Hari Raya Liturgi/ Kalender Tahun Gerejawi dan Warna
Altar
II. Pembahasan
2.1.Pengertian Kalender Tahun Gerejawi
Istilah
kalender berasal dari bahasa latin calendae,
yang merupakan bentukan dari kata kerja calare
yang berarti “mengundang berkumpul”. Maka kata kalender sebenarnya mau menunjuk
hari pertama dari bulan. Kalender atau penanggalan umum merupakan pembagian
masa waktu tahunan atas dasar tata astronomi atau tata bintang.[1]
Hari-hari Raya Gerejawi dilaksanakan di dalam rangkaian Tahun Gerejawi,
sehingga yang dimaksud dengan Tahun Gerejawi adalah pengaturan waktu, secara
khusus hari-hari minggu, selama dua belas bulan. Perlu diketahui bahwa waktu
selama dua belas bulan itu diatur sedemikian rupa, sehingga karya keselamatan
Allah dihayati secara nyata. Jadi lamanya Tahun Gerejawi adalah dua belas
bulan.[2]
2 .2.Latar Belakang Sejarah Kalender Tahun Gerejawi
Hari raya liturgi sebenarnya dimulai
dari dan berpusat pada misteri paskah, kemudian dikembangkan sebagaimana
kesaksian Alkitab tentang kisah hidup Yesus. Mulai dari ranting-ranting kecil
yang tidak beraturan, kemudian bertumbuh menjadi pohon besar, dan akhirnya
menjadi hutan lebat yang lebih detail, tetapi teratur dan sambung-menyambung
(bnd. Luk. 1:1-3). Semula tak ada susunan sistematis atau rencana untuk
merayakan peristiwa-peristiwa Kristus. Gereja dengan spontan memberikan
tanggapannya atas peristiwa-peristiwa tersebut satu persatu. Kemudian para Bapa
Gereja abad ke-2 hingga abad ke-4 merapikan kekacauan itu. Mereka membentuk,
menyusun, dan merekayasa kisah teologinya sehingga menjadi bermakna, bertema
dan bercerita, dan saling berurutan satu dengan yang lain. Hari raya Liturgi
adalah drama serat dengan makna; suatu rekayasa gereja untuk membina umat agar
dapat lebih menghayati kisah Kristus menurut kesaksian Kitab Suci dalam bentuk
perayaan. Para pemainnya adalah imam dan umat, atau dengan kata lain ialah
gereja sebagai persekutuan yang diutus. Para pemain mengenangkan, merayakan,
memberitakan karya keselamatan Allah. Karya keselamatan Allah berspusar pada
tiga peristiwa yaitu percaya akan penyataan Allah, kebangkitan Kristus dan Roh
Kudus yang membangun gereja-Nya.
Namun kendala yang dihadapi kemudian
adalah munculnya berbagai denominasi dalam tubuh gereja Kristen yang semula esa
itu. Hal itu terjadi mulai dari keperbagaian induk liturgi di beberapa gereja
wilayah pada zaman Patristik. Keberbagaian tersebut semakin tegas setelah
Skisma Timur, dengan terbentuknya dua denominasi besar: Gereja Timur dan Gereja
Barat. Pada abad ke-16 terjadi kembali perpecahan dalam tubuh Gereja Barat
dengan lahirnya gereja-gereja Reformasi. Denominasi-denominasi tersebut
melahirkan tradisi baru dan liturgi baru yang berakaitan pula dengan tata perayaan
liturgi. Yang kemudian tampak adalah gereja Kristen merayakan peristiwa Kristus
yang satu dengan perbedaan banyak. Keberbagaian tanggal Paskah, tata kalender
gereja atau tata waktu liturgi, hari-hari raya, dan tentunya adalah tata
pembacaan Alkitab. Padahal semua denominasi gereja sedang memperingati perayaan
Kristus yang satu dan sama. Pola tahun liturgiini selanjutnya menjadi dasar
bagi penyusunan daftar pembacaan Alkitab, atau leksionari, yakni pembacaan
Alkitab dan dalam perayaan ibadah sepanjang tahun. pada gilirannya, penggunaan
leksionari oukumenis dapat menjadi suatu sarana komunikasi yang subur bagi
pertumbuhan gerekan oikumenis.[3]
Dasar penyusunan tahun liturgi
adalah pemahaman soal waktu. Waktu dipahami sebagai moment atau saat yang tepat
(kairos), dimana Allah berkarya. Perayaaan tahun liturgi dipahami bahwa Allah
hadir dan berkarya menurut waktu-Nya. Gereja mencoba merayakan kehadiran Allah
dalam waktu dalam ibadah. Waktu gereja itu diambil dengan mengacu pada
kesaksian Alkitab yang kemudian dicampur dengan kalender masyarakat in locus, yaitu: per hari, per minggu,
dan per tahun.Waktu di dalam Liturgi dipahami sebagai alur pengulangan dan
kontinuitas (sinambung) dalam satu poros. Melalui poros tersebut, waktu itu
berjalan ke depan sekaligus mengulang. Kedua alur ini: pengulangan dan
kontinuitas, ditampilkan dalam perayaan liturgi pengulangan dalam memperingati
sesuatu memungkinkan umat makin mendalami makna suatu perayaan. Dalam pemahaman
siklus ini, gereja menyusun kalender dengan menggunakan sistem yang telah ada
dalam budaya masyarakat, yakni bulan dan matahari.
Sementara ini, istilah tahun liturgi
telah lazim digunakan untuk menunjuk hari-hari raya gereja atau kalender
gereja. Istilah tahun liturgi diperekanalkan oleh seorang pakar liturgi dari
gereja Lutheran-Jerman: Johanes Pomarius, pada tahun 1589. Di Prancis istilah
tahun liturgy baru muncul pada abad ke-19, sebelumnya digunakan istilah tahun
Kristen Abad ke-17 dan tahun rohani pada abad ke-18. Lambat-laun Gereja Roma
meresmikan pemakaian nama tahun liturgi dalam mediator Dei Paus Pius XII tahun 1948 dan konsili Vatikan II. Bagi
Gereja-gereja Protestan di Indonesia, istilah ini beragam penggunaanya. Ada
yang menyebutnya hari raya gerejawi (PGI), kalender gereja, tahun liturgi. [4]
2.3.Susunan dan Makna Tahun Gerejawi
1. Adven
Kata “Adven”
berasal dari bahasa latin “Adventus” yang berarti kedatangan, kedatangan yang
dimaksud adalah kedatangan Tuhan Yesus.[5] Jadi dapat
dikatakan bahwa Advent adalah masa penantian lahirnya Yesus Kristus, sebagai Juruselamat
dunia.[6]
Advent adalah empat minggu masa persiapan menyambut kedatangan Kristus (Natal),
sekaligus merupakan awal tahun liturgi. Di sini ditekankan, pertama:
kedatangan/kelahiran Tuhan historis, dan kedua: kedatangan Tuhan pada akhir
zaman (parousia). Untuk itu perlu pertobatan, agar tetap tekun dan siap
menyambut kedatangan-Nya yang kedua itu.[7]
2. Natal
Natal adalah
masa yang dimulai pada hari Natal dan berakhir selama dua belas hari sampai
tanggal 5 Januari malam. Sejak akhir abad IV Natal dirayakan setiap tanggal 25
Desember sebagai peringatan kelahiran Kristus. Semula tanggal 25 Desember bagi
orang kafir adalah pesta matahari yang tak terkalahkan, dengan merayakan
tanggal 25 Desember sebagai kelahiran Kristus, gereja ingin menyatakan bahwa
terang yang baru, matahari kebenaran, yang dinubuatkan Nabi Maleakhi (Mal 4:2)
adalah Kristus, Juruselamat dunia yang datang dari Allah.[8] Dalam masa
Advent, pengharapan akan kedatangan Sang Terang semakin berkembang, ditandai
dengan penyalaan lilin advent bertambbah satu setiap minggu. Selama Masa Natal
ada beberapa perayaan penting, seperti “Hari penampakan Tuhan” (Epifani), yang
melambangkan pengenalan diri Kristus oleh seluruh bangsa. Perayaannya
ditempatkan pada hari Minggu yang jatuh antara tanggal 2-7 Januari. Pada minggu
berikutnya dirayakan Pesta Pembabtisan Tuhan, sekaligus menandai berakhirnya
Masa Natal.
3. Tahun Baru
Pada zaman
Roma pra-Kristen di bawah kalender Julius, hari ini di dedikasikan untuk Janus,
dewa permulaan dan akhir, nama bulan Januari juga berasal dari nama dewa
tersebut. Di dalam dunia Kristen, Hari Tahun Baru secara liturgis menandai Hari
Perayaan Penamaan dan Penyunatan Yesus, yang masih dirayakan di kalangan Gereja
Anglican dan Gereja Lutheran.[9]
4. Ephipanias
Ephipanias
secara etimologi adalah “Epifani”
yang artinya manifestasi, penampakan diri, atau pewahyuan ilahi.[10]
Sehingga Ephipanias adalah minggu penampakan/ penyataan diri Yesus, dimana pada
minggu ini Yesus dibaptis. Maka minggu Ephipanias adalah minggu pembaptisan
Yesus.[11]
5. Masa Prapaskah
Ada 9 minggu Pra-paskah, yaitu :[12]
·
Septuagesima (70 hari
sebelum hari Paskah)
·
Sexagesima (60 hari
sebelum paskah)
·
Quingagesima/
Estomihi (50 hari sebelum paskah)
·
Invokavit artinya :
Aku dipanggil (Mzm 91:15)
Teologi yang ditekankan : pandangan
kepada Yesus ditaman Getsemane, setiap orang yang mengikuti Yesus harus selalu
berdoa dan beriman
·
Reminiscere artinya :
Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setiaMu ya Tuhan (Mzm 25:6)
Teologi yang ditekankan : doa
pembebasan dari penderitaan hingga tanda-tanda mujizat yang ada di dunia ini,
pertobatan, kekuatan dan beban yang dipikul oleh Utusan Tuhan
·
Okuli artinya
:Mataku tetap terarah kepada Tuhan (Mzm 25:15)
Teologi yang ditekankan :
kepercayaan kepada Tuhan dalam segala penderitaan Yesus dan kemenanganNya
terhadap penderitaan dan segala pergumulan di dunia ini, pentingnya belas
kasihan Yesus dalam kehidupan manusia
·
Letare artinya :
Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem dan bersorak-soraklah karenanya, hai
semua orang yang mencintai-Nya (Yes 66:10-11)
Teologi yang ditekankan : Minggu
sederhana yaitu panggilan sukacita
·
Judika artinya :
Berilah keadilan padaku ya, Allah dan perjuangkanlah perkaraku terhadap orang
yang tidak salah (Mzm 43:1)
Teologi yang ditekankan :
pertentangan antara hidup yang benar dan yang salah, menghendaki supaya
bertitik tolak dari kebenaran Tuhan.
·
Palmarum artinya :
Minggu kesengsaraan Yesus. Pada minggu ini Yesus dan murid-murid-Nya sudah
memasuki Yerusalem.
Teologi yang ditekankan : Yesus Kristus
raja yang menang dan rendah hati yang selalu taat kepada kehendak Bapa-Nya di
Sorga, pendahuluan dari pada pekerjaan pada hari Jumat Agung.
6. Kamis Putih
Kamis putih
sebagai akhir dari masa Pra-paskah dan awal bagi umat untuk memasukin Trideum (tiga hari suci) yakni Jumat
Agung, Sabtu Sunyi, dan Paskah.Kamis putih sering disebut dengan “Maundy Thursday”.kata Maundy berasal dari kata latin mendicare yang artinya meminta.[13]
Dengan kata lain Kamis putih merupakan Hari kesengsaran Yesus, yang dimana
sebelum Yesus ditangkap ditaman Getsemani, Yesus mengadakan Perjamuan malam
bersama murid-muridNya.[14]
7. Jumat Agung
Jumat Agung
merupakan perayaan gerejawi yang secara khusus menghayati jalan penderitaan dan
kematian Kristus di atas kayu salib. Penderitaan dan kematiaan Kristus bukanlah
suatu peristiwa kebetulan dan menjadi tragis, melainkan seusuatu yang telah
dinubuatkan terlebih dahulu.[15]
Maka, Pada minggu ini merupakan peringatan kesengsaraan Yesus, dimana Ia
disalibkan dan mati di kayu Salib.[16]
8. Hari Raya Paskah
Paskah berasal dari kata “Pesakh” (bahasa Ibrani) yang
berarti “melewati” atau“ berlalu.” Paskah adalah hari raya yang pada mulanya
dirayakan sebagai suatu perayaan yang berkesinambungan sampai dengan
pentakosta, tetapi pada abad ke 4 dibagi menjadi ibadah kebangkitan, kenaikan,
dan pentakosta.[17]Jadi
paskah merupakan minggu kebangkitan Yesus Kristus.[18] Pada
mulanya Paskah adalah pesta keluarga Yahudi, yang dirayakan pada musim semi
ketika bulan purnama, untuk mengenangkan pembebasan orang-orang Israel dari Mesir.
Paskah Kristiani dapat dilihat hubungannya dengan Paskah Yahudi ini. sengsara,
wafat dan kebangkitan Yesus dipahami sebagai pemenuhan pembebasan dari dosa dan
kematian kekal.[19]
9. Minggu-minggu sesudah kebangkitan
·
Quasimodogeniti artinya
“seperti bayi baru lahir (1 Petrus 2:2)”, sehingga minggu ini merupakan minggu
pertama setelah kebangkitan.
Teologi yang di yang ditekankan
adalah mengenai kehidupan yang baru lahir melalui Yesus Kristus.
·
Miserikordias artinya
“Nyanyikanlah belas kasihan Tuhan”, jadi mengenai belas kasihan Tuhan dan
perbuatanNya yang baik kepada kita.
Teologi yang di tekankan adalah
mengenai Yesus gembala yang baik, menjadi teladan dan pembimbing melalui
perkataan dan perbuatan, serta mengenai tanggung jawab pemimpin terhadap yang
dipimpin.
·
Jubliate artinya
“Bersorak-soraklah bagi Allah, hai seluruh bumi (Mzm 66:1-3)”. Penekanan yang
perlu disini adalah Puji-pujian jemaat kepada Allah, karena Dia telah
menciptakan hidup yang baru.
Teologi yang di tekankan adalah
Allah memberikan kekuatan dan kuasa dalam persekutuan dan Yesus Kristus yang
menjelma menjadi manusia untuk mengalahkan dunia ini.
·
Kantate artinya :
Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan (Mzm 98:1)”.
Teologi yang ditekankan adalah
mengenai nyanyian pujian jemaat tersebut merupakan kepercayaan yang penuh.
·
Rogate artinya
“berdoa, panggillah Tuhan maka Tuhan akan menjawabmu”. Minggu ini adalah minggu
penyesalan dimana jemaat memanggil Tuhan melalui doanya supaya Tuhan
menjawabnya dengan berkat dan kebebasan.
Teologi yang ditekankan adalah arti
doa dan pengaruhnya (1 Tim 2:1-6), mencari Tuhan melalui perasaan dan kebulatan
hati.[20]
10. Hari Raya kenaikan Tuhan Yesus ke
Sorga
Perayaan
hari kenaikan Yesus selalu jatuh pada hari Kamis, yakni 40 hari sesudah
kebangkitan Yesus, atau 10 hari menjelang Pentakosta. Yesus naik ke surga
ketika Dia sedang berada bersama murid-murid-Nya, dan memberikan berbagai
wejangan kepada mereka, termasuk pengutusan mereka sebagai saksi-Nya sampai ke
ujung bumi. Dalam perayaan liturginya terkandung pengharapan akan kedatangan
Kristus kembali pada akhir zaman.[21]
11. Minggu Exaudi
yang artinya
dengarlah (Maz.27:7) dari antiphon Mazmur pembukaan. Paskah VII. Ayat 10 dari
Mazmur “yang sama, sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan
menyambut aku,” dapat dihubungkan dengan sabda Yesus dalam Yoh. 14:18, Aku
tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu, yaitu sesudah kebangkitan dan
kenaikan-Nya dan menantikan turunnya Roh Kudus.[22]
12.
Minggu
Pentakosta
Perayaan
Pentakosta terkait dengan peristiwa turunnya Roh Kudus yang memenuhi para
rasul, yang membuat mereka mampu berkata-kata dalam bahasa lain, seperti yang
diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya (Kis. 2:1-4). Sejak
turunnya Roh Kudus, kehidupan para rasul berubah total, dari takur menjadi
berani, dari tidak berdaya menjadi kuat untuk memberi kesaksian tentang Yesus
yang bangkit. Peristiwa turunnya Roh Kudus dipandang juga sebagai peneguhan
berdirinya Gereja Kristus yang di bangun di atas para rasul. Pentakosta sama
artinya “hari kelima puluh”. Peristiwa turunnya Roh Kudus terjadi pada hari ke
lima puluh sesudah kebangkitan Yesus.
13. Minggu Trinitatis
Minggu
Trinitatis adalah pesta ketritunggalan Allah.[23]Kata Latin
Trinitas = (Hari Minggu) Trinitas. Perayaan Hari Minggu Trinitatis baru di
tetapkan pada abad ke 14 dengan warna putih. Ada yang menganjurkan menghapus
nama hari minggu ini dan langsung sesudah Pentakosta memasuki Masa Biasa dengan
warna hijau, karena Trinitatis ini mengesankan semacam penutupan siklus
perayaan gerejawi.[24]
2.4.Simbol dan Tanda Dalam Liturgi Gerejawi
Simbol berasal dari bahasa Yunani : συμβάλω
(bertemu, bertumpa, benda ingat-ingatan), atau συμβαλειν (mempersatukan,
melemparkan yang satu dengan yang lain, sehingga menjadi satu { sym= sama, ballo= melempar}). Berbeda dengan tanda,
simbol sering kali melibatkan emosi individu, gairah, keterlibatan, dan
kebersamaan, sebab simbol menyertakan kenangan-kenangan. Simbol memungkin
individu menghayati sendiri makna perjamuan kudus atau kebaktian Paskah. Dalam
penggunannya, symbol adalah pertemuan dua pihak. Di dalam sebuah peristiwa
pertemuan (symballein) itu, terjadi
penyatuan. Tanpa “Jembatan” simbol, kini dan dahulu tidak mungkin dipertemukan
atau dihadirkan. Simbol menjembatani kita di zaman sakarang dengan mereka di
zaman dahulu kala, sehingga kita sendiri hadir di masa dahulu atau mereka dari
masa lalu berada di tengah kita saat ini. Oleh karenanya, berbeda dengan tanda,
simbol bermain pada aras emosi, kenangan (symbolon,
benda ingt-ingatan), memori, dan personalitas, disamping objektivitas dan
komunal. Simbol berfungsi menangkap dan menjembatani diri pribadi (masa kini)
kepada pribadi yang lain (masa lalu). Tanda cukup di lihat, namun simbol
memerlukan keterlibatan. Melalui keterlibatan di dalam simbol, kita menangkap
yang simbol sampaikaan. Perayaan liturgi menjadi hidup jika kita lakukan secara
proporsional, yakni sebagai simbol umat Kristen masa kini dengan karya-karya
Allah menurut kesaksian Alkitab masa lalu. Perkumpulan umat dalam liturgi
merupakan wahana perjuampaan, baik dari Allah kepada umat-Nya (di sebut: segi
katabatis=turun) maupun dari umat kepada Allah (disebut: segi anabatis= naik).
Segi katabatis, yakni penyataan dan inisiatif Allah dam Liturgi, terjadi di
dalam pemabacaan Alkitab, pemberitaan, berkat dan pelayanan firman. Segi
anabatis, yakni respon umat terhadap penggilan Allah, terjadi di dalam
nyanyian, doa-doa, persembahan, dan penyataan iman.
Masa lalu
yang ingin dihadirkan kembali pada msa kini secara simbolis dapat berupa:
Ø
Perayaan atas peristiwa (kebangkitan
Yesus, turunya Roh Kudus).
Ø
Tindakan atau tata gerak (prosesi,
tanda salib). Prosesi di awal ibadah merupakan simbolisasi perarakan umat
Israel dari mesir ke tanah perjanjian.
Ø
Tempat atau arah (tanah suci, negeri
leluhur, kampong halaman, kiblat). Gedung gereja bukan sekedar tempat
berkumpul, melainkan “tempat” kehadiran Tuhan.
Ø
Benda (salib, air, roti-anggur). Air
sebagaimana digunakan dalam pembaptisan-melambangkan kematian dan hidup (bnd.
Roma 6:8) bersama Kristus, yang juga merupaka gambar alam nyata setiap manusia
akan ketergantungan pada air. Roti dan anggur dalam perjamuan kudus adalah
simbol langsung membawa kaum beriman kepada peristiwa Kristus. Patung-patung
orang kudus tidak berfungsi untuk disembah-sembah, melainkan menghadirkan
kembali di zaman kini pengajaran dan teladan sang kudus tersebut.
Ø
Waktu (hari pertama, 24-25 Desember,
Minggu). Gereja beribadah pada hari minggu agar gereja sendiri hadir pada
peristiwa kebangkitan Kristus 2000 tahun lalu, yang jatuh pada hari minggu itu.
Ø
Kata-kata formula liturgi (Alkitab,
votum, leksionari) pengucapaan kata-kata Alkitab adalah upaya manusia masa kini
yang terbatas untuk menagkap makna pengajaran Allah yang tidak terbatas pada
masa lalu manurut kesaksian Alkitaab.
Ø
Pengaharapan akan persaudaraan
gereja di seluruh dunia disimbolkan dalam perjamuan kudus, berpuncak pada
komuni.[25]
2.5.Hari Raya Besar Liturgi di Dalam Kalender Gerejawi
a. Masa Advent
Masa empat minggu persiapan
menyambut kedatangan Kristus (Natal), sekaligus merupakan awal liturgi. Sini
ditekankan, pertama: kedatangan/kelahiran Tuhan historis, dan kedua: kedatangan
Tuhan pada akhir zaman (parousia). Untuk itu perlu pertobatan, agar tetap tekun
dan siap menyembut kedatangan-Nya yang kedua kali.[26]
b. Masa Natal
Perayaan kelahiran Kristus di dunia,
yang secara khusus dirayakan oleh gereja pada tanggal 25 Desember. Tanggal ini
semula adalah hari pesta kafir untuk memuji matahari yang tak terkalahkan.
Paadaa tanggal 25 Desember mataharu mulai Nampak, dan makin lam makin terang.
Gereja mengambil symbol “Terang” dari pesta itu. Bagi gereja, Kristus adalaah
Terang Dunia, matahari keadilan. Selama masa Natal ada beberapa perayaan
penting, seperti “hari raya penaampakan Tuhan” (Epifani), yang melammbangkan
pengenalan diri Kristus oleh selurh bangsa. Perayaan ditempatkaan pada hari
minggu yang jatuh antara tanggal 2 sampai 7 Januari. Pada hari berikutnya di
rayakan pesta pembaptisan Tuhan. Sekaligus menandai berakhirnya Masa Natal.[27]
c. Hari Raya Paskah
Liturgi paskah merayakan
peristiwa-peristiwa yang mengarahkan ke penyaliban Kristus. Rangkaian liturgi
ini diawali dengan 40 hari masa prapasakah (masa puasa) pada hari rabu abu dan
dari seluruh perayaan Kristen ini diakhiri dengan perayaan yang paing kudus,
Hari Raya Pasakh.[28]
d. Hari Raya Pentekosta
Pesta paskah mengakhiri dua
lingkaran utama kalender liturgi dalam tahun Kristen, tetapi masih pada pesta
pantekosta ketika umat Kristen mengenang kembali peristiwa pencurahan Roh Kudus
kepada para murid. Hari kenaikan Kristus terjadi 40 hari setelah pesta paskah
dan menandai peristiwa ketika Yesus meninggalkan para murid untuk terakhir
kalinya dan kembali kepada Bapa-Nya di surga. Suatu pesta Yahudi pentekosta
adalah suatu pesta Yahudi yang dilakukan pada hari ke-50 setelah paskah.[29]
2.6.Pengertian Altar
Kata “altar”
kiranya berasal dari kata latinaltare
(dari kata adolere = membakar), yang
berarti ‘tempat api untuk pembakaran kurban’.[30]Altar adalah bagian dalam gedung gereja,
berbentuk meja atau altar adalah meja besar untuk mengadakan ekaristi dan
kegiatan liturgi lainnya.[31]Altar
harus lebih tinggi dari pada umat supaya umat dengan mudah melihat dan
mengikuti jalannya perayaan serta altar sebagai meja perjamuan mengingatkan
kita kepada Yesus dan para murid-Nya yang mengadakan Perjamuan Terakhir sebelum
sengsara-Nya.[32]
2.7.Makna Warna Altar
A. Abu-Abu
Abu-abu
digunakan untuk menggambarkan penyesalan dan bisa digunakan selama masa Puasa
atau warna Abu-abu digunakan untuk mengungkapkan kefanaan tubuh dan kekekalan
roh.
B. Biru
Biru adalah warna langit, sebagai
simbol surga. Juga digunakan sebagai simbol kebenaran.
C. Coklat
Coklat
adalah warna kematian dan kemerosotan yang bersifat spiritual. Bagi orang jawa
adalah warna alam dan tanah yang menggambarkan warna sentral dalam
kehidupan.Untuk menunjukkan kemulian, dipakai warna kencana.[33]
D. Hijau
Pada umumnya
warna hijau dipandang sebagai warna yang tenang, menyegarkan, melegakan, dan
manusiawi.Warna hijau juga dikaitkan dengan musim semi, dimana suasana alam di
dominasi warna hijau yang memberi suasana pengharapan.Warna hijau pada
khususnya dipandang sebagai warna kontemplatif dan tenang, karena warna hijau
melambangkan keheningan, kontemplatif, ketenangan, kesegaran, dan harapan.
Orang kristiani menghayati hidup rutinnya dengan penuh ketenangan, kontemplatif
terhadap karya dan sabda Allah melalui hidup sehari-hari, sambil menjalani
hidup ini dengan penuh harapan akan kasih Allah.
E. Hitam
Warna hitam
merupakan lawan dan warna putih dan melambangkan ketiadaan, kegelapan,
pengurbanan, malam, kematian, dan kerajaan orang mati.Maka warna hitam dapat
melambangkan kesedihan dan kedukaan hati secara paling intensif.[34]
F. Kuning
Kuning
adalah warna memiliki makna rangkap.Sebagai warna yang terang, warna kuning
menggambarkan keilahian, kemuliaan, kemenangan, kegembiraan.Akan tetapi karena
kuning yang terang bukanlah warnah putih bersih, juga digunakan untuk
melambangkan keburukan dan kemerosotan.[35]
G. Merah
Warna merah
merupakan warna api dan darah. Maka warna merah ini amat dihubungkan dengan
penumpahan darah para martir sebagai saksi-saksi iman, sebagaimana Tuhan Yesus
Kristus sendiri menumpahkan darah-Nya bagi kehidupan dunia.Dalam tradisi Romawi
Kuno, warna merah merupakan symbol kuasa tertinggi, sehingga warna itu
digunakan oleh bangsawan tinggi, terutama kaisar. Dalam liturgi warna merah
dipakai untuk hari minggu Palma, Jumat Agung, Minggu Pentakosta, dalam
perayaan-perayaan sengsara Kristus, pada pesta parayaan-perayaan sengsara
kristus, pada pesta para Rasul dan pengarang Injil, dan dalam perayaan-perayaan
para martir.[36]
H. Merah jambu atau Pink
Warna merah
jambu atau pink sudah menggambarkan pengharapan dan kesukaan.Sebuah lilin yang
berwarna merah jambu atau pink diletakkan di dalam rangkaian bunga adven yang
berbentuk bundar atau lingkaran, bersama-sama dengan tiga buah lilin yang
berwarna ungu yang menggambarkan pengharapan dan kesukaan menjelang peringatan
kelahiran yesus.
I. Putih
Putih sudah
dikenal sebelum masa Alkitab, dikenal sebagai symbol kemurnian, tanpa dosa, dan
kesucian.Putih sebagai symbol terang Allah dan Kemuliaan Kristus, kesukacitaan,
Kekudusan, keagungan, kecemerlangan, utamanya bersih tanpa noda.Warna ini
adalah warna liturgis untuk masa Natal dan kebangkitan.[37]
J. Ungu
Warna ungu
merupakan symbol bagi kebijaksanaan, keseimbangan, sikap berhati-hati, dan
mawas diri.Itulah sebabnya warna ungu dipilih untuk masa Adven dan Prapaskah
sebab masa itu semua orang Kristiani diundang untuk bertobat, mawas diri, dan
mempersiapkan diri bagi perayaan agung Natal ataupun Paskah.Warna Ungu juga
digunakan untuk keperluan ibadat tobat.Warna ungu melambangkan penyerahan diri,
pertobatan, dan permohoan belaskasihan dan kerahiman Tuhan atas diri orang yang
meninggal dunia dan kita semua sebagai umat beriman.[38]
2.8.Susunan Warna Altar Menurut Tahun Gerejawi
Tahun baru[39] |
Putih |
Ephipanias I |
|
Ephipanias II |
|
Ephipanias III |
|
Ephipanias IV |
|
Septuagesime |
Ungu |
Sexagesima |
|
Estomihi |
|
Invokavit |
|
Reminiscare |
|
Okuli |
|
Letare |
|
Judika |
|
Palmarum |
|
Kamis Putih |
Putih |
Jumat Agung |
Hitam |
Paskah I |
Putih |
Paskah II |
|
Quasimodogeniti |
|
Micericordias Domiti |
|
Jubilate |
|
Kantante |
|
Rogate[40] |
|
Exaudi[41] |
|
Pentakosta |
Ungu[42] |
Trinitatis :
|
Ungu[43] |
Akhir Tahun Gerejawi |
Hijau[44] |
Advent I |
Ungu[45] |
Advent II |
|
Advent III |
|
Advent IV |
|
Malam Natal |
Putih[46] |
III.
Kesimpulan
Jadi kesimpulan yang dapat di tarik
dari pemahan ataupun sajian di atas ialah merangkum materi tentang penanggalan
gerejawi mulai dari pengertian, latar belakang, dan juga membahas unsur-unsur
yang ada didalam materi yang kita bahas kali ini. Dimulai dari istilah kalender berasal dari bahasa
latin calendae, yang merupakan
bentukan dari kata kerja calare yang
berarti “mengundang berkumpul”. sehingga yang
dimaksud dengan Tahun Gerejawi adalah pengaturan waktu, secara khusus hari-hari
minggu, selama dua belas bulan. Perlu diketahui bahwa waktu selama dua belas
bulan itu diatur sedemikian rupa, sehingga karya keselamatan Allah dihayati
secara nyata. Jadi lamanya Tahun Gerejawi adalah dua belas bulan.
Pada awalnya tidak terperini untuk merayakan peristiwa Kristus, akan tetapi
gereja pada sebelum abad ke-2. Dan sampailah pada abad ke-2 mulailah para
bapa-bapa Gereja menyusun dan merancang hal tersebut berlanjut hingga abad
ke-4. Di Prancis istilah tahun liturgy baru muncul pada abad
ke-19, sebelumnya digunakan istilah tahun Kristen Abad ke-17 dan tahun rohani
pada abad ke-18. Lambat-laun Gereja Roma meresmikan pemakaian nama tahun
liturgi dalam mediator Dei Paus Pius
XII tahun 1948 dan konsili Vatikan II. Bagi Gereja-gereja Protestan di Indonesia,
istilah ini beragam penggunaanya. Ada yang menyebutnya hari raya gerejawi
(PGI), kalender gereja, tahun liturgi.
Adapun
susunan tahun Gerejawi ialah : “ Adven, Natal, Tahun Baru, Ephipanias, Masa
Prapaskah, Kamis Putih, Jumat Agung, Hari Raya Paskah, Minggu-minggu Sesudah
Kebangkitan (Quasimodogeniti,
Miserikordias, Jubilate, Kantate, dan Rogate), Hari Raya Kenaika Tuhan
Yesus ke Sorga, Minggu Exaudi, Minggu Pentakosta, dan Minggu Trinitas. Setiap
perayaan tersebut memiliki simbol, makna, dan ciri khas sendiri menurut
perayaannya tersebut.
Sekian
hasil sajian kami, jika ada kekurangan dalam sajian kami ini kami mohon maaf.
Semoga sajian ini dapat bermanfaat bagi audience. Tuhan Yesus Memberkati.
IV.
Daftar
Pustaka
Gea, Antonius Atosokhi, dkk, Relasi Dengan Tuhan. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Keene, Michael, Kristianitas. Yogyakarta: KANISIUS, 2005.
Martasudjita, E., Pengantar Liturgi Makna, Sejarah, Dan
Teologi Liturgi. Yogyakarta: KANISIUS, 1999.
Mulyono, Yohanes Bambang, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi
Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah. Jakarta: BPK
GM, 2011.
Rachman, Rasid, Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Saleh, Widdwissoeli .M., Hari Raya dan Simbol Gerejawi . Yogyakarta:
Taman Pustaka
Kristen, 2008.
Sitompul, A.A., Bimbingan
Tata Kebaktian Gereja. P. Siantar: Untuk Kalangan
Sendiri, 1993.
Windhu, I.Marsana, Mengenal Ruangan, Perlengkapan, dan
Petugas Liturgi. Yogyakarta, Kanisius
Sumber lain
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hari_Tahun
_Baru diakses pada 24 April 2021, Pukul
10:31 Wib
https://psbrahmana.blogspot.com/2010/01/hari-dan-masa-beristirahatlah-khusus-dalam.html?m=1 diakses pada 26 April 2021, Pukul
14:17 Wib.
[1]E. Martasudjita, Pengantar Liturgi
Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi (Yogyakarta: KANISIUS, 1999), 231.
[2]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya
dan Simbol Gerejawi (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen, 2008), 1-2.
[3] Rasid Rachman,Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral
Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 2-4.
[4]Rasid Rachman,Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral
Gereja, 40.
[5]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan
Simbol Gerejawi, 10
[6]Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi
Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, (Jakarta: BPK,2001), 115
[7] Antonius Atosokhi Gea,
dkk, Relasi Dengan Tuhan (Jakarta:
Elex Media Komputindo), 140.
[8]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya
dan Simbol Gerejawi, 12.
[9]
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hari_Tahun _Baru diakses pada 24 April 2021, Pukul 10:31 Wib.
[10]Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari
Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis,
Mendalam, dan Menggugah(Jakarta: BPK GM, 2011), 526.
[11]A.A Sitompul, Bimbingan Tata
Kebaktian Gereja, P. Siantar: Untuk Kalangan Sendiri, 1993),52.
[12]A.A Sitompul, Bimbingan Tata
Kebaktian Gereja, 54-56
[13]Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari
Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis,
Mendalam, dan Menggugah, 530.
[14]Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi
Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, 63-69
[15]Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari
Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis,
Mendalam, dan Menggugah, 531.
[16]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya
dan Simbol Gerejawi, 19-20.
[17]Ibid, 20-21.
[18]Ibid, 20.
[19]Antonius Atosokhi Gea,
dkk, Relasi Dengan Tuhan, 142.
[20]A.A Sitompul, Bimbingan Tata
Kebaktian Gereja, 63-65
[21]Antonius Atosokhi Gea,
dkk, Relasi Dengan Tuhan, 146.
[22]https://psbrahmana.blogspot.com/2010/01/hari-dan-masa-beristirahatlah-khusus-dalam.html?m=1 diakses pada 26 April
2021, Pukul 14:17 Wib.
[23]A.A Sitompul, Bimbingan Tata
Kebaktian Gereja, 69.
[24]https://psbrahmana.blogspot.com/2010/01/hari-dan-masa-beristirahatlah-khusus-dalam.html?m=1 diakses pada 26 April
2021, Pukul 16:18 Wib.
[25] Rasid Rachman, Hari Raya
Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2005), 156-159.
[26] Antonius Atosokhi Gea, Relasi
dengan Tuhan (Jakarta: Garamedia, 2006), 140.
[27] Ibd, 140-141.
[28] Michael Keene, Kristianitas,(Yogyakarta:
KANISIUS, 2005), 124.
[29] Ibd, 126
[30]E. Martasudjita, Pengantar Liturgi
Makna, Sejarah, Dan Teologi Liturgi (Yogyakarta: KANISIUS, 1999), 254.
[31]I.Marsana Windhu, Mengenal
Ruangan, Perlengkapan, dan Petugas Liturgi (Yogyakarta, Kanisius 1996), 13.
[32] I. Marsana Windhu, Mengenal
Ruangan Perlengkapan Dan Petugas Liturgi, 14.
[33]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya
dan Simbol Gerejawi (Yogyakarta:
Taman Pustaka Kristen, 2008),59.
[34]E. Martasudjita, Memahami
Simbol-Simbol Dalam Liturgi, 53-54.
[35]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya
dan Simbol Gerejawi, 60.
[36]E. Martasudjita, Memahami
Simbol-Simbol Dalam Liturgi, 52-53.
[37]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya
dan Simbol Gerejawi, 61.
[38]E. Martasudjita, Memahami
Simbol-Simbol Dalam Liturgi, 53-54.
[40]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 67-68
[42]Rasid Rachman, Hari Raya Liturgi Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja, 187-188
[43]A.A Sitompul, Bimbingan Tata Kebaktian Gereja, 67-68
[45]Widdwissoeli M. Saleh, Hari Raya dan Simbol Gerejawi, 10
[46] Yohanes Bambang Mulyono, Leksionari Untuk Hari Raya Gerejawi Pelita
Umat Ulasan Tafsiran Alkitab Yang Kritis, Mendalam, dan Menggugah,526
Post a Comment