian pandangan Cyrillus mengalahkan pandangan Nestorius Meskipun demikian,
pertikaian kedua Mazhab itu belum diselesaikan secara tuntas. Eutikhes seorang kepala biara dari
golongan Aleksandria mengutarakan pendapat bahwa Kristus sesudah inkarnasi-Nya
hanya mempunyai satu tabit saja. Lebih tegas lagi Eutikhes menyangkal bahwa
tubuh Kristus homoousios dengan tubuh
manusia yang lain. Dalam situasi demikian uskup kota Roma, Paus Leo I campur tangan. Ia pun memihak pada pemikiran golongan
Antiokhia dan menekankan bahwa hanya ada satu Juruslamat yang betul-betul
manusia.[22]
1.6.
Konsili Kalsedon
Konsili Chalcedon disebut sebagai konsili oikumenis
keempat, yang diadakan di Chalcedon, Asia kecil, di dekat Konstantinopel pada
tahun 451, atas undangan kaisar Marsianus.[23]
hasil
dari konsili Chalcedon adalah bahwa Yesus Kristus benar-benar Allah dan
benar-benar manusia. Menurut keallahanNya Ia sehakikat dengan Bapa sedangkan
menurut kemanusiaanNya, Ia sehakikat
dengan kita. Keduanya, keallahan dan kemanusiaanNya tidak bercampur dan tidak
berubah (sebagai penyanggahan terhadap Cyrillus), tidak terbagi dan tidak
terpisah (sebagai penyanggahan terhadap Nestorius). Masing-masing dalam
kesatuannya itu tetap memiliki keistimewaan sendiri.[24] Leo agung, uskup Roma, menolak
pendapatnya dengan tegas, menurut Leo ajaran Eutyches tidak sesuai dengan yang
diajarkan dalam pengakuan iman gereja, yaitu bahwa Kristus adalah Allah seperti
Allah dan menjadi manusia seperti kita, supaya kita diselamatkan. Penolakan Leo
menjadi titik tolak untuk rumusan tentang kedua tabiat Kristus yang diputuskan
pada konsili oikumenis di Chalcedon. Untuk menjamin bahwa dalam Yesus Kristus
Allah menjadi sungguh-sungguh manusia supaya manusia diselamatkan, dikatakan
bahwa Kristus adalah satu oknum dalam dua tabiat, yang manusiawi dan yang
ilahi, “tanpa pengadukan, tanpa perubahan” (melawan Eutyches), “tanpa
pembagian, tanpa perceraian” (melawan Nestorius). Rumusan ini bersifat kompromis.
Pendapat-pendapat ekstrim ditolak, akan tetapi dirumuskan secara jelas
bagaimana hubungan antara kedua tabiat dalam satu Kristus dapat dibayangkan.
Diupayakan untuk mengizinkan baik pendapat mazhab Aleksandria, maupun pendapat
mazhab Antiokhia, sejauh tidak membahayakan ajaran tentang keselamatan.[25]
II.
Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa Kristologi membicarakan
tentang hubungan antara Yesus (Insani/manusia, nama seorang laki-laki yang
dilahirkan oleh Maria), serta Kristus (ilahi, bukan nama tetapi gelar, jabatan,
kuasa) dalam diriNya yang dimana hal
ini menjadi perdebatan dari Abad I sampai Abad ke VII oleh beberapa Tokoh menimbulkan
perdebatan, maka dari itu dilaksanakanlah beberapa Konsili untuk menuntaskan
persoalan tersebut. Pada konsili Efesus untuk menyelesaikan pertikaian Kristologi, Nestorius berpendapat tabiat Allah seperti air dan minyak terpisah.
Sedangkan menurut Cyrilius tabiat Allah itu seperti air dan susu
tercampur. Persoalan mengenai Kristologipun dipecahkan pada Konsili Chalcedon (451)
namun tidak terjadi kesepakatan sehingga Leo I uskup Roma mengambil jalan
tengah dan apa yang dianggap salah dalam ajaran kedua belah pihak ditolak. Mengenai “TABIAT YESUS” adalah Kemanusiaan
dan KeAllahan
tabiat Yesus lengkap dan bersatu dalam satu pesona “tak terbagi, tak terpisah”
(Melawan Nestorius), akan tetapi juga “tak bercampur, tak berubah” (Melawan
Kaum Monofisit).
III. Daftar Pustaka
Becker,D., Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK-GM, 1991
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab,
Jakarta: BPK-GM, 2016
C. Thiessen, Henry, Teologi
Sistematika, Malang: PT. Gandum Mas, 2015
De Jonge, Christiaan, Gereja
Mencari Jawab, Jakarta: BPK-GM, 2009
Dister,
Nico Syukur, Teologi Sistematika I,
Yogyakarta: Kanisius, 2004
End, Th. Van Den den,
Harta Dalam Bejana,
Jakarta: BPK-GM, 2013
Hadiwijono, Harun, Iman
Kristen, Jakarta:
BPK-GM,2018
Lane, Tony, Runtut
Pijar, Jakarta: BPK-GM, 2015
Lohse,
Benhard,
Pengantar Sejarah Dogma
Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2015
Wellem, F. D , Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2011
[1] A.
Heuken, Ensiklopedia Gereja Volume III, (Jakarta, : Cipta Lokal Caraka,
1993), 38
[3] Benhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 90
[4] Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I, (Yogyakarta:
Kanisius, 2004), 181
[6] Bernhard
Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen:
dari abad pertama sampai dengan masa kini, (Jakarta: BPK-GM, 2015), 93
[7] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, 94
[9] F. D Wellem, Riwayat Hidup Singkat, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 179
[10] Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen: dari abad pertama sampai dengan masa
kini, 99
[13] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, (Malang: PT. Gandum
Mas, 2015), 314
[14] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 153
[15] F. D Wellem, Riwayat Hidup Singkat, 15
[16] Th Van Den End, Harta Dalam Bejana, 71
[17] Th. Van Den den End, Harta Dalam Bejana, 69
[18] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: BPK-GM, 2007), 60-61
[19]
Cristian De Jonge, Gereja Mencari Jawab,
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2009), 1
[20] F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 232.
[21] F. D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 235
[22]
D. Becker, Pedoman Dogmatika, 116-117
[23] F. D Wellem, Kamus Sejarah Gereja, 234
[24] H. Berkof I.H. Enklaar, Sejarah Gereja.(Jakarta:BPK-Gunung Mulia,2015),58
[25] Christian de Jonge, Gereja Mencari Jawab, 7
Post a Comment