wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Hari Raya Liturgi/ Kalender Tahun Gerejawi dan Warna Altar

 

I.                   Pembahasan

1.1.Pengertian Kalender Tahun Gerejawi

Istilah kalender berasal dari bahasa latin calendae, yang merupakan bentukan dari kata kerja calare yang berarti “mengundang berkumpul”. Maka kata kalender sebenarnya mau menunjuk hari pertama dari bulan. Kalender atau penanggalan umum merupakan pembagian masa waktu tahunan atas dasar tata astronomi atau tata bintang.[1] Hari-hari Raya Gerejawi dilaksanakan di dalam rangkaian Tahun Gerejawi, sehingga yang dimaksud dengan Tahun Gerejawi adalah pengaturan waktu, secara khusus hari-hari minggu, selama dua belas bulan. Perlu diketahui bahwa waktu selama dua belas bulan itu diatur sedemikian rupa, sehingga karya keselamatan Allah dihayati secara nyata. Jadi lamanya Tahun Gerejawi adalah dua belas bulan.[2]

1.2.Latar Belakang Sejarah Kalender Tahun Gerejawi

Hari raya liturgi sebenarnya dimulai dari dan berpusat pada misteri paskah, kemudian dikembangkan sebagaimana kesaksian Alkitab tentang kisah hidup Yesus. Mulai dari ranting-ranting kecil yang tidak beraturan, kemudian bertumbuh menjadi pohon besar, dan akhirnya menjadi hutan lebat yang lebih detail, tetapi teratur dan sambung-menyambung (bnd. Luk. 1:1-3). Semula tak ada susunan sistematis atau rencana untuk merayakan peristiwa-peristiwa Kristus. Gereja dengan spontan memberikan tanggapannya atas peristiwa-peristiwa tersebut satu persatu. Kemudian para Bapa Gereja abad ke-2 hingga abad ke-4 merapikan kekacauan itu. Mereka membentuk, menyusun, dan merekayasa kisah teologinya sehingga menjadi bermakna, bertema dan bercerita, dan saling berurutan satu dengan yang lain. Hari raya Liturgi adalah drama serat dengan makna; suatu rekayasa gereja untuk membina umat agar dapat lebih menghayati kisah Kristus menurut kesaksian Kitab Suci dalam bentuk perayaan. Para pemainnya adalah imam dan umat, atau dengan kata lain ialah gereja sebagai persekutuan yang diutus. Para pemain mengenangkan, merayakan, memberitakan karya keselamatan Allah. Karya keselamatan Allah berspusar pada tiga peristiwa yaitu percaya akan penyataan Allah, kebangkitan Kristus dan Roh Kudus yang membangun gereja-Nya.

Namun kendala yang dihadapi kemudian adalah munculnya berbagai denominasi dalam tubuh gereja Kristen yang semula esa itu. Hal itu terjadi mulai dari keperbagaian induk liturgi di beberapa gereja wilayah pada zaman Patristik. Keberbagaian tersebut semakin tegas setelah Skisma Timur, dengan terbentuknya dua denominasi besar: Gereja Timur dan Gereja Barat. Pada abad ke-16 terjadi kembali perpecahan dalam tubuh Gereja Barat dengan lahirnya gereja-gereja Reformasi. Denominasi-denominasi tersebut melahirkan tradisi baru dan liturgi baru yang berakaitan pula dengan tata perayaan liturgi. Yang kemudian tampak adalah gereja Kristen merayakan peristiwa Kristus yang satu dengan perbedaan banyak. Keberbagaian tanggal Paskah, tata kalender gereja atau tata waktu liturgi, hari-hari raya, dan tentunya adalah tata pembacaan Alkitab. Padahal semua denominasi gereja sedang memperingati perayaan Kristus yang satu dan sama. Pola tahun liturgiini selanjutnya menjadi dasar bagi penyusunan daftar pembacaan Alkitab, atau leksionari, yakni pembacaan Alkitab dan dalam perayaan ibadah sepanjang tahun. pada gilirannya, penggunaan leksionari oukumenis dapat menjadi suatu sarana komunikasi yang subur bagi pertumbuhan gerekan oikumenis.[3]

Dasar penyusunan tahun liturgi adalah pemahaman soal waktu. Waktu dipahami sebagai moment atau saat yang tepat (kairos), dimana Allah berkarya. Perayaaan tahun liturgi dipahami bahwa Allah hadir dan berkarya menurut waktu-Nya. Gereja mencoba merayakan kehadiran Allah dalam waktu dalam ibadah. Waktu gereja itu diambil dengan mengacu pada kesaksian Alkitab yang kemudian dicampur dengan kalender masyarakat in locus, yaitu: per hari, per minggu, dan per tahun.Waktu di dalam Liturgi dipahami sebagai alur pengulangan dan kontinuitas (sinambung) dalam satu poros. Melalui poros tersebut, waktu itu berjalan ke depan sekaligus mengulang. Kedua alur ini: pengulangan dan kontinuitas, ditampilkan dalam perayaan liturgi pengulangan dalam memperingati sesuatu memungkinkan umat makin mendalami makna suatu perayaan. Dalam pemahaman siklus ini, gereja menyusun kalender dengan menggunakan sistem yang telah ada dalam budaya masyarakat, yakni bulan dan matahari.

Sementara ini, istilah tahun liturgi telah lazim digunakan untuk menunjuk hari-hari raya gereja atau kalender gereja. Istilah tahun liturgi diperekanalkan oleh seorang pakar liturgi dari gereja Lutheran-Jerman: Johanes Pomarius, pada tahun 1589. Di Prancis istilah tahun liturgy baru muncul pada abad ke-19, sebelumnya digunakan istilah tahun Kristen Abad ke-17 dan tahun rohani pada abad ke-18. Lambat-laun Gereja Roma meresmikan pemakaian nama tahun liturgi dalam mediator Dei Paus Pius XII tahun 1948 dan konsili Vatikan II. Bagi Gereja-gereja Protestan di Indonesia, istilah ini beragam penggunaanya. Ada yang menyebutnya hari raya gerejawi (PGI), kalender gereja, tahun liturgi. [4]

1.3.Susunan dan Makna Tahun Gerejawi

1.      Adven

Kata “Adven” berasal dari bahasa latin “Adventus” yang berarti kedatangan, kedatangan yang dimaksud adalah kedatangan Tuhan Yesus.[5] Jadi dapat dikatakan bahwa Advent adalah masa penantian lahirnya Yesus Kristus, sebagai Juruselamat dunia.[6] Advent adalah empat minggu masa persiapan menyambut kedatangan Kristus (Natal), sekaligus merupakan awal tahun liturgi. Di sini ditekankan, pertama: kedatangan/kelahiran Tuhan historis, dan kedua: kedatangan Tuhan pada akhir zaman (parousia). Untuk itu perlu pertobatan, agar tetap tekun dan siap menyambut kedatangan-Nya yang kedua itu.[7]

2.      Natal

Natal adalah masa yang dimulai pada hari Natal dan berakhir selama dua belas hari sampai tanggal 5 Januari malam. Sejak akhir abad IV Natal dirayakan setiap tanggal 25 Desember sebagai peringatan kelahiran Kristus. Semula tanggal 25 Desember bagi orang kafir adalah pesta matahari yang tak terkalahkan, dengan merayakan tanggal 25 Desember sebagai kelahiran Kristus, gereja ingin menyatakan bahwa terang yang baru, matahari kebenaran, yang dinubuatkan Nabi Maleakhi (Mal 4:2) adalah Kristus, Juruselamat dunia yang datang dari Allah.[8] Dalam masa Advent, pengharapan akan kedatangan Sang Terang semakin berkembang, ditandai dengan penyalaan lilin advent bertambbah satu setiap minggu. Selama Masa Natal ada beberapa perayaan penting, seperti “Hari penampakan Tuhan” (Epifani), yang melambangkan pengenalan diri Kristus oleh seluruh bangsa. Perayaannya ditempatkan pada hari Minggu yang jatuh antara tanggal 2-7 Januari. Pada minggu berikutnya dirayakan Pesta Pembabtisan Tuhan, sekaligus menandai berakhirnya Masa Natal.

3.      Tahun Baru

Pada zaman Roma pra-Kristen di bawah kalender Julius, hari ini di dedikasikan untuk Janus, dewa permulaan dan akhir, nama bulan Januari juga berasal dari nama dewa tersebut. Di dalam dunia Kristen, Hari Tahun Baru secara liturgis menandai Hari Perayaan Penamaan dan Penyunatan Yesus, yang masih dirayakan di kalangan Gereja Anglican dan Gereja Lutheran.[9]

4.      Ephipanias

Ephipanias secara etimologi adalah “Epifani” yang artinya manifestasi, penampakan diri, atau pewahyuan ilahi.[10] Sehingga Ephipanias adalah minggu penampakan/ penyataan diri Yesus, dimana pada minggu ini Yesus dibaptis. Maka minggu Ephipanias adalah minggu pembaptisan Yesus.[11]

5.    Masa Prapaskah

Ada 9 minggu Pra-paskah, yaitu :[12]

·      Septuagesima (70 hari sebelum hari Paskah)

·      Sexagesima (60 hari sebelum paskah)

·      Quingagesima/ Estomihi (50 hari sebelum paskah)

·      Invokavit artinya : Aku dipanggil (Mzm 91:15)

Teologi yang ditekankan : pandangan kepada Yesus ditaman Getsemane, setiap orang yang mengikuti Yesus harus selalu berdoa dan beriman

·      Reminiscere artinya : Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setiaMu ya Tuhan (Mzm 25:6)

Teologi yang ditekankan : doa pembebasan dari penderitaan hingga tanda-tanda mujizat yang ada di dunia ini, pertobatan, kekuatan dan beban yang dipikul oleh Utusan Tuhan

·      Okuli artinya :Mataku tetap terarah kepada Tuhan (Mzm 25:15)

Teologi yang ditekankan : kepercayaan kepada Tuhan dalam segala penderitaan Yesus dan kemenanganNya terhadap penderitaan dan segala pergumulan di dunia ini, pentingnya belas kasihan Yesus dalam kehidupan manusia

·      Letare artinya : Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintai-Nya (Yes 66:10-11)

Teologi yang ditekankan : Minggu sederhana yaitu panggilan sukacita

·      Judika artinya : Berilah keadilan padaku ya, Allah dan perjuangkanlah perkaraku terhadap orang yang tidak salah (Mzm 43:1)

Teologi yang ditekankan : pertentangan antara hidup yang benar dan yang salah, menghendaki supaya bertitik tolak dari kebenaran Tuhan.

·      Palmarum artinya : Minggu kesengsaraan Yesus. Pada minggu ini Yesus dan murid-murid-Nya sudah memasuki Yerusalem.

Teologi yang ditekankan : Yesus Kristus raja yang menang dan rendah hati yang selalu taat kepada kehendak Bapa-Nya di Sorga, pendahuluan dari pada pekerjaan pada hari Jumat Agung.

6.      Kamis Putih

Kamis putih sebagai akhir dari masa Pra-paskah dan awal bagi umat untuk memasukin Trideum (tiga hari suci) yakni Jumat Agung, Sabtu Sunyi, dan Paskah.Kamis putih sering disebut dengan “Maundy Thursday”.kata Maundy berasal dari kata latin mendicare yang artinya meminta.[13] Dengan kata lain Kamis putih merupakan Hari kesengsaran Yesus, yang dimana sebelum Yesus ditangkap ditaman Getsemani, Yesus mengadakan Perjamuan malam bersama murid-muridNya.[14]

7.    Jumat Agung

Jumat Agung merupakan perayaan gerejawi yang secara khusus menghayati jalan penderitaan dan kematian Kristus di atas kayu salib. Penderitaan dan kematiaan Kristus bukanlah suatu peristiwa kebetulan dan menjadi tragis, melainkan seusuatu yang telah dinubuatkan terlebih dahulu.[15] Maka, Pada minggu ini merupakan peringatan kesengsaraan Yesus, dimana Ia disalibkan dan mati di kayu Salib.[16]

8.      Hari Raya Paskah

Paskah berasal dari kata “Pesakh” (bahasa Ibrani) yang berarti “melewati” atau“ berlalu.” Paskah adalah hari raya yang pada mulanya dirayakan sebagai suatu perayaan yang berkesinambungan sampai dengan pentakosta, tetapi pada abad ke 4 dibagi menjadi ibadah kebangkitan, kenaikan, dan pentakosta.[17]Jadi paskah merupakan minggu kebangkitan Yesus Kristus.[18] Pada mulanya Paskah adalah pesta keluarga Yahudi, yang dirayakan pada musim semi ketika bulan purnama, untuk mengenangkan pembebasan orang-orang Israel dari Mesir. Paskah Kristiani dapat dilihat hubungannya dengan Paskah Yahudi ini. sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus dipahami sebagai pemenuhan pembebasan dari dosa dan kematian kekal.[19]

9.      Minggu-minggu sesudah kebangkitan

·      Quasimodogeniti artinya “seperti bayi baru lahir (1 Petrus 2:2)”, sehingga minggu ini merupakan minggu pertama setelah kebangkitan.

Teologi yang di yang ditekankan adalah mengenai kehidupan yang baru lahir melalui Yesus Kristus.

·      Miserikordias artinya “Nyanyikanlah belas kasihan Tuhan”, jadi mengenai belas kasihan Tuhan dan perbuatanNya yang baik kepada kita.

Teologi yang di tekankan adalah mengenai Yesus gembala yang baik, menjadi teladan dan pembimbing melalui perkataan dan perbuatan, serta mengenai tanggung jawab pemimpin terhadap yang dipimpin.

·      Jubliate artinya “Bersorak-soraklah bagi Allah, hai seluruh bumi (Mzm 66:1-3)”. Penekanan yang perlu disini adalah Puji-pujian jemaat kepada Allah, karena Dia telah menciptakan hidup yang baru.

Teologi yang di tekankan adalah Allah memberikan kekuatan dan kuasa dalam persekutuan dan Yesus Kristus yang menjelma menjadi manusia untuk mengalahkan dunia ini.

·      Kantate artinya : Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan (Mzm 98:1)”.

Teologi yang ditekankan adalah mengenai nyanyian pujian jemaat tersebut merupakan kepercayaan yang penuh.

·      Rogate artinya “berdoa, panggillah Tuhan maka Tuhan akan menjawabmu”. Minggu ini adalah minggu penyesalan dimana jemaat memanggil Tuhan melalui doanya supaya Tuhan menjawabnya dengan berkat dan kebebasan.

Teologi yang ditekankan adalah arti doa dan pengaruhnya (1 Tim 2:1-6), mencari Tuhan melalui perasaan dan kebulatan hati.[20]

10.  Hari Raya kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga

Perayaan hari kenaikan Yesus selalu jatuh pada hari Kamis, yakni 40 hari sesudah kebangkitan Yesus, atau 10 hari menjelang Pentakosta. Yesus naik ke surga ketika Dia sedang berada bersama murid-murid-Nya, dan memberikan berbagai wejangan kepada mereka, termasuk pengutusan mereka sebagai saksi-Nya sampai ke ujung bumi. Dalam perayaan liturginya terkandung pengharapan akan kedatangan Kristus kembali pada akhir zaman.[21]

11.  Minggu Exaudi

yang artinya dengarlah (Maz.27:7) dari antiphon Mazmur pembukaan. Paskah VII. Ayat 10 dari Mazmur “yang sama, sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku,” dapat dihubungkan dengan sabda Yesus dalam Yoh. 14:18, Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu, yaitu sesudah kebangkitan dan kenaikan-Nya dan menantikan turunnya Roh Kudus.[22]

12.          Minggu Pentakosta

Perayaan Pentakosta terkait dengan peristiwa turunnya Roh Kudus yang memenuhi para rasul, yang membuat mereka mampu berkata-kata dalam bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya (Kis. 2:1-4). Sejak turunnya Roh Kudus, kehidupan para rasul berubah total, dari takur menjadi berani, dari tidak berdaya menjadi kuat untuk memberi kesaksian tentang Yesus yang bangkit. Peristiwa turunnya Roh Kudus dipandang juga sebagai peneguhan berdirinya Gereja Kristus yang di bangun di atas para rasul. Pentakosta sama artinya “hari kelima puluh”. Peristiwa turunnya Roh Kudus terjadi pada hari ke lima puluh sesudah kebangkitan Yesus.

13.  Minggu Trinitatis

Minggu Trinitatis adalah pesta ketritunggalan Allah.[23]Kata Latin Trinitas = (Hari Minggu) Trinitas. Perayaan Hari Minggu Trinitatis baru di tetapkan pada abad ke 14 dengan warna putih. Ada yang menganjurkan menghapus nama hari minggu ini dan langsung sesudah Pentakosta memasuki Masa Biasa dengan warna hijau, karena Trinitatis ini mengesankan semacam penutupan siklus perayaan gerejawi.[24]

1.4.Simbol  dan Tanda Dalam Liturgi Gerejawi

Simbol  berasal dari bahasa Yunani : συμβάλω (bertemu, bertumpa, benda ingat-ingatan), atau συμβαλειν (mempersatukan, melemparkan yang satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu { sym= sama, ballo= melempar}). Berbeda dengan tanda, simbol sering kali melibatkan emosi individu, gairah, keterlibatan, dan kebersamaan, sebab simbol menyertakan kenangan-kenangan. Simbol memungkin individu menghayati sendiri makna perjamuan kudus atau kebaktian Paskah. Dalam penggunannya, symbol adalah pertemuan dua pihak. Di dalam sebuah peristiwa pertemuan (symballein) itu, terjadi penyatuan. Tanpa “Jembatan” simbol, kini dan dahulu tidak mungkin dipertemukan atau dihadirkan. Simbol menjembatani kita di zaman sakarang dengan mereka di zaman dahulu kala, sehingga kita sendiri hadir di masa dahulu atau mereka dari masa lalu berada di tengah kita saat ini. Oleh karenanya, berbeda dengan tanda, simbol bermain pada aras emosi, kenangan (symbolon, benda ingt-ingatan), memori, dan personalitas, disamping objektivitas dan komunal. Simbol berfungsi menangkap dan menjembatani diri pribadi (masa kini) kepada pribadi yang lain (masa lalu). Tanda cukup di lihat, namun simbol memerlukan keterlibatan. Melalui keterlibatan di dalam simbol, kita menangkap yang simbol sampaikaan. Perayaan liturgi menjadi hidup jika kita lakukan secara proporsional, yakni sebagai simbol umat Kristen masa kini dengan karya-karya Allah menurut kesaksian Alkitab masa lalu. Perkumpulan umat dalam liturgi merupakan wahana perjuampaan, baik dari Allah kepada umat-Nya (di sebut: segi katabatis=turun) maupun dari umat kepada Allah (disebut: segi anabatis= naik). Segi katabatis, yakni penyataan dan inisiatif Allah dam Liturgi, terjadi di dalam pemabacaan Alkitab, pemberitaan, berkat dan pelayanan firman. Segi anabatis, yakni respon umat terhadap penggilan Allah, terjadi di dalam nyanyian, doa-doa, persembahan, dan penyataan iman.

Masa lalu yang ingin dihadirkan kembali pada msa kini secara simbolis dapat berupa:

Ø  Perayaan atas peristiwa (kebangkitan Yesus, turunya Roh Kudus).

Ø  Tindakan atau tata gerak (prosesi, tanda salib). Prosesi di awal ibadah merupakan simbolisasi perarakan umat Israel dari mesir ke tanah perjanjian.

Ø  Tempat atau arah (tanah suci, negeri leluhur, kampong halaman, kiblat). Gedung gereja bukan sekedar tempat berkumpul, melainkan “tempat” kehadiran Tuhan.

Ø  Benda (salib, air, roti-anggur). Air sebagaimana digunakan dalam pembaptisan-melambangkan kematian dan hidup (bnd. Roma 6:8) bersama Kristus, yang juga merupaka gambar alam nyata setiap manusia akan ketergantungan pada air. Roti dan anggur dalam perjamuan kudus adalah simbol langsung membawa kaum beriman kepada peristiwa Kristus. Patung-patung orang kudus tidak berfungsi untuk disembah-sembah, melainkan menghadirkan kembali di zaman kini pengajaran dan teladan sang kudus tersebut.

Ø  Waktu (hari pertama, 24-25 Desember, Minggu). Gereja beribadah pada hari minggu agar gereja sendiri hadir pada peristiwa kebangkitan Kristus 2000 tahun lalu, yang jatuh pada hari minggu itu.

Ø  Kata-kata formula liturgi (Alkitab, votum, leksionari) pengucapaan kata-kata Alkitab adalah upaya manusia masa kini yang terbatas untuk menagkap makna pengajaran Allah yang tidak terbatas pada masa lalu manurut kesaksian Alkitaab.

Ø  Pengaharapan akan persaudaraan gereja di seluruh dunia disimbolkan dalam perjamuan kudus, berpuncak pada komuni.[25]

1.5.Hari Raya Besar Liturgi di Dalam Kalender Gerejawi

a.    Masa Advent

Masa empat minggu persiapan menyambut kedatangan Kristus (Natal), sekaligus merupakan awal liturgi. Sini ditekankan, pertama: kedatangan/kelahiran Tuhan historis, dan kedua: kedatangan Tuhan pada akhir zaman (parousia). Untuk itu perlu pertobatan, agar tetap tekun dan siap menyembut kedatangan-Nya yang kedua kali.[26]

b.   Masa Natal

Perayaan kelahiran Kristus di dunia, yang secara khusus dirayakan oleh gereja pada tanggal 25 Desember. Tanggal ini semula adalah hari pesta kafir untuk memuji matahari yang tak terkalahkan. Paadaa tanggal 25 Desember mataharu mulai Nampak, dan makin lam makin terang. Gereja mengambil symbol “Terang” dari pesta itu. Bagi gereja, Kristus adalaah Terang Dunia, matahari keadilan. Selama masa Natal ada beberapa perayaan penting, seperti “hari raya penaampakan Tuhan” (Epifani), yang melammbangkan pengenalan diri Kristus oleh selurh bangsa. Perayaan ditempatkaan pada hari minggu yang jatuh antara tanggal 2 sampai 7 Januari. Pada hari berikutnya di rayakan pesta pembaptisan Tuhan. Sekaligus menandai berakhirnya Masa Natal.[27]

c.    Hari Raya Paskah

Liturgi paskah merayakan peristiwa-peristiwa yang mengarahkan ke penyaliban Kristus. Rangkaian liturgi ini diawali dengan 40 hari masa prapasakah (masa puasa) pada hari rabu abu dan dari seluruh perayaan Kristen ini diakhiri dengan perayaan yang paing kudus, Hari Raya Pasakh.[28]

d.   Hari Raya Pentekosta

Pesta paskah mengakhiri dua lingkaran utama kalender liturgi dalam tahun Kristen, tetapi masih pada pesta pantekosta ketika umat Kristen mengenang kembali peristiwa pencurahan Roh Kudus kepada para murid. Hari kenaikan Kristus terjadi 40 hari setelah pesta paskah dan menandai peristiwa ketika Yesus meninggalkan para murid untuk terakhir kalinya dan kembali kepada Bapa-Nya di surga. Suatu pesta Yahudi pentekosta adalah suatu pesta Yahudi yang dilakukan pada hari ke-50 setelah paskah.[29]

1.6.Pengertian Altar

Kata “altar” kiranya berasal dari kata latinaltare (dari kata adolere = membakar), yang berarti ‘tempat api untuk pembakaran kurban’.[30]Altar adalah bagian dalam gedung gereja, berbentuk meja atau altar adalah meja besar untuk mengadakan ekaristi dan kegiatan liturgi lainnya.[31]Altar harus lebih tinggi dari pada umat supaya umat dengan mudah melihat dan mengikuti jalannya perayaan serta altar sebagai meja perjamuan mengingatkan kita kepada Yesus dan para murid-Nya yang mengadakan Perjamuan Terakhir sebelum sengsara-Nya.[32]

1.7.Makna Warna Altar

A.    Abu-Abu

Abu-abu digunakan untuk menggambarkan penyesalan dan bisa digunakan selama masa Puasa atau warna Abu-abu digunakan untuk mengungkapkan kefanaan tubuh dan kekekalan roh.

B.     Biru

Biru adalah warna langit, sebagai simbol surga. Juga digunakan sebagai simbol kebenaran.

C.    Coklat

Coklat adalah warna kematian dan kemerosotan yang bersifat spiritual. Bagi orang jawa adalah warna alam dan tanah yang menggambarkan warna sentral dalam kehidupan.Untuk menunjukkan kemulian, dipakai warna kencana.[33]

D.    Hijau

Pada umumnya warna hijau dipandang sebagai warna yang tenang, menyegarkan, melegakan, dan manusiawi.Warna hijau juga dikaitkan dengan musim semi, dimana suasana alam di dominasi warna hijau yang memberi suasana pengharapan.Warna hijau pada khususnya dipandang sebagai warna kontemplatif dan tenang, karena warna hijau melambangkan keheningan, kontemplatif, ketenangan, kesegaran, dan harapan. Orang kristiani menghayati hidup rutinnya dengan penuh ketenangan, kontemplatif terhadap karya dan sabda Allah melalui hidup sehari-hari, sambil menjalani hidup ini dengan penuh harapan akan kasih Allah.

E.     Hitam

Warna hitam merupakan lawan dan warna putih dan melambangkan ketiadaan, kegelapan, pengurbanan, malam, kematian, dan kerajaan orang mati.Maka warna hitam dapat melambangkan kesedihan dan kedukaan hati secara paling intensif.[34]

F.     Kuning

Kuning adalah warna memiliki makna rangkap.Sebagai warna yang terang, warna kuning menggambarkan keilahian, kemuliaan, kemenangan, kegembiraan.Akan tetapi karena kuning yang terang bukanlah warnah putih bersih, juga digunakan untuk melambangkan keburukan dan kemerosotan.[35]

G.    Merah

Warna merah merupakan warna api dan darah. Maka warna merah ini amat dihubungkan dengan penumpahan darah para martir sebagai saksi-saksi iman, sebagaimana Tuhan Yesus Kristus sendiri menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan dunia.Dalam tradisi Romawi Kuno, warna merah merupakan symbol kuasa tertinggi, sehingga warna itu digunakan oleh bangsawan tinggi, terutama kaisar. Dalam liturgi warna merah dipakai untuk hari minggu Palma, Jumat Agung, Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan sengsara Kristus, pada pesta parayaan-perayaan sengsara kristus, pada pesta para Rasul dan pengarang Injil, dan dalam perayaan-perayaan para martir.[36]

H.    Merah jambu atau Pink

Warna merah jambu atau pink sudah menggambarkan pengharapan dan kesukaan.Sebuah lilin yang berwarna merah jambu atau pink diletakkan di dalam rangkaian bunga adven yang berbentuk bundar atau lingkaran, bersama-sama dengan tiga buah lilin yang berwarna ungu yang menggambarkan pengharapan dan kesukaan menjelang peringatan kelahiran yesus.

I.       Putih

Putih sudah dikenal sebelum masa Alkitab, dikenal sebagai symbol kemurnian, tanpa dosa, dan kesucian.Putih sebagai symbol terang Allah dan Kemuliaan Kristus, kesukacitaan, Kekudusan, keagungan, kecemerlangan, utamanya bersih tanpa noda.Warna ini adalah warna liturgis untuk masa Natal dan kebangkitan.[37]

J.      Ungu

Warna ungu merupakan symbol bagi kebijaksanaan, keseimbangan, sikap berhati-hati, dan mawas diri.Itulah sebabnya warna ungu dipilih untuk masa Adven dan Prapaskah sebab masa itu semua orang Kristiani diundang untuk bertobat, mawas diri, dan mempersiapkan diri bagi perayaan agung Natal ataupun Paskah.Warna Ungu juga digunakan untuk keperluan ibadat tobat.Warna ungu melambangkan penyerahan diri, pertobatan, dan permohoan belaskasihan dan kerahiman Tuhan atas diri orang yang meninggal dunia dan kita semua sebagai umat beriman.[38]

1.8.Susunan Warna Altar Menurut Tahun Gerejawi

Tahun baru[39]

 

 

Putih

Ephipanias I

Ephipanias II

Ephipanias III

Ephipanias IV

Septuagesime

 

 

 

 

Ungu

Sexagesima

Estomihi

Invokavit

Reminiscare

Okuli

Letare

Judika

Palmarum

Kamis Putih

Putih

Jumat Agung

Hitam

Paskah I

 

 

 

Putih

Paskah II

Quasimodogeniti

Micericordias Domiti

Jubilate

Kantante

Rogate[40]

Exaudi[41]

Pentakosta

Ungu[42]

Trinitatis :

  • Trinitatis I
  • Trinitatis II
  • Trinitatis III
  • Trinitatis IV
  • Trinitatis V
  • Trinitatis VI
  • Trinitatis VII
  • Trinitatis VIII
  • Trinitatis IX
  • Trinitatis X
  • Trinitatis XI
  • Trinitatis XII
  • Trinitatis XIII
  • Trinitatis IV
  • Trinitatis V
  • Trinitatis XVI
  • Trinitatis XVII
  • Trinitatis XVIII
  • Trinitatis XIX
  • Trinitatis XX
  • Trinitatis XXI
  • Trinitatis XXII
  • Trinitatis XXII

Ungu[43]

Akhir Tahun Gerejawi

 

Hijau[44]

Advent I

Ungu[45]

Advent II

Advent III

Advent IV

Malam Natal

Putih[46]

 

II.                Kesimpulan

Jadi kesimpulan yang dapat di tarik dari pemahan ataupun sajian di atas ialah merangkum materi tentang penanggalan gerejawi mulai dari pengertian, latar belakang, dan juga membahas unsur-unsur yang ada didalam materi yang kita bahas kali ini. Dimulai dari  istilah kalender berasal dari bahasa latin calendae, yang merupakan bentukan dari kata kerja calare yang berarti “mengundang berkumpul”. sehingga yang dimaksud dengan Tahun Gerejawi adalah pengaturan waktu, secara khusus hari-hari minggu, selama dua belas bulan. Perlu diketahui bahwa waktu selama dua belas bulan itu diatur sedemikian rupa, sehingga karya keselamatan Allah dihayati secara nyata. Jadi lamanya Tahun Gerejawi adalah dua belas bulan. Pada awalnya tidak terperini untuk merayakan peristiwa Kristus, akan tetapi gereja pada sebelum abad ke-2. Dan sampailah pada abad ke-2 mulailah para bapa-bapa Gereja menyusun dan merancang hal tersebut berlanjut hingga abad ke-4. Di Prancis istilah tahun liturgy baru muncul pada abad ke-19, sebelumnya digunakan istilah tahun Kristen Abad ke-17 dan tahun rohani pada abad ke-18. Lambat-laun Gereja Roma meresmikan pemakaian nama tahun liturgi dalam mediator Dei Paus Pius XII tahun 1948 dan konsili Vatikan II. Bagi Gereja-gereja Protestan di Indonesia, istilah ini beragam penggunaanya. Ada yang menyebutnya hari raya gerejawi (PGI), kalender gereja, tahun liturgi.

Adapun susunan tahun Gerejawi ialah : “ Adven, Natal, Tahun Baru, Ephipanias, Masa Prapaskah, Kamis Putih, Jumat Agung, Hari Raya Paskah, Minggu-minggu Sesudah Kebangkitan (Quasimodogeniti, Miserikordias, Jubilate, Kantate, dan Rogate), Hari Raya Kenaika Tuhan Yesus ke Sorga, Minggu Exaudi, Minggu Pentakosta, dan Minggu Trinitas. Setiap perayaan tersebut memiliki simbol, makna, dan ciri khas sendiri menurut perayaannya tersebut.

Sekian hasil sajian kami, jika ada kekurangan dalam sajian kami ini kami mohon maaf. Semoga sajian ini dapat bermanfaat bagi audience. Tuhan Yesus Memberkati.

 

III.             Daftar Pustaka

Gea, Antonius Atosokhi, dkk, Relasi Dengan Tuhan. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Keene, Michael, Kristianitas. Yogyakarta: KANISIUS, 2005.

Martasudjita, E., Pengantar Liturgi Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi. Yogyakarta: KANISIUS, 1999.

Mulyono, Yohanes Bambang, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah. Jakarta: BPK GM, 2011.

Rachman, Rasid, Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.

Saleh, Widdwissoeli .M., Hari Raya dan Simbol Gerejawi . Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008.

Sitompul, A.A., Bimbingan Tata Kebaktian Gereja. P. Siantar: Untuk Kalangan Sendiri, 1993.

Windhu, I.Marsana, Mengenal Ruangan, Perlengkapan, dan Petugas Liturgi. Yogyakarta, Kanisius

Sumber lain

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hari_Tahun _Baru diakses pada  24 April 2021, Pukul 10:31 Wib

https://psbrahmana.blogspot.com/2010/01/hari-dan-masa-beristirahatlah-khusus-dalam.html?m=1 diakses pada 26 April 2021, Pukul 14:17 Wib.



[1]E. Martasudjita, Pengantar Liturgi Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi (Yogyakarta: KANISIUS, 1999), 231.

[2]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008), 1-2.

[3] Rasid Rachman,Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 2-4.

[4]Rasid Rachman,Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, 40.

[5]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 10

[6]Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, (Jakarta: BPK,2001), 115

[7] Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi Dengan Tuhan (Jakarta: Elex Media Komputindo), 140. 

[8]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 12.

[9] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hari_Tahun _Baru diakses pada  24 April 2021, Pukul 10:31 Wib.

[10]Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah(Jakarta: BPK GM, 2011), 526.

[11]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, P. Siantar: Untuk Kalangan Sendiri, 1993),52.

[12]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 54-56

[13]Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah, 530.

[14]Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, 63-69

[15]Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah, 531.

[16]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 19-20.

[17]Ibid, 20-21.

[18]Ibid, 20.

[19]Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi Dengan Tuhan, 142.

[20]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 63-65

[21]Antonius Atosokhi Gea, dkk, Relasi Dengan Tuhan, 146.

[23]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 69.

[25] Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 156-159.

[26] Antonius Atosokhi Gea, Relasi dengan Tuhan (Jakarta: Garamedia, 2006), 140.

[27] Ibd, 140-141.

[28] Michael Keene, Kristianitas,(Yogyakarta: KANISIUS, 2005), 124.

[29] Ibd, 126

[30]E. Martasudjita, Pengantar Liturgi Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi (Yogyakarta: KANISIUS, 1999), 254.

[31]I.Marsana Windhu, Mengenal Ruangan, Perlengkapan, dan Petugas Liturgi (Yogyakarta, Kanisius 1996), 13.

[32] I. Marsana Windhu, Mengenal Ruangan Perlengkapan Dan Petugas Liturgi, 14.

[33]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008),59.

[34]E. Martasudjita, Memahami Simbol-Simbol Dalam Liturgi, 53-54.

[35]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 60.

[36]E. Martasudjita, Memahami Simbol-Simbol Dalam Liturgi, 52-53.

[37]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 61.

[38]E. Martasudjita, Memahami Simbol-Simbol Dalam Liturgi, 53-54.

               

[40]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 67-68

 

[42]Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, 187-188

[43]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 67-68

 

[45]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 10

[46] Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah,526

 


Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Mundosaragi
Total Pageviews