Sehati dan Sepikir
Tetapi dalam Tuhan Yesus kuharap segera mengirimkan
Timotius kepadamu, supaya tenang juga hatiku oleh kabar tentang hal ihwalmu.
Karena tak ada seorang padaku, yang sehati dan sepikir dengan dia dan yang
begitu bersungguh-sungguh memperhatikan kepentinganmu; sebab semuanya mencari
kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus. Filipi 2:19-21
Beberapa hari yang lalu saya sedang melakukan pembersihan di halaman samping
rumah. Alangkah terkejutnya saya ketika menemukan jutaan ekor semut dengan ribuan
telurnya dibalik tumpukan sampah. Masing-masing semut dengan sangat
tergesa-gesa sekali tanpa ada yang mengomando langsung menyelamatkan
masing-masing telur. Satu semut mengambil dan menyelamatkan satu telur.
Dan tidak sampai 5 menit ribuan butir telur tersebut berhasil dipindahkan.
Saya tertegun dan bertanya-tanya dalam hati, telur siapakah yang diambil dan
diselamatkan oleh semut tersebut? Apakah telurnya sendiri ataukah telur semut
lain. Saya yakin bahwa semut tersebut tidaklah menyelamatkan telurnya sendiri
karena bagaimana mungkin dia bisa dalam waktu singkat menemukan telurnya
diantara ribuan telur. Kesimpulan saya bahwa semut-semut tersebut mengambil dan
menyelamatkan telur tersebut tanpa memikirkan telur itu milik siapa.
Sungguh luar biasa mahkluk yang satu ini karena hewan inilah salah satu hewan
yang sama sekali tidak memikirkan kepentingannya sendiri. Semut adalah hewan
yang memiliki sifat gotong royong yang selalu melakukan pekerjaannya secara
bersama-sama untuk kepentingan bersama, bukan untuk kepentingan pribadi.
Orang yang malas harus memperhatikan cara hidup semut dan belajar daripadanya. Semut tidak punya pemimpin, tidak punya penguasa atau pengawas, tetapi selama musim menuai mereka mengumpulkan bekal untuk musim paceklik. Amsal 6:6-8 (BIS)
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi tingkat kecerdasannya,
namun paling tinggi pula keegoisannya. Itulah sebabnya manusia adalah makhluk
yang paling sering bertengkar satu dengan yang lain. Sehingga menurut
saya, salah satu hal yang bisa dijadikan parameter untuk mengukur tingkat
keegoisan adalah pertengkaran. Semakin tinggi tingkat keegoisan seseorang
semakin sering pula terjadi pertengkaran. Jadi mari periksa diri kita, apakah
kita masih sering bertengkar? Bila ya, itu tandanya keegoisan kita masih
tinggi.
Penyakit egois ini tidak hanya kita temukan pada orang-orang dunia. Penyakit
mementingkan diri sendiri ini ternyata masih banyak melekat pada orang-orang
Kristen. Itulah sebabnya sampai saat ini masih banyak terjadi pengelompokan-pengelompokan
digereja. Terjadi caplok mencaplok jemaat. Masing-masing organisasi membesarkan
nama organisasi masing-masing. Lama kelamaan yang semakin besar adalah nama
organisasi dan nama pemimpinnya, bukan lagi nama Tuhan Tuhan Yesus. Mari perhatikan
spanduk-spanduk undangan KKR, nama siapakah yang paling besar tercantum disana?
Apakah nama Yesus? Atau nama Pembicaranya? Silahkan lihat sendiri.
Namun jangan heran saudara, sebab hal demikian sudah terjadi sejak jaman
Paulus. Pada saat itu Paulus hanya menemukan Timotius yang Efaproditus yang
sehati dan sepikir dengannya, tidak memikirkan kepentingan diri sendiri
melainkan kepentingan Kristus. Bahkan pada saat itu terjadi juga
pengelompokan-pengelompokan yang sangat menyedihkan hati Paulus.
Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus? I Kointus 1:12-13
Tuhan sangat tidak menyukai sifat mementingkan diri sendiri. Seandainya Tuhan mementingkan diri sendiri pastilah Tuhan tidak mengutus dan mengorbankan anakNya yang tunggal, Yesus datang kedunia dan mati bagi kita. Siapakah kita sehingga Tuhan rela turun dari tahtaNya yang mulia dan rela mati demi menggantikan kita yang seharusnya mati karena dosa-dosa kita. Itu semua Tuhan lakukan sebagai bukti kasihNya.
Saudaraku, Kasih itu berbanding terbalik dengan Egois. Semakin tinggi rasa kasih seseorang maka semakin rendahlah sifat keegoisannya demikian sebaliknya, semakin tinggi tingkat keegoisan seseorang maka semakin rendahlah sifat kasihnya. Itulah sebabnya Tuhan ingin kita hidup dalam kasih karena dengan demikianlah kita dapat membuang segala keegoisan kita. Tuhan Yesus memberkati.
Post a Comment