1.1.Sekilas Tentang Agama
Istilah agama berasal dari bahasa sanskerta dan secara khusus digunakan
dikalangan keagamaan yang cenderung pada trantisme. Disitu agama
bermakna “memperoleh pengetahuan”. Yang dimaksud ialah pengetahuan yang
terdapat dalam tulisan-tulisan yang dikenal sebagai sastra agama-agama dan mengandung pengetahuan bagaiamana kehidupan
manusia ditengah-tengah kosmos dan kuasa-kuasa yang bergiat di dalamnya dapat
dikendalikan. Dalam buku yang berjudul “Pendekatan Pada Ilmu Agama-agama” ini
disampaikan juga bahwa, semua yang berkaitan dengan “agama” adalah yang
menyangkut seluk beluk pergaulan manusia dengan dewa-dewa, dari tempat
pertemuan hingga tata upacara.[1]
Menurut John D. Caputo inti agama adalah cinta kasih, sehingga seorang religius
adalah orang yang memiliki cinta kasih. Dengan pengertian ini kategori religius
tidak cukup dilihat dari ketaatan ritualistik ataupun dengan pemahaman
yang sektarian yang membagi komunitas Yahudi, Islam, Kristen, Hindu dan
sebagainya. Kategori religius hanya relevan dilawankan dengan egois,
individualis, serakah, dan tidak memiliki cinta kasih. Maka, bisa jadi
seorang ateis yang memiliki nilai cinta antar sesamanya lebih religius dari
umat beragama.[2]
1.2.Pengertian HAM
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian HAM adalah hak
yang dilindungi secara internasional (yaitu deklarasi PBB Declaration of Human
Rights), seperti hak untuk hidup, hak kemerdekaan, hak untuk memiliki, hak
untuk mengeluarkan pendapat.[3] HAM
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.[4] Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan wilayah hukum
nasional dan bukan Internasional. Barulah pada tahun 1945, mulailah Hak Asasi
Manusia masuk pada rejim hukum internasional, tepatnya saat Piagam Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB)menyatakan mukadimahnya. Penjabaran dari konsep Hak Asasi
Manusia dan kata ‘universal’ pertama kali muncul di Majelis Umum PBB pada tahun
1948 melalui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).[5]
Berkaitan dengan hak dasar (basic rights) yang
merupakan hak yang menjadi prioritas mutlak dalam masyarakat nasional maupun
internasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia baik dalam arti
material maupun non-material. Hak-hak tersebut antara lain hak hidup, hak atas keamanan minimum, hak
untuk tidak diganggu, bebas dari perbudakaan dan perhambaan, bebas dari
penyiksaan, pengurangan kebebasan yang tidak berdasar hukum, diskriminasi dan
tindakan lain yang mengurangi martabat manusia.
Hak asasi manusia di Indonesia tertulis dalam UU No. 39 Tahun 1999 yang
berbunyi HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia. HAM meliputi hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak asasi
politik, hak asasi sosial dan kebudayaan, hak asasi untuk mendapatkan perlakuan
yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta hak asasi manusia untuk
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan.[6]
1.3. Konsepsi Keterhubungan HAM
·
Hubungan
Manusia dengan Tuhan
1.
Setiap manusia
berhak untuk memeluk agama dan kepercayaan yang diyakininya
2.
Setiap orang
berhak untuk melakukan dan menentukan cara beribadah sebagai bentuk hubungannya
dengan Tuhan.
·
Hubungan
antar Manusia
1.
Setiap manusia
berhak atas kemerdekaan, sehingga segala bentuk penjajahan dan ekploitasi yang
merendahkan martabat manusia harus ditiadakan
2.
Setiap manusia
berhak untuk memperoleh perlakuan yang sama sebagai pribadi yang merdeka dan
bermartabat, tanpa membedakan jenis kelamin, suku, bangsa, ras, agama, paham
politik, kekayaan dan status social lainnya.
3.
Setiap manusia
berhak untuk memperoleh perlindungan dari rasa takut
4.
Setiap manusia
berhak memilih teman hidupnya dalam suatu pernikahan yang sah atas dasar saling
mencintai
5.
Setiap manusia
berhak untuk memperoleh perlingungan atas diri sendiri, kehormatannya dan
keluarganya.
·
Hubungan
antar Bangsa
1.
Setiap manusia
sebagai bangsa berhak atas kemerdekaannya
2.
Setiap manusia
sebagai bangsa mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam tata pergaulan antar
bangsa
3.
Setiap manusia
sebagai bangsa berhak atas perdamaian dan keadilan yang merupakan landasan
pergaulan antar bangsa
4.
Setiap manusia
sebagai bangsa berhak atas kedaulatan negara dan berhak mendapat perlindungan
dari pemaksaan kehendak oleh negara lain
5.
Setiap manusia
berhak untuk memperoleh suaka politik.[7]
1.4. HAM dalam Perspektif Agama
Meskipun
istilah HAM tidak dijumpai dalam agama-agama tradisional, secara teologis hukum
HAM bersumber dari Yang Maha tinggi sebagai hukum yang lebih tinggi daripada
hukum negara. Teori ini memandang pengakuan doktrin yang diajarkan agama
sebagai sumber HAM latar belakang pemikirannya, menurut premis Perjanjian Lama
adalah bahwa Adam diciptakan menurut citra Tuhan. Ini mengisyaratkan bahwa cap
Ilahi memberi manusia harkat dan martabat yang tinggi. Alquran juga mengatakan,
“Sesungguhnya kita sama dengan martabat Anak Manusia (The Son of Man)”.
Demikian pula dalam Bhagavad-Gita: “Siapa melihat Tuhannya di dalam setiap
ciptaan, tinggal di dalam keabadian. Di antara yang mati, orang itu
sesungguhnya melihat ...”. Hal itu berarti dalam konteks agama, semua agama
memandang manusia adalah makhluk yang bernilai atau bermartabat tinggi.[8]
1.5. Manusia adalah Makhluk Bernilai Tinggi
Manusia
diciptakan Tuhan menurut citra dan persamaan Tuhan. Ajaran itu bermakna bahwa
manusia diberi cap Ilahi sehingga bernilai lebih tinggi dari pada ciptaan lain
yang tidak diberi cap Ilahi. Karena manusia diberi cap Ilahi, Tuhan meminta
agar Dia dipanggil ‘Bapa’, yang universal oleh manusia, sebagaimana dalam
naskah Bapa kami (Matius 6:9-13) yang diajarkan sendiri oleh Yesus, yang adalah
Tuhan. Implikasi ajaran itu adalah bahwa hubungan antara manusia dan Tuhan
merupakan hubungan keluarga antara bapak dan anak, artinya Allah sendiri telah
mengangkat status manusia sebagai ciptaan (objek hukum) menjadi anak Allah
(subjek hukum). Selain itu, Allah menjadikan hati manusia sebagai takhta
kerajaan-Nya, artinya Allah sendiri berkuasa atas seluruh hidup manusia. Oleh
karena itu, manusia dikaruniai hak-hak yang tidak boleh dialienasi oleh
otoritas fana di muka bumi ini, yaitu hak-hak yang dikenal dengan HAM.[9]
1.6. Hak Asasi Manusia dalam Terang Injil
Bagi
orang Kristen, Injil menerangi manusia agar manusia dapat meraih tujuan
hidupnya dan mengenal jalan yang membawanya kepada tujuan itu. Dilihat dari
terang Injil, manusia terpanggil dan wajib mengusahakan apa yang sedang
bergerak di dunia sebagai gerakan hak asasi manusia. Dalam terang Injil dilihat
bahwa manusia, yang diakui dan dipanggil Tuhan sebagai sahabatnya hanya dapat
menjawab panggilan Tuhan itu dalam solidaritas dan tanggung jawab sosial bagi
semua orang yang tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, agama, dan budaya. Injil
bagi orang Kristen adalah jalan menuju keselamatan. Kitab suci dalam pengertian
sesungguhnya adalah kitab keselamatan. Iya menguraikan sejarah keselamatan dan
sekaligus menunjukkan jalan menuju keselamatan. Sejarah keselamatan adalah
sejarah pembebasan, di dalamnya terlihat perhatian khusus Tuhan kepada kaum
miskin dan yang. Apa yang dikatakan Allah kepada Musa terulang dalam seluruh
sejarah keselamatan: setelah memperhatikan sungguh kesengsaraan umat ku, dan
aku telah mendengarkan seruan mereka, mengetahui penderitaan mereka. Sebab itu
aku telah turun untuk melepaskan mereka (Kej 3:7-8).
Memang Tuhan mendengarkan orang-orang miskin
dan tidak memandang hina orang-orangNya dalam tahanan (Maz 69: 34). Orang
miskin dan yang tak berdaya mendapatkan perhatian khusus dari Tuhan. Maka perlu
diingat: hak asasi pertama-tama harus diperjuangkan untuk orang yang lemah,
yang tidak berdaya dalam masyarakat. Dasar perjuangan itu adalah tindakan Tuhan
sendiri yang melindungi orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan. Maka hendaklah
kamu murah hati, seperti Bapamu adalah murah hati (Luk 6:36). Dalam Yesaya
10:1-2 ditegaskan seperti ini "celakalah mereka yang menentukan
ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mengeluarkan keputusan-keputusan
kelaliman, untuk menghalang-halangi orang lemah mendapatkan keadilan, untuk
merebut hak orang sengsara diantara umatku, supaya dapat merampas milik
janda-janda dan dapat menjarah anak-anak yatim".
Kitab
suci Injil mengajarkan bahwa Allah menciptakan manusia menurut citranya sendiri
(Kej 9:6). Maksudnya, manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang berdaulat
dan semua hak manusia adalah hak membanggakan diri sebagai citra Allah. Hak
manusia dilindungi Tuhan terutama bila ia sendiri tidak mampu membela diri.
Bahkan di tempat manusia kehilangan haknya, karena kesalahan dan dosanya
sendiri, disana Tuhan tetap membela dan melindunginya: apa yang lemah bagi
dunia, dipilih Allah untuk memalukan yang kuat kuat dan apa yang tidak
terpandang dan hina bagi dunia, dipilih Allah dan bahkan apa yang tidak berarti,
dipilih Allah untuk meniadakan yang berarti, jangan ada orang yang memegahkan
diri dihadapan Allah (1 Kor 1: 27-29). Kasih Tuhan senantiasa menjadi dasar
teladan hak asasi manusia. Memang hak asasi dirumuskan pertama-tama dalam alam
pikiran filsafat mengenai martabat luhur manusia. Selanjutnya, hak-hak asasi
itu diperjuangkan dalam pembelaan kaum tertindas dan oleh bangsa-bangsa yang
mencari kemerdekaan. Semua perjuangan ini merupakan langkah-langkah dalam
sejarah Allah bersama manusia yang malang dan miskin. Oleh karena itu, orang
beriman tidak boleh absen dari perjuangan itu.
II.
Impelementasi
dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama
Dalam
impelementasinya di Umat Beragama adalah kita dapat pahami bahwa setiap manusia
memiliki Hak yang universal, melekat pada setiap manusia, yang artinya kita
sebagai ciptaan Tuhan ataupun manusia memiliki hak-hak baik itu dalam mengambil
keputusan, Tindakan, dan memilih Agama, bahkan setiap apa pun yang menjadi
keputusan bagi kita dalam hidup ini adalah sebuah universal karena hak-hak ini
merupakan bagian dari eksitensi kemanusiaan setiap orang, tanpa membedakan
warna kulit, jenis kelamin, usia, etnis, dan budaya, agama atau keyakinan
spiritualitasnya. Jadi dalam membangun kerukunan Umat Beragama, HAM adalah
sebuah jembatan dalam kerukunan itu sendiri, sebab tidak akan ada manusia atau
seseorang yang mampu mengambil hak-hak yang telah melekat pada kita pribadi
lepas pribadi di dalam dunia ini. Maka dari itu setiap manusia tidak di paksa
atau pun di tekan untuk memilih agama, namun memiliki kebebasan untuk memeluk
agama yang menurutnya benar dan yang di percayai. Dalam hal ini lah yang akan
mebatasi terjadinya tekanan-tekanan atau pun Tindakan-tindakan untuk memaksa
dalam beragama. Kerukunan itu sendiri akan tercipta jika hak-hak ini dimengeri
setiap manusia, sebab HAM adalah milik setiap mahluk hidup, tidak akan ada yang
bisa merampas hak atau pun menindas hak yang telah melekat dalam setiap manusia
yang hidup dalam dunia ini.
Namun
benar bila kita katakan bahwa di dalam kenyataan, sampai sekarang ini memang
benar ada konsensus universal mengenai konsepsi Hak Asasi Manusia. Lebih parah
lagi, konsepsi-konsepsi yang ada sering kali lebih berfungsi untuk memberikan
pembanaran terhadap praktek-praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia, dari pada
untuk melindungi dan memperjuangkannya. Juga harus kita ingat, bahwa betapa pun
kita yakin bahwa Hak Asasi Manusia itu Universal, janganlah universalitas itu
lalu menjadikan Hak Asasi Manusia itu suatu ideal yang abstrak dan umum. Hak
Asasi Manusia bersifat ideal, abstrak dan umum saja tidak ada gunanya. Sebab
manusia menjadi fokus perhatian dan perjuangan Hak Asasi Manusia adalah manusia
yang kongkret. Seperti manusia tidak pernah Cuma sebuah konsep, begitu pula Hak
Asasi Manusia itu semestinya. HAM adalah sebuah realitas yang sudah ada, bukan
cita-cita yang masih harus diupayakan perwujudannya. Benar, yang universal itu
harus menjadi partikular dan kontekstual. Tapi harus kita sadari, keduanya
tidak pernah bertindih tepat. Yang partikular itu harus terus-menerus
diletakkan dibawah terang penghakiman (Judgment) yang universal.
III.
Kesimpulan
Dapat di simpulkan mengenai HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. HAM meliputi hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak
asasi politik, hak asasi sosial dan kebudayaan, hak asasi untuk mendapatkan
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta hak asasi manusia untuk
mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan. HAM
adalah sebuah jembatan dalam kerukunan itu sendiri, sebab tidak akan ada
manusia atau seseorang yang mampu mengambil hak-hak yang telah melekat pada
kita pribadi lepas pribadi di dalam dunia ini. Maka dari itu setiap manusia
tidak di paksa atau pun di tekan untuk memilih agama, namun memiliki kebebasan
untuk memeluk agama yang menurutnya benar dan yang di percayai.
IV.
Daftar
Pustaka
KBBI
Schumann Olaf Herbert, Pendekatan pada ilmu Agama-agama,
Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2013
Donnely Jack, Universal
Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and
London, 2003.
Manunggal
Kusuma Wardaya Al Khanif, Herlambang P. Wiratraman, Hak Asasi Manusia
Dialektika Universalisme Vs Relativisme di Indonesia, Yogyakarta: LKIS,
2007.
J.M. Pattiasina
dan Weinata Sairin, Hubungan Gereja Dan Negara dan Hak Asasi Manusia, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1994.
Sabon Max Boli, Hak
Asasi Manusia, Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2014.
Sumber Lain
Roni Dwi Hartanto,
“Mengkaji Relasi Agama dan Ideologi”, terdapat dalam:
file:///C:/Users/ACER/Downloads/6-97-2-PB.pdf.
[1] Olaf Herbert Schumann, Pendekatan pada ilmu Agama-agama,
(Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2013), 5
[2] Roni Dwi Hartanto,
“Mengkaji Relasi Agama dan Ideologi”, terdapat dalam:
file:///C:/Users/ACER/Downloads/6-97-2-PB.pdf, Diakses pada 6 Oktober 2021, Pukul 23. 56 WIB
[3] KBBI
[4] Jack Donnely, Universal
Human Rights in Theory and Practice, Cornell University Press, Ithaca and
London, 2003, p. 7
[5] Al Khanif,
Herlambang P. Wiratraman, Manunggal Kusuma Wardaya, Hak Asasi Manusia
Dialektika Universalisme Vs Relativisme di Indonesia, (Yogyakarta: LKIS,
2007), 1-2.
[6] https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5600613/hak-asasi-manusia-pengertian-macam-macam-dan-contoh-pelanggaran-ham. Di Akses
Pada Tanggal 6 Oktober 2021, Pukul 12:41 WIB.
[7] Weinata
Sairin dan J.M. Pattiasina, Hubungan Gereja Dan Negara dan Hak Asasi
Manusia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 83.
[8] Max Boli
Sabon, Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Universitas Atma Jaya, 2014), 35-36.
[9] Ibid, 41.
Post a Comment