wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Sejarah Liturgis: Masa Reformasi


Sejarah Liturgis:  Masa Reformasi

·         Teologi Liturgi Luther

·         Teologi Liturgi Calvin

 


  I.            Pembahasan

2.1.             Sejarah Liturgis Masa Reformasi

Masa Reformasi Sebelum reformasi gereja meletus di Eropa, perintis-perintis reformasi telah tampil di muka umum.Mereka adalah John Wycliff dan Johanes Hus. Menurut Wycliff 72 ajaran transubstansiasi sama sekali tidak ada dalam Firman Allah. Pengaburan ajaran Firman untuk kaum awam lebih disebabkan oleh faktor bahasa dan juga kurangnya pemimpin-pemimpin gereja memotivasi kaum awam untuk belajar Firman Allah.[1] Atas dasar alasan ini ia menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris supaya mudah dimengerti. Usahanya menuai kutuk dari Paus.Ia diancam akan dibunuh, namun ditolong oleh rakyat Inggris. Ajaran Wycliff kemudian dilanjutkan oleh Johanes Hus yang mengadakan pembaharuan di Bohemia. Akibatnya terjadilah konflik dengan gereja.Hus kemudian ditangkap dan dihukum mati.[2] Gerakan reformasi pada akhirnya meletus di Jerman pada tahun 1517 diprakarsai oleh Martin luther dengan 95 dalilnya. Dengan kukuh Luther menyatakan asas reformasi, yaitu sola scriptura.Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, maka Luther menekankan penggunaan bahasa umum dalam keseluruhan ibadah supaya Firman Allah mudah diterima dan dipahami oleh kaum awam.Ia mulai menyingkirkan dari ibadah semua hal yang tercemari oleh ajaran transubstansiasi, hari-hari khusus untuk mengingat orang kudus dan segala legenda. Sementara terkait dengan nyanyian, ia berusaha memulihkan nyanyian-nyanyian rohani, menerjemahkan himne-himne dari bahasa Latin, serta menciptakan nyanyian-nyanyian baru yang sesuai dengan nafas reformasi, meskipun bentuk-bentuk liturgi tidak diubahnya secara radikal. [3] Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap penting dalam sejarah liturgi. Setidaknya bagi pembentukan liturgi gereja-gereja reformasi kemudian. Para reformator tidak hanya mengguncang tata gereja. Mereka juga membarui praktik liturgi Abad-abad Pertenghan, terrutama Abad-abad Pertengahan kedua Paus yang memiliki kuasa dalam urusan sekuler dan pajak yang dikenakan kepada umat ditentang.

2.2.                                                 Hakikat Liturgi Reformasi

Dalam perkembangan reformasi, tidak ada liturgi yang ideal dan mapan sehingga wajib diikuti untuk zaman segala zaman dan tempat. Refelksi teologis atas praktis liturgis mempunyai peranan penting. Agar pembaruan liturgis yang dihasilkan tidak hanya berdasarkan kegemaran sesat, selera individu semata, atau trend zaman, refleksi teologis atas liturgi di perlukan. Jadi bagi gereja reformasi tidak ada liturgi yang bersifat normatif. Tidak ada liturgi yang bersifat kekal, sempurna, fine, dan tidak dapat diperbarui sepanjang masa.

Oikumenisitas dalam liturgi adalah salah satu konsep dan pola dalam liturgi reformasi. Bahkan Luther dan Calvin tidak berniat merombak misa Roma, kecuali hal-hal praktis yang ditampilakan melalui ritus-ritus. Ritus-ritus di gereja reformasi tidak seragam. Walaupun pola dan konsep liturgi waktu itu diusahakan oikumenis, usaha itu sekarang kurang terasa sebagaimana tejadi di Indonesia. Secara umum ada tujuh prisip dalam liturgi sehingga berwarna reformatoris, yaitu:

a.       Liturgi dilayankan dalam bahasa umat.

b.      Melalui firman-Nya, Tuhan mengumpulkan, mendirikan, melindungi, dan menjaga umat-Nya.

c.       Jika perjamuan kudus dirayakan sebagaimana perintah Kristus, umat berhak dan wajib menerima komuni.

d.      Perbedaan komuni antara imam – menerima dua elemen – dan umat – menerima satu elemen – harus diakhiri.

e.       Umat terlibat aktif dalam liturgi dengan menyanyikan nyanyian jemaat.

f.       Doa hening oleh pelayan dihilangkan.

g.      Pelayanan liturgi tidak mengenakan pakian liturgis yang hanya membedakannya dari umat.[4]

2.3.             Teologi Liturgi Luther

Luther adalah serorang pembaru gereja yang sabar dan hati-hati dalam hal liturgi. Ia melakukan perubahan dan pembaruan secara bertahap, dan tentu saja memakan waktu. Firman dan sakramen adalah kata-kata kunci dalam kehidupan Lutheran dan merupakan pusat ajaran Luther. Firman semata-mata mengacu pada Alkitab sebagaimana dinyatakan lewat Sola Scriptura. Sedangkan sakramen mengacu pada penghargaan tinggi atas sakramen baptisan kudus dan perjamuan kudus, dan pada teologi Luther tentang Perjamuan Kudus. Bagi Luther, sakramen adalah firman yang kelihatan atau diperagakan. Keyakinan Luther, bahwa keselamatan hanya diperoleh berdasar kasih karunia melalui iman (Sola Gratia dan Sola Fide). Firman Allah dalam ajaran Luther dan kehidupan gereja-gereja Lutheran hanya dapat dipahami bila menelusuri latar be lakang kehidupan dan pergumulan iman Luther. Sakramen (khususnya Perjamuan Kudus), Luther menemukan bahwa hanya ada dua sakramen yang punya dasar alkitabiah, dalam arti: yang langsung ditetapkan oleh Kristus sendiri. Berdasarkan itu kaum Lutheran menolak lima lainnya (yang diakui sebagai sakramen oleh GKR), yaitu: peneguhan (konfirmasi), pengakuan dosa, penabhisan iman, pengurapan (peminyakan, terutama pada orang sakit atau menjelang ajal), dan perkawinan.

ü  Jabatan dan Tata Gereja

Martin Luther sadar bahwa pemahaman tentang jabatan yang diberlakukan di GKR pada waktu itu secara teologis menyimpang dari amanat alkitab. Karena itu ketika Luther berbicara tentang jabatan, ia segera mengaitkannya dengan pusat atau inti amanat alkitab dan dengan hakikat gereja sebagai persekutuan orang-orang beriman. Setiap jabatan ditetapkan Allah sebagai pelaksanaan fungsi pelayanaan.  Bersama dengan para penatua, pendeta juga menjalankan tugas pengajaran dan penggembalaan. Yang terpenting bagi Luther adalah, jabatan-jabatan gereja itu tidak bertentangan dengan inti amanat alkitab, yaitu bahwa setiap jabatan ditetapkan sebagai fungsi pelayanan di tengah persekutuan umat tebusan Kristus.

ü  Tata Ibadah

Suasana dan liturgi dalam ibadahdi gereja-gereja Lutheran tidak banyak berbeda dengan GKR. Ketika Luther mulai menyelenggarakan sendiri ibadah di jemaat-jemaat pengikutnya, ia mengikuti pola dasar ibadah GKR. Benda-benda perlengkapan ruang ibadah, termasuk lilin, patung, dan strip/lukisan, tetap dipertahankan dan juga dianggap sebagai adiafora, sejauh tidak merintangi pemberitaan firman yang murni dan pelayanan sakramen. Di dalam tata ibadah yang digunakan Luther dan pengikut-pengikutnya, nyanyian dan musik mendapat tempat penting. Tata ibadah Lutheran ini, khsususnya di lingkungan gereja Lutheran di Jerman, kemudian di tuangkan dalam buku tata ibadah yang disebut agenda. [5]

ü  Hakikat Gereja

Semua dasar teologi Luther bersumber dari Alkitab. Menurut Luther arti Firman Allah dapat dibedakan, yaitu :

a. Yesus secara pribadi dan AjaranNya adalah Firman

Firman Allah sumber kehidupan setiap warga gereja. Kalau ia hidup dalam Firman dan percaya dalam Firman maka ia mampu mengorbankan segala sesuatu agar menjauhkan dirinya dari ajaran dan pelayanan semua orang yang salah.

b. Alkitab sebagai Firman                                                

Pandangan Luther berakar dari Alkitab sebagai Firman yang tertulis.

c. Firman sebagai Amanat Allah yang diberitakan kepada warga kristen.

Firman yang diberitakan tidak mempunyai kuasa yang terpisahkan dari Firman yang hidup, Yesus Kristus, dan Firman yang tertulis yaitu Alkitab. Jadi Firman yang diberitakan tidak hanya lewat suara manusia, tetapi juga sakramen perjamuan Kudus dan baptisan.[6]

 

2.4.   Teologi Liturgi Calvin

ü  Hakikat Gereja

Pemahaman Calvin tentang gereja, yang pada dasarnya sama dengan Luther: gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan berkat kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus, yang telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang kesemuanya disambut dan diterima manusia melalui iman. Sejalan dengan pemahaman tentang Alkitab yang berpusat pada Yesus Kristus, maka ditegaskan bahwa gereja adalah tempat yang bisa ditemukan dimana saja, asalkan disana firman atau Injil yang murni diberitakan dan sakramen yang murni dilayankan (yakni Baptian dan perjamuan Kudus, yang merupakan firman dalam wujud tanda). Yang menjadi pengukur untuk menilai pemberitaan firman dan pelayanan sakramen adalah Alkitab. Karena itu, dimana pun, selama firman masih diperdengarkan dan sakramen yang dua masih itu dilayankan, kendati dengan cara yang jauh dari sempurna, disitu gereja hadir dan nama atau status ‘gereja’ tidak boleh dicabut daripadanya.

Calvin lebih lanjut menandaskan bahwa Allah memanggil dan menyediakan orang-orang yang ditugaskan memberitakan firman dan melayankan sakramen, serta gembala-gembala yang menuntun dan membina warga gereja.Calvin menghubungkan pemahaman gereja dengan keselamatan disatu pihak keselamatan berasal dari Allah saja, sehingga tidak perlu ada imamat khusus sebagai perantara untuk menyalurkan keselamatan itu kepada manusia.Namun dilain pihak, Calvin sangat menekankan jabatan pendeta sebagai pelaksana pemberitaan firman dan pelayanan sakramen, dua perkara kembar yang merupakan pusat kehidupan gereja.Dengan demikian jelaslah bahwa menurut Calvin gereja mempunyai peranan kunci dalam hubungan antara manusia dengan Allah sebagai sarana atau saluran pemberitaan Firman dan pelayanan sakramen.Gereja harus memiliki seperangkat pejabat yang ditunjukkan untuk memberitakan firman dan membina orang percaya.Pelayanan firman dan sakramen merupakan pusat kehidupan gereja.[7]

ü  Sakramen

Menurut Calvin, orang-orang percaya dapat saling mengakui sebagai sesama orang pilihan, sekiranya mereka orang yang (1) beriman; (2) hidup dalam kesucian dan pengudusan; (3) menerima sakramen-sakramen:

a.    Perjamuan Kudus,meskipun Yesus sudah naik ke surga. Roti dan Anggur itu tidak bisa disamakan dengan tubuh dan darah Kristus yang berada di surga. Namun, Calvin berkata bahwa pada saat seseorang menikmati roti dan anggur, pada waktu itulah dia juga benar-benar telah dihubungkan oleh Roh kudus dengan tubuh dan darah Kristus yang berada di surga

b.    Baptisan, sebagai sakramen yang yang menandakan penghapusan dosa. Namun, Calvin mengartikan baptisan bukan sekedar suatu tanda. Beliau berpendapat bahwa baptisan itu merupakan gandengan tangan iman/kepercayaan yang berfungsi untuk membantu serta menguatkan iman kita. Mengenai baptisan anak-anak, pandangan Calvin mirip dengan pandangan Luther, dalam pengertian bahwa anak-anak itu harus memiliki iman, dan iman itu dikaruniakan kepada anak-anak pilihan. Kelaak pada kemudian hari, benih iman itu akan berubah dalam kehidupan mereka.[8]

ü  Jabatan Gereja

Peraturan ini pertama kali disusun Calvin untuk atau sesuai dengan kebutuhan dan konteks jemaat protestan di Jenewa dimana pejabat gereja dan pemerintah kota mempunyai hubungan yang erat, namun tidak mengatakan bahwa jemaat atau gereja itu adalah gereja negara. Dalam hal ini, ia bertolak dari pandangan bahwa di dalam Alkitab ada peraturan yang mengikat secara mutlak, yakni, (1) di dalam gereja harus tercipta kerukunan, dan (2) gereja wajib memberitakan firman dan melayankan sakramen. Menurut Calvin, di dalam gereja ada empat jabatan: gembala atau pendeta (pastor), pengajar (doctor), penatua (presbyter), dan Syamas atau diaken (diacon). Tugas pendeta adalah memberitakan firman dan melayankaan sakramen, dan bersama dengan penatua mengawasi kehidupan jemaat, dan kalau perlu menegur warga gereja yang menyimpang dari ajaran dan peraturan gereja.Jabatan pengajar mencakup semua fungsionaris gereja yang terlibat dalam tugas pengajaran yang berhubungan dengan iman Kristiani, mulai dari guru sekolah, guru katekisasi, sampai dengan dosen-dosen teologi. Para penatua adalah orang-orang ditunjuk pemerintah kota untuk bersama pendeta mengawasi kehidupan gereja. Kepada para diaken atau syamas dipercayakan tugas mengurusi orang-orang sakit, miskin, berkemalangan daan sebagainya.Untuk itu mereka harus mengumpulkan dan mengatur keuangan dan perbendaharaan jemaat serta menyalurkan uang bantuan kepada mereka yang membutuhkannya, dan juga bekerjasama dengan para petugas rumah sakit.[9]

ü  Disiplin (siasat) Gereja

Bagi Calvin ibadah dan tata ibadah bukan hanya soal praktis dan insidental yang bisa disusun dan diselenggarakan menurut selera dan suasana sesaat. Baginya ibadah dan tata ibadah berkait erat, bahkan satu kesatuan, dan pokok-pokok ajaran mendasar yang telah kita lihat di atas, sebab gereja merupakan imannya melalui ibadah. Ibadah di dalam gereja-gereja Calvinis sama seperti gereja-gereja Lutheran berpusat pada pemberitaan firman atau khotbah dan perayaan perjamuan Kudus. Calvin tidak hanya membaharui makna dari unsur-unsur ibadah, melainkan juga seluruh jalannya ibadah: doa, nyanyian, cara pemberitaan iman dan pelayanan perjamuan dan seterusnya. Gagasan pembaharuan menyeluruh ini dituangkan Calvin dalam naskah tata ibadah yang disusunnya tahun 1540. Ciri-ciri ibadah gereja Calvinis adalah firman Allah dikhotbahkan dengan sepatutnya kepada umat, ruang dan suasana ibadah harus dibersikan dari segala sesuatu yang merusak kehidupan gereja. Tentang hal ini Calvin dan para pengikutnya jauh lebih tegas dan keras dibandingkan Lutheran. Dari sini bisa muncul kesimpulan bahwa ibadah gereja-gereja Calvinis diarahkan pada tataran kognitif: khotbah yang bercorak pengajaran, ibadah yang harus dipahami warga jemaat biasa, penalaran yang logis, perilaku yang tertib, dan suasana yang berdisiplin.

Menurut Calvin mengenai khotbah merupakan kombinasi dari uraian isi Alkitab dan penjelasan pokok-pokok pemahaman iman atau ajaran gereja tentang kebenaran yang dianut gereja. Sejalan dengan itu doa dan nyanyian diatur sedemikian rupa untuk menyelang-nyelingi dan mempertegas penyampaian pokok-pokok mendasar dari ajaran iman Calvinis: pengakuan dosa, berita pengampunan dan pengakuan akan kedaulatan Allah. Menurut Calvin mengenai nyanyian, Mazmur adalah nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah, mengingat bahwa Mazmur terdapat di dalam Alkitab dan dengan demikian merupakan ciptaan roh kudus. Agar melodinya tidak itu-itu saja, maka ada macam-macam versi nyanyian Mazmur yang diciptakan di lingkungan gereja-gereja Calvinis.[10]

ü  Ibadah dan Tata Gereja

Bagi Calvin ibadah dan tata ibadah bukan hanya soal praktis dan insidental yang bisa disusun dan diselenggarakan menurut selera dan suasana sesaat. Baginya ibadah dan tata ibadah berkait erat, bahkan satu kesatuan, dan pokok-pokok ajaran mendasar yang telah kita lihat di atas, sebab gereja merupakan imannya melalui ibadah. Ibadah di dalam gereja-gereja Calvinis sama seperti gereja-gereja Lutheran berpusat pada pemberitaan firman atau khotbah dan perayaan perjamuan Kudus. Calvin tidak hanya membaharui makna dari unsur-unsur ibadah, melainkan juga seluruh jalannya ibadah: doa, nyanyian, cara pemberitaan iman dan pelayanan perjamuan dan seterusnya. Gagasan pembaharuan menyeluruh ini dituangkan Calvin dalam naskah tata ibadah yang disusunnya tahun 1540. Ciri-ciri ibadah gereja Calvinis adalah firman Allah dikhotbahkan dengan sepatutnya kepada umat, ruang dan suasana ibadah harus dibersikan dari segala sesuatu yang merusak kehidupan gereja. Tentang hal ini Calvin dan para pengikutnya jauh lebih tegas dan keras dibandingkan Lutheran. Dari sini bisa muncul kesimpulan bahwa ibadah gereja-gereja Calvinis diarahkan pada tataran kognitif: khotbah yang bercorak pengajaran, ibadah yang harus dipahami warga jemaat biasa, penalaran yang logis, perilaku yang tertib, dan suasana yang berdisiplin.

Menurut Calvin mengenai khotbah merupakan kombinasi dari uraian isi Alkitab dan penjelasan pokok-pokok pemahaman iman atau ajaran gereja tentang kebenaran yang dianut gereja. Sejalan dengan itu doa dan nyanyian diatur sedemikian rupa untuk menyelang-nyelingi dan mempertegas penyampaian pokok-pokok mendasar dari ajaran iman Calvinis: pengakuan dosa, berita pengampunan dan pengakuan akan kedaulatan Allah. Menurut Calvin mengenai nyanyian, Mazmur adalah nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah, mengingat bahwa Mazmur terdapat di dalam Alkitab dan dengan demikian merupakan ciptaan roh kudus. Agar melodinya tidak itu-itu saja, maka ada macam-macam versi nyanyian Mazmur yang diciptakan di lingkungan gereja-gereja Calvinis.[11]

                                        II.            Kesimpulan

Reformasi gereja abad ke-16 adalah salah satu tahap penting dalam sejarah liturgi. Setidaknya bagi pembentukan liturgi gereja-gereja reformasi kemudian. Para reformator tidak hanya mengguncang tata gereja. Mereka juga membarui praktik liturgi Abad-abad Pertenghan, terrutama Abad-abad Pertengahan kedua Paus yang memiliki kuasa dalam urusan sekuler dan pajak yang dikenakan kepada umat ditentang. Firman dan sakramen adalah kata-kata kunci dalam kehidupan Lutheran dan merupakan pusat ajaran Luther. Firman semata-mata mengacu pada Alkitab sebagaimana dinyatakan lewat Sola Scriptura. Sedangkan sakramen mengacu pada penghargaan tinggi atas sakramen baptisan kudus dan perjamuan kudus, dan pada teologi Luther tentang Perjamuan Kudus. Bagi Luther, sakramen adalah firman yang kelihatan atau diperagakan. Namun dilain pihak, Calvin sangat menekankan jabatan pendeta sebagai pelaksana pemberitaan firman dan pelayanan sakramen, dua perkara kembar yang merupakan pusat kehidupan gereja.Dengan demikian jelaslah bahwa menurut Calvin gereja mempunyai peranan kunci dalam hubungan antara manusia dengan Allah sebagai sarana atau saluran pemberitaan Firman dan pelayanan sakramen

 

                                     III.            Daftar Pustaka

Hwang, Asal-Usul Agama-Agama, Terj. Maju Manurung, 2013.

Lane, Tony, Runtut Pijar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

Riemer, G, Cermin Injil: Ilmu Liturgi, Saint Joseph’s University, 1995.

Lane, Tony, Runtut Pijar, Jakarta: Gunung Mulia, 2012.

Alister, Mcgrath E., Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.

Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta: Gunung Mulia, 2016.

Culver, Jonathan E., Sejarah Gereja.

                                     IV.            Sumber Lain

http://pappimuskanan.blogspot.com/2015/03/liturgi-kristen.html?m=1



[1] Hwang, Asal-Usul Agama-Agama,( Terj. Maju Manurung, 2013), 94.

[2]Tony Lane, Runtut Pijar,( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007)118-120.

[3] Riemer, G, Cermin Injil: Ilmu Liturgi, (Saint Joseph’s University, 1995), 164-166.

[4] http://pappimuskanan.blogspot.com/2015/03/liturgi-kristen.html?m=1 diakses pada Senin, 05 April 2021 pukul 12:07 WIB

[5] Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 132.

[6] Mcgrath E. Alister, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), 20.

[7]Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 67-68.

 

[8]Jonathan E. Culver, Sejarah Gereja, 281

[9]Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016),  68-69.

[10] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalan dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 71-75.

[11] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalan dan di Sekitar Gereja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2016), 75-77

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Mundosaragi
Total Pageviews