wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Model Wahyu dan Kemajemukan

 

I.                   Pembahasan

1.1. Pengertian Wahyu

Penyataan adalah tindakan Allah untuk membuka diri (Allahlah yang membuka cadar atau selubung yang menghalangi manusia) menyatakan dan memperkenalkan diriNya kepada manusia, sehingga melalui tindakan tersebut, manusia dimungkinkan beroleh pengenalan terhadap Allahnya dan dapat bersekutu dengan-Nya.[1]

1.2. Pengertian Kemajemukan

Kemajemukan bisa diartikan dengan beragam atau beraneka ragam. Banyaknya kelompok dalam suatu wilayah membuat masyarakat akan terbagi berdasarkan golongan atau klasifikasinya. Sedangkan, sebagai individu sudah selayaknya bersifat dinamis, yang artinya banyak memiliki perubahan (perkembangan) dan tercipta perbedaan.[2]

1.3. Model-Model Wahyu

1.3.1.      Model Wahyu Pertama : Wahyu sebagai Ajaran

Unsur-unsur wahyu sebagai ajaran atau dalil, telah ditemukan pada teori-teori rabi tentang inspirasi dalam zaman Yudaisme akhir dan Bapa-bapa Gereja awal yang sebagiannya dipengaruhi ajaran rabi. Pada masa patristic atau pada abad pertengahan, karena selama periode-periode ini gambaran tentang wahyu lebih dinamis dan kekurangan verbal. Pada akhir abad pertengahan proposisionalisme didukung oleh penerapan yang  berlebihan dari logika silogistik dalam teologi.

1.3.2.      Model Kedua: Wahyu sebagai Sejarah

Wahyu sesungguhnya terjadi dalam sejarah, karena hanya disitulah ia dapat berlangsung. Tambahan lagi, wahyu diteruskan sebagai suatu kenangan dari generasi ke generasi, dan dengan menyimpan kenangan, itu suatu bangsa dapat membuka diri untuk menerima tambahan wahyu. Wahyu memperlihatkan dan menafsirkan peristiwa-peristiwa historis tertentu, seperti Keluaran dan karya Yesus Kristus. Akan tetapi, model proposisional tidak bersifat historis dalam arti yang penuh, lebih melalui perbuatan dari pada kata-kata, dan bahwa isi wahyu terutama adalah rangkaian-rangkaian peristiwa masa lamapu yang di dalamnya Allah menyatakan diriNya.

1.3.3.      Model Ketiga: Wahyu Sebagai Pengalaman Batin

Wahyu bertujuan untuk menghasilkan sejumlah pengetahuan yang terumus, yang dibangun secara bertahap di dalam perjalanan sejarah bangsa Israel samapi dengan para rasul yang mengikuti Yesus. Pengertian mengenai perkataan dan perbuatan Allah ini kemudian, paling sedikit sebagiannya, ditulis dan diwariskan turun-temurun oleh Gereja. Usaha-usaha pewahyuan diri Allah, menurut kedua model itu selesai dengan peristiwa Yesus Kristus pada abad pertama.

1.3.4.      Model Keempat: Wahyu sebagai kehadiran dialektik

Teologi liberal yang cenderung memandang wahyu sebagai sebuah pengalaman batin yang secara istimewa terdapat pada para nabi dan Yesus, mencapai puncaknya antara akhir abad ke-19 dan pecahnya Perang Dunia I. Akan tetapi sesudah tahun 1914, posisi ini mulai tampak kurang memuaskan. Karena pada waktu itu ilmu tafsir Perjanjian Baru telah menemukan kesulitan dalam merekonstruksi sejarah Yesus menurut prasyarat-prasyarat dari sekolah liberal. Selanjutnya adanya bencana perang menyusul kekacauan dalam bidang ekonomi dan politik menyebabkan munculnya kebutuhan akan suatu teologi yang memperhatikan dengan lebih sungguh mengenal dosa, kelemahan usaha manusiawi, jarak antara manusia dan Allah. dan belaskasihan ilahi yang diberikan kepada kita dalam Yesus Kristus. Pengkhotbah-pengkhotbah seperti Karl Barth, selama Perang Dunia I, menemukan bahwa teologi liberal tidak dapat diwartakan dengan daya yang dibutuhkan.

 

1.3.5.      Model Kelima: Penyataan Allah Sebagai Kesadaran Baru

Model kesadaran tentang wahyu dapat dilukiskan menurut bentuk wahyu, isinya, daya penyelamatannya dan jawaban yang dituntut. Bentuk wahyu dalam model ini merupakan suatu terobosan kedalam tingkat kesadaran manusia yang lebih tinggi, agar seluruh diri dialami sebagai dibentuk dan dikuasai oleh kehadiran ilahi. Wahyu menampakkan diri melalui peristiwa-peristiwa paradigmatik yang bila diingat kembali akan merangsang imajinasi untuk membentuk pengalaman secara baru. Model ini menegaskan bahwa wahyu berarti pembaruan hidup manusia yang total. Penerima wahyu adalah mereka yang berani mengimpikan impian baru yang menjawab panggilan untuk membangun satu dunia yang sungguh-sunguh manusiawi sehingga ini menekankan keterlibatan akal budi dalam menerima wahyu.[3]

1.4. Wahyu menurut Alkitab

1.4.1.      Perjanjian Lama

Didalam perjanjian lama, Allah menyatakan diri melalui firmanNya (Kej. 12:1-3), melalui karya-karya penampakan (semak duri menyala, tiang awan dan api, malaikat Tuhan), melalui perebuatan-perbuatan-perbuatanNya yang besar. Semua ini merupakan sarana penyataan Allah, atau car yang dipakai Allah, atau cara yang dipakai Allah untuk memperkenalkan atau menyatakan diriNya.

1.4.2.      Perjanjian Baru

Istilah perjanjian baru untuk penyataan Allah adalah apokaluptein dan phaneroun. Apokaluptein berarti mengambil tutup atau menampakkan apa-apa yang tadinya tertutup. Phaneroun berarti terbuka karena membukanya selubung yang tadinya tertutup. Apokaluptein diartikan penyataan, dimana Allah menyingkapkan selubung, tampil kedalam sejarah, dan menyatakan kehendakNya kepada manusia.[4]

1.5. Pandangan Wahyu dalam Agama-agama

1.5.1.      Agama Kristen

Pusat penyataan Kristen adalah pribadi Yesus sendiri yang selalu memanggil dan sukar dipahami. Bahasa Kristen tentang penyataan memiliki sifat dramatis yang mengubah situasi, sering kali mengherankan dan tidak diharapkan. Sehingga penyataan Allah didalam Yesus Kristus diintegrasikan kedalam seluruh proses penciptaan sejak awal dan penyataan Allah itu hadir melalui tanda-tanda.[5]

Didalam Alkitab menunjukkan bahwa Allah bukanlah pemuas manusia dalam berbagai kekurangan dan juga kesenangan yang terdapat pada pribadi manusia tersebut. Allah lah yang memanggil manusia itu sendiri agar manusia itu mengabdi kepadaNya, oleh karena itu bagian akhir dari penyelamatan Allah bukanlah semata demi kebahagian manusia, melainkan kemuliaan dan kehormatan bagi Allah sendiri.[6]

1.5.2.      Agama Islam

Allah mengutus Muhammad, jajaran nabi yang terakhir dan terbesar, dan mewahyukan kehendakNya kepadanya kedalam sejumlah wahyu yang dicatat tanpa kesalahan, didalam Al-Qur’an. Umat Islam memberikan penghormatan yang tinggi terhadap Muhammad, tetapi karena dia tidak seperti Tuhan maka tidak boleh disembah.[7]

1.5.3.      Agama Budha

Agama Budha tidak mengklaim agama didasarkan pada penyataan atau wahyu yang berasal dari Allah. Seperti Sidharta Gautama yang menjadi Budha setelah mengalami pencerahan di bawah sebatang pohon bodhi (pohon pengetahuan). Seorang Budha tidak memperkenalkan dirinya sebagai seorang nabi yang telah menerima pesan dari Ilahi, melainkan sebagai petunjuk jalan yang ditemukan menuju jalan kebebasan dari penderitaan.[8]

1.5.4.      Agama Hindu

Banyak orang Hindu menekankan pentingnya pengalaman langsung, sehingga membuat peranan shruti menjadi sekunder. Dalam pandangan ini, penyataan atau wahyu didasarkan pada kemampuan spritual, yang pada prinsipnya terbuka bagi setiap orang dan tidak perlu dengan perantaraan Veda.[9]

II.                Implementasi dalam membangun kerukunan umat beragama

Maksud dari wahyu Tuhan adalah agar manusia mengenal Tuhan, memahami kehendak Tuhan, mengabdikan dirinya kepada Tuhan, dan mengetahui bagaimana menggunakan semua ciptaan Tuhan untuk memuliakan Tuhan. Karena tujuan akhir Allah bukanlah untuk mencapai kebahagiaan manusia. Dan umat Islam juga percaya bahwa Al-Qur'an adalah wahyu tertinggi dari Allah, merangkum semua wahyu sebelumnya. Al-Qur'an adalah standar dari semua kebenaran, karena benar-benar konsisten dengan wahyu-wahyu Allah lainnya. Visi Islam adalah bahwa bangsa-bangsa yang membentuk umat harus mentaati kehendak Allah yang diwahyukan dalam Al-Qur'an. Menyerah adalah penebusan Islam, dan umat Buddha percaya pada realitas tertinggi, tetapi mereka tidak menyebut realitas ini "Allah". Banyak umat Buddha lebih bahagia ketika berbicara tentang "Filsafat Kehidupan" daripada ketika berbicara tentang agama. Pandangan Hindu tentang wahyu bukanlah peristiwa supernatural, tetapi hasil dari disiplin diri yang serius melalui latihan yoga, yang akan mengarah pada pencerahan

Dalam membangun kerukunan umat beragama di tengah kemajemukan adalah mengetahui setiap agama agama itu memiliki cara pandang wahyu nya masing-masing. sehingga untuk menjalin itu adalah saling menghargai satu sama yang lain.

III.             Kesimpulan

Bahwa wahyu adalah suatu penyataan Allah untuk umat manusia, yang dimana tindakan Allah disini untuk membuka diri serta menyatakan diri kepada umat manusia, sehingga melalui tindakan tersebut, manusia dimungkinkan beroleh pengenalan terhadap Allahnya dan dapat bersekutu dengan-Nya. Dalam hal ini model-model wahyu untuk memiliki sifat-sifatnya sendiri bagaimana caranya dalam pengenalannya terhadap Allah. Allah juga dalam menyatakan dirinya dalam setiap agama-agamanya untuk menyingkap setiap karya-karyaNya dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan agama itu masing-masing.

IV.             Daftar Pustaka

Dulles,Avery,Modeil-model Wahyu,(Ende-Flores: Nusa Indah,1994)

Lumintang,Stevri I,Teologi Abu-Abu, (Malang: Gandum Mas, 2004)

Lefebure,Leo D,Penyataan Allah, Agama dan Kekerasan, (Jakarta: BPK-GM, 2003)

Hadiwijono,Harun,Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2008)

Keene,Michael, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006)

Shenk,David W,Ilah-Ilah Global,(Jakarta: BPK Gunung Mulia:2003)

      Sumber Lain

https://muda.kompas.id/baca/2020/08/30/memaknai-kemajemukan-di-masyarakat/#:~:text=Kemajemukan%20bisa%20diartikan%20dengan%20beragam,(perkembangan)%20dan%20tercipta%20perbedaan



[1] Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu, (Malang: Gandum Mas, 2004),644

[3] Avery Dulles,Modeil-model Wahyu,(Ende-Flores: Nusa Indah,1994), 49

[4] Stevri I. Lumintang, Teologi Abu-Abu,( Malang: Gandum Mas,2004), 644-645

[5] Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama dan Kekerasan, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 72-75

[6] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 29

[7] Michael Keene, Agama-Agama Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 121

[8] David W. Shenk, Ilah-Ilah Global,(Jakarta: BPK Gunung Mulia:2003),129-130

[9] Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama dan Kekerasan, (Jakarta: BPK-GM, 2003),221

Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Mundosaragi
Total Pageviews