I.
Pembahasan
1.1.Pengertian Panggilan
Dalam
KBBI, Panggilan memiliki arti orang yang dipanggil untuk bekerja, ajakan atau
undangan. Menurut Luther, pengertian panggilan Iman secara Teologis adalah
konsekuensi dari sola Fide. Panggilan Iman ini dipandang dari kebenaran oleh
iman dan merupakan perilaku dan penampilan yang dipertontonkan dari orang-orang
Kristen yang telah dibenarkan.[1]Dalam
hal ini seorang Kristen yang dipercayakan untuk menerima Panggilan melayani
Tuhan harus merespon panggilan itu dengan penuh sukacita dan rasa tanggung
jawab. Calvin juga berpendapat bahwa panggilan Iman adalah karunia Allah yang
meneguhkan orang untuk menerima panggilan itu, melakukan kehendak Allah dan
taat kepadanya yang telah memilih mereka.[2]
1.2.Riwayat Hidup Paulus
Paulus,
yang nama Yahudinya adalah Saulus, lahir di Tarsus, sebuah kota penting yang
menjadi pusat Cilisia di bagian selatan Asia Kecil. Di bawah pemerintahan
dinasti Seleukus, kota Tarsus menjadi kota Hellenis yang bertumbuh menjadi
pusat pendidikan, yang menyaingi Atena dan Alexandria. Walaupun bertumbuh dalam
tradisi iman Israel dan ayahnya seorang Farisi (Kis. 23:6), Saulus memiliki
kewarganegaraan Romawi (Kis. 22:28). Kita tidak tahu bagaimana ia memiliki
kewarganegaraan itu, tetapi ada kemungkinan bahwa kewarganegaraan itu dibeli.[3]Paulus
dilahirkan di Tarsus (Kis 21:39; 22:3), Kota Metropolitan di Kilikia, yang
diperintah oleh Gubernur Romawi di Provinsi Siria, Sepanjang abad Ke-1. Paulus
berasal dari keluarga Yahudi, yang taat beribadah dan menjadi bagian dari
gerakan Farisi. Nama ibrani Paulus adalah Saul. Nama Romawinya atau Yunaninya
adalah Paulos. Fakta bahwa Saulus atau Paulus muda pindah ke Yerusalem untuk
belajar menunjukkan bahwa orangtuanya Kaya. Paulus memiliki Akses ke kalangan
Elit di Kota-kota Yunani dan Romawi tempat ia memberitakan Injil, seperti
ditunjukkan melalui pertemuan dengan Sergius Paulus, Gubernur Siprus
(Kis.13:4-12). Saulus atau Paulus menganiaya pengikut Yesus di Yerusalem
(Kis.8:3) dan mungkin tempat-tempat lainnya seperti di seluruh Yudea
(Gal.1:22-23). Dia juga berencana menangkap orang-orang Kristen di Damaskus, Kota
di Syiria ( Kis.9:2-3; 22:5;26:12).[4]
1.3.Latar Belakang
Pemanggilan Paulus
Mengawali pertobatannya,
Saulus atau Paulus adalah seorang pemuda yang memegangi jubah orang-orang yang
akan merajam Stefanus dan setuju untuk dibunuh (Kis. 8:1). Ada tiga catatan
terpisah tentang pertobatannya di dalam Kisah Para Rasul. Pertama, di dalam
Lukas 9:16 suatu bagian integral dari keseluruhan dari kisah sejarah yaitu
Yesus mengutus kedua belas muridNya. kedua dan ketiga termuat dalam kutipan
pidato Paulus (Kis. 22:1-21 dan 26:2-23). Dalam Kisah Para Rasul 22:1-21 Paulus
berbicara di depan orang Yahudi, bahwa dirinya seorang Yahudi asli bahkan
dididik oleh seorang rabi. Paulus tidak pcrnah mengira dirinya mengenal Yesus
bahkan menjadi pengikut-Nya. Sebagai seorang penganiaya orang-orang Kristen,
kemudian diutus untuk memberitakan keselamatan kepada bangsa-bangsa lain.
KisahPara Rasul 26:2-23, di depan raja Agripa, Paulus diberi kesempatan membela
dirinya. Paulus sekali lagi menekankan bahwa sebelum pertobatannya, dia sebagai
seorang Yahudi dari golongan Farisi yang saleh. Banyak melakukan penyiksaan
atau penganiayaan terhadap pengikut Yesus. Pertobatan Paulus mengubah hidupnya.
Paulus meyakini bahwa pengharapan yang dinanti atas janjijanji Allah oleh nenek
moyangnya telah digenapi di dalam Yesus. Masing-masing (Kis. 22:1-21 dan
26:2-23) mempunyai tekanan yang berbeda-beda. Bagian pertama bersifat sejarah
sebagai bagian dari pergerakan gereja. Kedua dan ketiga adalah bersifat pribadi
dan dipaparkan oleh Paulus untuk mempertahankan hidup dan ajarannya di hadapan
hadirin yang membenci atau menyangsikan dirinya."[5]
Latar belakang seseorang akan memengaruhi
jalan hidup sepanjang umurnya. Diluar pemikiran manusia Allah dapat memakai
setiap orang menjadi alat-Nya. Kadang kala manusia tidak dapat menangkap
rencana Allah bagi kebaikan hidupnya. Bagi manusia perlu waktu memahami rencana
Allah bagi kebaikan hidupnya. Hanya saja kecenderungan hati manusia berlawanan
dengan rencana Allah (Kej 6:5). Dia yang mengasihi manusia tidak hentinya terus
bekerja menarik manusia supaya mereka mengerti akan kehendak kasihNya.[6]
Dalam kisah pertobatannya, Paulus tidak
menyebut orang Farisi sebagai lawannya, tetapi ia menuliskan hal-hal yang
berbeda dengan ajaran yang pertama kali ia terima. Paulus sudah berubah dari
penyerang kekristenan menjadi pemberita Injil dengan semangat yang sama ketika
masih menjalani hidup sebagai Farisi. Motivasinya sudah berubah menjadi
memuliakan Yesus yang dahulu ditentangnya.[7]
Ketika
Saulus atau Paulus menempuh perjalanan dari Yerusalem ke Damsyik, ibukota lama
Syria, tempat ia ingin menangkap orang yang percaya kepada Yesus, ia mengalami
perjumpaan dengan Yesus. Paulus menjelaskan Perjumpaan ini sebagai “Melihat
Tuhan” (1 kor.9:1), Sebagai “Penampakan Kristus” yang sudah Bangkit (1
Kor.15:8). Lukas menggambarkan cahaya memancar dari langit (Kis.9:3; 22:6; 26:13).
Dalam hal ini Paulus jatuh ke Tanah, dan disapa oleh Suara Yesus. Setelah
Paulus tiba di Damsyik dalam keadaan buta akibat kilau cahaya ketika Yesus
menyatakan diri-Nya orang Kristen
setempat yang bernama Ananias menyatakan firman dari Yesus kepadanya. Ia
memberi tahu Paulus bahwa Yesus telah mengutusnya untuk memberitakan Namanya ke
seluruh Dunia (Kis.9:15-16; 22:14-15). Paulus sendiri menyatakan bahwa ia
adalah Rasul karena ia telah melihat Tuhan setelah kematian dan kebangkitannya,
seperti halnya 12 Rasul setelah melihat Yesus (1 Kor.15:5-11).[8]
Terpanggilnya Paulus menjadi rasul bagi bangsa selain
Yahudi menimbulkan persoalan tersendiri. Paulus dikatakan tidak bertemu dengan
seseorang pun pada saat melakukan perjalanan jauh dari Yerusalem menuju Damsyik,
di bawah terik panas matahari sampai mengalami dehidrasi berat.[9]
Tuhan mengatakan bahwa Saulus akan menjadi alat pilihanNya untuk menyampaikan
Injil bagi bangsa selain Yahudi. Selama tiga hari Saulus menjadi buta, dan tiga
hari pula ia berpuasa (Kis 9:9). [10]
Pemikir terbesar dalam Perjanjian Baru yang menafsirkan
makna pribadi dan pekerjaan Yesus adalah seorang Farisi yang telah bertobat,
yaitu Paulus. Tugas historis ini sangat sulit dilaksanakan karena Paulus itu
adalah manusia dari 3 dunia, yakni Yahudi, Yunani, dan Kristen. Walaupun ia
dilahirkan di Tarsus, sebuah kota Yunani di daerah Kilikia, namun ia dibesarkan
di dalam keluarga Yahudi yang sangat taat kepada adat-istiadat Yahudi yang
keras (Flp. 3:5) dan ia juga sangat membanggakan warisan Yahudinya (Rm. 9:3:
11:1). Ia mengakui pernah hidup sebagai orang Farisi yang sangat patuh pada
tradisi lisan kaum Farisi melebihi rekan-rekannya yang lain (Gal. 1:14).
Perkataan Paulus sendiri mendukung apa yang dilaporkannya dalam Kisah Para
Rasul, ketika ia berbicara kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem. Ia
menyatakan bahwa ia “dibesarkan dan dididik dengan teliti di bawah pimpinan
Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita” (Kis. 22:3).
Meskipun kita percaya bahwa penjelasan mengenai
pertobatan Paulus tak lepas dari konfrontasinya rencana Yesus yang telah bangkitdan
tampaknya Paulus dipersiapkan sebagai ahli teologi Yahudi
untuk memikirkan di bawah pimpinan Roh
Kudus implikasi-implikasi dari fakta bahwa Yesus dari Nazaret yang tersalib itu adalah
benar-benar Mesias, Anak Allah yang telah bangkit dan naik ke surga.
1.4.Teologi Pemanggilan
Paulus
Paulus
mengenal banyak penderitaan dalam pelayanannyasendiri sebagai seorang rasul,
dan ia tahu bahwa semua orang Kristen menderita denganberbagai cara. Tetapi eskatologi
Paulus menawarkan pengharapan untuk orang Kristen paling tidak dalam dua
cara.Di satu pihak, eskatologi Paulus memberi kita pengharapan untuk masa
depand engan
menunjukkan bahwa kita sudah mulai menikmati banyak manfaat dari zaman yang akan datang. Apabila
kita mengamati kehidupan kita dan melihat berkat-berkat dari zaman yang akan datang
yang sudah kita miliki, ini memberi kita pengharapan bahwakita akan memiliki
berkat-berkat yang bahkan lebih besar dan lebih penuh lagi di masadepan.
Seperti yang Paulus tuliskan dalam 2 Korintus 4:16-18, Sebab itu kami tidak
tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun
manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari… Sebab kami tidak
memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan (2 Korintus
4:16-18). Di pihak lain, berkat-berkat yang masih tersedia di depan kita begitu
menakjubkan sehingga berkat-berkat itu sepenuhnya memuramkan segala kesukaran
yang kita alami dalam hidup ini. Kepecayaan inilah yang mendorong Paulus untuk
menulis dalam Roma 8:18 bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat
dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18).
Berbagai kesukaran kita di zaman sekarang hanyalah sementara. Yesus pada
akhirnya akan mengakhiri zaman sekarang yang jahat ini dan menciptakan-ulang
dunia sebagai hadiah yang mulia untuk anak-anak-Nya. Paulus mengakui bahwa
secara lahiriah kita semakin merosot karena masalahmasalah dalam hidup ini,
tetapi ia juga menyatakan bahwa secara batiniah kita diperbarui dari hari ke
hari karena berkat-berkat dari zaman yang akan datang yang sudah menjadi milik
kita. Kemerdekaan dari dosa dan kuasa dari Roh Kudus memampukan kita
untukbersukacita dalam pembaruan batin setiap hari sehingga kita mengarahkan
pandangan kita kepada pengharapan kekal dalam Kristus. Kecapan awal dari zaman
yang akan datang menolong kita untuk menatap ke depan ke pesta raya yang
menantikan kita pada saat kedatangan kembali Kristus.[11]
1.5.Keadaan Masyarakat 5.0
Masyarakat
era 5.0 adalah sebuah konsep yang dibangun dengan berpusat pada manusia (humanistic centered) dan berbasis
teknologi. Peran manusia diarahkan kepada optimalisasi perkembangan teknologi
guna menciptakan ruang kemanusiaan yang lebih bermakna. Era masyarakat 5.0
memiliki ciri yang tidak jauh berbeda dengan era industrialisasi 4.0. Pada era
masyarakat 5.0 manusia diharapkan memanfaatkan sebesar-besarnya perkembangan
teknologi demi mencapai kesejahteraan
yang utuh dari manusia itu sendiri.[12]Society 5.0 menitikberatkan pada
peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) disegala sendi,
khususnya pendidikan. Pendidikan merupakan tulang punggung peradaban di setiap
lini masa. Pendidikan juga menjadi sentra untuk mencetak SDM unggul agar bisa
bersaing di Society 5.0.[13]Dalam menghadapi society
5.0 masyarakat harus siap beradaptasi dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi
atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Sehingga masyarakat 5.0 dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan
sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi insutri
4.0 seperti internet on things (internet
untuk segala sesuatu), big data (data
dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.[14]
1.6.Pemanggilan Seorang Gembala
1.6.1.
Pengertian
Gembala
Gembala berasal
dari bahasa Latin adalah Pastor yang
berarti pemimpin atau gembala. Sedangkan dari bahasa Yunani adalah Poimen yang berarti pemelihara atau
pemberi makanan. Sedangkan menurut Robert Cowles dalam bukunya Gembala Sidang(1977) “seseorang gembala
yang sungguh-sungguh, bukannya memilih jabatannya, melainkan dipilih untuk
jabatannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa sesorang gembala adalah orang yang
dipilh untuk menduduki jabatan yang telah disediakan oleh organisasi. Dan gembala
merupakan orang yang bertanggung jawab untuk memelihara dan pemimpin rohani
yang memberikan makanan rohani bagi domba-dombanya.[15]
1.6.2.
Gembala
di masyarakat 5.0
Dalam
buku Dr. Peter Wongso Theologia
Penggembala (1983), gembala juga disebut dengan gembala yang menggembalakan
anggota gereja. Ini merupakan karunia dan kewajiban serta bertanggung jawab
dalam memimpin, penyembuh, pemelihara, menghakimi, dan berkorban. Dari
penegesan tersebut terbukti bahwa seseorang gembala masa kini harus bertanggung
jawab atas orang-orang atau umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Seorang
gembala harus memiliki kesanggupan dan pengalaman untuk mengatur segala
sesuatu. Menurut Dr. A.W. Tozer yang dikutip oleh J. Oswald Sanders dalam
bukunya Kepemimpinan Rohani (1979) menegaskan:
“Seorang pemimpin yang benar dan dapat diercaya mungkin sekali adalah orang
yang tidak ingin memimpin, tetapi dipaksa memegang pimpinan oleh dorongan Roh
Kudus dari dalam dan tekanan keadaan luar”. Seorang pemimpin sejati tidak
mempunyai keinginan untuk berkuasa atas milik Allah, melainkan ia akan rendah
hati, lembut, penuh pengorbanan dan bersedia memimpin. Seorang Gembala sendiri
dipanggil oleh Tuhan dan memiliki katakter seperti Kristus[16].
Gagasan tentang gembala sebagai bapa bagi jemaatnya
terutama sekali tepat apabila gembala itu telah memimpin jemaatnya kepada
kelahiran baru dalam Kristus. Pada hakikatnya, Paulus menggunakan gagasan
tersebut dalam kaitan ini (1 Kor. 4:15: Gal. 4:19: 1 Tes. 2:11: 1 Tim. 1:2:
Tit. 1:4 dan Flm. 10). Paulus tidak biasa menggunakannya untuk memberitahukan
otoritasnya atas mereka (walaupun 2 Kor. 2:9 perlu diperhatikan), tetapi untuk
menandai hubungannya yang rapat dengan dan kasih kebapakannya kepada mereka.
Kesenangannya ialah menyediakan nafkah bagi anakanaknya dan bukan sebaliknya,
yaitu ia disokong oleh mereka (2 Kor. 12:14). Sebagai bapa mereka, patutlah ia
menjadi teladan bagi pertumbuhan mereka (1 Kor. 4:16). Ia menginginkan apa yan
diinginkan bapa bagi anak-anaknya dalam roh seperti itulah ia menasihati,
mengingatkan, dan meminta dengan sangat” kepada mereka (1 Tes. 2:11, 12), atau
bahkan “menegur” mereka (1 Kor. 4:14).[17]
1.7. Refleksinya
Komitmen Paulus kepada pemberita Injil meliputi suatu
komitmen yang berkesinambungan kepada jemaat-jemaat yang didirikannya sebagai hasil
pemberitaan Injil. Secara tepatnya, kita harus mempertahankan bahwa Paulus
melihat baik pemberitaan Injil yang semula maupun pemberitaan Injil selanjutnya
dalam gereja sebagai proses yang sama dan keduanya sebagai manifestasi kegiatan
Allah (I Korintus 3:19). Di mana pun ia menabur benih iman, ia selalu memperhatikan pemeliharaannya. Karena orang-orang bertobat
dalam pelayanannya menjadi mitra dalam Injil, hubungannya yang berkesinambungan
dengan mereka membawa sukacita yang berlimpah-limpah baginya (Filipi 1:3"
11). Kadang-kadang, mereka tidak memberinya sukacita, malahan menr jadi beban,
tetapi hal itu terjadi karena mereka lalai menghargai sepenuhnya kebenaran Injil. Pendekatan
pastoralnya hanyalah memberitakan Injil kepada mereka sekali lagi, walaupun,
kali ini, lebih menr dalam (misalnya II Korintus 5:16-21). Ini diterimanya
sebagai tanggung jawabnya sehari-hari, dan meskipun dapat menjadi beban (II
Korintus , 11:28), namun ia memikulnya dengan sukacita, ini hanyalah
mencer" minkan komitmennya yang bulat kepada Injil. Pelayanan pastoral
hanyalah langkah mengembangkan kuncup Injil menjadi bunga yang mekar
sepenuhnya.[18]
Paulus adalah seorang yang hidup di bawah perasaan
tanggung jawaban (Roma 1:14, I Korintus 9:16). Ia tidak mempunyai pilihan dalam
hal ini. Dorongan hatinya untuk memberikan Injil dan karena itu untuk
menggembalakan jemaat, tak terelakkan, sebab terikat secara erat dengan
pertobatannya (Kisah Para Rasul 26:12-19). Ia didorong, bukan hanya oleh amanat
yang telah diterimanya, tetapi oleh rasa kagum dan terima kasih yang lebih
mendalam karena baginya tersedia kasih karunia Allah ( Timotius 1:12-14).
Meskipun ia tidak mungkin melunasi utang tersebut, pertobatannya telah
membangkitkan keinginan yang terpuaskan untuk berbuat demikian. Lagi pula,
pertobatan Paulus sendiri telah memperlengkapi dirinya dengan keyakinan yang
kokoh akan kuasa Injil (Roma 1:16). Kalau Allah dapat menyelamatkan dirinya,
maka Ia dapat menyelamatkan siapa saja. Bagaimanakah ia dapat mengetahui Injil
seperti ini tanpa memastikan bahwa orang lain juga akan mengetahuinya? Tanpa
pengalaman yang demikian akan kasih karunia Allah, Paulus tidak mungkin akan
memulai, apalagi mempertahankan kelangsungan pekerjaannya dalam gereja-gereja
Sejak pertobatannya, kekuatan pendorong dalam semua
perbuatan Paulus ialah keinginan untuk menyenangkan Allah (Roma 15:16: II
Korintus 5:9, Galatia 1:10 dan I Tesalonika 2:4). Meskipun kerinduan ini
seharusnya menjadi tujuan umum semua orang Kristen (Kolose 1:10, I Tesalonika
4:1 dan II Timotius 2:4), Paulus secara khusus mengaitkannya kepada
pelayanannya dan menunjukkannya sebagai faktor penentu dalam perilakunya. Di samping
kesadaran akan pertobatannya pada masa lalu dan urgensi kerinduannya pada masa
kini, Paulus didorong oleh harapanharapan masa yang akan datang. Ia menyadari
bahwa pada suatu hari pekerjaannya akan dinilai (I Korintus 3:11-15) dan
kehidupannya akan dihakimi (II Korintus 5:10-11). Akan tetapi, walaupun
kesadaran ini membuat Paulus lebih bersungguh-sungguh dalam menjalani hidupnya,
bagi dia, ini bukanlah pikiran yang menakutkan atau melumpuhkan. Sebaliknya, ia
menantikannya dengan yakin dan percaya bahwa ia akan dapat memegahkan diri
karena telah mendapatkan sejumlah pahala pada hari itu. Orang-orang yang
bertobat dalam pelayanannya akan menjadi sukacita dan mahkotanya ketika Kristus
datang kembali (Filipi GL: I Tesalonika 2:19). Howard Marshall menghilangkan
kekhawatiran yang mungkin ada pada kita bahwa Paulus tidak konsisten dalam
pembicaraannya tentang hal memegahkan diri. Marshall berkata, "Kita dapat
memastikan bahwa di sini Paulus tidak menantikan semacam pameran penuh
kebanggaan dari hasil-hasil pelayanannya sebagai rasul di hadapan Tuhan Yesus,
tetapi sebaliknya sedang memikirkan luapan kegembiraan yang ceria yang akan
dirasakannya ketika pekerjaan yang telah dilakukan Allah melalui dirinya (I
Korintus 15:10) akan diakui.
Bagian sama yang berbicara tentang perangsang dari
pengadilan Kristus mengimbangkan gagasan itu dengan alasan kasih Kristus (II
Korintus 5:11). Kasih dapat memaksa seperti penghakiman, bahkan mungkin lebih
lagi. Kasih yang kita terima dari Kristus seharusnya, jika kita benar-benar
menghayatinya, diubah menjadi kasih kepada sesama manusia kita. Tak pelak lagi,
hal ini terjadi dalam pengalaman Paulus sedemikian rupa, sehingga dalam
pemahaman Chadwick tentang Paulus, ini dilihat sebagai alasan satu-satunya bagi
pelayanan Paulus” Walaupun pandangan ini melebih-lebihkan kepentingannya, namun
sama salahnya kalau kepentingannya diremehkan. Sebagaimana yang ditunjukkan
oleh Chadwick, ajaran I Korintus 13 berada dalam konteks penggunaan
karunia-karunia dalam gereja, yang walaupun penggunaannya tidak dibatasi hanya
kepada para pendeta, juga bukannya tidak mempunyai kaitan apapun dengan mereka.
Agaknya, gembala mungkin mempunyai semua karunia rohani yang dikehendakinya,
tetapi kalau tidak diimbangi dengan roh (semangat) kasih, maka karunia-karunia
ni akan disalahgunakan dan menjadi sia-sia. Kasih kepada sesama manusia sangat
penting untuk terus bertahan dalam pelayanan nenggembalaan tetapi kasih itu,
pada gilirannya, hanya datang dari kasih Kristus. Jelas kelihatan bahwa
dorongan-dorongan Paulus datang dari Allah di dalam Kristus. Panggilan dan
kasih karunia Allah, hasrat untuk menyenangkan Allah, kesadaran akan
penghakiman Kristus dan perasaan yang kuat sekali akan kasih Kristus itulah
yang menopang pelayanan Paulus.[19]
Panggilan paulus ini kita kontekstuaisasikan. Menjelaskan
paulus sesuai dengan apa yang dikatakan alkitab. Kota tarsus adalah kota maju.
Menjadi pusat pendidikan. Daerah yang didiami adalah daerah maju. Kis 21:9.
Kota kilikia, keluarga paulus dari kis hala. Kewarganegaraan bisa dibeli dengan
harga yang mahal. Keluarga paulus adalah keluarga yang mampu. Dengan
kewarganegaraan romawi berarti dwi warganegara (israel, romawi). Ini sangat
penting dalam pemberitaan paulus natinya. Dan pasti ada kemudahan di tarsus,
misalnya dalam pendidikanny. Paulus kecakapan ,pengetahuan sekuler. gaya
retorika, lukas di kis rasul 2:8 “sebab di dalam dia kita hidup seperti yang
dikatakan bujangga”. Masa remajanya dia pindah ke yerusalem dan dia menerima
pendidikan yang sangat ketat sehingga mempengaruhi pemikirannya. Nama sangat
penting, saulus adalah nama ibrani/israel mengingatkan israel mereka betul
orang israel, tinggal di daerah diaspora, paulus engatakan dia adalah ibrani
tulen. Nama itu berubh setelah perjumpaannya dengan Kristus. Laporan dari lukas,
nama dari saul yang disebut juga paulus, kis 8:9. Tidak ada bukti biblis yang
menyebutkan nama saulus diganti paulus setelah pertobatannya. Kalo disebut nama
saul/paulus itu mengingatkan sejarah.
1. Nama saul
adalah nama ibrani,
2. Paulus disebut nama kranomet, nama tambahan.
Jadi bisa dipahami nama paulus adalah nama tambahan
sesuai kultur yunani pada asa itu. Saul artinya yang diminta, paulus hurufiaf
sebagai seorang yang kecil. Tidak ada bukti tahun berapa paulus mengalami
pertobatan. Saulus/paulus apakah dia bertobat/berubah paradigma. Apakah setelah
dia bertobat berubah ke agama lain? tidak. Dia tetap beragama yahudi. Dia tetap
mengikuti kepercayaan orang tuanya. Bagaimana kita bisa menanggapi bagaimana
dia bertobat. Dia hanya merubah paradigma berteologi, pemahamannya yang
berubah. Terkait dnegan panggilan, tidak didasarkan oleh atribut yang dimiliki
paulus yang dpat dibanggakan. Dengan dasar kasig allah ini lah menyadarkan
paulus. Satu hal yang bisa kita lihat bahwa paulus adalah kristosenter. Bukan
berarti kemajuan itu diabaikan. Membudayakan tegnolgi dengan mengutakan kristus
adalah hal yang paling tepat.[20]
II.
Kesimpulan
Dari
pembahasan kali ini dapat disimpulkan bahwa Panggilan Iman ini dipandang dari
kebenaran oleh iman dan merupakan perilaku dan penampilan yang dipertontonkan
dari orang-orang Kristen yang telah dibenarkan. Paulus mengenal banyak
penderitaan dalam pelayanannyasendiri sebagai seorang rasul, dan ia tahu bahwa
semua orang Kristen menderita denganberbagai cara. Tetapi eskatologi Paulus
menawarkan pengharapan untuk orang Kristenpaling tidak dalam dua cara.Di satu
pihak, eskatologi Paulus memberi kita pengharapan untuk masa depandengan
menunjukkan bahwa kita sudah mulai menikmati banyak manfaat dari zamanyang akan
datang.Masyarakat era 5.0 adalah sebuah konsep yang dibangun dengan berpusat
pada manusia (humanistic centered)
dan berbasis teknologi. Peran manusia diarahkan kepada optimalisasi
perkembangan teknologi guna menciptakan ruang kemanusiaan yang lebih bermakna.
Gembala juga disebut dengan gembala yang menggembalakan anggota gereja. Ini
merupakan karunia dan kewajiban serta bertanggung jawab dalam memimpin,
penyembuh, pemelihara, menghakimi, dan berkorban. Dari penegesan tersebut
terbukti bahwa seseorang gembala masa kini harus bertanggung jawab atas
orang-orang atau umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Seorang gembala harus
memiliki kesanggupan dan pengalaman untuk mengatur segala sesuatu.
III.
Daftar
Pustaka
Biblical
Education, Intisati Teologi Paulus, Florida:
Third Millennium Ministries, 2012),
20-21.
Hakh,
Samuel Benyamin, Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK GM, 2019.
Kuswanto, Lukas, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus, Yogyakarta: Andi, 2019.
Muvid,
Muhamad Basyrul, dkk., Strategi dan Metode Pembelajaran Era Society
5.0 di Perguruan Tinggi, Jawa
Barat: Goresan Pena, 2016.
Purwoto,
Paulus, dkk, Aktualisasi Amanat Agung di
Era Masyarakat 5.0, Vol.6 Nomor
1, Oktober 2021.
Schnabel,
Eckhard J., Rasul Paulus: Sang
Misionaris, Yogyakarta:ANDI, 2010.
Sumakul,
H.W.B., Panggilan Iman dalam Teologi
Luther dan Calvin, suatu kajian Etika
Sosial Politik dalam Gereja Reformasi, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2016.
Telhalia, Riwayat Hidup Paulus,
Tangerang: AnImage, 2017.
Tjahjani,
Lily, dkk., Inovasi Mengahadpi Revolusi Industri 4.0 &
Masyarakat 5.0, Jawa Timur: Uwais
Inspirasi Indonesia, 2020.
Zakaria,
M.Th, Strategi Pemimpin Kristen dalam
Menghadapi Post-Modern di Gereja Kemah
Injil Indonesia Kota Pontoianak, Pontianak: ANIMAGE, 2019.
[1] H.W.B. Sumakul, Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan
Calvin, suatu kajian Etika Sosial Politik dalam Gereja Reformasi, (Jakarta,
BPK Gunung Mulia, 2016), 60
[2] H.W.B. Sumakul, Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan
Calvin, suatu kajian Etika Sosial Politik dalam Gereja Reformasi, 192
[3] Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK GM,
2019), 84.
[4] Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus: Sang Misionaris, (Yogyakarta:ANDI,
2010), 25-27.
[5]Telhalia,
Riwayat Hidup Paulus, (Tangerang:
AnImage, 2017), 43
[6]Lukas Kuswanto, Biografi
Kehidupan dan Pelayanan Paulus, (Yogyakarta: Andi, 2019), 23.
[7]
Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan
Pelayanan Paulus, (Yogyakarta: Andi, 2019), 8.
[8] Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus: Sang Misionaris, 30-31.
[9] Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus,
(Yogyakarta: Andi, 2019), 3
[10] Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus,
(Yogyakarta: Andi, 2019), 29
[11] Biblical Education, Intisati Teologi Paulus, (Florida: Third
Millennium Ministries, 2012), 20-21.
[12] Paulus Purwoto dkk, Aktualisasi Amanat Agung di Era Masyarakat
5.0, Vol.6 Nomor 1, Oktober 2021, 324-325.
[13] Muhamad Basyrul Muvid,
dkk., Strategi dan Metode Pembelajaran Era Society 5.0 di Perguruan Tinggi,
(Jawa Barat: Goresan Pena, 2016), 1.
[14] Lily Tjahjani, dkk., Inovasi
Mengahadpi Revolusi Industri 4.0 & Masyarakat 5.0 (Jawa Timur: Uwais
Inspirasi Indonesia, 2020), 4.
[15] Zakaria, M.Th, Strategi Pemimpin Kristen dalam Menghadapi
Post-Modern di Gereja Kemah Injil Indonesia Kota Pontoianak, (Pontianak:
ANIMAGE, 2019), 19.
[16] Zakaria, M.Th, Strategi Pemimpin Kristen dalam Menghadapi
Post-Modern di Gereja Kemah Injil Indonesia Kota Pontoianak, (Pontianak:
ANIMAGE, 2019), 20-21.
[17] Derek J. Tidball, TeologiPenggembalaan, (JawaTimur: Gandum
Mas, 2020), 211
[18] Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan, (Jawa Timur:
Gandum Mas, 1998), 113-114
[19] Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan, (Jawa Timur:
Gandum Mas, 1998), 117-118
[20] Tambahan Dosen
Post a Comment