wvsOdYmDaT9SQhoksZrPLG0gYqduIOCNl12L9d9t

Teologi pemanggilan Paulus dan Refleksinya terhadap Panggilan Seorang Gembala di Masyarakat 5.0

 

I.                   Pembahasan

1.1.Pengertian Panggilan

Dalam KBBI, Panggilan memiliki arti orang yang dipanggil untuk bekerja, ajakan atau undangan. Menurut Luther, pengertian panggilan Iman secara Teologis adalah konsekuensi dari sola Fide. Panggilan Iman ini dipandang dari kebenaran oleh iman dan merupakan perilaku dan penampilan yang dipertontonkan dari orang-orang Kristen yang telah dibenarkan.[1]Dalam hal ini seorang Kristen yang dipercayakan untuk menerima Panggilan melayani Tuhan harus merespon panggilan itu dengan penuh sukacita dan rasa tanggung jawab. Calvin juga berpendapat bahwa panggilan Iman adalah karunia Allah yang meneguhkan orang untuk menerima panggilan itu, melakukan kehendak Allah dan taat kepadanya yang telah memilih mereka.[2]

1.2.Riwayat Hidup Paulus

Paulus, yang nama Yahudinya adalah Saulus, lahir di Tarsus, sebuah kota penting yang menjadi pusat Cilisia di bagian selatan Asia Kecil. Di bawah pemerintahan dinasti Seleukus, kota Tarsus menjadi kota Hellenis yang bertumbuh menjadi pusat pendidikan, yang menyaingi Atena dan Alexandria. Walaupun bertumbuh dalam tradisi iman Israel dan ayahnya seorang Farisi (Kis. 23:6), Saulus memiliki kewarganegaraan Romawi (Kis. 22:28). Kita tidak tahu bagaimana ia memiliki kewarganegaraan itu, tetapi ada kemungkinan bahwa kewarganegaraan itu dibeli.[3]Paulus dilahirkan di Tarsus (Kis 21:39; 22:3), Kota Metropolitan di Kilikia, yang diperintah oleh Gubernur Romawi di Provinsi Siria, Sepanjang abad Ke-1. Paulus berasal dari keluarga Yahudi, yang taat beribadah dan menjadi bagian dari gerakan Farisi. Nama ibrani Paulus adalah Saul. Nama Romawinya atau Yunaninya adalah Paulos. Fakta bahwa Saulus atau Paulus muda pindah ke Yerusalem untuk belajar menunjukkan bahwa orangtuanya Kaya. Paulus memiliki Akses ke kalangan Elit di Kota-kota Yunani dan Romawi tempat ia memberitakan Injil, seperti ditunjukkan melalui pertemuan dengan Sergius Paulus, Gubernur Siprus (Kis.13:4-12). Saulus atau Paulus menganiaya pengikut Yesus di Yerusalem (Kis.8:3) dan mungkin tempat-tempat lainnya seperti di seluruh Yudea (Gal.1:22-23). Dia juga berencana menangkap orang-orang Kristen di Damaskus, Kota di Syiria ( Kis.9:2-3; 22:5;26:12).[4]

 

1.3.Latar Belakang Pemanggilan Paulus

Mengawali pertobatannya, Saulus atau Paulus adalah seorang pemuda yang memegangi jubah orang-orang yang akan merajam Stefanus dan setuju untuk dibunuh (Kis. 8:1). Ada tiga catatan terpisah tentang pertobatannya di dalam Kisah Para Rasul. Pertama, di dalam Lukas 9:16 suatu bagian integral dari keseluruhan dari kisah sejarah yaitu Yesus mengutus kedua belas muridNya. kedua dan ketiga termuat dalam kutipan pidato Paulus (Kis. 22:1-21 dan 26:2-23). Dalam Kisah Para Rasul 22:1-21 Paulus berbicara di depan orang Yahudi, bahwa dirinya seorang Yahudi asli bahkan dididik oleh seorang rabi. Paulus tidak pcrnah mengira dirinya mengenal Yesus bahkan menjadi pengikut-Nya. Sebagai seorang penganiaya orang-orang Kristen, kemudian diutus untuk memberitakan keselamatan kepada bangsa-bangsa lain. KisahPara Rasul 26:2-23, di depan raja Agripa, Paulus diberi kesempatan membela dirinya. Paulus sekali lagi menekankan bahwa sebelum pertobatannya, dia sebagai seorang Yahudi dari golongan Farisi yang saleh. Banyak melakukan penyiksaan atau penganiayaan terhadap pengikut Yesus. Pertobatan Paulus mengubah hidupnya. Paulus meyakini bahwa pengharapan yang dinanti atas janjijanji Allah oleh nenek moyangnya telah digenapi di dalam Yesus. Masing-masing (Kis. 22:1-21 dan 26:2-23) mempunyai tekanan yang berbeda-beda. Bagian pertama bersifat sejarah sebagai bagian dari pergerakan gereja. Kedua dan ketiga adalah bersifat pribadi dan dipaparkan oleh Paulus untuk mempertahankan hidup dan ajarannya di hadapan hadirin yang membenci atau menyangsikan dirinya."[5]

Latar belakang seseorang akan memengaruhi jalan hidup sepanjang umurnya. Diluar pemikiran manusia Allah dapat memakai setiap orang menjadi alat-Nya. Kadang kala manusia tidak dapat menangkap rencana Allah bagi kebaikan hidupnya. Bagi manusia perlu waktu memahami rencana Allah bagi kebaikan hidupnya. Hanya saja kecenderungan hati manusia berlawanan dengan rencana Allah (Kej 6:5). Dia yang mengasihi manusia tidak hentinya terus bekerja menarik manusia supaya mereka mengerti akan kehendak kasihNya.[6]

Dalam kisah pertobatannya, Paulus tidak menyebut orang Farisi sebagai lawannya, tetapi ia menuliskan hal-hal yang berbeda dengan ajaran yang pertama kali ia terima. Paulus sudah berubah dari penyerang kekristenan menjadi pemberita Injil dengan semangat yang sama ketika masih menjalani hidup sebagai Farisi. Motivasinya sudah berubah menjadi memuliakan Yesus yang dahulu ditentangnya.[7]

Ketika Saulus atau Paulus menempuh perjalanan dari Yerusalem ke Damsyik, ibukota lama Syria, tempat ia ingin menangkap orang yang percaya kepada Yesus, ia mengalami perjumpaan dengan Yesus. Paulus menjelaskan Perjumpaan ini sebagai “Melihat Tuhan” (1 kor.9:1), Sebagai “Penampakan Kristus” yang sudah Bangkit (1 Kor.15:8). Lukas menggambarkan cahaya memancar dari langit (Kis.9:3; 22:6; 26:13). Dalam hal ini Paulus jatuh ke Tanah, dan disapa oleh Suara Yesus. Setelah Paulus tiba di Damsyik dalam keadaan buta akibat kilau cahaya ketika Yesus menyatakan  diri-Nya orang Kristen setempat yang bernama Ananias menyatakan firman dari Yesus kepadanya. Ia memberi tahu Paulus bahwa Yesus telah mengutusnya untuk memberitakan Namanya ke seluruh Dunia (Kis.9:15-16; 22:14-15). Paulus sendiri menyatakan bahwa ia adalah Rasul karena ia telah melihat Tuhan setelah kematian dan kebangkitannya, seperti halnya 12 Rasul setelah melihat Yesus (1 Kor.15:5-11).[8]

Terpanggilnya Paulus menjadi rasul bagi bangsa selain Yahudi menimbulkan persoalan tersendiri. Paulus dikatakan tidak bertemu dengan seseorang pun pada saat melakukan perjalanan jauh dari Yerusalem menuju Damsyik, di bawah terik panas matahari sampai mengalami dehidrasi berat.[9] Tuhan mengatakan bahwa Saulus akan menjadi alat pilihanNya untuk menyampaikan Injil bagi bangsa selain Yahudi. Selama tiga hari Saulus menjadi buta, dan tiga hari pula ia berpuasa (Kis 9:9). [10]

Pemikir terbesar dalam Perjanjian Baru yang menafsirkan makna pribadi dan pekerjaan Yesus adalah seorang Farisi yang telah bertobat, yaitu Paulus. Tugas historis ini sangat sulit dilaksanakan karena Paulus itu adalah manusia dari 3 dunia, yakni Yahudi, Yunani, dan Kristen. Walaupun ia dilahirkan di Tarsus, sebuah kota Yunani di daerah Kilikia, namun ia dibesarkan di dalam keluarga Yahudi yang sangat taat kepada adat-istiadat Yahudi yang keras (Flp. 3:5) dan ia juga sangat membanggakan warisan Yahudinya (Rm. 9:3: 11:1). Ia mengakui pernah hidup sebagai orang Farisi yang sangat patuh pada tradisi lisan kaum Farisi melebihi rekan-rekannya yang lain (Gal. 1:14). Perkataan Paulus sendiri mendukung apa yang dilaporkannya dalam Kisah Para Rasul, ketika ia berbicara kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem. Ia menyatakan bahwa ia “dibesarkan dan dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel dalam hukum nenek moyang kita” (Kis. 22:3).

Meskipun kita percaya bahwa penjelasan mengenai pertobatan Paulus tak lepas dari konfrontasinya rencana Yesus yang telah bangkitdan tampaknya Paulus dipersiapkan sebagai ahli teologi Yahudi untuk memikirkan  di bawah pimpinan Roh Kudus implikasi-implikasi dari fakta bahwa Yesus dari Nazaret yang tersalib itu adalah benar-benar Mesias, Anak Allah yang telah bangkit dan naik ke surga.

 

1.4.Teologi Pemanggilan Paulus

Paulus mengenal banyak penderitaan dalam pelayanannyasendiri sebagai seorang rasul, dan ia tahu bahwa semua orang Kristen menderita denganberbagai cara. Tetapi eskatologi Paulus menawarkan pengharapan untuk orang Kristen paling tidak dalam dua cara.Di satu pihak, eskatologi Paulus memberi kita pengharapan untuk masa depand engan menunjukkan bahwa kita sudah mulai menikmati banyak manfaat dari zaman yang akan datang. Apabila kita mengamati kehidupan kita dan melihat berkat-berkat dari zaman yang akan datang yang sudah kita miliki, ini memberi kita pengharapan bahwakita akan memiliki berkat-berkat yang bahkan lebih besar dan lebih penuh lagi di masadepan. Seperti yang Paulus tuliskan dalam 2 Korintus 4:16-18, Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari… Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan (2 Korintus 4:16-18). Di pihak lain, berkat-berkat yang masih tersedia di depan kita begitu menakjubkan sehingga berkat-berkat itu sepenuhnya memuramkan segala kesukaran yang kita alami dalam hidup ini. Kepecayaan inilah yang mendorong Paulus untuk menulis dalam Roma 8:18 bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita (Roma 8:18). Berbagai kesukaran kita di zaman sekarang hanyalah sementara. Yesus pada akhirnya akan mengakhiri zaman sekarang yang jahat ini dan menciptakan-ulang dunia sebagai hadiah yang mulia untuk anak-anak-Nya. Paulus mengakui bahwa secara lahiriah kita semakin merosot karena masalahmasalah dalam hidup ini, tetapi ia juga menyatakan bahwa secara batiniah kita diperbarui dari hari ke hari karena berkat-berkat dari zaman yang akan datang yang sudah menjadi milik kita. Kemerdekaan dari dosa dan kuasa dari Roh Kudus memampukan kita untukbersukacita dalam pembaruan batin setiap hari sehingga kita mengarahkan pandangan kita kepada pengharapan kekal dalam Kristus. Kecapan awal dari zaman yang akan datang menolong kita untuk menatap ke depan ke pesta raya yang menantikan kita pada saat kedatangan kembali Kristus.[11]

1.5.Keadaan Masyarakat 5.0

Masyarakat era 5.0 adalah sebuah konsep yang dibangun dengan berpusat pada manusia (humanistic centered) dan berbasis teknologi. Peran manusia diarahkan kepada optimalisasi perkembangan teknologi guna menciptakan ruang kemanusiaan yang lebih bermakna. Era masyarakat 5.0 memiliki ciri yang tidak jauh berbeda dengan era industrialisasi 4.0. Pada era masyarakat 5.0 manusia diharapkan memanfaatkan sebesar-besarnya perkembangan teknologi demi  mencapai kesejahteraan yang utuh dari manusia itu sendiri.[12]Society 5.0 menitikberatkan pada peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) disegala sendi, khususnya pendidikan. Pendidikan merupakan tulang punggung peradaban di setiap lini masa. Pendidikan juga menjadi sentra untuk mencetak SDM unggul agar bisa bersaing di Society 5.0.[13]Dalam menghadapi society 5.0 masyarakat harus siap beradaptasi dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Sehingga masyarakat 5.0 dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi insutri 4.0 seperti internet on things (internet untuk segala sesuatu), big data (data dalam jumlah besar), dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.[14]

 

1.6.Pemanggilan Seorang Gembala

1.6.1.      Pengertian Gembala

Gembala berasal dari bahasa Latin adalah Pastor yang berarti pemimpin atau gembala. Sedangkan dari bahasa Yunani adalah Poimen yang berarti pemelihara atau pemberi makanan. Sedangkan menurut Robert Cowles dalam bukunya Gembala Sidang(1977) “seseorang gembala yang sungguh-sungguh, bukannya memilih jabatannya, melainkan dipilih untuk jabatannya”. Jadi dapat disimpulkan bahwa sesorang gembala adalah orang yang dipilh untuk menduduki jabatan yang telah disediakan oleh organisasi. Dan gembala merupakan orang yang bertanggung jawab untuk memelihara dan pemimpin rohani yang memberikan makanan rohani bagi domba-dombanya.[15]

1.6.2.      Gembala di masyarakat 5.0

Dalam buku Dr. Peter Wongso Theologia Penggembala (1983), gembala juga disebut dengan gembala yang menggembalakan anggota gereja. Ini merupakan karunia dan kewajiban serta bertanggung jawab dalam memimpin, penyembuh, pemelihara, menghakimi, dan berkorban. Dari penegesan tersebut terbukti bahwa seseorang gembala masa kini harus bertanggung jawab atas orang-orang atau umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Seorang gembala harus memiliki kesanggupan dan pengalaman untuk mengatur segala sesuatu. Menurut Dr. A.W. Tozer yang dikutip oleh J. Oswald Sanders dalam bukunya  Kepemimpinan Rohani (1979) menegaskan: “Seorang pemimpin yang benar dan dapat diercaya mungkin sekali adalah orang yang tidak ingin memimpin, tetapi dipaksa memegang pimpinan oleh dorongan Roh Kudus dari dalam dan tekanan keadaan luar”. Seorang pemimpin sejati tidak mempunyai keinginan untuk berkuasa atas milik Allah, melainkan ia akan rendah hati, lembut, penuh pengorbanan dan bersedia memimpin. Seorang Gembala sendiri dipanggil oleh Tuhan dan memiliki katakter seperti Kristus[16].

Gagasan tentang gembala sebagai bapa bagi jemaatnya terutama sekali tepat apabila gembala itu telah memimpin jemaatnya kepada kelahiran baru dalam Kristus. Pada hakikatnya, Paulus menggunakan gagasan tersebut dalam kaitan ini (1 Kor. 4:15: Gal. 4:19: 1 Tes. 2:11: 1 Tim. 1:2: Tit. 1:4 dan Flm. 10). Paulus tidak biasa menggunakannya untuk memberitahukan otoritasnya atas mereka (walaupun 2 Kor. 2:9 perlu diperhatikan), tetapi untuk menandai hubungannya yang rapat dengan dan kasih kebapakannya kepada mereka. Kesenangannya ialah menyediakan nafkah bagi anakanaknya dan bukan sebaliknya, yaitu ia disokong oleh mereka (2 Kor. 12:14). Sebagai bapa mereka, patutlah ia menjadi teladan bagi pertumbuhan mereka (1 Kor. 4:16). Ia menginginkan apa yan diinginkan bapa bagi anak-anaknya dalam roh seperti itulah ia menasihati, mengingatkan, dan meminta dengan sangat” kepada mereka (1 Tes. 2:11, 12), atau bahkan “menegur” mereka (1 Kor. 4:14).[17]

 

1.7. Refleksinya

Komitmen Paulus kepada pemberita Injil meliputi suatu komitmen yang berkesinambungan kepada jemaat-jemaat yang didirikannya sebagai hasil pemberitaan Injil. Secara tepatnya, kita harus mempertahankan bahwa Paulus melihat baik pemberitaan Injil yang semula maupun pemberitaan Injil selanjutnya dalam gereja sebagai proses yang sama dan keduanya sebagai manifestasi kegiatan Allah (I Korintus 3:19). Di mana pun ia menabur benih iman, ia selalu memperhatikan  pemeliharaannya. Karena orang-orang bertobat dalam pelayanannya menjadi mitra dalam Injil, hubungannya yang berkesinambungan dengan mereka membawa sukacita yang berlimpah-limpah baginya (Filipi 1:3" 11). Kadang-kadang, mereka tidak memberinya sukacita, malahan menr jadi beban, tetapi hal itu terjadi karena mereka lalai menghargai  sepenuhnya kebenaran Injil. Pendekatan pastoralnya hanyalah memberitakan Injil kepada mereka sekali lagi, walaupun, kali ini, lebih menr dalam (misalnya II Korintus 5:16-21). Ini diterimanya sebagai tanggung jawabnya sehari-hari, dan meskipun dapat menjadi beban (II Korintus , 11:28), namun ia memikulnya dengan sukacita, ini hanyalah mencer" minkan komitmennya yang bulat kepada Injil. Pelayanan pastoral hanyalah langkah mengembangkan kuncup Injil menjadi bunga yang mekar sepenuhnya.[18]

Paulus adalah seorang yang hidup di bawah perasaan tanggung jawaban (Roma 1:14, I Korintus 9:16). Ia tidak mempunyai pilihan dalam hal ini. Dorongan hatinya untuk memberikan Injil dan karena itu untuk menggembalakan jemaat, tak terelakkan, sebab terikat secara erat dengan pertobatannya (Kisah Para Rasul 26:12-19). Ia didorong, bukan hanya oleh amanat yang telah diterimanya, tetapi oleh rasa kagum dan terima kasih yang lebih mendalam karena baginya tersedia kasih karunia Allah ( Timotius 1:12-14). Meskipun ia tidak mungkin melunasi utang tersebut, pertobatannya telah membangkitkan keinginan yang terpuaskan untuk berbuat demikian. Lagi pula, pertobatan Paulus sendiri telah memperlengkapi dirinya dengan keyakinan yang kokoh akan kuasa Injil (Roma 1:16). Kalau Allah dapat menyelamatkan dirinya, maka Ia dapat menyelamatkan siapa saja. Bagaimanakah ia dapat mengetahui Injil seperti ini tanpa memastikan bahwa orang lain juga akan mengetahuinya? Tanpa pengalaman yang demikian akan kasih karunia Allah, Paulus tidak mungkin akan memulai, apalagi mempertahankan kelangsungan pekerjaannya dalam gereja-gereja

Sejak pertobatannya, kekuatan pendorong dalam semua perbuatan Paulus ialah keinginan untuk menyenangkan Allah (Roma 15:16: II Korintus 5:9, Galatia 1:10 dan I Tesalonika 2:4). Meskipun kerinduan ini seharusnya menjadi tujuan umum semua orang Kristen (Kolose 1:10, I Tesalonika 4:1 dan II Timotius 2:4), Paulus secara khusus mengaitkannya kepada pelayanannya dan menunjukkannya sebagai faktor penentu dalam perilakunya. Di samping kesadaran akan pertobatannya pada masa lalu dan urgensi kerinduannya pada masa kini, Paulus didorong oleh harapanharapan masa yang akan datang. Ia menyadari bahwa pada suatu hari pekerjaannya akan dinilai (I Korintus 3:11-15) dan kehidupannya akan dihakimi (II Korintus 5:10-11). Akan tetapi, walaupun kesadaran ini membuat Paulus lebih bersungguh-sungguh dalam menjalani hidupnya, bagi dia, ini bukanlah pikiran yang menakutkan atau melumpuhkan. Sebaliknya, ia menantikannya dengan yakin dan percaya bahwa ia akan dapat memegahkan diri karena telah mendapatkan sejumlah pahala pada hari itu. Orang-orang yang bertobat dalam pelayanannya akan menjadi sukacita dan mahkotanya ketika Kristus datang kembali (Filipi GL: I Tesalonika 2:19). Howard Marshall menghilangkan kekhawatiran yang mungkin ada pada kita bahwa Paulus tidak konsisten dalam pembicaraannya tentang hal memegahkan diri. Marshall berkata, "Kita dapat memastikan bahwa di sini Paulus tidak menantikan semacam pameran penuh kebanggaan dari hasil-hasil pelayanannya sebagai rasul di hadapan Tuhan Yesus, tetapi sebaliknya sedang memikirkan luapan kegembiraan yang ceria yang akan dirasakannya ketika pekerjaan yang telah dilakukan Allah melalui dirinya (I Korintus 15:10) akan diakui.

Bagian sama yang berbicara tentang perangsang dari pengadilan Kristus mengimbangkan gagasan itu dengan alasan kasih Kristus (II Korintus 5:11). Kasih dapat memaksa seperti penghakiman, bahkan mungkin lebih lagi. Kasih yang kita terima dari Kristus seharusnya, jika kita benar-benar menghayatinya, diubah menjadi kasih kepada sesama manusia kita. Tak pelak lagi, hal ini terjadi dalam pengalaman Paulus sedemikian rupa, sehingga dalam pemahaman Chadwick tentang Paulus, ini dilihat sebagai alasan satu-satunya bagi pelayanan Paulus” Walaupun pandangan ini melebih-lebihkan kepentingannya, namun sama salahnya kalau kepentingannya diremehkan. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Chadwick, ajaran I Korintus 13 berada dalam konteks penggunaan karunia-karunia dalam gereja, yang walaupun penggunaannya tidak dibatasi hanya kepada para pendeta, juga bukannya tidak mempunyai kaitan apapun dengan mereka. Agaknya, gembala mungkin mempunyai semua karunia rohani yang dikehendakinya, tetapi kalau tidak diimbangi dengan roh (semangat) kasih, maka karunia-karunia ni akan disalahgunakan dan menjadi sia-sia. Kasih kepada sesama manusia sangat penting untuk terus bertahan dalam pelayanan nenggembalaan tetapi kasih itu, pada gilirannya, hanya datang dari kasih Kristus. Jelas kelihatan bahwa dorongan-dorongan Paulus datang dari Allah di dalam Kristus. Panggilan dan kasih karunia Allah, hasrat untuk menyenangkan Allah, kesadaran akan penghakiman Kristus dan perasaan yang kuat sekali akan kasih Kristus itulah yang menopang pelayanan Paulus.[19]

Panggilan paulus ini kita kontekstuaisasikan. Menjelaskan paulus sesuai dengan apa yang dikatakan alkitab. Kota tarsus adalah kota maju. Menjadi pusat pendidikan. Daerah yang didiami adalah daerah maju. Kis 21:9. Kota kilikia, keluarga paulus dari kis hala. Kewarganegaraan bisa dibeli dengan harga yang mahal. Keluarga paulus adalah keluarga yang mampu. Dengan kewarganegaraan romawi berarti dwi warganegara (israel, romawi). Ini sangat penting dalam pemberitaan paulus natinya. Dan pasti ada kemudahan di tarsus, misalnya dalam pendidikanny. Paulus kecakapan ,pengetahuan sekuler. gaya retorika, lukas di kis rasul 2:8 “sebab di dalam dia kita hidup seperti yang dikatakan bujangga”. Masa remajanya dia pindah ke yerusalem dan dia menerima pendidikan yang sangat ketat sehingga mempengaruhi pemikirannya. Nama sangat penting, saulus adalah nama ibrani/israel mengingatkan israel mereka betul orang israel, tinggal di daerah diaspora, paulus engatakan dia adalah ibrani tulen. Nama itu berubh setelah perjumpaannya dengan Kristus. Laporan dari lukas, nama dari saul yang disebut juga paulus, kis 8:9. Tidak ada bukti biblis yang menyebutkan nama saulus diganti paulus setelah pertobatannya. Kalo disebut nama saul/paulus itu mengingatkan sejarah.

 1. Nama saul adalah nama ibrani,

2. Paulus disebut nama kranomet, nama tambahan.

Jadi bisa dipahami nama paulus adalah nama tambahan sesuai kultur yunani pada asa itu. Saul artinya yang diminta, paulus hurufiaf sebagai seorang yang kecil. Tidak ada bukti tahun berapa paulus mengalami pertobatan. Saulus/paulus apakah dia bertobat/berubah paradigma. Apakah setelah dia bertobat berubah ke agama lain? tidak. Dia tetap beragama yahudi. Dia tetap mengikuti kepercayaan orang tuanya. Bagaimana kita bisa menanggapi bagaimana dia bertobat. Dia hanya merubah paradigma berteologi, pemahamannya yang berubah. Terkait dnegan panggilan, tidak didasarkan oleh atribut yang dimiliki paulus yang dpat dibanggakan. Dengan dasar kasig allah ini lah menyadarkan paulus. Satu hal yang bisa kita lihat bahwa paulus adalah kristosenter. Bukan berarti kemajuan itu diabaikan. Membudayakan tegnolgi dengan mengutakan kristus adalah hal yang paling tepat.[20]

 

II.                Kesimpulan

Dari pembahasan kali ini dapat disimpulkan bahwa Panggilan Iman ini dipandang dari kebenaran oleh iman dan merupakan perilaku dan penampilan yang dipertontonkan dari orang-orang Kristen yang telah dibenarkan. Paulus mengenal banyak penderitaan dalam pelayanannyasendiri sebagai seorang rasul, dan ia tahu bahwa semua orang Kristen menderita denganberbagai cara. Tetapi eskatologi Paulus menawarkan pengharapan untuk orang Kristenpaling tidak dalam dua cara.Di satu pihak, eskatologi Paulus memberi kita pengharapan untuk masa depandengan menunjukkan bahwa kita sudah mulai menikmati banyak manfaat dari zamanyang akan datang.Masyarakat era 5.0 adalah sebuah konsep yang dibangun dengan berpusat pada manusia (humanistic centered) dan berbasis teknologi. Peran manusia diarahkan kepada optimalisasi perkembangan teknologi guna menciptakan ruang kemanusiaan yang lebih bermakna. Gembala juga disebut dengan gembala yang menggembalakan anggota gereja. Ini merupakan karunia dan kewajiban serta bertanggung jawab dalam memimpin, penyembuh, pemelihara, menghakimi, dan berkorban. Dari penegesan tersebut terbukti bahwa seseorang gembala masa kini harus bertanggung jawab atas orang-orang atau umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Seorang gembala harus memiliki kesanggupan dan pengalaman untuk mengatur segala sesuatu.

III.             Daftar Pustaka

Biblical Education, Intisati Teologi Paulus, Florida: Third Millennium Ministries,         2012), 20-21.

Hakh, Samuel Benyamin, Perjanjian Baru, Jakarta: BPK GM, 2019.

Kuswanto, Lukas, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus, Yogyakarta: Andi,       2019.

Muvid, Muhamad Basyrul, dkk.,  Strategi dan Metode Pembelajaran Era Society         5.0 di Perguruan Tinggi, Jawa Barat: Goresan Pena, 2016.

Purwoto, Paulus, dkk, Aktualisasi Amanat Agung di Era Masyarakat 5.0, Vol.6            Nomor 1, Oktober 2021.

Schnabel, Eckhard J., Rasul Paulus: Sang Misionaris, Yogyakarta:ANDI, 2010.

Sumakul, H.W.B., Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan Calvin, suatu     kajian Etika Sosial Politik dalam Gereja Reformasi, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2016.

Telhalia, Riwayat Hidup Paulus, Tangerang: AnImage, 2017.

Tjahjani, Lily, dkk.,  Inovasi Mengahadpi Revolusi Industri 4.0 & Masyarakat   5.0, Jawa Timur: Uwais Inspirasi Indonesia, 2020.

Zakaria, M.Th, Strategi Pemimpin Kristen dalam Menghadapi Post-Modern di Gereja Kemah Injil Indonesia Kota Pontoianak, Pontianak: ANIMAGE, 2019.



[1] H.W.B. Sumakul, Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan Calvin, suatu kajian Etika Sosial Politik dalam Gereja Reformasi, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2016), 60

[2] H.W.B. Sumakul, Panggilan Iman dalam Teologi Luther dan Calvin, suatu kajian Etika Sosial Politik dalam Gereja Reformasi, 192

[3] Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK GM, 2019), 84.

[4] Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus: Sang Misionaris, (Yogyakarta:ANDI, 2010), 25-27.

[5]Telhalia, Riwayat Hidup Paulus, (Tangerang: AnImage, 2017), 43

[6]Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus, (Yogyakarta: Andi, 2019),  23.

[7] Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus, (Yogyakarta: Andi, 2019), 8.

[8] Eckhard J. Schnabel, Rasul Paulus: Sang Misionaris, 30-31.

[9] Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus, (Yogyakarta: Andi, 2019), 3

[10] Lukas Kuswanto, Biografi Kehidupan dan Pelayanan Paulus, (Yogyakarta: Andi, 2019), 29

[11] Biblical Education, Intisati Teologi Paulus, (Florida: Third Millennium Ministries, 2012), 20-21.

 

[12] Paulus Purwoto dkk, Aktualisasi Amanat Agung di Era Masyarakat 5.0, Vol.6 Nomor 1, Oktober 2021, 324-325.

[13] Muhamad Basyrul Muvid, dkk.,  Strategi dan Metode Pembelajaran Era Society 5.0 di Perguruan Tinggi, (Jawa Barat: Goresan Pena, 2016), 1.

[14] Lily Tjahjani, dkk.,  Inovasi Mengahadpi Revolusi Industri 4.0 & Masyarakat 5.0 (Jawa Timur: Uwais Inspirasi Indonesia, 2020), 4.

[15] Zakaria, M.Th, Strategi Pemimpin Kristen dalam Menghadapi Post-Modern di Gereja Kemah Injil Indonesia Kota Pontoianak, (Pontianak: ANIMAGE, 2019), 19.

[16] Zakaria, M.Th, Strategi Pemimpin Kristen dalam Menghadapi Post-Modern di Gereja Kemah Injil Indonesia Kota Pontoianak, (Pontianak: ANIMAGE, 2019), 20-21.

 

[17] Derek J. Tidball, TeologiPenggembalaan, (JawaTimur: Gandum Mas, 2020), 211

[18] Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan, (Jawa Timur: Gandum Mas, 1998), 113-114

[19] Derek J. Tidball, Teologi Penggembalaan, (Jawa Timur: Gandum Mas, 1998), 117-118

[20] Tambahan Dosen


Post a Comment

silakan Komentar dengan baik
Mundosaragi
Total Pageviews