I.
Pembahasan
1.1. Letak geografis keadaan Korea
Dikelilingi oleh tiga negara raksasa yang menjadi tetangganya-
Cina, Rusia, dan Jepang-negara kuno korea menonjol seperti sebuah ibu jari dari
pinggiran sebelah timur daratan Asia. Jazirahnya yang berhiaskan gunung hanya
meliputi 84.579 mil persegi, kira-kira sebesar Minnesota- tetapi memiliki
populasi gabungan utara dan selatan, 44.839.000. dalam sejarah misi, gerejanya
terkenal karena pertumbuhan yang cepat, pengaturan oleh orang-orang pribumi dan
kesetiaanya di tengah-tengah penganiayaan. Dengan keadaan ras yang homogen dan
kesatuan politik selama lebih dari seribu tiga ratus tahun, korea telah
mendapat perlakuan buruk dalam abad 20. Sejak 1948 secara politis jazirah ini
dipisahkan oleh garis parallel pada titik 38 derejat lintang utara: korea utara
dikuasai oleh kumunis, sedangkan korea selatan merdeka. Dua republik ini
memiliki wilayah yang kira-kirasama, tetapi korea selatan mempunyai populasi
dua setengah kali dari saudaranya yang komunid di utara. Republic korea selatan
mempunyai populasi 31. 139.000, sementara republik korea utara mempunyai
13.700.000 jiwa. [1]
1.2. Agama-agama di Korea
Agama-agama lama,
setidak-tidaknya yang terlihat bukan merupakan faktor penting di korea saat
ini. secara historis negara ini menganut agama budha,dan Konfusius. Agama Budha
masuk ke negeri ini melalui cina pada abad ke-4 dan telah mendominasi kesenian
dan kesusastraan rakyat negri ini. konfusianisme masuk pada abad ke-7 dan telah
membentuk etika dan berbagai disiplin akademisnya. Kedua-duanya secara politis
berpengaruh, agama Budha mempengaruhi dinasti koryo sampai abad ke-14,
sedangkan agama konfusius mempengaruhi dinasti Yi sampai abad ke-20. Tetapi
sekarang sebagian besar orang Korea mengabaikan keduanya. Sebagian besar orang
korea modern mengaku tidak memiliki keyakinan, dan agama terorganisir yang
paling besar di negara ini menurut pengamatan sekilas boleh jadi adalah agama
Kristen.
Akan tetapi diballik apa
yang terlihat itu, agama tidak terorganisir yang dianut oleh masyarakat banyak
adalah tetap syamanisme yang anamistis, terkait dengan ramalan nasib dan penyembuhan tradisional.
Chondokyo “agama jalan surge” adalah agama baru akhir abad 19 yang mengabungkan
nasionalisme korea dengan unsur-unsur konfusianisme, agama budha dan agama Kristen.
Meskipun ia tercatat pada beberapa ensiklopedi sebagai agama utama di korea,
sebenarnya ia sudah hampir mati sejak 1920 an. [2]
1.3. Latar belakang Agama di Korea
Korea
pernah digambarkan sebagai "udang yang menjadi korban di tengah-tengah
pertempuran ikan paus". Semenanjung tersebut terletak di tempat yang
sangat strategis di antara tiga negara besar, yaitu Cina, Je pang dan Rusia.
Sepanjang masa Korea menjadi medan perang untuk per tempuran negara-negara
tetangga, sehingga sering diserbu oleh Cina atau Jepang. Kedua negara tersebut
memanfaatkan ataupun mendalangi per tikaian golongan-golongan politik dalam
negeri Korea sebagai alat untuk merebut kekuasaan di Korea. Cina dan Jepang
secara silih berganti mem pengaruhi lapangan politik Korea.
Kebudayaan
Korea tidak lepas dari pengaruh kebudayaan negara tetangga. Namun, bangsa Korea
tetap mempertahankan bahasanya sendiri serta mitos-mitos kuno yang menceritakan
asal-usulnya, sehingga kesa daran akan kepribadian nasional tetap terpelihara.
Pengaruh agama-agama luar terlihat sebagai tambahan saja atas animisme. Berbeda
dari negara negara Asia lain, pekabar-pekabar Injil di Korea tidak menghadapi
agama institusional dengan struktur yang kuat, yang sudah mendarah-daging dalam
adat dan masyarakat Korea.
Agama
Buddha masuk Korea melalui Cina pada abad ke-4 dan ber peran mengembangkan
persatuan bangsa di bawah dinasti Silla pada abad ke-7. Agama Buddha menjadi
agama negara, sehingga biara-biara menja di kaya dan tokoh-tokoh Buddha sangat
berkuasa di lapangan politik. Tetapi pada tahun 1392 dinasti Yi merebut
kekuasaan, mengusir imam imam Buddha yang korup, dan menetapkan filsafat Kong
Hu Cu sebagai dasar pemerintahan. Masih terdapat banyak kuil Buddha di Korea,
tetapi agama Buddha tidak memiliki kuasa seperti pada zaman dulu. Para bia-
rawan Buddha pada umumnya dianggap rendah oleh masyarakat, ter utama oleh
golongan berpendidikan.
Filsafat
Kong Hu Cu merupakan tantangan yang kuat bagi perkem bangan kekristenan di
Korea. Etika Kong Hu Cu sangat dihargai dan di hormati oleh golongan
berpendidikan, sebagai filsafat dan pedoman hi dup, bukan sebagai agama. Ajaran
Kong Hu Cu mengenai bakti seorang anak terhadap orangtuanya mengokohkan adat
Korea akan pemujaan nenek moyang. Kong Hu Cu merupakan pengaruh kuat dalam
kestabilan masyarakat Korea.[3]
Kemudian menjelang akhir Abad ke 18, Kekristenan mulai berkembang di Korea.
Yang mana perkembangan tersebut terjadi sebagai usaha bangsa korea bukan
sebagai hasil penginjilan dari luar.[4]
1.4. Sejarah kekristenan di Korea
Meskipun
menghadapi penghambatan yang hebat, Gereja Katolik Roma bertekun pada imannya.
Pada tahun 1886, perjanjian yang melin dungi keamanan orang yang beralih agama
menjadi Katolik, ditandata ngani oleh Korea dan Perancis. Perjanjian ini
sekaligus membuka jalan pastor Perancis untuk masuk Korea. Pada tahun 1900
diperkirakan ada 42.000 orang anggota Gereja Katolik Roma di Korea, dengan
sebuah seminari di kota Seoul. Uskup Agung Auguste Mulel memimpin Gereja di
Korea dan sebagian Manchuria. Pada tahun 1911 uskup agung kedua ditempatkan di
kota Taegu.[5]
Pada
tahun 1884 seorang dokter Amerika, Horace Allen, utusan Gere. ja Presbiterian,
berangkat ke Korea sebagai dokter pribadi kedutaan besar Amerika. Allen tiba di
Korea pada saat kekacauan politik. Pangeran Young Ik Min terluka akibat
pemberontakan. Allen dipanggil untuk mengobati pangeran, dan ternyata
pengobatannya berhasil menyelamat kan nyawanya. Maka Allen disenangi di istana,
sehingga pada tahun 1885 ia diberi izin membuka Rumah Sakit Kerajaan di Seoul.
Tidak
lama kemudian Horace Underwood, seorang pendeta Presbite rian yang sudah
belajar kedokteran, bersama dengan Pendeta H.G. Appen zeller, utusan Gereja
Metodis tiba di Korea. Underwood membantu Allen di rumah sakit. Pada akhir 1885
lima pekabar Injil Presbiterian dan lima pekabar Injil Metodis sudah berada di
Korea, dengan keluarganya masing-masing
Sikap Allen dalam misi berhati-hati. Ia
memfokuskan pelayanan me dis beserta pendidikan. Dengan dukungan istana, rumah
sakit sangat ber hasil, sehingga lebih dari 10.000 pasien dirawat selama tahun
pertama. Salah satu penyakit yang merajalela di Korea pada saat itu adalah
penya kit cacar. Allen berusaha mengobati penyakit cacar dengan cara memberi
suntikan, yang belum diketahui di Korea. Pada tahun 1886 Dr. Scranton membuka
rumah sakit Metodis. Sekolah-sekolah dan rumah-rumah yatim piatu juga didirikan
oleh para pekabar Injil. Selain itu Alkitab diterjemah kan dan disebarkan.
Underwood
dan Appenzeller dengan tidak sabar langsung masuk pelayanan pekabaran Injil.
Orang pertama yang percaya berkat pelayanan Underwood dibaptis secara diam-diam
pada tahun 1886. Satu tahun ke mudian jemaat kecil berdiri di Seoul. Underwood
berkunjung ke desa Sollae di Korea
Utara dan menemukan tujuh orang, "yang sudah percaya dan bersedia untuk
dibaptis" (berkat penginjilan Suh Kyung Jo: lih. di Segera sebuah gedung
gereja dibangun oleh penghuni desa tersebut, 50 keluarga, dari jumlah 58
keluarga di desa Sollae beralih agama menja di Kristen. Jelaslah penginjilan di
pedalaman Korea Utara dilaksanakan secara spontan oleh orang Kristen Korea;
penginjil-penginjil Barat merupakan pasukan pendukung, mengajar dan membaptis
orang yang sudah mendengar Injil.
Perjalanan
penginjilan keliling secara luas dijalankan para pekabar Injil mulai tahun
1887. Daerah-daerah pedalaman, terutama di Baratlaut Korea, paling terbuka
terhadap iman Kristen. Pendeta Samuel Moffett, pe kabar Injil Presbiterian,
menetap di kota Pyongyang. Ia melaporkan bah wa in tidak perlu berkhotbah di
luar, oleh karena orang Korea berbon dong-bondong datang ke rumahnya
bertanya-tanya tentang iman Kristen. Keterbukaan orang di Pyongyang sangat
berbeda dengan sikap orang di kota Seoul, Korea Selatan, di mana hasil misi
Protestan sangat lambat.
Salah
satu faktor pendorong perkembangan kekristenan di Korea ada lah tersedianya
Alkitab dalam bahasa Korea sebelum para pekabar Injil masuk Korea. Alkitab dan
buku nyanyian rohani disebarkan secara luas. Usaha perbaikan dan penyempurnaan
terjemahan berjalan terus sampai dengan tahun 1900. Terjemahan Perjanjian Baru yang
diterbitkan pada tahun itu menjadi dasar Gereja Protestan.[6]
Pada saat Jepang menduduki Korea tahun 1905-1745, orang Korea sangat menderita.
Namun mereka tidak kehilangan identitas dan semangat nasionalnya. Banyak
Kristen yang mati syahid dan terpenjara karena memperjuangkan kemerdekaan
bangsanya. Dan keterlibatan gereja dalam perjuangan bangsa korea ini menjadi
salah satu faktor yang sangat kuat mendorong orang korea ketika itu maupun di
kemudian hari menjadi Kristen.[7]
1.5. Pertumbuhan gereja Protestan di Korea[8]
Beberapa faktor penting
berikut ini telah mempengaruhi pertumbuhan gereja protestan.
1.
Politik
dan Kebudayaan
Pada periode 1883-1910,
korea berada di bawah pendudukan China, dan kekuasaan beralih ke tangan bagsa
Jepang pada tahun 1910. Pada satu pihak penguasa korea tidak mampu mengahmbat
perkembangan protestan secara sistematis tatkala utusan-utusan Injil dari
kalangan Protestan masuk ke korea pada tahun 1884. Selain itu, tidak terdapat
agama/atau kepercayaan asli yang kuat di Korea. Kepercayaan asli mereka yaitu
shamanisme (beraliran animisme) merupakan sinkretisme dari ajaran Buddha dan
ajaran Konghucu. Uniknya justru terungkap bahwa jenis shamanisme ini ternyata telah
mempercepat perkembangan kekristenan di Korea. Shamanisme korea itu ternyata mengakui
bahwa keselamatan terdapat di dalam seorang penguasa surgawi. Sejarah
menunjukkan bahwa pada periode 1880-1910 dinasti Manchu tidak memiliki cukup
kekuatan polituk dan militer untuk mengawasi wilayah korea. “kevakuman”
kekuasaan politik praktis itulah yang disambut segera oleh para utusan Injil.
2.
Nevius
Plan (1890)
Gereja terbesar di Korea
ternyata beraliran Presbyterian. Kesuksesan pertumbuhan Gereja Presbyterian
salah satunya bertumpu pada prinsip-prinsip penginjilan, pemuridan, dan
kemandirian. John L. Nevius, seorang utusan Presbyterian yang melayani di
Tiongkok. Pada saat itu Nevius mengkritik rekan-rekannya sesama utusan injil
karena mereka tidak mementingkan upaya untuk memandirikan jemaat-jemaat lokal.
Nevius menentang kebergantungan jemaat lokal terhadap gereja Gereja di luar
negeri.
Lambat laun, para utusan
Presbyterian mulai menyadari bahwa prinsip-prinsip Nevius ternyata tepat dan
sangat sesuai untuk di terapkan kepada masyarakat Korea. Tampak jelas bahwa
Nevius Plan bertujuan untuk mendorong kemandirian, agar gereja giat menginjili
dan tekun mempelajari firman Tuhan. Gereja Korea harus mampu membiayai diri
sendiri, mengatur diri sendiri, dan menginjili atas inisiatif diri sendiri.
3.
Jamahan
Roh Kudus
Pada tahun 1907, terjadi
sebuah peristiwa supranatural yang menakjubkan tatkala Roh Kudus melawat kota
Pyongyang. Setahun sebelumnya, ketika para utusan Injil dan pemimpin-pemimpin
Kristen Korea bersekutu dan berdoa syafaat bersama-sama dalam suasana khusyuk.
Pada saat itu, keprihatinan utama mereka ialah agar banyak orang korea dapat
datang kepada Yesus Kristus. Keprihatinan tersebut sejatinya merupakan satu
kerinduan tentang pertumbuhan kerohanian yang terjadi di tingkat akar rumput secara
besar-besaran. Pada tahun 1907 itu, sebuah kelompok yang beranggotakan 700
orang jemaat Presbyterian di Pyongyang, sedang berkumpul dan mempelajari
alkitab sama seperti biasa. Tiba-tiba, fenomena kehadiran Roh Kudus terjadi di
tengah perhimpunan tersebut, sehingga setiap orang yang hadir mengalami pengalaman
pengalaman supranatural secara kasatmata. Fenomena supranatural berupa lawatan
Roh Kudus di kota Pyongyang itu membuktikan bahwa kebangunan rohani dapat
terjadi, dan masih akan terjadi lagi dimana pun dan kapan pun manakala Umat
Allah dapat sehati dan bersekutu bersama-sama didalam iman.
1.6.
Metode Pemberitaan Injil di Korea
Metode
Nevius berdasar pada empat asas yang sederhana dan alkitabiah:
1.
Perambatan sendiri,
Setiap orang Kristen terpanggil untuk mengabarkan Injil kepada
tetangga-tetangga pada waktu senggang, sementara ia mencari penghidupan sendiri
melalui pekerjaan dan keahlian yang sudah dimilikinya.
2.
Kepemimpinan sendiri, Strukur, organisasi dan metode gereja dikembangkan
hanya sejauh kemampuan gereja nasional unutk mengurus dan menyokongnya.
3.
Pembiayaan sendiri atau penghidupan atas usaha
sendiri. Sejumlah orang Kristen
Korea diangkat menjadi penginjil penuh (purna-waktu), sesuai dengan bakat dan
penggilan mereka. Gedung-gedung gereja dibangun dengan gaya arsitektur Korea
yang sesuai dengan kemampuan gereja;
4.
Dasar Alkitabiah,
Semua orang Kristen, baik jemaat biasa maupun pempin gereja atau orang berbakat
yang akan menjadi pemimpin mendapat pendidikan yang cukup lengkap supaya gereja
kuat berdiri teguh.[9]
1.7. Hambatan-hambatan kekristenan di
Korea
Hambatan pertama muncul
pada masa kependudukan Jepang tahun 1910. Kekuasaan kependudukan itu memaksa
orang-orang kora umtuk menganut kepercayaan Shinto. Ruang gerak gereja sangat
dibatasi dan di tekan sehingga tidak leluasa beribadah. Hambatan kedua terjadi
pasca berakhirnya perang dunia kedua. Perang tersebut sangat merugikan kesatuan
bangsa korea karena mereka terbelah menjadi dua bangsa. Penguasa komunis di
wilayah korea Utara sangat represif menekan gereja segingga keberadaan gereja
nyaris terhapus di wilayah tersebut. Hambatan ketiga muncul melaui konflik internal di kalangan gereja yang berawal pada
dasawarsa 1950-an. Gereja Presbyterian yang mula-mula bersatu, terpecah menjadi
lebih dari 30 gereja sempalan dan aliran-aliran baru. Akibat munculnya banyak
gereja baru (a) banyak utusan misi dari pelbagai gereja di Amerika Serikat
masuk ke Korea dengan membawa warisan perseteruan “Fundamentalis-Liberal” yang
ketahui telah merusak suasana kehidupan Gereja
di Amerika; (b)pada tahun 1960, terjadi konflik internal di kalangan gereja
Presbyterian dan gereja Metodis, serta diantara golongan liberal dan golongan
injil, (c)seluruh konflik internal dan perseteruan antar-golongan itu berdampak
melemahkan semangat kaum Kristen, sehingga menyisakan rasa pahit dan saling
dengki antar-golongan.[10]
1.8. Perkembangan gereja di korea Pada
masa Sekarang
Agama Kristen terlambat
masuk ke negeri korea, tetapi agama ini menemukan keterbukaan hati orang korea
dan penerimaan yang nyaris tidak ada bandingannya dalam sejarah misi modern.
Negeri ini menjadi terkenal karena pertumbuhan gerejanya yang cepat, penggunaan
pekerja pribumi dan kesetiaannya menghadapi penganiayaan. Gereja Kristen
bertumbuh dengan tingkat kecepatan mendekati 10 persen pertahun, kebangunan
rohani terus berlanjut yang dipelopori pendeta-pendeta tentara telah membawa
ribuan polisi negara ROK untuk mengenal Kristus. Agama Kristen telah merembes
ke dalam kehidupan bangsa ini pada semua tingkatan. Rumah-rumah sakit protestan
tersebar di semenanjung ini. kota-kota di Korea yang berkembang cepat adalah
satu lagi dari banyak fokus perhatian khusus Kekristenan. Gereja telah mengubah
peran wanita di korea, dipimpin oleh pahlawan wanita seperti almarhumah DR.
Helen Kim dari universitas Ehwa. Pengaruh orang Kristen menjadi jelas ketika
protes dari gereja memaksa penarikan uang kertas bergambar Budha.[11]
II.
Kesimpulan
Sebelum
tahun 1940 wilayah Korea tetap sebagai satu kesatuan, namun setelah PD II usai
Korea menjadi dua negara. Letaknya berada di daerah yang sangat strategis sebab
diapit tiga negara besar Cina, Jepang,
dan Rusia (semananjung Korea) dan luasnya kira-kira satu setengah besarnya
pulau jawa. Oleh letaknya yang seperti ini, sangat mempengaruhi sejarah politik
Korea ditentukan (interpensi) oleh Jepang dan Cina. Disamping Jepang dan Cina
berusaha merebut pengaruh kekuasaan politik Korea, kedua negara ini sepanjang
perjalanan sejarahnya dijadikan sebagai medan perang pertempuran keduanya.
Pertumbuhan
kekristenan ini mendapat banyak hambatan tetapi akhirnya hambatan-hambatan itu
dapat di lewati karena adanya sifat terbuka dari orang korea dalam menerima
injil.
III.
Daftar
Pustaka
Ruck ANNE, Sejarah Gereja Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019
Jan S Aritonang & De Jong, Apa & Bagaimana Gereja?, Jakarta :
BPK- Gunung Mulia, 2015
Hoke Donald E, Sejarah Gereja Asia volume 2, (Jawa Timur: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 2002
Sche G. Van , Rangkuman Sejarah Gereja
Kristiani (Dalam Konteks Agama-agama Lain), Jakarta : OBOR,1995)
Culver Jonathan E., Sejarah Gereja Asia, Bandung: Biji
Sesawi, 2014
[1]
Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia
volume 2, (Jawa Timur: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002), 40.
[2]
Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia
volume 2, (Jawa Timur: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002), 42-44.
[3]
ANNE Ruck, Sejarah Gereja Asia.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019),176-177
[4] G.
Van Sche , Rangkuman Sejarah Gereja Kristiani (Dalam
Konteks Agama-agama Lain), (Jakarta
: OBOR,1995), 212.
[5]
ANNE Ruck, Sejarah Gereja Asia.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019),179
[6]
ANNE Ruck, Sejarah Gereja Asia.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019),180-181
[7] De
Jong & Jan S Aritonang, Apa &
Bagaimana Gereja?, (Jakarta : BPK- Gunung Mulia, 2015),85-86.
[8]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
(Bandung: Biji Sesawi, 2014), 228-232.
[9]
ANNE Ruck, Sejarah Gereja Asia.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019),182
[10]
Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja Asia,
(Bandung: Biji Sesawi, 2014), 234.
[11] Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia volume 2, (Jawa Timur: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2002), 35-38.
Post a Comment