SIKAP ETIKA KRISTEN TERHADAP ADVOKAT

 

I.                   Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara demokrasi yang bebas dalam berpendapat. Indonesia juga adalah negara hukum yang menjunjung tinggi moralitas dalam masyarakatnya. Namun di sisi lain keadilan di negara Indonesia masih dikubur dalam-dalam oleh oknum-oknum yang memiliki kuasa atas hukum Indonesia. Golongan yang terkuat tidak akan pernah merasa cukup kuat untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya secara mulus, terkecuali bila mereka dapat menemukan cara untuk merubah kekuatan menjadi hal dan ketaatan menjadi kewajiban. Hak dari golongan yang terkuat suatu hak yang dalam penampilannya tampak ironis. Ketika kita ditodong pistol oleh pencuri, apakah kita hendak menyerahkan dompet kita?  Suatu fakta bahwa pistol yang ditangan pencuri itu adalah kekuatan.[1] Di mana masih jelas di Indonesia yang memperkosa hak milik orang lain secara paksa. Hukum di Indonesia tidak berarti banyak jika tidak di jiwai moralitas. Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya. Karena itu hukum diukur dengan norma moral. Seluruh sistem hukum terutama ditopang oleh tiga pilar penting: polisi, kejaksaan/kuasa hukum/ advokat, dan para hakim. Semua penegak hukum ini harus berlaku etis dalam menjalankan tugasnya. Timbul kontradiksi besar, bila perilaku mereka tidak etis, karena bertentangan dengan hakikat hukum itu sendiri yaitu menegakkan keadilan.[2] Sebelum menjalankan profesinya, Advokat wajib bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya.[3] Dalam sumpahnya, seorang Advokat bersumpah akan memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia, akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan, akan menjaga tingkah laku dan akan menjalankan kewajiban sesuai dengan kehormatan, martabat, dan tanggung jawab sebagai Advokat.

Lalu, bagaimana jika seorang advokat/kuasa hukum yang membela kliennya yang jelas adalah pelaku kejahatan demi tetap untuk menerima bayarannya? Karena jika tidak, advokat tersebut tidak bisa bertahan hidup karena tidak menerima bayarannya dan dia tidak menjalankan tugasnya sebagai kuasa hukum. Hal ini merupakan salah satu contoh dilema etis dalam meneggakkan hukum bagi negara khususnya Indonesia karena seorang Advokat yang membela seorang bersalah atau tersangka, juga akan memberikan ketidakadilan terhadap lawan kliennya yaitu yang menjadi korban. Contohnya saja kasus keluarga Doddy Sudrajat yang jelas pelaku pencemaran nama baik kepada keluarga Bibi suami dari Vanesa, Doddy tetap mendapat pembelaan dari advokatnya.[4] Dan juga kasus seorang istri dipergoki suami selingkuh, namun karena istri tidak terima ia melaporkan suaminya melakukan KDRT kepadanya. Situasi ini telah terjadi advokasi terhadap pelaku, namun pelaku (istri) merekayasa dirinya sebagai korban KDRT oleh suaminya.[5] Siapa yang masih ingat Gayus Tambunan seorang koruptor yang mencuri uang negara dengan tidak memiliki hati nurani, ia didampingi Advokat. Bahkan advokatnya mengatakan Gayus tidak menerima keadilan karena mendapat hukuman penjara 28 tahun.[6]

Berdasarkan masalah sosial dan hukum, mengenai kuasa hukum yang membela yang bersalah demi keuntungan pribadi. Maka penyaji mengangkat judul mengenai advokat/ kuasa hukum yang membela dan membenarkan klien yang bersalah. Karena memiliki dilema etis yang dimana jika bertahan membenarkan dan mengambil keputusan yang salah maka sudah bertentangan dengan hakikat hukum itu sendiri yaitu menegakkan keadilan.

II.                Pembahasan

2.1. Pengertian Advokat/ Kuasa Hukum

Sartono dan Bhektin Suryani mengemukakan bahwa : Secara istilah, advokat diartikan sebagai seseorang yang melaksanakan kegiatan advokasi. Yaitu suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang untuk memfasilitasi dan memperjuangkan hak maupun kewajiban klien/penerima jasa hukum, baik yang bersifat perseorangan maupun kelompok berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.[7]

Advokat secara historis termasuk salah satu profesi yang tertua, dalam perjalanannya profesi advokat dinamai sebagai officium nobil yaitu jabatan mulia, Penanaman itu terjadi karena aspek “kepercayaan” dari pemberi kuasa klien.[8] Dalam kedudukannya sebagai suatu profesi yang mulia (officium nobile), maka pemberian bantuan hukum tentunya merupakan kewajiban yang melekat secara hukum kepada setiap Advokat.[9] Advokat maupun bantuan hukum diharapkan dapat mencegah perlakuan tidak adil dan tidak manusiawi atas tersangka atau terdakwa yang dinamakan due process of law atau proses hukum yang adil. Tersangka atau terdakwa dilindungi haknya sebagai orang yang menghadapi tuntutan hukum dan karena lingkup kegiatan bantuan hukum meliputi pembelaan, perwakilan, baik di luar maupun di dalam pengadilan, pendidikan, penelitian dan penyebaran gagasan.[10] Pemberian bantuan oleh Advokat bukan hanya dipandang sebagai suatu kewajiban namun harus dipandang pula sebagai bagian dari kontribusi dan tanggung jawab sosial dalam kaitannya dengan kedudukan Advokat sebagai ‘officium nobile’ atas kewajiban pemberian bantuan hukum secara prodeo, berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat dijelaskan, bahwa Advokat adalah setiap orang yang berprofesi memberi jasa hukum dan bertugas menyelesaikan persoalan hukum kliennya baik secara litigasi maupun non-litigasi.[11] Profesi Advokat adalah termasuk salah satu profesi yang terhormat (officium nobile). Sedangkan orang yang mengemban profesi itu disebut orang yang terhormat (Operae Liberali). Untuk melaksanakan profesi yang mulia atau officium nobile, menurut Franz Magnis Suseno, “dituntut memiliki moralitas yang tertinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi adalah:

a.       Berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai tuntutan profesi.

b.      Sadar akan kewajiban.

c.       Memiliki idealisme yang tinggi.[12]

Ketiga ciri moralitas di atas adalah termasuk bagian sebagai Advokat yang mnejabat sebagai kuasa huk, mereka dilihat baik karena meneggakkan hukum di masyarakat.

2.2.Tugas Advokat/ Kuasa Hukum

Tugas Advokat adalah mengabdikan dirinya pada masyarakat sehingga dituntut untuk selalu turut serta dalam penegakkan hukum dan hak asasi manusia. Dalam menjalankan profesinya, Advokat bebas untuk membela siapa saja, tidak terikat pada perintah (order) klien dan tidak pandang bulu siapa lawan kliennya, apakah dia dari golongan kuat, penguasa, pejabat, bahkan rakyat miskin.

Masing-masing aparat penegak hukum dan Advokat memiliki peran sendiri-sendiri dalam pelaksanaan bantuan hukum sesuai dengan kapasitas dan kewenangan yang dimilikinya dalam rangka pengegakkan hukum agar tercipta keadilan bagi semua orang (justice for all).[13]

Peran Advokat dalam sistem hukum Nasional yang di perinci dalam isu hukum sebagai berikut :

a.       Peran Advokat dalam pemberian bantuan hukum bagi perlindungan hak tersangka atau terdakwa.

b.      Bantuan hukum dalam kitab Undang-undang hukum acara pidana telah mewujudkan persamaan hak dan perlakuan dihadapan hukum bagi tersangka atau terdakwa.[14]

2.2.1.      Peranan Advokat dalam Hukum Positif

Dalam terminologi bahasa, Advokat diartikan sebagai akta benda, subyek. Dapat berarti seserorang yang melakukan atau memberikan nasihat (advis) dan pembelaan (mewakili) bagi orang lain. Karena istilah pembela dapat diartikan sebagai seseorang yang membantu hakim dalam usaha menemukan kebenaran materiil walaupun itu bertolak dari sudut pandang subjektif yaitu berpihak pada kepentingan tersangka atau terdakwa.[15] Pembelaan dilakukan terhadap institusi formal (peradilan) maupun informal (diskursus). Konsep Advokat Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, memberikan pengertian Advokat adalah orang yang berprofesi, memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini. Lebih tepat jika dikatakan bahwa advokat itu berada di posisi rakyat baik secara individu maupun dalam tatanan masyarakat. Kebutuhan terhadap bantuan hukum seorang Advokat bagi seseorang yang sedang menghadapi masalah hukum dirasa sangat penting. Bertolak dari pendapat ini, bahwa tugas seorang advokat dalam proses hukum adalah untuk membantu hakim dalam menemukan kebenaran hukum, maka kepentingan klien dalam menggunakan jasa seorang advokat adalah upaya mencari perlindungan terhadap hak-haknya secara hukum harus dilindungi. Dalam upaya melindungi kepentingan atau hak seorang klien itulah maka klien membutuhkan seorang advokat. Peran advokat tersebut dapat dilihat dari proses awal pengajuan perkara ke pengadilan tidak lepas dari perannya sebgai advokat dalam memberikan bantuan hukum, dari mulai mengurusi masalah administratif, sampai pada proses litigasi selesai.[16]

Advokat dinilai baik dalam memberikan bantuan hukum dan sesuai dengan standart bantuan hukum yang diberikannya bertujuan untuk, menjamin dan memenuhi hak bagi penerima bantuan hukum untuk mendapatkan askes keadilan, mewujudkan hak konstitutional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan secara merta di seluruh wilayah Negara Republik Indoenesia, dan mewujudkan peradilan yang efektif, efisien dan dipertanggung jawabkan.[17]

Moh Hatta juga menyatakan pendapatnya mengenai peranan dan fungsi advokat. Moh Hatta menyatakan bahwa, dalam mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, peran dan fungsi advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting. Melalui jasa hukum yang diberikan, advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya hukum dan keadilan untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamentalnya di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan pilar dalam menegakkan hukum dan hak asasi manusia.[18]

2.2.2.      Kode Etik Profesi Advokat

Adapun kode etik advokat sebagai wujud kepribadian dalam menjalankan profesinya sebagai pemberi jasa layanan hukum yaitu (Supriadi, 2006:87) :

1) Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa hukum dan/atau bantuan hukum dikarenakan tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya;

2) Dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan untuk memperoleh materi saja tapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran dan keadilan;

3) Dalam menjalankan praktek profesinya harus bebas, mandiri dan tidak dipengaruhi oleh siapapun, dan wajib memperjuangkan hak asasi manusia;

4) Bersedia memberikan bantuan hukum pada siapa saja yang memerlukan tanpa memandang agama, ras, suku, keturunan, maupun keyakinan politiknya;

5) Advokat tidak dibenarkan melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat, dan martabatnya;

6) Senantiasa menjunjung tingggi profesi advokat sebagai profesi terhormat;

7) Apabila advokat diangkat menjadi pejabat negara maka tidak dibenarkan membuka praktek sebagai advokat.[19]

2.3.Pandangan Alkitab Mengenai Penegak Keadilan

2.3.1.      Menurut Perjanjian Lama

Keadilan Allah di Alkitab dapat ditemukan dalam Ulangan 16:20 di mana dengan sangat jelas penulis kitab Ulangan mengambarkan bahwa Allah begitu menghendaki para pemimpin yaitu hakim-hakim yang diangkat untuk mengadili umat haruslah benar-benar mengedepankan keadilan dalam setiap keputusan mereka. Karena para hakim ini akan mengadili dan menjaga ketertiban serta keteraturan masyarakat, maka keadilan sangatlah penting untuk terpeliharanya keamanan, ketertiban, dan keteraturan dalam masyarakat Israel waktu itu. Gambaran penekanan Alkitab ini jelas dan solusi cerdas dari Allah yang maha bijaksana yang begitu menghendaki keadilan karena ketika terpelihara pada level sosial kemasyarakatan maka akan tercipta rasa aman dan ketertiban pasti terpelihara.

2.3.2.      Menurut Perjanjian Baru

Kisah Nabot dalam 1 Raja-raja 21 merupakan kisah yang sangat relevan terkait penekanan Allah melalui Alkitab tentang keadilan. Tanah milik Nabot ini terletak berdampingan dengan istana raja Ahab di Yisreel, tentunya tanah ini adalah merupakan tanah warisan dari leluruh yang bagi Nabot memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi dan harus di jaga serta dirawat dengan baik. Raja Ahab sangat menginginkan tanah itu, sehingga menawari Nabot dengan uang yang sangat besar untuk membeli tanah itu dan sayangnya ditolak oleh Nabot. Lewat solusi licik sang Istri yaitu Izebel akhirnya raja Ahab menemukan cara untuk memiliki tanah itu dengan memfitnah Nabot melaluk kesaksian orang dursila yang dibayar dengan tuduhan Nabot telah menghujat Allah dan raja. Allah sangat tidak suka akan hal ini dan sangat menentang perbuatan Ahab ini, Allah melalui nabi Elia kemudian menyatakan penghukuman yang ditujukan terhadap Ahab dan istrinya. Beberapa tahun kemudian raja Ahab terbunuh dalam perang, dan beberapa waktu berselangan istrinya mati dengan cara sangat mengenaskan sesuai dengan nubuat Elia sang nabi Allah. Terkait dengan narasi pencaplokan tanah Nabot oleh raja Ahab ini, Naim Stifan Ateek seorang teolog Kristen Palestina dalam bukunya Semata-mata Keadilan menyatakan bahwa Allah tidak pernah kompromi dengan yang namanya ketidakadilan.[20]

2.4. Advokat/Kuasa Hukum Dipandang Menimbulkan Kontraversi

Di Indonesia, hampir setiap orang yang menghadapi suatu masalah di bidang hukum sekarang ini cenderung untuk menggunakan jasa profesi advokat, tak terkecuali perkara-perkara yang terjadi di lingkungan peradilan agama seperti perceraian, ini juga menggunakan jasa advokat. Profesi advokat termasuk profesi mulia, karena ia dapat menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa tentang suatu perkara baik yang berkaitan dengan perkara pidana, perdata (termasuk perdata khusus yang berkaitan dengan perkara dalam agama Islam), maupun dalam tata usaha Negara. Advokat juga dapat menjadi fasilitator dalam mencari kebenaran dan menegakkan keadilan untuk membela hak asasi manusia dan memberikan pembelaan hukum yang bersifat bebas dan mandiri.[21] Bagi advokat kebebasan profesi (free profession) sangat penting, tidak sekedar demi profesi advokat itu sendiri, melainkan juga guna mewujudkan kepentingan yang lebih luas, yaitu terciptanya lembaga peradilan yang bebas (independent judiciary) yang merupakan prasyarat dalam menegakkan rule oflaw[22]dan melaksanakan nilai-nilai demokrasi.

Di dalam masyarakat profesi advokat terkadang menimbulkan pro kontra dan kontra, terutama yang berhubungan dengan perannya dalam memberikan jasa hukum, ada sebagian masyarakat yang menganggap para advokat adalah orang yang pandai memutarbalikkan fakta. Pekerjaan ini dianggap pekerjaan orang yang tidak mempunyai hati nurani, karena selalu membela orang-orang yang salah, mendapat kesenangan di atas penderitaan orang lain, mendapat uang dengan cara menukar kebenaran dan kebatilan dan sebagainya, cemoohan yang bernada negatif.[23]

Di antara banyak profesi hukum, advokat merupakan jenis profesi yang paling banyak menimbulkan kontroversi. Situasi demikian tidak hanya dirasakan pada negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju. Dalam berbagai survey di Amerika Serikat, profesi advokat masih menempati profesi terhormat. Namun, ironisnya menurut pendapat lain mereka dianggap sebagai kumpulan orang yang suka memutar balikkan fakta, membuat gelap persoalan yang sudah jelas dan tidak bermoral karena mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain.[24]

2.5. Sikap Gereja Terhadap Tindakan Advokat

Pengajaran etis dapat dilakukan gereja melalui khotbah, pendalaman Alkitab, perkumpulan doa, dan lain sebagainya karena gereja adalah tempatnya dalam membentuk etika jemaatnya.[25]

1.      Sikap gereja dalam menyikapi tindakan Advokat ialah dengan memberitakan keadilan melalui khotbah dari 1 Raja-raja 3.

Penegak hukum atau penegak keadilan adalah penentu perdamaian suatu negara. Alkitab berbicara tentang Allah mnenuntut untuk bertindak yang benar sesuai dengan 1 Raja-raja 3:16-28, dimana menceritakan hikmat Salomo dalam mengambil keputusan. Sesuatu yang bersumber dari Allah setiap megambil keputusan hasilnya adalah kebijakan dan hikmat. Setelah meninjau dari Alkitab tentang mengambil keputusan untuk membela yang benar ialah tindakan berhikmat, namun yang mengambil keputusan yang salah bisa menyebabkan ketidakadilan.

2.      Mewujudkan tindakan keadilan bagi semua kalangan

Gereja bukan lagi menutup diri terhadap hukum termasuk sikap Advokat yang menina bobokkan keadilan. Untuk itu gereja harus menunjukkan dan memperjuangkan keadilan, martabat manusia yang menunjukkan kerajaan Allah.[26]Sehingga tindakan gereja tersebut menjadi renungan bagi seorang advokat dalam menegakkan hukum dan keadilan.

2.6. Tinjauan Etika Kristen Terhadap Advokat Yang Membela Orang Bersalah

Seorang advokat memiliki profesi yang mendampingi dan membela kliennya untuk memenangkan klien di dalam pengadilan. Klien mungkin adalah seorang tersangka/ orang bersalah. Namun dengan tuntutan profesi ia harus memenangkan pengadilan dan membela kliennya. Dampaknya memberikan ketidakadilan terhadap yang bukan tersangka/korban, bisa jadi si korban dikenakan hukum pidana sehingga yang tak bersalah menjadi bersalah di mata Hakim karena tuntutan seorang advokat. Tindakan ini tidak sesuai dalam etika Kristen, karena melanggar keetisan dalam menegakkan keadilan.[27] Tindakan advokat yang membela orang bersalah dan menyalahkan kebenaran dalam etika tidak memiliki kasih. Kasih timbul dari batin sesorang dan diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang kongkrit (1 Yoh 3:17-18).[28] Secara etika kristen tindakan tersebut tidak memiliki kasih kepada sesama.

Kasih memerlukan norma-norma yang lain karena kasih ialah konsep yang dengan mudah dapat ditaburkan dan dikacaukan. Kita dapat menipu diri sendiri tentang apa yang dituntut oleh kasih. Salah satu fungsi norma-norma ialah mengingatkan kita tentang kewajiban-kewajiban kita yang sukar. Orang dapat berkata ia mengabaikan norma-norma itu karena kasih, walaupum ia sebenarnya hanya mencari jalan yang gampang. Kalau demikian yang merugikan dirinya sendiri. Norma-norma tadi ialah berbentuk kejujuran, keadilan, perdamaian, penghormatan, dibutuhkanlah kasih supaya yang disebutkan tadi tidak menjadi kacau. Prinsip keadilan perlu supaya kita mengingat kasih yang sejati tidak hanya satu hubungan akrab dengan orang lain tanpa peduli akan kebutuhan dan hak orang.[29] Prinsip keadilan menolong kita dalam mengambil keputusan tentang bagaimana membenarkan kebenaran, dan menegakkan keadilan dalam pengadilan. Keputusan advokat sebagai seorang kuasa hukum membela orang yang tersangka/ bersalah menjadi pertimbangan seorang hakim dalam memutuskan hukum.

2.7.Dilematis Advokat/ Kuasa Hukum Membenarkan Orang (Klien) Yang Bersalah

Profesi sebagai advokat sering sekali menjadi dilema etis dan menimbulkan pro  dan kontra.

1.      Sebagai Advokat sudah menjadi kewajibannya membela kliennya dari hukum sebagai perlindungan untuk klien.

2.      Advokat memperjuang kebebasan klien dari hukuman di hadapan hakim, dengan tidak pandang bulu.

Permasalahannya adalah, bagaimana jika yang menjadi klien dari pada advokat adalah seorang tersangka atau pelaku? Maka seorang Advokat menjadi harus profesional dalam profesinya dia tetap akan mendampingi an melindungi seorang yang bersalah. Dalam kasus demikian, memang dari segi etika kristen tidaklah benar, karena tidak adil bagi beberapa pihak yang bersangkutan , termasuk pihak lawan dari kliennya yaitu korban. para advokat adalah orang yang pandai memutarbalikkan fakta. Pekerjaan ini dianggap pekerjaan orang yang tidak mempunyai hati nurani, karena selalu membela orang-orang yang salah, mendapat kesenangan di atas penderitaan orang lain, mendapat uang dengan cara menukar kebenaran dan kebatilan dan sebagainya, cemoohan yang bernada negatif.[30]

III.             Kesimpulan dan Saran

Tuntutan pekerjaan sehingga membenarkan yang salah seperti dalam profesi hukum yaitu Advokat adalah dilematis di mana seorang Advokat harus mengikuti tuntutannya sebagai seorang pemberi bantuan hukum terhadap kliennya, dengan tujuan memenangkan klien dalam pengadilan, tapi di sisi lain tindakan ini adalah tindakan tidak memiliki kasih yang sebagai orang kristen kita beranjak dari 1 Yohanes 3:17-18. Setelah penyaji melakukan kajian dari literatur, jurnal dan sumber lainnya, sebagai manusia kita memiliki hati nurani. Jadi, tidaklah membenarkan bertindak tidak adil sehingga bersenang-senang di atas penderitaan orang lain, seperti penyaji jelaskan di atas.

            Saran penyaji terhadap masalah yang dilematis tentang Advokat yang membela seorang tersangka/ bersalah bukanlah suatu tindakan yang benar. Sebaiknya gereja lebih lagi melakukan pemberitaan dan pengajaran tentang bagaimana Alkitab mengajarkan kebenaran dan keadilan. Karena sesungguhnya Allah tidak pernah berkompromi dengan ketidakadilan. Sebaiknya seorang advokat berlaku jujur dan tidak berkompromi dengan ketidakadilan, haruslah menyuarakan kebenaran, jangan membalikkan fakta yang ada. Sebagai pelopor penegak hukum, ada baiknya sebagai Advokat memperjuangkan hak-hak manusia yang dirampas dan memperjuangkan keadilan bagi para korban yang tertindas, bagi perempuan yang dilecehkan, bagi korban yang perlu dibela, sebaiknya sebagai advokat menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Seperti salah satu seorang kuasa hukum dari pada pengawas KPK yaitu Novel Baswedan yang menyuarakan keadilan bagi Novel, yang mana Novel adalah seorang pengawas KPK yang tau sebuah rahasia busuknya para koruptor kaum elite, namun ironisnya Novel disiram dengan air keras oleh komplotan suruhan para koruptor supaya tetap bungkam tentang kasus korupsi mereka. Ada banyak para Advokat/ kuasa hukum yang dapat menjadi teladan Advokasi lainnya di Indonesia bahkan bisa ke seluruh dunia.

IV.             Kepustakaan

Bertens,K., Etika,Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,1993,43-44.

Brownlee, Marcolm, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-Faktor Di Dalamnya, Jakarta: Gunung Mulia,1987.

Darmodjo, Darju dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Jakarta: Gramedia Utama, 2000,37.

Hatta, Moh.,Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana Khusus, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2009,137.

Indonesia,UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 4 butir 1.

Kaligis,O.C., Bila Advokat Menjadi Terdakwa, Jakarta: Yarsif Watampone,2015, 2.

Kusmiaty, dkk, Tata Negara,Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000,18.

Pambelum, Danum, Jurnal Teologi dan Musik, Memaknai Ajaran Alkitab Tentang Keadilan Allah,Volume 1, Nomor 1,Mei 2021, 95-109.

Pangaribuan, Luhut M., Advokat dan Contemp of Court, Satu Profesi di Dewan Kehormatan Profesi, Djambatan,Jakarta,1996, 1.

Pinontoan, Denni H.R., Gereja Yang Berpijak Dan Berpihak, Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Book, Cet.13,367.

Rahardjo, Satjipto, Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Jakarta: Sinar Baru,1995, 79.

Raharjo, Agus dan Sunarnyo, Jurnal: penilaian profesionalisme advokat dalam penegakan hukum melalui pengukuran indikator kinerja etisnya, VOL. 21 NO.2 DESEMBER 2014.

Rosyadi, Rahmad dan Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Rousseau,Jean Jacques, Kontrak Sosial, Jakarta: Erlangga,1986, 8.

Sarmadi,H. A. Sukris, Advokat; Litigasi dan Non Litigasi Pengadilan, (Bandung: CV. Mandar Maju,2009),1.

Setyowati, Herning dan Nurul, Pera Advokat Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Dalam Perspektif Hak Manusia, Jurnal Lex Scientia Law Review, Volume 2 No. 2, November 2018, 155-168.

Suseno,Franz Magnis, Etika Politik:Prinsip-prinsip Moral Dasar Keanekaragaman Modern, Jakarta: Gramedia, 1990,70.

Syaharani,Riduan, Beberapa Hal tentang Hukum Acara Pidana, Bandung, 1993,26.

Winata,Fans Hendra, Advokat Indonesia, Citra Idealisme dan Kepribadian, Jakarta: 1995,14.

Yahman dan Nurtin Tarigan, Advokat Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2019,10.

Sumber Lain

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/10/19135611/diperiksa-dalam-kasus-pencemaran-nama-baik-doddy-sudrajat-tidak-ada-niat?page=all diakses pada 22 Maret 2022, Pukul 10:38 WIB.

https://sulsel.inews.id/berita/dipergoki-selingkuh-istri-asal-maros-malah-laporkan-suami-ke-polisi-kasus-kdrt diakses 22 Maret 2022 diakses pada 22 Maret 2022, pukul 11:34 WIB.

https://nasional.kompas.com/read/2012/11/06/20414827/~Nasional diakses pada 22 Maret 2022, pukul 22:53 WIB.


[1] Jean Jacques Rousseau, Kontrak Sosial, (Jakarta: Erlangga,1986), 8.

[2] K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,1993),43-44.   

[3] Indonesia,UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 4 butir 1.

[6] https://nasional.kompas.com/read/2012/11/06/20414827/~Nasional diakses pada 22 Maret 2022, pukul 22:53 WIB.

[7] H. A. Sukris Sarmadi, Advokat; Litigasi dan Non Litigasi Pengadilan, (Bandung: CV. Mandar Maju,2009),1.

[8] Luhut M.Pangaribuan, Advokat dan Contemp of Court, Satu Profesi di Dewan Kehormatan Profesi, Djambatan,(Jakarta,1996), 1.

[9] Fans Hendra Winata, Advokat Indonesia, Citra Idealisme dan Kepribadian, (Jakarta: 1995),14.

[10] Agus Raharjo dan Sunarnyo, Jurnal: penilaian profesionalisme advokat dalam penegakan hukum melalui pengukuran indikator kinerja etisnya, VOL. 21 NO.2 DESEMBER 2014.

[11] Ibid, 9.

[12] Franz Magnis Suseno, Etika Politik:Prinsip-prinsip Moral Dasar Keanekaragaman Modern, (Jakarta: Gramedia, 1990),70.

[13] Riduan Syaharani, Beberapa Hal tentang Hukum Acara Pidana, (Bandung, 1993),26.

[14] Yahman dan Nurtin Tarigan, Advokat Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2019),10.

[15] O.C.Kaligis,Bila Advokat Menjadi Terdakwa, Jakarta: Yarsif Watampone,2015, 2

[16] Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Ghalia Indonesia,2003), 65.

[17] Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Jakarta: Sinar Baru,1995), 79.

[18] Moh.Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana Khusus, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2009),137.

[19] Herning Setyowati dan Nurul, Pera Advokat Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada Masyarakat Dalam Perspektif Hak Manusia, Jurnal Lex Scientia Law Review, Volume 2 No. 2, November 2018, 155-168.

[20] Danum Pambelum, Jurnal Teologi dan Musik, Memaknai Ajaran Alkitab Tentang Keadilan Allah,Volume 1, Nomor 1 (Mei 2021): 95-109.

[21] Rahmat Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam perspektif Islam dan Hukum Positif (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 18.

[22] Kusmiaty, dkk, Tata Negara (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000),18.

[23] Rahmad Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003),19.

[24] Darju Darmodjo, Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: Gramedia Utama, 2000),37.

[25] Marcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-Faktor Di Dalamnya, (Jakarta: Gunung Mulia,1987),173.

[26] Denni H.R. Pinontoan, Gereja Yang Berpijak Dan Berpihak, (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Book, Cet.13),367.

[27] K.Bertens, Op.cit.,1993,44.

[28] Marcolm Brownlee,Op.cit.,1987, 206.

[29] Ibid,210-211.

[30] Rahmad Rosyadi dan Sri Hartini, Advokat dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003),19.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Baca selengkapnya disini ya