Liturgi Abad Pertengahan
Pertama
-Babtisan dan Perjamuan
-Perkembangan Sakramen-sakramen
-Liturgi Perkawinan
I.
Pembahasan
2.1.Liturgi Abad Pertengahan
Pertama[1]
Masa
ini diawali dengan runtuhnya politik negara Romawi yang dimanfaatkan secara
baik oleh Uskup Roma. Ia mulai memegang kuasa sewaktu pusat pemerintahan Romawi
dipindahkan ke Byzantium untuk menjadi Papa. Julukan paus untuk pertama kalinya
duberikan kepada Leo I.
2.2.Buku-buku Liturgi Rumpun
Tradisi Roma dan Gallia[2]
Buku-
buku yang termasuk dalam rumpun liturgi Roma, yitu: Sacraentarium Gregorius,
Sacraentarium Gelasianum, Sacraentarium Leonia, kumpulan Naskah Revenna, dan
Ordines Romani. Sedangkan yang termasuk rumpun liturgi Gallia, yaitu: Missale
Gothicum, Missale Gallicanum, misa-misa yang dipublikasikan oleh Mone, buku
Pengajaran Luxeucell, surat-surat Santo Germanus dari Paris, Buku-buku Inggris
dan Irlandia, Misa Bobbio, buku-buku Ambrosian dan buku-buku Mozaratis.
2.3.Liturgi Papal dan Liturgi
Roma[3]
Zaman
Kepausan membawa dampak dampak bagi timbulnya kepausan, disebut liturgi Papal
atau ritus Papal. Liturgi yang dilayangkan oleh Paus berbeda dengan liturgi
yang dilayangkan oleh imam biasa dari jemaat yang dipimpin oleh imam. Apabila
paus tidak hadir, pelayanan liturgi digantikan oleh imam dengan memakai liturgi
yang lebih sederhana dari pada liturgi Papal. Adalah liturgi biasa Papal, yang
diadakan menurut waktu yang tetap dan dipimpin oleh Paus sendiri dihadiri oleh
anggota Kerajaan dan umat dari pelosok kota Roma.
2.4.Liturgi Gallia[4]
Liturgi Gallia berasal dari iturgi oriental dan pada
mularya menggunakan bahasa Yunani. Setelah penyebarannya ke italia, bahasa dan
formula Yunani pun bercampur dengan bahasa dan formula Latin. Bagian pertama
adalah liturgi masuk, dawali oleh sebuah antifon demi mempertogas kelayakan
para pelayan untuk melayangkan liturgi. Kemudian nyanyian masuk, yakni monogees
atau Intraitus atou ingressa, atau officum, dinyanyikan. Trisagion, yakni tiga
nyanyian masuk. Selanjutnya pembacan Alkitab diselingi dengan Mazmur. Berkeohtbah
atau Homil, berkata bagi katekummen yang dilanjutkan dengan prosesi persembahan
tubuh dan darah Tuhan, selanjutnya persembahan dilayangkan. Kemudian ciuman
kudus. Salam damai. Kemudian doa collectio post santaus berupa epiklesis. Dan
bagian terakhir adalah pengucapan syukur.
2.5.Babtisan dan Perjamuan
2.5.1.
Babtisan
orang dewasa pada hari-raja Paskah[5]
·
Diluar rumah-geredja
o Penolakan
setan (abrenuntiatio) dimuka pintu rumah-gereja
o Pengakuan-iman
o Penghembusan/penipuan
calon-baptisan (dari pengaruh setan)
o Tanda-salib
didahi dan didada calon-baptisan
o Tiga
doa
o Exorcisme
(pembuangan/pengusiran setan)
·
Didalam rumah-gereda
o Doa
Anggota"-baptisan baru meninggalkan rumah-gereja
o Pelajanan
missa.
o Kollekte
o Anggota--baptisan
baru tampil kemuka.
o Tanda-salib
(oleh wali)
o Penumpangan
tangan
o Dua
doa (satu diantaranya adalah exorcisme)
o Pembacaan
Alkitab: nabi Jeheskiel
o Pembacaan
Alkitab: nabi Jesaja
o Anggota?-baptisan
baru mengundurkan diri
o Pembacaan
Alkitab: indil Matius
o Salam:
Tuhan menjertailah kamu ! Diawab: Dan menyertailah rohmu! Offertorium (njanjian
korban)
o Oblasi
(persembahan) orang-tua dan walis
o Secreta
(doa-diam)
o Kanon
(waktu Momento, Demine, nama wali" disebut, waktu Hanc igiturnama
anggota-baptisan baru)
o Kommuni
o Kollekte
2.5.2.
Babtisan
anak kecil pada Tiap-tiap waktu[6]
·
Diluar rumah-geredja
o Penolakan
etan (abrenuntiatio): diucapkan oleh wali untuk calon" baptisan
o Penghembusan/penipuan
calon -baptisan (dimuka mereka, sambil menjebut nama mereka)
o Tanda-salib
didahi dan didada
o Doa
o Soal
pengakuan-iman (dijawab oleh wali)
o Tiga
doa
o Penahbisan/penjutjian
garam
o Kommuni
garam
o Tanda-salib
didahi calon-baptisan (dengan exorcisme dan doa) Pembatjaan Alkitab: injil
Matius
·
Didalam rumah-geredja
o Pengakuan-iman
o Bapa
Kami
o Penggosokan
hidung, telinga dan lidah dengan ludah
o Doa
o Epheta
o Penahbisan/penjutjian
air-baptisan (litani, Kyrie eleison, Bapa Kami, Credo,
o prefasi,
tanda-salib pada air-baptisan)
o Baptisan
o Pengurapan
(pertama): dada dan bahu calon"-baptisan Soal-baptisan)
o Pengurapan
(kedua)
o Salam:
Tuhan menjertailah kamu! Jawab: Dan menjertailah rohmu!
2.5.3.
Pemberitaan
Firman/Khotbah
Sakramen
adalah tanda dari sesuatu yang sakral. Namun, misteri sakral disebut juga
sakramen, sebagaimana sakramen ilahi. Maka, sakramen dapat berarti tanda dari
sesuatu yang disakralkan, atau sesuatu yang sakral yang ditandakan. Kini kita
memiliki sakramen sebagai tanda-tanda jadi. Jadi, sakramen adalah bentuk
kelihatan dari anugrah yang tak terlihat.[7]
Sifat khotbah dalam abad pertengaan erat dengan
pertumbuhan (perkembangan) gereja pada waktu itu. Tiap taraf petumbuhan mempunyai jenis khotbahnya sendiri.Secara kasar kita dapat membedakan
jenis sebagai berikut.
1.
Khotbah missioner.
Pada abad ke 5 gereja mulai mendapat hubungan dengan
bangsa Jerman.Kepada bangsa-bangsa yanmg berusaha
memberitakan firman Allah. Pemberitahuan itu teranglah tidak sama benar dengan
khotbah-khotbah yang diungkapkan dalam ibadah-ibadah jemaat ia lebih bersifat
missioner. Ia dipakai dalam semua ibadah
jemaat, yang di jemaat-jemaat muda di daerah sending.
2.
Khotbah gereja bangsa
Oleh pekerjaan missionaris orang berpindah dari agama
kafir keagamaan Kristen.Gereja makin lama makin besar.Dimana-mana terdapat
jemaat kristus. Berhubung dengan itu khotbah mendapat suatu tugas yang lain yang tidak
dipakai lagi sebagai missioner untuk
menerangkan keberadaan injil untuk orang-orang yang mau masuk agama Kristen,
tetapi sebagai alat pedagogis untuk mendidik dan membentuk anggota-anggota
jemaat yang baru.
3.
Khotbah Uskup
Dalam sejarah khotbah ada yang cenderung untuk menganggap abad X dan
XI sebagai waktu dari, khotbah uskup. Sebabnya ialah karena pada waktu ini ada beberapa uskup yang oleh
dorongan pembesar Negara bukan saja terus menerus menjaga, sehingga dalam
wilayah mereka tetap diadakan pembelajaran khotbah oleh para klerus, tetapi yang juga menganggap
pemberitaan firman Allah sebgai tugas mereka yang paling utama dan kerena itu
sendiri berkhotbah
tiap minggu di tempat mereka dan ditempat lain.
4.
Khotbah Biarawan
Abad XII membawa perubahan yang penting di bidang khotbah.Sampai abad XI isi khotbah hanya merupakan reproduksi saja dan warisan yang
ada.Tetapi sekarang, oleh rupa-rupa sebab oleh pengaruh
theologia (scholastic, mistic) dan pengaruh-pengaruh lain pada waktu itu
dibidang politik dan kebudayaan (yang terutama disebabkan oleh perang salib)
kepribadian pengkhotbah makin Nampak dalam pemberitaanya.
5.
Khotbah kaum mistik
Dalam sejarah khotbah kaum mistik memiliki peranan yang sangat penting.
Pengaruh mereka tidak terbatas pada abad-abad pertengahan saja, ia terasa juga
dalam abad-abad berikut. Salah satu sebab dari pengaruh iini adalah mungkin
bahasa yang mereka pakai.Sama seperti biarawan-biarawan dan ordo-ordo meminta
mereka juga lebih banyak berkotbah diluar ibadah jemaat.Mereka
banyak menarik pendengar-pendengar baik dari kalangan biarawan-biarawan dan
biarawati-biarawati, maupun diantara anggota jemaat, (kaum awam), biasa yang
suka akan pemberitaan yang demikian.
6.
Khotbah sebelum
Reformasi.
Sebelum reformasi pelajaran khotbah di desa-desa dan di daerah-daerah pedalaman
rupanya tidak berjalan dengan teratur.Dikota-kota
keadaanya lebih baik.Menurut penyelidikan Ritter dalam abad ke XVI kehidupan
jemaat di kota-kota jelas menunjukan pengaruh khotbah gereja.[8]
2.5.4. Pengakuan dan
Nyanyian[9]
Nicaenum adalah pengakuaan iman jemaat, karena itu
disebelah Timur ia selalu diucapkan oleh anggota-anggotanya di dalam ibadah.
Juga di Spanyol dan di Prancis ia mula-mula diucapkan oleh anggota jemaat,
namum pada abad ke X, tugas itu diambil alih oleh paduan suara.
Apostolicum
(Pengakuan iman Rasuli) adalah unsur tetap dari liturgia-baptisan dan ibadah
doa tiap-tiap hari. Disini pengakuan ini sejak abad-abad pertengahan diucapkan
secara bersama-sama dengan Bapa Kami dan Ave Maria pada permulaan dan akhir
ibadah.
Athanasianum
(Pengakuan iman Athanasius) berasal dari sebelah barat.Ia
memulai dengan kata-kata latin “Quicumque”.
Siapa yang menyusunnya sampai sekarang tidak diketahui.Ia memakai nama
Athanasius, tetapi jelas bahwa bukan bapak Gereja ini yang menyusunnya. Pengakuan ini ditulis dalam bahasa Latin yang isinya
adalah dogma Trinitas dan Kristologia yang menggunakan ajaran Ambrosius dan
Agustinus.
Nyanyian
ibadah yang dipakai dalam abad pertengahan umumnya sama saja dengan
nyanyian-nyanyian yang dipakai dalam abad-abad sebelumnya.
a. Kyrie Eleison(Tuhan kasihanilah). Di sebelah barat nyanyian ini
diubah oleh Gregorius Agung menjadi: Kyrie
eleison, Christe eleison, Kyrie eleison.
b. Sanctus (Kudus, kudus, kudus). Nyanyian ini juga mula-mula
adalah nyanyian jemaat. Baik di Timur maupun Barat ia merupakan unsur tetap
dari ibadahnya. Tetapi sejak abad ke VI ia hanya dinyanyikan oleh paduan-paduan
suara dan para klerus. Ini biasanya dinyanyikan dengan tingkahan orgel.
c. Haleluya (Pujilah Tuhan). Dalam abad-abad pertengahan Haleluya
banyak sekali dipakai terutama dalam liturgia missa.
d. Communio (Nyanyian perjamuan. Nyanyian ini dinyanyikan oleh
paduan suara sebagai antiphon dengan mazmur selama komuni (perjamuan)
berlangsung.
e. Introitus (Nyanyian masuk). Nyanyian ini terdiri dari tiga
bagian yaitu antiphon, mazmur dan Gloria kecil dan dinyanyikan secara berseling
oleh cantor (penyanyi) dan paduan
suara.
f. Gradual (Responsorium) yang dinyanyikan sesudah pembacaan
Injil.
g. Traktus (Nyanyian terus menerus sampai selesai). Terdiri dari
suatu rentetan ayat-ayat Mazmur yang dinyanyikan berturut-turut. Mula-mula oleh
seorang cantor, kemudian oleh koor (paduan suara).
h. Offertorium (Nyanyian korban). Di Gereja Barat nyanyian ini
dipakai untuk mengiringi persembahan korban (yang dibawa ke mezbah oleh para
klerus dan anggota jemaat). Dalam abad XI ketika persembahan berangsur
ditiadakan dari ibadah jemaat, makin berkurang pula nyanyian ini dipakai. Sejak
abad XVI nyanyian korban dalam bentuk ini berpindah ke dalam Missale Romanumdan dipakai sampai
sekarang.
i.
Gloria in exelcis Deo (Hormat bagi Allah di tempat yang tinggi). Sampai abad
XII Gloria in excelsis Deo hanya boleh dinyanyikan oleh Paus dan uskup. Imam
biasanya hanya boleh mengucapkannya pada hari raya Paskah dan hari
penahbisannya. Pada waktu itu Gloria in excelsis Deo dinyanyikan disemua missa
kecuali missa orang mati dan pada waktu advent dan puasa.
j.
Agnus Dei
(Anak domba Allah). Nyanyian ini adalah nyanyian perjamuan yang sebenarnya.
Dinyanyikan oleh koor selama pemecahan roti berlangsung. Dalam abad ke IX
pemecahan roti berangsur hilang dari ibadah, diganti dengan pemakaian hosti.
Berhubungan dengan itu nyanyian Agnus Dei dibatasi panjangnya.
2.6.Perkembangan
Sakramen-sakramen[10]
Sakramen-sakramen
menyalurka anugrah Allah kepada orang-orang Kristen selama hidupnya.
Ketujuhnya, menurut urutan penerimaannya, ialah:
·
Babtisan: Itu dianggap
menhapuskan dosa turunan, dan diperlukan seca mutlak untuk keselamatan
·
Konfirmasi (peneguhan):
diberikan oleh uskup kepada anak-anak yang sudah mencapai umur kurang lebih 7
tahun. Ia menumpangkan tangannya ke atas anak itu sambil memohon turunannya Roh
Kudus ke atasnya, supaya ia dapat menjadi seorang ksatria Kristen yang melawan
Iblis dan dosa dengan gagah berani.
·
Pengakuan dasa: yang
diucapkan di hadapan imam. Imam itulah yang kemudian, kalau penyesalan si
pengaku dianggapnya sungguh-sungguh, melepaskan dia dari dosanya, atas nama
Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
·
Misa atau Ekaristi: roti
dan anggur yang dibagi-bagikan itu dianggap adalah benar-benar tubuh dan darah Kristus (trans-substansi =
perubahan menjadi zat lain, yang ditetapkan menjadi dogma resmi pada tahun
1215, tetapi yang oleh orang banyak telah diyakini jauh lebih lama).
Anggota-anggota jemaat hanya menerima roti; cawan hanya dikecap oleh imam.
·
Peminyakan: yang terjadi
dengan miyak “suci” atas orang-orang sakit yang akan meninggal.
·
Nikah: yang dipandang
sebagai sakramen juga, supaya hal “jasmani” itu diangkat ke tingkat “rohani”.
·
Penahbisan Iman: Dengan
penahbisan itu, maka imam menjadi pengantara yang dipakai Tuhan untuk
menyampaikan anugerah-Nya kepada anusia.
2.7. Liturgi Perkawinan[11]
Perkawinan
orang Kristen adalah sama dengan setiap perkawinan mana pun sehingga orang yang
kawin mengikuti saja adat istiadat setempat. Namun, dalam perkawinan itu gereja coba mewujudkan etos
Kristen. Lambat laun peran gereja mulai mendapat tempat. Orang menilai bahwa
pernikahan adalah peristiwa sosial. Jadi, pernikahan tidak dapat diserahkan
100% kepada sejoli
yang menikah atau keluarganya. Bahkan sejak abad pertengahan pertama,
pernikahan di tangani oleh uskup, walaupun tidak di gereja. Uskup mengatur,
memberkati, dan mengawasi pernikahan orang Kristen. Pengaturan, pemberkatan,
dan pengawasan uskupdalam pernikahan dilakukan dalam rangka pastoral. Yang
dimaksud dengan pastoralia dalam pernikahan adalah gereja menjungjung
keberadaan hakikat manusia sebagai makhluk mulia.
Akan
tetapi pada segi lain gereja berusaha melindungi mereka yang menikah agar tidak
dicemooh sebagai tingkat yang lebih rendah daripada hidup selibat. Ignatius
melihat bahwa hidup pernikahan tidak lebih rendah daripada selibat. Dia
mengatakan, “Semuanya-baik hidup dalam perkawinan maupun hidup wadat-bagi orang
beriman menjadi sarana untuk menghormati Tuhan.” Baru pada abad ke-5, di Roma
pernikahan mulai dihubungkan dengan perjamuan kudus. Pernikahan digerejakan,
tetapi gereja tidak memutuskan sah tidaknya sebuah pernikahan. Bahkan tidak ada
kewajiban tertentu yang memutuskan bahwa pernikahan harus dilayankan dalam
sebuah liturgi gereja. Bagi gereja pernikahan yang sah ialah persetujuan kedua
pihak yang menikah dan keluarga. Gereja mendukung usaha melindungi institusi
pernikahan. Disitulah kejujuran dan ketulusan terjamin sebab tidak ada manipulasi
atau language game. Maka gere membuat
semacam tat pernikahan.
Garis
besar gereja mengenai perkawinan kedua didasari oleh ketetapan Ambrosius dari
Milano(339-397). Ia mengatakan, “Walaupun pernikahan pertama dibuat oleh Allah,
perkawinan kedua toh diizinkan-Nya.” Hal ini (harus atau dapat pula) dipahami
bahwa perkawinan kedua tidak lagi diberkati, tetapi hanya diizinkan.
II.
Kesimpulan
Liturgi abad pertengahan pertama
diawali dengan runtuhnya politik negara Romawi yang dimanfaatkan secara baik
oleh Uskup Roma. Ia mulai memegang kuasa sewaktu pusat pemerintahan Romawi
dipindahkan ke Byzantium untuk menjadi Papa. Julukan paus untuk pertama kalinya
duberikan kepada Leo I. Liturgi yang dilayangkan oleh Paus berbeda
dengan liturgi yang dilayangkan oleh imam biasa dari jemaat yang dipimpin oleh
imam. Apabila paus tidak hadir, pelayanan liturgi digantikan oleh imam dengan
memakai liturgi yang lebih sederhana dari pada liturgi Papal. Adalah liturgi
biasa Papal, yang diadakan menurut waktu yang tetap dan dipimpin oleh Paus
sendiri dihadiri oleh anggota Kerajaan dan umat dari pelosok kota Roma. Liturgi Gallia berasal dari iturgi oriental dan pada
mularya menggunakan bahasa Yunani. Setelah penyebarannya ke italia, bahasa dan
formula Yunani pun bercampur dengan bahasa dan formula Latin. Bagian pertama
adalah liturgi masuk, dawali oleh sebuah antifon demi mempertogas kelayakan
para pelayan untuk melayangkan liturgi.
III.
Daftar
Pusta
Abineno Dr J.L.Ch., Ibadah Djemaat dalam Abad-abad Pertengahan
End Th. Van den, Harta dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2001
Petry Ray C., A History of Christianity, Paris: Prentice-Hall, 1962
Rachman Rasid, Pembimbong Ke Dalam Sejarah Liturgi, Jakarta: BPK-GM, 2010
Sumber
lain:
https://id.scribd.com/presentation/434598844/Liturgika-Abad-Pertengahan
[1] Rasid Rachman, Pembimbong Ke
Dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK-GM, 2010), 77-78.
[2] Rasid Rachman, Pembimbong Ke
Dalam Sejarah Liturgi, 80-83.
[3] Rasid Rachman, Pembimbong Ke
Dalam Sejarah Liturg, 83-90.
[4] Rasid Rachman, Pembimbong Ke
Dalam Sejarah Liturgi, 91-95.
[5] Dr J.L.Ch. Abineno, Ibadah
Djemaat dalam Abad-abad Pertengahan,42-43.
[6] Dr J.L.Ch. Abineno, Ibadah
Djemaat dalam Abad-abad Pertengahan,43.
[7] Rasid Rachman, Pembimbong Ke
Dalam Sejarah Liturgi, 97./ Ray C. Petry, A History of Christianity, (Paris: Prentice-Hall, 1962), 321.
[8] Dr J.L.Ch.
Abineno, Ibadah
Jemaat dalam Abad-abad Pertengahan,
20-29.
[9] Dr J.L.Ch.
Abineno, Ibadah
Jemaat dalam Abad-abad Pertengahan, 45-50.
[10] Th. Van den End, Harta dalam
Bejana, (Jakarta: BPK-GM, 2001), 133.
[11] Rasid Rachman, Pembimbong Ke Dalam Sejarah Liturgi, 122-131
Post a Comment