I.
Pembahasan
1.1.Pengertian
Teori
Dalam arti akar etimologis dari
konsep teori. Kata teori berasal dari Bahasa Yunani “Theoreion” yang
mengartikan cara memandang yang interpreatif dari suatu titik pandang atau
perspektif tertentu. Dalam pandangan McKenzie mengenai teori dapat diartikan
suatu tindakan sederhana, yaitu memandang sejumlah peristiwa yang
bermacam-macam, dan memandang peristiwa-peristiwa ini sebagai suatu system lalu
menuju pada observasi suatu system dari perspektif khusus, yang akhirnya
menentukan tatanan dan kejelasan atas apa yang telah diamati itu. Namun
kejelasan bukanlah tujuan akhir dari teori. Tetapi merupakan tujuan kedua dari
belakang sedangkan tujuan akhirnya adalah suatu tindakan (action) yang
dimunculkan berdasarkan pernyataan dari teori itu.[1]
Dengan demikian maka dapat disimpulkan adanya suatu elemen-elemen etimologis
yang pokok dari istilah teori itu, maka kita akan menemukan adanya 4 dimensi
teori yang muncul yaitu:
·
Teori sebagai perspektif
yang artinya suatu titik berdiri dari mana kita melihat sesuatu
·
Teori sebagai visi yang
koheren yang artinya sesuatu yang dilihat dari titik pandang tertentu; suatu
pemandangan internal dari sejumlah ide dan perasaan, suatu pemahaman yang belum
diungkapkan dengan kata-kata
·
Teori sebagai proposisi
yang artinya visi atau pemahaman yang dinyatakan secara terpisah satu sama
lain, suatu statement atau seperangkat pernyataan yang menjelaskan visi atau
bisa juga kita sebut model teoritis
·
Teori sebagai praktek
yang artinya perwujudan dari teori proposional; pelaksanaan dari teori
proposisi implikasinya kita sebut sebagai pelaksanaan dari visi.[2]
1.2.
Pengertian Teori menurut Para Tokoh
a. E.G
Homrighausen
Teori Pendidikan
Agama Kristen berlandaskan pada keluarga Kristen adalah pemberian daripada
Tuhan yang tidak ternilai harganya. Keluarga Kristenlah yang memegang peranan
penting dalam Pendidikan Agama Kristen.[3]
b. Jon
Dewey
Ada tiga langkah
penerapan Teori Pendidikan Agama Kristen, yakni:
1. Pengenalan
atas suatu pengajaran
2. Sugesti
untuk memecahkan masalah
3. Kemampuan
hipotesis melalui kegiatan imajinatif maupun kegiatan nyata.[4]
c. Daniel
Numahara
Teori pengajaran
Agama Kristen dibagi menjadi empat bagian, yakni:
·
Diskusi kelompok. Membuat
kelompok diskusi kepada aksi-aksi solusi konkrit dalam kehidupan masyarakat.
·
Bersaksi. Hal ini
hendaknya memberi inspirasi kepada anak didik untuk mewartakan injil melalui
kesaksian.
·
Melayani. Pelayanan dalam
hal ini mewujudkan “syalom” dan pendampingan pelayanan.
·
Bersekutu. Persekutuian
ibadah menjadi hal yang sangat penting dalam hal bersekutu.[5]
d. Ignatius
Loyola
Dalam teori ini hal yang paling pokok dan
terutama, Ignatius Loyola selalu mengarah pada suatu tujuan pokok yaitu:
menaklukkan kehendak warga Kristus kepada kehendak Allah. Dimana gereja harus
berdiri dari anggota yang punya disiplin agar pelayanannya menjadfi efektif,
baik kehidupan Rohani maupun dalam pengetahuan dan keterampilan. Maka dapat
dilihat teori Pendidikan Agama Kristen menurut Ignatius Loyola ialah:
·
Melalui sarana dalam
pelayanan teori Pendidikan Agagam Kristen seperti; Gedung sekolah samapi kepada
tingkat menegah.
·
Kurikulum mengajarkan
tentang isu iman Kristne dan kebaktian gereja, baik secara tulisan maupun
lisan, seerta mempelajari ilmu seperti ilmu pasti, ilmu alam, dan ilmu
filsafat.
·
Metodologi
Dalam hal ini
metodologi yang dimaksud ada 3 yaitu:
1. Ciri
ruangan kelas
Guru memiliki
peran yang sangat penting dalam melaksanakan tugas pokok saat mendidik anak dan
guru mempunyai pendekatan tertentu melalui pemikiran kreatif.
2. Latihan
Rohani
Latihan Rohani
adalah mengundang bcitra hadir dalam pikiran, khususnya citra tentang
peristiwa-peristiwa pokok dalam kehidupan yang sampai pada citra-citra itu
bekerja.
3. Latihan
menuju ketaatan
Menurut Ignatius
Loyola menjelaskan hal ini dalam tiga tingkat ketaatan, yaitu yang pertama
tingkat yang begitu rendah dimana ia berbuat apabila ia disuruh, yang kedua
yaitu, pelajar yang selalu mempertahankan perintah atasan, yang ketiga yaitu,
pelajar yang menganggap atasan sama seperti Tuhan Yesus.[6]
1.3.
Memahami Teori Belajar
Dalam memahami teori belajar, kita
harus mengetahui dulu tentang pokok-pokok tentang belajar. Menurut Klaus Issler
dan Ronald Habermas dalam bukunya “How We Learn” mereka menguraikan garis besar
Teologi dan Psikologis Alkitabiah tentang belajar. Tujuannya menciptakan
pengajaran yang lebih efektif. Ini ditujukan bagi para praktisi Pendidikan,
bukan sebagai pedoman teknis tetapi sebagai gagasan, kerangka kerja analitik
dan praktik yang secara langsung berhubungan dengan upaya memfasilitas belajar.
Dengan memahami teori belajar ini, kita dapat mengembangkan beberapa hal yaitu:
1. Memilih
metode mengajar, disinilah kita harus memahami prinsip-prinsip belajar akan
membantu kita memilih metode pengajaran maupun teori belajar yang sesuai dengan
metode pengajaran yang sesuai. Misalnya: Tuhan Yesus menggunakan perumpamaan
ketika mengajar. Perumpamaan mempunyai dua pemikiran, yaitu menyatakan
kebenaran bagi mereka yang mencari kebenaran Allah dan menyembunyikan kebenaran
bagi mereka yang menolak Allah (Mat 13:10-17). Disamping itu metode juga
memengaruhi proses belajar sehingga para guru lebih mudah menyesuaikan kegiatan
mengajar untuk mengintensifkan efek belajar yang dimaksud.
2. Mendiagnosis
belajar. Yang memengaruhi suatu kesiapan atau kemampuan belajar, untuk
memecahkan suatu masalah yang ditemukan dan memahami teori-teori belajar dalam
pemecahan masalah dalam belajar
3. Mengantisipasi
momen yang dapat diajarkan yang mengembangkan minat dan dapat memahami dan
menerima pengajaran tertentu. Yang dapat mengembangkan dan memadukannya dalam
strategi pengajaran.[7]
4. Menguasai
teori belajar dan prinsip belajar serta pembelajaran yang mendidik,
indikatornya meliputi:
Ø Mengkaji
landasan pembelajaran
Ø Mengkaji
teori dan prinsip belajar serta pembelajaran
Ø Mengkaji
teori-teori belajar dan perencanaan kurikulum dan pembelajaran yang inovatif
Ø Mengkaji
dan berlatih menggunakan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan Teknik
pembelajaran.
Ø Mengkaji
teori belajar dalam mengembangkan berbagai media pembelajaran kontekstual.[8]
1.4.JenisTeori-Teori
Belajar
1.4.1. Teori
Perkembangan Moral dari Lawrence Kohlberg
Lawrence
Kohberg memakai Teori Model Struktural dan Psikolog dan yang terkenal
Teorinya adalah Jean Piaget yang memperkenalkan teori perkembangan
kognitif anak sampai remaja. Yang menemukan adanya tahapan-tahapan dalam
perkembangan moral dari manusia dalam penelitiannya, yang ciri-cirinya:
Hierarkis (bertingkat), berurutan (Sequential) dan tetap (invariant). Dan
perkembangan moral ini terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Tingkat
Pra-Konvensional yangj terbagi menjadi dua:
·
Orientasi kepada Hukuman
dan ketaatan yang merupak awal dari kesadaran seorang anak atau orang dewasa
yang mendasarkan perbuatannya atas pertimbangan ketakutan akan hukuman sebagi
akibat dari tindakannya.
·
Orientasi Relativis
Instrumental yang merupakan pertimbangan untuk setiap tindakannya yang hanya
bersifat egoistis.
2. Tingkat
Konvensional yang terbagi menjadi dua :
·
Orientasi anak-anak
laki-laki yang baikatau gadis manis yang merupakan perbuatan baik yang
dianggapnya menyenangkan, menolong, dan distujui orang banyak.
·
Orientasi Hukum dan
Tata Tertib Umum yang merupakan kewajiban untuk menaati hokum, otoritas dan
peraturan demi tata tertib yang bersifat Universal.
3. Tingkat
purna-Konvensional terbagi menjadi dua:
·
Orientasi kontrak sosial
yang legalistis
·
Orientasi Asas Etis yang
universal.[9]
1.4.2. Teori
Belajar Perkembangan Kognitif Piaget
Dalam teori belajar perkembangan kognitif
Piaget yaitu bagaimana pikiran berkembang, tentang proses berpikir, terutama
tentang kemampuannya untuk berpikir logis. Dengan demikian Salah satu teori
atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan.[10]
1.4.3. Teori
Belajar Pendidikan Kristen menurut Groge Albert Coe
Teori pendidikan Kristen menuntut
pendidikan yang “Kreatif”. Pendidikan kreatif memberi kedudukan utama pada rekonttruksi
sosial dan menggunakan proses-proses yang transmitif hanya untuk mencapai
tujuan utama dari pendidikan agama Kristen dan mewariskan agama
dan menciptakan dunia yang baru. Rekontruksi sosial yang memajukan
Demokrasi Allah, yang berkesinambungan adalah inti dari karya Allah dalam
dan melalui manusia.[11]
1.5.
Teori Pengajaran PAK
Dalam teori belajar pengajaran
Pendidikan Agama Kristen sebagai berikut:
·
Memberikan pokok-pokok
pengajaran
·
Membuat suatu strategi
pembelajaran atau proses belajar-mengajar untuk menguasai kompetensi dan
kegiatan pembelajaran secara konkret dapat dilakukan dalam berinteraksi antara
guru dan siswa.
·
Mengembangkan potensi
para peserta didik.[12]
Dalam teori belajar dari pengajaran
PAK merupakan dasar bagi seluruh Pendidikan lainnya dalam masyarakat umat
Tuhan.[13]
1.6.
Teori Belajar dalam Alkitab
Dalam
teori belajar di dalam Alkitab mengemukakan unsur-unsur pembentuk proses
pendidikan yakni dari sudut apa, siapa, dimana, bagaimana dan kapan. Maksudnya,
pendidikan Kristen juga merupakan upaya sadar dan bersengaja serta sadar
tujuan. Selain itu, pendidikan Kristen berlangsung dalam konteks tertentu,
dengan pendekatan atau strategi serta memberi perhatian terhadap isi tertentu
pula. Dengan kata lain, pendidikan Kristen tidak saja terbatas kepada
pendidikan atau pengajaran agama Kristen di sekolah, tetapi juga mencakup
pendidikan anak di dalam keluarga serta pendidikan warga gereja dalam jemaat.
Pendidikan Kristen juga tidak hanya berbicara tentang metode pembinaan iman,
tetapi juga berkaitan dengan nilai, prinsip serta proses pendidikan di sekolah
dan masyarakat secara keseluruhan dalam terang iman Kristen. Pendidikan Kristen
merupakan “usaha bersengaja dan sistematis di topang oleh upaya rohani dan
manusiawi untuk mentrasmisikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap,
keterampilan-keterampilan dan tingkah laku yang bersesuaian atau konsisten
dengan iman Kristen, dalam rangka mengupayakan perubahan, pembaharuan dan
reformasi pribadi-pribadi, kelompok bahkan struktur oleh kuasa Roh Kudus sehingga
peserta didik hidup dalam kehendak Allah.[14]
Dengan demikian teori belajar dan Prinsip-prinsip didaktik dalam pembelajaran
PAK berdasarkan keteladanan Yesus sebagai Guru Agung adalah seperti berikut:
1.
Kita Harus Siap Mengajar. Dalam
kitab Titus 2:7 dikatakan: “Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam
berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam
pengajaranmu”. Sementara dalam kitab 1 Timotius 4:12 dikatakan “Jangan
seorangpun menganggap engkau rendah karna engkau muda. Jadilah teladan bagi
orang-orang percaya, dalam perkataannya, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu,
dalam kesetiaanmu, dan dalam kesuciaanmu”. Alkitab dijadikan sebagai sumber
ajar kehidupan rohani, dimana ia mengajarkan tentang kehidupan rohani (Yoh.
3:3-8), mengajarkan keyakinan Alkitab sebagai lawan dari keyakinan agama lain.
Dia mengajarkan hal-hal yang dibenci oleh dunia (Mat. 10), mengajarkan tentang
pengampunan, dan mengajarkan tentang pelayanan Roh Kudus.
2.
Kita Harus Mengajar. Injil Matius 5:2 mengemukakan,
“Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka”. Selanjutnya, mari kita
simak juga Matius 5-7 yang diawali dengan memperkenalkan ucapan bahagia,
nilai-nilai surga yang membalikkan nilai-nilai dunia.[15]
II.
Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa Pendidikan merupakan tongkat
penyangga negara karena dengan adanya pendidikan bisa menjadi ukuran
maju dan mundurnya suatu negara. Dalam
memahami teori belajar, kita juga harus mengetahui dulu tentang pokok-pokok
tentang belajar. Dengan memahami teori belajar ini, kita dapat mengembangkan
beberapa hal yaitu: Memilih metode mengajar, Mendiagnosis belajar,
Mengantisipasi momen yang dapat diajarkan yang mengembangkan minat dan dapat
memahami dan menerima pengajaran tertentu dan memnguasai teori belajar.
III.
Daftar Pustaka
Dewey, John, Psikologi
Pengajaran, Jakarta: BPK-GM, 2010
Enklaar, I.H.,
& E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2009
Homrighausen, E.G.
& I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2013
Ismail, Andar, Ajarlah
mereka melakukan, Jakarta: BPK-GM, 2009
Kristianto, Paulus
Lilik, Prinsip&Praktik Pendidikan Agama Kristen, Yogyakarta: Andi,
2010
Nainggolan, Jhon
M., Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Kristiani, Bandung: Bina Media
Informasi, 2011
Nuhamara, Daniel, PAK
Dewasa, Bandung: Jurnal Info Media, 2008.
S.As tone, Hope, Pendidikan
Kristiani Kontekstual, Jakarta: BPK-GM, 2010
Siagian, Teori
Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: Binan Aksara, 1989
Sibjabat, B.
Samuel, Strategi Pendidikan Kristen,
Yogyakarta: ANDI, 2000
Simanjuntak,
Junihot, Ilmu Belajar & Didaktika
Pendidikan Kristen, Yogyakarta: ANDI, 2021
Sumiyantiningsih,
Dien, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik, Yogyakarta: ANDI,2006
Sukarman, Timotius, Gereja
Yang bertumbuh dan Berkembang, Yogyakarta: Andi, 2016
[7]
Paulus Lilik Kristianto, Prinsip&Praktik Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta:
Andi, 2010), 63-65.
[8] Jhon M. Nainggolan, Pendidikan Berbasis
Nilai-Nilai Kristiani, (Bandung: Bina Media Informasi, 2011), 116.
[13]
I.H. Enklaar, & E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009), 130.
[14] B. Samuel Sibjabat, Strategi
Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2000), 27-28.
[15] Junihot Simanjuntak, Ilmu
Belajar & Didaktika Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 2021), 183- 186.
Post a Comment